All Chapters of Ksatria Pengembara Season 2: Chapter 2301 - Chapter 2310

2578 Chapters

201. Bagian 17

“Tahan! Tunggu! Jangan mengeroyok aku dengan dua sabit besar itu! Setahuku dulu kalian memiliki senjata berbentuk pedang terbuat dari batu merah. Mana senjata itu sekarang?! Sudah kalian jual karena kehabisan biaya hidup?! Ha... ha... ha!” Wuuttt!Clurit putih di tangan kiri Ruhjahilio berkelebat dan tahu-tahu bagian tajamnya sudah melingkar di leher Jin Terjungkir Langit. Sekali renggut saja leher kakek ini pasti akan amblas putus.Seperti diketahui, ilmu kepandaian Jin Terjungkir Langit alias Pasedayu telah amblas dirampas Jin Muka Seribu. Peristiwanya terjadi ketika Jin Muka Seribu dengan mempergunakan sebuah sendok emas sakti yang didapatnya dari makhluk bernama Pamanyala, berhasil mencungkil pusar Pasedayu yakni bagian tubuh yang menjadi pusat segala kesaktiannya. Walau tidak memiliki ilmu kesaktian lagi, namun secara diam-diam di tempat kediamannya di Lembah Seribu Kabut, Pasedayu berhasil menghimpun kekuatan tenaga dalam dan ilmu baru yang cukup dapa
Read more

201. Bagian 18

“Kek, kau tak apa-apa?”“Sial betul nasibku! Mengapa aku begitu tolol pergunakan tangan kanan memukul lawan! Tangan ini pasti sudah patah lagi! Celaka betul!”“Aku akan menolongmu. Mari kulihat dulu lenganmu,” kata Si Jin Budiman sambil hendak membuka pelepah pisang yang membalut lengan si kakek.“Jangan pikirkan diriku. Awasi dulu sepasang kakek nenek sesat itu! Mereka tidak segan-segan membokong kita secara curang!”“Tak usah khawatir Kek. Si nenek cidera berat akibat pukulanmu! Kekasihnya kakek satu itu agaknya tak akan sadar dalam waktu satu minggu!”Apa yang terjadi dengan Pajahilio seperti yang disaksikan oleh si nenek kekasihnya?Ketika tadi sinar kuning berbentuk tombak menghantam ke arahnya mau tak mau perhatian Pajahilio jadi terbagi. Dia merasa masih punya kesempatan untuk menambus perut Si Jin Budiman. Karena itu sambil jatuhkan diri ke samping dia betot celuritnya demik
Read more

201. Bagian 19

“Nenek sesat! Kalau saja kau tahu diri akan kukembalikan tangan kananmu ke tempat semula!” kata nenek muka kuning mengantar kepergian Ruhjahilio. Mendengar ucapan itu Ruhjahilio hentikan langkahnya dan berteriak.“Aku tidak perlu belas kasihanmu nenek muka comberan! Kalau tiba saatnya aku akan pindahkan nyawamu ke pusaran neraka langit ke tujuh!”Butt prett!Jin Selaksa Angin alias Jin Selaksa Kentut jawab ucapan Ruhjahilio dengan pancaran kentutnya lalu tertawa cekikikan. Tak lama setelah Ruhjahilio meninggalkan tempat itu bersama kekasihnya, Jin Selaksa Angin berpaling ke arah orang bermuka tanah liat yang tengah menolong Jin Terjungkir Langit. Nenek muka kuning ini segera mendekati. Dia perhatikan sebentar keadaan si kakek lalu berkata. “Huh! Seperti anak kecil! Cuma sakit sedikit saja tapi mengerang tak putus-putus!” Jin Terjungkir Langit sibakkan rambut yang menutupi kepalanya. “Tua bangka tukang kentut
Read more

