Kezia sudah bersiap di depan cermin sejak pertama kali matahari mengumumkan kehadirannya di kaki langit. Ini adalah hari di mana nasib Arnold akan dipertaruhkan di ruang persidangan. Bangkai Patmi mungkin sudah melebur bersama tanah kuburan, tapi jejak kematian perempuan itu masih meninggalkan misteri di benak polisi yang hari ini akan diusut tuntas.
Ketika perempuan berusia dua puluh satu tahun itu telah menyempurnakan riasannya hari ini, ada panggilan masuk dari Eva. Handphone meraung seolah mewakili orang di seberang yang sudah tak sabar agar panggilannya segera dijawab.
"Selamat pagi, Ma," sapa Kezia dengan suara renyah. Dia tak bisa bohong pada hatinya sendiri tentang keantusiasan hari ini. Setelah melewati malam-malam panjang tanpa kekasih di sisi, akhirnya ia akan mendapat imbalan berupa kabar kebebasan Arnold. Kezia sangat yakin untuk itu. "Hari ini Arnold jadi sidang?" tanya Eva di seberang dengan suara buru-buru. Kezia curiga mamanya baru banguKezia tak memberi jawaban apa pun untuk Eva. Dia cuma membalas dengan tatapan sekilas, kemudian sepasang mata itu kembali dibenamkan pada wujud Arnold yang tengah duduk di kursi terdakwa. Walaupun hanya bisa melihat pria itu dari punggungnya saja, tapi hati Kezia sudah sangat tenang.Sidang berakhir dengan embusan napas lega di pihak Arnold. Dia terbukti sama sekali tak bersalah. Pria itu hanya seseorang yang telah dijebak oleh Patmi sebelum mati. Pengacara berhasil membuktikan kalau saat Patmi meregang nyawa, Arnold sedang berada di kantornya. Ia juga berhasil mendatangkan seorang saksi yang melihat Patmi telah menusuk perutnya sendiri menggunakan pisau daging yang telah dilapisi serbet.Pihak Patmi pulang dengan wajah suram, terlebih suaminya yang merasa jadi orang paling bodoh di muka bumi. Dia amat menyesal telah membiarkan sang istri menghabisi nyawanya sendiri, karena ada akhirnya apa yang diinginkan Patmi tidak terwujud. Arnold dinyatakan bebas dari pe
"Pak Arnold mencari Anda, Bu," beri tahu Andrew yang kemudian dibalas dengan anggukan kepala oleh Kezia. Perempuan itu langsung melesat masuk ke ruang polisi tanpa bertanya di mana sekarang Arnold berada.Ternyata pria itu sudah menunggu di bangku panjang ruang depan. Senyumnya merekah, dan baju tahanan di tubuhnya telah berganti dengan jas mahal.Dalam hitungan detik setelah mata mereka saling bertemu, tubuh keduanya langsung tertaut dalam pelukan. Arnold merampas tubuh Kezia dalam dekapannya kuat-kuat seolah seperempat jam yang lalu ia tak usai memeluk perempuan itu. Kali ini air matanya berlinangan, perpaduan antara rasa syukur yang amat banyak karena akhirnya bisa meninggalkan tempat sialan ini, juga air mata semangat untuk mengusut kasus yang menimpa perusahaannya sampai tuntas.Sebelum sidang kemarin, Andrew sudah mendatangi Arnold dan membagi tahu kabar tentang Gabriel. Walaupun sulit percaya pada kenyataan yang ada, tapi Arnold yakin kalau sekret
Dua manusia itu langsung naik ke atas ranjang tanpa melepas ciuman mereka. Arnold mendudukkan Kezia di kepala ranjang, menolaknya untuk berbaring. Berdasarkan pengalaman terakhirnya bercinta dengan Kezia dalam posisi berbaring, ada yang terasa kurang sebab miliknya tak bisa terbenam jauh ke dalam. Ia terhalang oleh perut buncit Kezia."Kau mau kita melakukannya sambil duduk?" tanya Kezia ketika Arnold melepas sebentar ciuman mereka."Ya, Sayang. Aku kangen sekali bercinta denganmu dalam posisi duduk. Terakhir kita melakukannya sudah lama sekali," jawab Arnold. Tentu saja dia tak jujur tentang alasan perut Kezia yang menjadi penghalang. Ia khawatir membuat istrinya tersinggung.Kezia tersenyum panjang, kemudian membalas, "Baiklah. Sepertinya aku juga kangen dengan posisi itu."Bersamaan dengan kalimat Kezia yang berakhir, Arnold bergegas membuka satu per satu kancing baju perempuan itu. Perutnya yang melengkung besar bagai gunung langsung tersa
