Home / Romansa / Terjebak Cinta Tuan Duda / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Terjebak Cinta Tuan Duda: Chapter 71 - Chapter 80

87 Chapters

71. Mulut dan Hati Tak Seirama

Kezia tak memberi jawaban apa pun untuk Eva. Dia cuma membalas dengan tatapan sekilas, kemudian sepasang mata itu kembali dibenamkan pada wujud Arnold yang tengah duduk di kursi terdakwa. Walaupun hanya bisa melihat pria itu dari punggungnya saja, tapi hati Kezia sudah sangat tenang. Sidang berakhir dengan embusan napas lega di pihak Arnold. Dia terbukti sama sekali tak bersalah. Pria itu hanya seseorang yang telah dijebak oleh Patmi sebelum mati. Pengacara berhasil membuktikan kalau saat Patmi meregang nyawa, Arnold sedang berada di kantornya. Ia juga berhasil mendatangkan seorang saksi yang melihat Patmi telah menusuk perutnya sendiri menggunakan pisau daging yang telah dilapisi serbet. Pihak Patmi pulang dengan wajah suram, terlebih suaminya yang merasa jadi orang paling bodoh di muka bumi. Dia amat menyesal telah membiarkan sang istri menghabisi nyawanya sendiri, karena ada akhirnya apa yang diinginkan Patmi tidak terwujud. Arnold dinyatakan bebas dari pe
Read more

72. Rindu Menikmati Tubuhmu

"Pak Arnold mencari Anda, Bu," beri tahu Andrew yang kemudian dibalas dengan anggukan kepala oleh Kezia. Perempuan itu langsung melesat masuk ke ruang polisi tanpa bertanya di mana sekarang Arnold berada. Ternyata pria itu sudah menunggu di bangku panjang ruang depan. Senyumnya merekah, dan baju tahanan di tubuhnya telah berganti dengan jas mahal. Dalam hitungan detik setelah mata mereka saling bertemu, tubuh keduanya langsung tertaut dalam pelukan. Arnold merampas tubuh Kezia dalam dekapannya kuat-kuat seolah seperempat jam yang lalu ia tak usai memeluk perempuan itu. Kali ini air matanya berlinangan, perpaduan antara rasa syukur yang amat banyak karena akhirnya bisa meninggalkan tempat sialan ini, juga air mata semangat untuk mengusut kasus yang menimpa perusahaannya sampai tuntas.Sebelum sidang kemarin, Andrew sudah mendatangi Arnold dan membagi tahu kabar tentang Gabriel. Walaupun sulit percaya pada kenyataan yang ada, tapi Arnold yakin kalau sekret
Read more

73. Bercinta Rasa Baru

Dua manusia itu langsung naik ke atas ranjang tanpa melepas ciuman mereka. Arnold mendudukkan Kezia di kepala ranjang, menolaknya untuk berbaring. Berdasarkan pengalaman terakhirnya bercinta dengan Kezia dalam posisi berbaring, ada yang terasa kurang sebab miliknya tak bisa terbenam jauh ke dalam. Ia terhalang oleh perut buncit Kezia. "Kau mau kita melakukannya sambil duduk?" tanya Kezia ketika Arnold melepas sebentar ciuman mereka. "Ya, Sayang. Aku kangen sekali bercinta denganmu dalam posisi duduk. Terakhir kita melakukannya sudah lama sekali," jawab Arnold. Tentu saja dia tak jujur tentang alasan perut Kezia yang menjadi penghalang. Ia khawatir membuat istrinya tersinggung. Kezia tersenyum panjang, kemudian membalas, "Baiklah. Sepertinya aku juga kangen dengan posisi itu."Bersamaan dengan kalimat Kezia yang berakhir, Arnold bergegas membuka satu per satu kancing baju perempuan itu. Perutnya yang melengkung besar bagai gunung langsung tersa
Read more

