Tanpa sepengetahuan Kezia, keesokan harinya Andrew datang lagi ke kantor polisi untuk berbicara empat mata saja dengan Arnold. Ada banyak hal yang tersangkut di tenggorokannya dan terus memberontak untuk diluncurkan dalam pertemuan mereka kemarin. Namun, tentu saja Andrew tak kuasa berbicara banyak hal sebab sadar keadaan.
"Apa menurutmu istriku ada sangkut pautnya dengan masalah ini?" Arnold langsung meluncurkan pertanyaan tanpa memberi basa-basi sedikit pun. Lembap dan bau lantai penjara sudah cukup sulit membuatnya tidur dalam beberapa hari. Dan tadi malam, ia sama sekali tak bisa tidur sebab memikirkan kabar yang masuk ke telinganya kemarin siang. Harapannya dikabulkan Tuhan karena akhinya hari ini Andrew datang lagi seorang diri. Ia sudah tak tahan ingin bertanya banyak hal pada pria itu terkait perusahaannya selama ia tidak ada.
Andrew diam sejenak. Ia menyorot lurus pada wajah Arnold, berusaha menyelam dalam redup matanya. "Kalau menurut saya, Bu Kezia"Uang Mama sangat banyak sekarang. Jadi, apa salah kalau Mama belanja ini semua?" Eva membalas pertanyaan Kezia dengan wajah protes. Terang saja dia tidak nyaman pada ekspresi muka anaknya yang terlihat tak setuju kalau ia bersenang-senang seperti ini."Mama!" Kezia amat geram detik ini. Giginya bergemeletuk dan tulang rahangnya mengeras. "Uang yang berhasil kita ambil dari perusahaan Arnold memang tak sedikit, tapi tolong hentikan ini semua.""Memangnya kenapa?" sahut Eva yang sekarang berubah jadi garang.Kezia menarik napas panjang, kemudian maju beberapa langkah untuk mendudukkan dirinya di atas sofa. Sesekali tangannya mengelus perut yang semakin hari bertambah berat saja. "Dalam beberapa hari ke depan, sidang Arnold akan digelar. Dia sudah menyewa pengacara paling mahal di negeri ini yang kemungkinan besar akan membebaskannya dari kesalahan yang tak diperbuatnya.""Terus?" Eva menampilkan wajah tak peduli seolah informasi yang baru disampaikan anakn
Matahari bersinar lembut mengecup bumi. Desau angin bergesekan lirih di sela-sela kuping. Kezia turun dari mobil dan melangkah penuh percaya diri. Ia yakin di depan ruangannya sana, Andrew sudah menunggu kedatangannya. Tadi pagi-pagi sehabis ia mandi, ponselnya telah menampilkan notifikasi pesan masuk dari Andrew yang menuturkan telah mendapat sedikit jejak dari ahli komputer yang dibayarnya mahal.Benar saja. Ketika baru saja tiba di lantai tempat ruangan Arnold berada, mata Kezia sudah mendapati sebentuk wujud Andrew sedang duduk di bangku panjang yang ada di depan ruangan itu. Pria tersebut langsung bangun dari duduknya ketika menangkap perempuan berperut besar berjalan mendekat."Selamat pagi, Bu Kezia," sapa Andrew sopan setelah istri bosnya tiba di depannya."Pagi, Andrew." Kezia segera membuka pintu ruangan, kemudian mempersilakan sekretaris suaminya masuk.Andrew menaruh tubuh di sofa ruangan. Ia membawa satu map yang langsung dibukany
Kezia sudah bersiap di depan cermin sejak pertama kali matahari mengumumkan kehadirannya di kaki langit. Ini adalah hari di mana nasib Arnold akan dipertaruhkan di ruang persidangan. Bangkai Patmi mungkin sudah melebur bersama tanah kuburan, tapi jejak kematian perempuan itu masih meninggalkan misteri di benak polisi yang hari ini akan diusut tuntas.Ketika perempuan berusia dua puluh satu tahun itu telah menyempurnakan riasannya hari ini, ada panggilan masuk dari Eva. Handphone meraung seolah mewakili orang di seberang yang sudah tak sabar agar panggilannya segera dijawab."Selamat pagi, Ma," sapa Kezia dengan suara renyah. Dia tak bisa bohong pada hatinya sendiri tentang keantusiasan hari ini. Setelah melewati malam-malam panjang tanpa kekasih di sisi, akhirnya ia akan mendapat imbalan berupa kabar kebebasan Arnold. Kezia sangat yakin untuk itu."Hari ini Arnold jadi sidang?" tanya Eva di seberang dengan suara buru-buru. Kezia curiga mamanya baru bangu
