HUJAN turun dengan lebat membuat malam menghitam pekat. Sesekali halilintar menyambar menerangi jagat. Lalu suara guntur menggelegar seperti hendak menjungkirbalikkan bumi. Di bawah hujan lebat itu dua bayangan berkelebat ke arah selatan. Ketika sekali lagi kilat menyambung dan keadaan terang benderang sesaat, kelihatanlah bahwa dua bayangan itu adalah dua sosok perempuan berwajah cantik. Mereka bukan lain adalah Ruhcinta dan Ruhsantini yang tengah dalam perjalanan menuju tempat kediaman Ramahila.
Ruhsantini yang mengetahui letak rumah juru nikah terkenal di Negeri Jin itu berlari di sebelah depan. Sebenarnya mereka bisa saja berhenti mencari tempat berteduh. Namun karena sudah terlanjur diguyur hujan keduanya terus saja melanjutkan perjalanan. Selain itu Ruhcinta mendesak terus agar bisa menemui Ramahila secepatnya.
Ramahila memiliki beberapa rumah namun dia lebih sering berada di rumah yang terletak di sebuah bukit kecil di selatan, tak jauh dari kawasan pantai. Kare
“Biarlah aku jadi orang pengecut! Kalian berdua memang orang-orang gagah berani. Berarti kalian juga harus berani mempertanggungjawabkan pembunuhan atas diri Ramahila! Aku akan segera menyebar kabar ke suluruh Negeri Jin! Ha... ha... ha!”“Jahanam kurang ajar! Makhluk di luar sana sengaja menjebak dan memfitnah kita!” kata Ruhsantini.“Suaranya datang dari samping rumah sebelah kanan!” bisik Ruhcinta. Dia memberi isyarat pada Ruhsantini. “Kau terus layani dia bicara. Aku akan naik ke atas atap dan menghantamnya dari sana!” Begitu habis bicara Ruhcinta melesat ke atas atap rumah lewat bagian yang jebol. Di dalam rumah Ruhsantini kembali berteriak. “Makhluk pengecut! Walau kau tidak berani unjukkan muka tapi dari suaramu aku sudah bisa menduga siapa kau adanya!”“Hebat! Dugaan tidak ada artinya dibanding dengan kenyataan yang akan aku sebar luaskan di Negeri Jin. Dua perempuan bernama Ruhcinta dan R
Selagi berlari kencang dengan perasaan penuh suka cita tiba-tiba si nenek kerenyitkan kening. Di jalan setapak yang lurus dia melihat satu pemandangan aneh. Di depan sana ada seorang kakek mengenakan jubah coklat gelap, berkepala agak botak. Kumis, janggut dan alis putih. Kakek ini duduk menjelepok seenaknya di tengah jalan. Sepasang matanya terpejam-pejam. Tangan kirinya memegang sebatang pipa berwarna kuning yang asyik disedotnya sampai pipinya terkempot-kempot. Asap tembakau yang menebar bau harum aneh mengepul dari ujung pipa kuning. Ketika Jin Selaksa Angin sampai di hadapan si kakek, karena jalan setapak itu kecil dan sempit dengan sendirinya dia tidak bisa terus lewat dan terpaksa berhenti. Berdiri sedekat itu Jin Selaksa Angin jadi berdebar dadanya. Pipa kuning si kakek tak dikenal ternyata terbuat dari emas murni! Hati si nenek jadi tergerak. Seperti diketahui nenek satu ini sangat suka pada setiap benda berwarna kuning, apalagi yang terbuat dari emas. Sampai saat itu di le
Jin Selaksa Angin tak segera menjawab. Tangan kirinya meraba ke dada di mana tergantung sendok emas yang disebut Sendok Pemasung Nasib. Kebimbangan terlihat di wajahnya yang kuning. Melihat ini Jin Berpipa Emas segera membuka mulut.“Apa yang kau bimbangkan. Sendok butut yang ada padamu walau terbuat dari emas tak ada artinya dengan pipa ini. Pipa emas ini belasan kali lebih berat dari sendok itu. Jika kau gantung di lehermu, kau akan kelihatan lebih gagah dan agung! Apa kau tidak suka pada pipa emas ini?”“Aku suka, tapi sendok yang kau minta tak bisa kuberikan!”“Hai, mengapa begitu?”“Sendok itu sudah kujanjikan pada seseorang yang pernah menolongku!”Jin Berpipa Emas kembali perdengarkan tawa berderai sampai air matanya membasahi sudut-sudut matanya.“Janji masa sekarang setipis kabut di pagi hari. Begitu mentari muncul kabutpun hilang! Janji masa sekarang sulit dipertahankan, apalagi