74. Rencana Berjalan Mulus

Kezia bangun kesiangan hari ini. Ketika ia membuka mata, Arnold tak ada di sudut mana pun dari kamar ini. Untuk beberapa saat, perempuan itu cuma mengerjap di atas bantalnya sambil mengingat-ingat apa yang telah terjadi tadi malam. Arnold benar-benar lupa diri seperti pada malam pertama pernikahan mereka. Pria itu terus memompa tubuhnya sampai seolah tak sudi memberikan waktu istirahat. Kezia tak ingat persis di pukul berapa dia berhasil menjemput mimpi. Yang jelas, Arnold masih berada di depannya ketika masuk dini hari. "Ah, rupanya kau sudah bangun, Sayang." Arnold tiba-tiba masuk ke kamar dengan tubuh yang telah berpenampilan rapi. Setelan jas mahalnya sudah lama tidak menempel di tubuhnya, membuat pria itu terlihat lebih tampan berkali-kali lipat hari ini. "Dasar, ibu hamil yang pemalas. Aku sudah mencoba menggerakkan lenganmu belasan kali, tapi kedua matamu keras kepala sekali dengan memaksa untuk tetap tertutup."Kezia mendudukkan tubuhnya, kemudia
Read more

75. Masih Ada yang Janggal

Satu minggu setelah kebebasannya dari penjara, Kezia mendapati Arnold jadi sering melamun. Seperti malam ini, sehabis meninggalkan meja makan, pria itu pergi ke balkon kamar begitu saja tanpa memberi ucapan pamit atau mengajak seperti biasanya. Dengan kaki yang dilangkahkan pelan, Kezia menyusul ke balkon. Tampak di depan matanya Arnold cuma duduk sambil memandang kosong ke pekat malam. Di meja, tak ada apa pun selain handphone yang layarnya menghitam. "Sayang, kau ini sebenarnya kenapa, sih?" Kezia mendudukkan diri pelan-pelan pada kursi yang terpisah meja. Pundak Arnold naik sedikit karena rasa kagetnya. Setumpuk masalah tengah menggunung di kepalanya sampai ia tak sempat menyadari kapan Kezia telah tiba. "Kau sedang memikirkan sesuatu?" Kezia mencondongkan wajahnya ke arah sang suami. Matanya menatap penuh selidik, mencoba mengeruk inti terdalamnya untuk mencari kejujuran. Dalam setiap embus napasnya, Kezia sangat ingin jadi penenang
Read more

76. Banyak Uang Lupa Diri

Ketika Arnold sampai di rumah sore itu, dia tak mendapati keberadaan Kezia di mana pun. Kakinya melangkah tergesa untuk mencari asisten rumah yang jaraknya paling dekat dengannya. Kebetulan di lantai dua ada Puri yang sedang menaruh cucian di kamar Narendra. Sementara kamar itu kosong karena pemiliknya sedang bermain di lantai bawah bersama Gabi. "Kau tahu di mana Kezia sekarang? Dia tidak kelihatan di sudut mana pun dari rumah ini. Di kamar juga tidak ada," ujar Arnold yang menyusul masuk ke kamar itu. Puri menoleh dengan agak kaget. Dia meninggalkan lemari sejenak untuk menghadapkan muka ke Arnold dengan sopan. "Nyonya Kezia tadi pamit mau pergi ke rumah mamanya. Maaf, saya kira Nyonya sudah terlebih dulu mengabari Tuan sebelum pamit pada kami."Arnold mengerutkan keningnya, kemudian meninggalkan Puri di tempat itu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Yang pertama dilakukan Arnold setelah keluar dari kamar Narendra adalah mengecek handphone. Te
Read more

77. Dugaan Sementara

Arnold diam di depan pintu cukup lama. Air mukanya langsung berubah sejak pertama kali menyadari kalau ternyata Eva sedang mabuk. Dia yang awalnya merasa iba pada mama mertuanya itu, kini menjadi geram. Arnold pikir, Eva sedang sakit demam, batuk pilek, atau lainnya. Ternyata wanita lupa umur itu sedang mabuk berat hingga tak ingat apa-apa. Kezia menyembul dari balik punggung Arnold, menyusul ke kamar. Dua bibirnya terkatup dalam kebimbangan. Ia memajukan langkah sedikit, mengambil posisi di samping sang suami. Takut-takut ia memandang wajah pria itu. "Mamamu mabuk lagi?" tanya Arnold setelah menyadari Kezia telah berdiri di sampingnya. Yang ditanya cuma mengangguk pendek. Kezia membuang mata pada Eva yang teronggok di atas kasur. Perempuan itu masih tinggal dalam mata terpejam, tapi mulutnya komat-kamit seperti sedang merapal mantra. Ketika Arnold mulai mengayunkan langkahnya untuk mendekat ke ranjang Eva, Kezia buru-buru meraih lengann
Read more