Kezia tak memberi jawaban apa pun untuk Eva. Dia cuma membalas dengan tatapan sekilas, kemudian sepasang mata itu kembali dibenamkan pada wujud Arnold yang tengah duduk di kursi terdakwa. Walaupun hanya bisa melihat pria itu dari punggungnya saja, tapi hati Kezia sudah sangat tenang.Sidang berakhir dengan embusan napas lega di pihak Arnold. Dia terbukti sama sekali tak bersalah. Pria itu hanya seseorang yang telah dijebak oleh Patmi sebelum mati. Pengacara berhasil membuktikan kalau saat Patmi meregang nyawa, Arnold sedang berada di kantornya. Ia juga berhasil mendatangkan seorang saksi yang melihat Patmi telah menusuk perutnya sendiri menggunakan pisau daging yang telah dilapisi serbet.Pihak Patmi pulang dengan wajah suram, terlebih suaminya yang merasa jadi orang paling bodoh di muka bumi. Dia amat menyesal telah membiarkan sang istri menghabisi nyawanya sendiri, karena ada akhirnya apa yang diinginkan Patmi tidak terwujud. Arnold dinyatakan bebas dari pe
"Pak Arnold mencari Anda, Bu," beri tahu Andrew yang kemudian dibalas dengan anggukan kepala oleh Kezia. Perempuan itu langsung melesat masuk ke ruang polisi tanpa bertanya di mana sekarang Arnold berada.Ternyata pria itu sudah menunggu di bangku panjang ruang depan. Senyumnya merekah, dan baju tahanan di tubuhnya telah berganti dengan jas mahal.Dalam hitungan detik setelah mata mereka saling bertemu, tubuh keduanya langsung tertaut dalam pelukan. Arnold merampas tubuh Kezia dalam dekapannya kuat-kuat seolah seperempat jam yang lalu ia tak usai memeluk perempuan itu. Kali ini air matanya berlinangan, perpaduan antara rasa syukur yang amat banyak karena akhirnya bisa meninggalkan tempat sialan ini, juga air mata semangat untuk mengusut kasus yang menimpa perusahaannya sampai tuntas.Sebelum sidang kemarin, Andrew sudah mendatangi Arnold dan membagi tahu kabar tentang Gabriel. Walaupun sulit percaya pada kenyataan yang ada, tapi Arnold yakin kalau sekret
Dua manusia itu langsung naik ke atas ranjang tanpa melepas ciuman mereka. Arnold mendudukkan Kezia di kepala ranjang, menolaknya untuk berbaring. Berdasarkan pengalaman terakhirnya bercinta dengan Kezia dalam posisi berbaring, ada yang terasa kurang sebab miliknya tak bisa terbenam jauh ke dalam. Ia terhalang oleh perut buncit Kezia."Kau mau kita melakukannya sambil duduk?" tanya Kezia ketika Arnold melepas sebentar ciuman mereka."Ya, Sayang. Aku kangen sekali bercinta denganmu dalam posisi duduk. Terakhir kita melakukannya sudah lama sekali," jawab Arnold. Tentu saja dia tak jujur tentang alasan perut Kezia yang menjadi penghalang. Ia khawatir membuat istrinya tersinggung.Kezia tersenyum panjang, kemudian membalas, "Baiklah. Sepertinya aku juga kangen dengan posisi itu."Bersamaan dengan kalimat Kezia yang berakhir, Arnold bergegas membuka satu per satu kancing baju perempuan itu. Perutnya yang melengkung besar bagai gunung langsung tersa
Kezia bangun kesiangan hari ini. Ketika ia membuka mata, Arnold tak ada di sudut mana pun dari kamar ini.Untuk beberapa saat, perempuan itu cuma mengerjap di atas bantalnya sambil mengingat-ingat apa yang telah terjadi tadi malam. Arnold benar-benar lupa diri seperti pada malam pertama pernikahan mereka. Pria itu terus memompa tubuhnya sampai seolah tak sudi memberikan waktu istirahat. Kezia tak ingat persis di pukul berapa dia berhasil menjemput mimpi. Yang jelas, Arnold masih berada di depannya ketika masuk dini hari."Ah, rupanya kau sudah bangun, Sayang." Arnold tiba-tiba masuk ke kamar dengan tubuh yang telah berpenampilan rapi. Setelan jas mahalnya sudah lama tidak menempel di tubuhnya, membuat pria itu terlihat lebih tampan berkali-kali lipat hari ini. "Dasar, ibu hamil yang pemalas. Aku sudah mencoba menggerakkan lenganmu belasan kali, tapi kedua matamu keras kepala sekali dengan memaksa untuk tetap tertutup."Kezia mendudukkan tubuhnya, kemudia
Satu minggu setelah kebebasannya dari penjara, Kezia mendapati Arnold jadi sering melamun. Seperti malam ini, sehabis meninggalkan meja makan, pria itu pergi ke balkon kamar begitu saja tanpa memberi ucapan pamit atau mengajak seperti biasanya.Dengan kaki yang dilangkahkan pelan, Kezia menyusul ke balkon. Tampak di depan matanya Arnold cuma duduk sambil memandang kosong ke pekat malam. Di meja, tak ada apa pun selain handphone yang layarnya menghitam."Sayang, kau ini sebenarnya kenapa, sih?" Kezia mendudukkan diri pelan-pelan pada kursi yang terpisah meja.Pundak Arnold naik sedikit karena rasa kagetnya. Setumpuk masalah tengah menggunung di kepalanya sampai ia tak sempat menyadari kapan Kezia telah tiba."Kau sedang memikirkan sesuatu?" Kezia mencondongkan wajahnya ke arah sang suami. Matanya menatap penuh selidik, mencoba mengeruk inti terdalamnya untuk mencari kejujuran. Dalam setiap embus napasnya, Kezia sangat ingin jadi penenang