201. Bagian 20

Butt prett!“Jangan cengeng!” bentak si nenek muka kuning setelah kentut lebih dulu. Dengan tangan kirinya dia usap tangan kanan Jin Terjungkir Langit yang patah sementara mulutnya berkomat-kamit. Masih dengan tangan kirinya dia cekal tangan itu di bagian siku. Lalu dipelintirnya kuat-kuat!Klek!Tangan kanan Jin Terjungkir Langit tanggal di bagian siku! Si kakek menjerit setinggi langit. Saking sakitnya dia hendak berguling-guling di tanah. Tapi si nenek cepat injak dadanya. “Diam kau! Jangan ribut jangan berani bergerak!” bentak si nenek.“Uh... uh... uh...” Jin Terjungkir Langit terpaksa menahan rasa sakitnya walau muka dan badannya sampai mandi keringat. Jin Selaksa Angin kemudian melangkah mendekati sebatang pohon. Potongan tangan Jin Terjungkir Langit ditempelkannya di pohon itu. Lalu, krakkk! Dia mematahkan cabang pohon yang besar dan panjangnya kira-kira sama dengan tangan si kakek. Potongan cabang pohon itu lal
Read more

201. Bagian 21

“Kalau kau memang ingin tahu, nama asliku Pasedayu.”“Pasedayu... Pasedayu...” Si nenek ketuk-ketuk keningnya sendiri dengan ujung jari telunjuk. “Hemmm... Aku tak tahu apa aku pernah mendengar nama itu sebelumnya. Namamu buruk seperti tampangmu! Aku tidak kenal nama itu!”“Lebih bagus kau tidak kenal siapa diriku!” menyahuti si kakek.“Aku memang tidak ingin. Kalau saja guruku tidak menyuruh...”“Siapa gurumu?” bertanya Si Jin Budiman. “Aku tidak punya kewajiban menjawab pertanyaanmu muka hitam!”“Kau tak mau menjawab tak jadi apa,” kata Si Jin Budiman tenang.“Sudah tua bangka begini apakah kau punya istri, Pasedayu?” Si nenek ajukan pertanyaan kedua.“Kalau aku tak punya istri apa kau mau jadi istriku?!” tanya Pasedayu alias Jin Terjungkir Langit.Butt prett! Si nenek pancarkan kentutnya. Setel
Read more

201. Bagian 22

Jin Terjungkir Langit pukul-pukul keningnya sendiri dengan tangan kanan.Si Jin Budiman dapat merasakan kemarahan si kakek. “Nenek sinting itu memang perlu diberi pelajaran!” katanya. Dia perhatikan si kakek yang terus memukuli kepalanya sendiri. Tiba-tiba manusia bermuka tanah liat ini berseru keras. “Kek!”“Ada apa?!” tanya Jin Terjungkir Langit kesal.“Tangan kananmu Kek! Kau memukuli kepalamu dengan tangan kanan! Lihat tanganmu!”“Astaga!” Si kakek baru sadar dan perhatikan tangan kanannya dengan mendelik besar. Ternyata tangannya yang sebelumnya diganti dengan cabang pohon kini telah berubah dengan tangannya yang sebenarnya. Berpaling ke samping kiri dia melihat cabang pohon yang tadinya dipakai pengganti tangan kanannya tergeletak di tanah. Si kakek usap-usap tangan kanannya berulang kali. Diangkat ke atas, diturunkan ke bawah. Direntangkan ke samping seolah-olah tak percaya!“
Read more

202. Misteri Perkawinan Sang Pendekar

HUJAN turun dengan lebat membuat malam menghitam pekat. Sesekali halilintar menyambar menerangi jagat. Lalu suara guntur menggelegar seperti hendak menjungkirbalikkan bumi. Di bawah hujan lebat itu dua bayangan berkelebat ke arah selatan. Ketika sekali lagi kilat menyambung dan keadaan terang benderang sesaat, kelihatanlah bahwa dua bayangan itu adalah dua sosok perempuan berwajah cantik. Mereka bukan lain adalah Ruhcinta dan Ruhsantini yang tengah dalam perjalanan menuju tempat kediaman Ramahila.Ruhsantini yang mengetahui letak rumah juru nikah terkenal di Negeri Jin itu berlari di sebelah depan. Sebenarnya mereka bisa saja berhenti mencari tempat berteduh. Namun karena sudah terlanjur diguyur hujan keduanya terus saja melanjutkan perjalanan. Selain itu Ruhcinta mendesak terus agar bisa menemui Ramahila secepatnya.Ramahila memiliki beberapa rumah namun dia lebih sering berada di rumah yang terletak di sebuah bukit kecil di selatan, tak jauh dari kawasan pantai. Kare
Read more