“Aku tak ingin mati... Aku tak mau mati! Aku akan kawin! Pasedayu... Guru... Aku harus menemui Guru...” kata-kata itu keluar dari mulut si nenek. Dia kumpulkan seluruh sisa tenaga yang ada dan berusaha bangkit berdiri. “Sudah mau mampus masih sempat-sempatnya mengigau!” kata Jin Berpipa Emas lalu tertawa gelak-gelak. Dia sisipkan pipa emasnya ke pinggang. Lalu pindahkan Sendok Pemasung Nasib ke tangan kanan. Begitu Jin Selaksa Angin mencoba berdiri, Jin Berpipa Emas tusukkan sendok emas ke tenggorokan si nenek!Pada saat itulah tiba-tiba menggelegar satu suitan keras. Disusul berkiblatanya sinar putih menyilaukan. Hawa panas tiba-tiba menghampar laksana matahari terik berada satu jengkal di atas kepala.Craaassss!Jin Berpipa Emas keluarkan jeritan setinggi langit. Tubuhnya terlempar dua tombak lalu bergulingan di tanah.Darah membersit ke mana-mana. Di udara tampak melayang dua buah benda. Yang pertama adal
Bintang mengambil bungkusan daun pisang kedua. Di dalam bungkusan daun pisang ini ditemuinya bubuk hitam. Sesuai ucapan makhluk tanpa ujud tadi Ksatria Pengembara tebarkan bubuk itu pada kening, kepala bagian belakang serta dada Jin Selaksa Angin yang cidera berat akibat keganasan kakek bernama Jin Berpipa Emas yang kini telah melarikan diri. Dengan ujung jubah kuning yang dikenakan si nenek Bintang bersihkan noda-noda darah di muka dan kepala Jin Selaksa Angin.Sambil menunggu apa yang bakal terjadi dengan si nenek, Ksatria Pengembara perhatikan seputar ruangan goa berbentuk empat persegi itu. Beberapa kali dia mendongak memperhatikan langit-langit goa berbentuk kerucut. Pada ujung kerucut dia melihat satu titik putih, bersinar seperti permata.“Goa aneh. Udara di sini terasa sejuk. Apakah ini tempat kediaman nenek tukang kentut ini? Sombong amat dia punya goa sebagus ini!” kata Bintang dalam hati. Tiba-tiba dilihatnya sosok si nenek menggeliat. Lalu ada s
“Muridku! Dewa telah memberikan kesembuhan padamu! Ingatanmu telah pulih kembali! Hai! Bagaimana keajaiban ini bisa terjadi?! Muridku, aku akan mengajukan beberapa pertanyaan lagi. Aku ingin membuktikan bahwa kesembuhan benar-benar telah kau alami!”“Aku tidak mengeri Guru...” ujar si nenek. Dia berpaling pada Bintang dan bertanya. “Kau mengerti?” Ksatria Pengembara gelengkan kepala.“Muridku, aku pernah menuturkan padamu perihal riwayat pertama kali aku menemui dirimu. Aku akan mengulanginya kembali. Kau kutemukan pertama kali tergeletak pingsan di muara sungai Pahulupanjang. Menurut kabar yang aku sirap pada masa itu, di sebelah utara telah terjadi malapetaka air bah besar. Mungkin sekali kau salah satu korban yang dihanyutkan banjir tetapi selamat tak sampai menemui ajal. Apakah kini penuturanku itu bisa mengingatkanmu pada apa yang sebenarnya telah kau alami puluhan tahun silam?”Sepasang mata kuning Jin Selaks