78. Kecurigaan Pertama

"Ah, aku bahkan lupa tidak menawarimu untuk minum sesuatu." Kezia memaksa topik pembicaraan mereka membelok ke arah lain. "Kau ingin minum apa? Biar aku buatkan.""Terserah kamu saja," jawab Arnold dengan muka tak berselera. Setelah Kezia meninggalkannya sendirian di ruang tamu, Arnold lekas-lekas menoleh lagi ke pintu kamar Eva. Hal janggal menumpuk semakin banyak dalam benaknya. Selama ini, ia memang sudah berusaha untuk menjadi menantu yang tak pelit. Namun jika dikalkulasikan, sepertinya sangat tidak mungkin Eva berhasil membeli barang-barang mewah itu dalam satu waktu. Jika satu bulan hanya membeli satu, mungkin masih bisa diterima oleh akal. Tapi yang terjadi saat ini seolah melenceng sangat jauh dari pikiran. ***Kezia terpaksa meninggalkan Eva yang belum sadar penuh. Hari sudah malam. Arnold sudah berkali-kali memberi kode untuk pulang. Perempuan itu bukan tak sadar tentang perubahan yang tampak dalam sorot mata sang suami. Jika tadi Arnold
Read more

79. Jangan Sampai Salah Tuduh

"Mulai besok, kamu istirahat di rumah saja, ya." Arnold berucap pelan ketika masih dalam perjalanan menuju kantor. Kezia yang duduk di sampingnya langsung memutar leher. Ia menatap janggal ke arah sang suami yang detik ini tengah duduk di belakang setir. Hari ini mereka tidak membawa sopir. "Kenapa aku kau suruh di rumah saja? Kau tak suka aku ikut ke kantor?" tanya Kezia. Mukanya berubah jadi tersinggung. Arnold menimpali dengan cepat. "Bukan begitu." Matanya melirik beberapa kali ke arah Kezia, tapi lebih banyak difokuskan ke jalanan. "Dalam beberapa hari, usia kandunganmu akan memasuki bulan kesembilan. Gerakmu makin terbatas. Aku tak suka melihat kau kepayahan.""Tapi aku masih punya cukup tenaga. Jangan menyepelekanku."Arnold tak menjawab apa pun lagi. Dia kembali mencuri lirik sampai tiga kali. Dalam benaknya sedang berlangsung peperangan yang tak mampu ia kendalikan. Sejak membaca pesan dari Eva tadi, caranya menatap Kezia jadi penuh selidik
Read more

80. Menyelidiki Nama Baru

Sore harinya ketika sebagian besar karyawan telah meninggalkan kantor, Gabriel datang ke ruangan Arnold. Dia membawa tas berisi laptop, juga beberapa kertas berisi tulisan-tulisan hasil penyelidikan pribadinya seharian ini. Sejak mendapat kabar dari Arnold kalau namanya diduga kuat sebagai orang tertuduh, semangat dalam diri Gabriel meledak begitu banyak untuk membuktikan kalau ia tidak bersalah. "Mohon maaf, Pak Arnold. Mungkin saya akan menyita sedikit waktu Anda, sehingga Anda akan sampai rumah lebih lambat dari biasanya," tutur Gabriel lembut. Arnold mengangguk, kemudian mempersilakan Gabriel duduk di sofa. Setiap memandang wajah ketua bagian keuangan itu, ada keyakinan yang bergema dalam diri Arnold kalau bukan Gabriel pelakunya. Setelah Arnold mengambil posisi duduk di hadapannya, Gabriel segera bertutur, "Saya punya saran untuk Pak Arnold agar mengganti seluruh kata sandi akun perusahaan tanpa memberi tahu pihak mana pun, termasuk orang-oran
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status