Kezia bangun kesiangan hari ini. Ketika ia membuka mata, Arnold tak ada di sudut mana pun dari kamar ini.Untuk beberapa saat, perempuan itu cuma mengerjap di atas bantalnya sambil mengingat-ingat apa yang telah terjadi tadi malam. Arnold benar-benar lupa diri seperti pada malam pertama pernikahan mereka. Pria itu terus memompa tubuhnya sampai seolah tak sudi memberikan waktu istirahat. Kezia tak ingat persis di pukul berapa dia berhasil menjemput mimpi. Yang jelas, Arnold masih berada di depannya ketika masuk dini hari."Ah, rupanya kau sudah bangun, Sayang." Arnold tiba-tiba masuk ke kamar dengan tubuh yang telah berpenampilan rapi. Setelan jas mahalnya sudah lama tidak menempel di tubuhnya, membuat pria itu terlihat lebih tampan berkali-kali lipat hari ini. "Dasar, ibu hamil yang pemalas. Aku sudah mencoba menggerakkan lenganmu belasan kali, tapi kedua matamu keras kepala sekali dengan memaksa untuk tetap tertutup."Kezia mendudukkan tubuhnya, kemudia
Satu minggu setelah kebebasannya dari penjara, Kezia mendapati Arnold jadi sering melamun. Seperti malam ini, sehabis meninggalkan meja makan, pria itu pergi ke balkon kamar begitu saja tanpa memberi ucapan pamit atau mengajak seperti biasanya.Dengan kaki yang dilangkahkan pelan, Kezia menyusul ke balkon. Tampak di depan matanya Arnold cuma duduk sambil memandang kosong ke pekat malam. Di meja, tak ada apa pun selain handphone yang layarnya menghitam."Sayang, kau ini sebenarnya kenapa, sih?" Kezia mendudukkan diri pelan-pelan pada kursi yang terpisah meja.Pundak Arnold naik sedikit karena rasa kagetnya. Setumpuk masalah tengah menggunung di kepalanya sampai ia tak sempat menyadari kapan Kezia telah tiba."Kau sedang memikirkan sesuatu?" Kezia mencondongkan wajahnya ke arah sang suami. Matanya menatap penuh selidik, mencoba mengeruk inti terdalamnya untuk mencari kejujuran. Dalam setiap embus napasnya, Kezia sangat ingin jadi penenang
Ketika Arnold sampai di rumah sore itu, dia tak mendapati keberadaan Kezia di mana pun. Kakinya melangkah tergesa untuk mencari asisten rumah yang jaraknya paling dekat dengannya.Kebetulan di lantai dua ada Puri yang sedang menaruh cucian di kamar Narendra. Sementara kamar itu kosong karena pemiliknya sedang bermain di lantai bawah bersama Gabi."Kau tahu di mana Kezia sekarang? Dia tidak kelihatan di sudut mana pun dari rumah ini. Di kamar juga tidak ada," ujar Arnold yang menyusul masuk ke kamar itu.Puri menoleh dengan agak kaget. Dia meninggalkan lemari sejenak untuk menghadapkan muka ke Arnold dengan sopan. "Nyonya Kezia tadi pamit mau pergi ke rumah mamanya. Maaf, saya kira Nyonya sudah terlebih dulu mengabari Tuan sebelum pamit pada kami."Arnold mengerutkan keningnya, kemudian meninggalkan Puri di tempat itu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Yang pertama dilakukan Arnold setelah keluar dari kamar Narendra adalah mengecek handphone. Te
Arnold diam di depan pintu cukup lama. Air mukanya langsung berubah sejak pertama kali menyadari kalau ternyata Eva sedang mabuk. Dia yang awalnya merasa iba pada mama mertuanya itu, kini menjadi geram. Arnold pikir, Eva sedang sakit demam, batuk pilek, atau lainnya. Ternyata wanita lupa umur itu sedang mabuk berat hingga tak ingat apa-apa.Kezia menyembul dari balik punggung Arnold, menyusul ke kamar. Dua bibirnya terkatup dalam kebimbangan. Ia memajukan langkah sedikit, mengambil posisi di samping sang suami. Takut-takut ia memandang wajah pria itu."Mamamu mabuk lagi?" tanya Arnold setelah menyadari Kezia telah berdiri di sampingnya.Yang ditanya cuma mengangguk pendek. Kezia membuang mata pada Eva yang teronggok di atas kasur. Perempuan itu masih tinggal dalam mata terpejam, tapi mulutnya komat-kamit seperti sedang merapal mantra.Ketika Arnold mulai mengayunkan langkahnya untuk mendekat ke ranjang Eva, Kezia buru-buru meraih lengann
"Ah, aku bahkan lupa tidak menawarimu untuk minum sesuatu." Kezia memaksa topik pembicaraan mereka membelok ke arah lain. "Kau ingin minum apa? Biar aku buatkan.""Terserah kamu saja," jawab Arnold dengan muka tak berselera.Setelah Kezia meninggalkannya sendirian di ruang tamu, Arnold lekas-lekas menoleh lagi ke pintu kamar Eva. Hal janggal menumpuk semakin banyak dalam benaknya. Selama ini, ia memang sudah berusaha untuk menjadi menantu yang tak pelit. Namun jika dikalkulasikan, sepertinya sangat tidak mungkin Eva berhasil membeli barang-barang mewah itu dalam satu waktu. Jika satu bulan hanya membeli satu, mungkin masih bisa diterima oleh akal. Tapi yang terjadi saat ini seolah melenceng sangat jauh dari pikiran.***Kezia terpaksa meninggalkan Eva yang belum sadar penuh. Hari sudah malam. Arnold sudah berkali-kali memberi kode untuk pulang. Perempuan itu bukan tak sadar tentang perubahan yang tampak dalam sorot mata sang suami. Jika tadi Arnold