Saat itu goa dipenuhi suara tawa Jin Tanpa Bentuk Tanpa Ujud. “Anak muda, bicara soal jodoh bukan berarti selalu menyangkut perkawinan. Ketika aku melihat Pedang yang kau pergunakan untuk menolong Ruhpingitan, aku segera maklum kalau inti ilmu kepandaian dan kesaktian yang kumiliki sebenarnya bersumber sama dengan senjata yang kau punyai itu. Aku tak bisa menjelaskan dan bagimu mungkin tak masuk akal. Tapi melihat bagaimana titik putih di ujung kerucut bersatu dengan cahaya senjatamu lalu memecah menjadi empat, itulah satu pertanda bahwa nenek moyang kita berasal dari rumpun yang sama...”“Aku tidak mengerti...” kata Bintang.“Kau tak perlu mengerti,” jawab makhluk tanpa ujud. “Aku sudah mewariskan banyak ilmu kepandaianku pada Ruhpingitan. Aku bermaksud meneruskannya padamu Hai anak muda. Kau akan menerima semua ilmuku dari Ruhpingitan...”“Aku tak berani menerima. Aku tidak punya maksud...”Si
KSATRIA PENGEMBARA memandang seputar telaga lalu berpaling pada nenek muka kuning di sampingnya yang tegak setengah termenung dan unjukkan wajah muram."Nek, kau yakin memang di sini Jin Terjungkir Langit berada sebelumnya?"Si nenek muka kuning yang bukan lain adalah Jin Selaksa Angin Alias Jin Selaksa Kentut dan bernama asli Ruhpingitan tidak segera menjawab. Sepasang matanya yang kuning menyapu seantero telaga. Sambil pandangi air telaga yang bening kebiruan dari mulutnya keluar suara mendesah."Pasedayu... Pasedayu, dimana kau...? "Nenek ini kemudian berpaling pada Ksatria Pengembara. "Aku tidak keliru. Walau dulu otakku mungkin tidak karuan tapi aku yakin. Di tempat ini Pasedayu dan Si Jin Budiman berada sebelumnya. Kau lihat saja, di sebelah situ masih ada bekas-bekas kayu perapian. Lalu di seberang sana..." Si nenek menunjuk ke arah seberang telaga. "Itu pohon rimbun tempat aku mendekam bersembunyi mendengarkan pembicaraan mereka. Di situ aku mend
Setelah melihat Jejaka Emas memahami maksud perkataannya, Bintang segera melangkah ke arah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Berjarak 3 tombak dari Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal, Bintang menghentikan langkahnya.“Tidak ada yang kalah juga tidak ada yang menang dalam sebuah peperangan. Lebih baik kita berdamai dan hidup berdampingan Ayah Mertua” ucap Bintang dengan menyebut Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sebagai ayah mertuanya. Tentu saja kenyataan itu tak bisa Bintang pungkiri. Walau bagaimana, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal adalah ayah mertua baginya.Tatapan Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal masih terlihat dingin kearahnya, dan terdengar suara beratnya. “Kenapa kau menolak untuk menjadi penguasa dunia, Bintang? Bukankah itu keinginan semua laki-laki didunia ini! Tahta dan Kekuasaan?!”Bintang menggeleng, lalu berkata, “Aku lebih suka kedamaian. Buat apa meraih kekuasaan, kalau hidup selalu tidak tenang” Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terdiam saat mendengar kata-kata Bintang.Binta
Semua terdiam!Sunyi!Tak ada satu suarapun yang terdengar, kecuali desau angin!Sementara itu, keadaan semua orang yang tadinya terpaku, kini sudah bisa bergerak, masing-masing saling menatap satu sama lain, lalu mengedarkan pandangan mereka ke arah sekitar. Apa yang baru saja terjadi, berasa seperti mimpi.Sementara itu, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal pun masih terpaku berdiri ditempatnya, memandangi jari manis tangan kanannya yang sudah kosong, tidak ada lagi Cincin Sulaiman yang biasa terpatri.Di pihak Jejaka Emas, Bintang lebih dulu tersadar dengan keadaan yang terjadi. Masih terlihat keringat dingin di sekujur tubuh Bintang. Rasa sakit yang baru saja dialami oleh Bintang bukan sekedar dalam angan-angan, tapi Bintang benar-benar dapat merasakan bagaimana tubuhnya terhempas dengan keras ke sebuah alam, dimana di alam itu, berbagai macam orang dengan segala macam siksaannya. Bintang benar-benar merasakan kesakitan yang amat sangat yang membuat tubuhnya seperti ditusuk oleh ribuan