202. Bagian 2

“Biarlah aku jadi orang pengecut! Kalian berdua memang orang-orang gagah berani. Berarti kalian juga harus berani mempertanggungjawabkan pembunuhan atas diri Ramahila! Aku akan segera menyebar kabar ke suluruh Negeri Jin! Ha... ha... ha!”“Jahanam kurang ajar! Makhluk di luar sana sengaja menjebak dan memfitnah kita!” kata Ruhsantini.“Suaranya datang dari samping rumah sebelah kanan!” bisik Ruhcinta. Dia memberi isyarat pada Ruhsantini. “Kau terus layani dia bicara. Aku akan naik ke atas atap dan menghantamnya dari sana!” Begitu habis bicara Ruhcinta melesat ke atas atap rumah lewat bagian yang jebol. Di dalam rumah Ruhsantini kembali berteriak. “Makhluk pengecut! Walau kau tidak berani unjukkan muka tapi dari suaramu aku sudah bisa menduga siapa kau adanya!”“Hebat! Dugaan tidak ada artinya dibanding dengan kenyataan yang akan aku sebar luaskan di Negeri Jin. Dua perempuan bernama Ruhcinta dan R
Read more

202. Bagian 3

Selagi berlari kencang dengan perasaan penuh suka cita tiba-tiba si nenek kerenyitkan kening. Di jalan setapak yang lurus dia melihat satu pemandangan aneh. Di depan sana ada seorang kakek mengenakan jubah coklat gelap, berkepala agak botak. Kumis, janggut dan alis putih. Kakek ini duduk menjelepok seenaknya di tengah jalan. Sepasang matanya terpejam-pejam. Tangan kirinya memegang sebatang pipa berwarna kuning yang asyik disedotnya sampai pipinya terkempot-kempot. Asap tembakau yang menebar bau harum aneh mengepul dari ujung pipa kuning. Ketika Jin Selaksa Angin sampai di hadapan si kakek, karena jalan setapak itu kecil dan sempit dengan sendirinya dia tidak bisa terus lewat dan terpaksa berhenti. Berdiri sedekat itu Jin Selaksa Angin jadi berdebar dadanya. Pipa kuning si kakek tak dikenal ternyata terbuat dari emas murni! Hati si nenek jadi tergerak. Seperti diketahui nenek satu ini sangat suka pada setiap benda berwarna kuning, apalagi yang terbuat dari emas. Sampai saat itu di le
Read more

202. Bagian 4

Jin Selaksa Angin tak segera menjawab. Tangan kirinya meraba ke dada di mana tergantung sendok emas yang disebut Sendok Pemasung Nasib. Kebimbangan terlihat di wajahnya yang kuning. Melihat ini Jin Berpipa Emas segera membuka mulut.“Apa yang kau bimbangkan. Sendok butut yang ada padamu walau terbuat dari emas tak ada artinya dengan pipa ini. Pipa emas ini belasan kali lebih berat dari sendok itu. Jika kau gantung di lehermu, kau akan kelihatan lebih gagah dan agung! Apa kau tidak suka pada pipa emas ini?”“Aku suka, tapi sendok yang kau minta tak bisa kuberikan!”“Hai, mengapa begitu?”“Sendok itu sudah kujanjikan pada seseorang yang pernah menolongku!”Jin Berpipa Emas kembali perdengarkan tawa berderai sampai air matanya membasahi sudut-sudut matanya.“Janji masa sekarang setipis kabut di pagi hari. Begitu mentari muncul kabutpun hilang! Janji masa sekarang sulit dipertahankan, apalagi
Read more
PREV
1
...
229230231232233
...
258
DMCA.com Protection Status