“Bangunlah kalian berdua!” kembali suara lembut tapi tegas itu terdengar menyapa keduanya, hampir bersamaan Bintang dan Jejaka Emas memalingkan wajah mereka kearah depan. Wajah keduanya berubah. Berjarak hanya beberapa tombak dihadapan mereka, terlihat sosok seorang laki-laki tua berwajah agung dan teduh. Mengenakan pakaian putih disekujur tubuhnya. Senyumnya terlihat begitu agung dan teduh. Bintang dan Jejaka Emas terkejut, karena tadi, tidak ada seorangpun yang ada ditempat itu selain mereka berdua.Lelaki tua berparas agung itu terlihat duduk diatas sebuah batu putih yang bila diperhatikan dengan seksama. Batu itu tidaklah menyentuh tanah, alias mengapung diudara.“Kemari!” Terdengar suara lembut dan tegas kembali menyapa Bintang dan Jejaka Emas. Walau keduanya tak melihat bibir lelaki tua itu bergerak, tapi Bintang dan Jejaka Emas yakin, kalau lelaki tua itulah yang menyuruh mereka.Lagi-lagi Bintang dan Jejaka Emas diliputi keheranan, karena tubuh mereka tiba-tiba saja bangkit be
Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terlihat geram saat melihat tak satupun dari pihak lawan yang mau bersikap setia kepadanya. “Kalian semua rupanya benar-benar ingin mati, jangan katakan kalau aku tidak memberikan kalian kesempatan...” ucap Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal. Lalu Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal berpaling kearah seluruh pasukannya yang ada dibelakangnya.“Bunuh mereka semua!”Satu perintah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sudah cukup untuk membuat pasukannya bergerak kedepan dengan senjata terhunus. Siap untuk membunuh lawan-lawan mereka yang sudah tak berdaya ditempatnya.Mendengar perintah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal, membuat pucat wajah-wajah dari pihak lawannya. Sebagian mengeluarkan keringat dingin membayangkan kematian yang akan segera mendatangi mereka, sementara sebagian lagi tampak mampu bersikap tenang dan sudah siap menerima nasib, karena memang sejak awal pertempuran, mereka sudah siap untuk mati. Ada satu hal yang setidaknya membuat mereka mati dengan tenan
Sementara itu dipihak Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal juga ikut bingung melihat kejadian itu, Bintang yang kini tampak tengah diperebutkan oleh ke-4 wanita cantik. Di benak mereka terbersit pikiran, ‘Apa mereka tidak menyadari kalau saat ini tengah berperang’. Hal ini membuat semua orang geleng-geleng kepala melihatnya.Sementara itu, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terlihat menatap ke arah Bintang dengan tatapan dingin. Lalu Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal maju beberapa langkah kedepan. Seketika keadaan riuh ditempat itu langsung berhenti. Hening. Bahkan keributan kecil diantara Bintang dengan ke-4 gadisnya juga ikut terhenti dan kini mereka ikut menatap kearah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Tak ada yang bersuara, semua perhatian tertuju langsung ke arah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Tiba-tiba saja dari pihak seberang, sesosok tubuh melangkah kehadapan Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal. Dia adalah Jejaka Emas. Jejaka Emas memang sangat kesal melihat keberuntungan Bintang yang dike
“Hai! Utusan Dewa. Kami akan menghentikan peperangan ini bila Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sudah terkalahkan, tapi bila tidak. Bahkan Sang Hyang Guru Dewa sendiripun tak akan bisa berbuat apa-apa!” Raja Munaliq Dari Timur memberikan jawaban diiringi anggukan oleh kedua raja jin lainnya, juga para prajurit yang berada dibawah kendali mereka.Apa yang dikatakan oleh Raja Munaliq Dari Timur memang tidak salah. Selama Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal tidak bisa dikalahkan, maka kemenangan akan selalu menjadi milik mereka. Bahkan Sang Hyang Guru Dewa sendiripun tak akan bisa berbuat apa-apa.Kini balik Una Lyn yang terlihat terdiam ditempatnya. Jejaka Emas yang melihat hal itu, segera beranjak maju untuk memberikan tanggapannya.Bleegaarrr!Sebuah suara keras ledakan terdengar keras membahana di tempat itu, begitu kerasnya sampai membuat tempat itu bergetar laksana digoncang gempa skala sedang. Ada yang jatuh terduduk karena tak kuat menahan getaran yang terjadi, tapi masih banyak pula y
Una Lyn sendiri terlihat melakukan salto beberapa kali diudara hingga akhirnya berhasil mendarat dengan mulus ditanah, sedangkan Ifrit juga mampu mendaratkan kedua kakinya ditanah, setelah terseret cukup jauh kebelakang. Darah terlihat merembes dimulut keduanya, sebagai tanda luka dalam yang mereka derita.Seakan tak ingin membuat waktu percuma, Una Lyn terlihat langsung mengangkat tangannya yang tengah memegang pedang naga emas keatas.Wusshh..!Bayangan seekor naga emas melesat keluar dari hulu pedang ditangan Una Lyn. Sementara itu di ujung sana, Ifrit pun terlihat tak ingin tinggla diam.Dugghh!Tongkat ditangannya dihentakkan ke tanah.Wusshh..! Wusshh..! Wusshh..!Banyak sosok bayangan hitam yang keluar dari kepala tongkat dan sosok-sosok bayangan hitam itu tampak membentuk wujud-wujud jin yang tak terhitung jumlahnya yang hampir memenuhi langit. Di tempatnya, Una Lyn cukup terkejut melihat pamer kesaktian yang diperlihatkan oleh Ifrit. Ternyata Ifrit mampu mengeluarkan banyak j
Dughh! Seiring dengan itu Ifrit menghentakkan tongkat ditangannya ke bawah.Werrrr...! gelombang energi terpancar keluar dari tubuh Ifrit yang langsung menyapu seluruh tempat itu. Terjadi keanehan! Pemandangan mencengangkan terjadi. Waktu seolah berhenti, bangsa jin yang tengah bertempur satu sama lain, terdiam seperti patung. Semuanya berhenti bergerak, bukan saja yang ada di tanah, tapi juga yang ada diudara ikut berhenti bergerak.Baik bangsa manusia, bangsa jin, maupun para dewa-dewi, bahkan Jejaka Emas pun ikut berdiri mematung ditempatnya berada. Terlihat perubahan diwajah semua orang, termasuk Jejaka Emas yang berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan dirinya agar bisa kembali bergerak, tapi sejauh ini hanya gerakan yang sangat lamban yang terlihat. Tak ada yang mampu menggerakan tubuh mereka. Sementara itu, di pihak Ifrit, mereka semua tahu, kalau ini adalah salah satu kemampuan Ifrit yang bisa menghentikan waktu.Di depan sana, terlihat Ifrit tersenyum sinis melihat ke arah Jej
Jejaka Emas tak memberi kesempatan sedikitpun bagi Ifrit untuk menghela nafas. Serangan gelang dewanya terus menghantam sosok Ifrit.Sosok Ifrit yang melayang diatas tanah, terus terdesak mundur. Entah sudah belasan ataupun berpuluh-puluh kali serangan gelang dewa menghantam sosoknya, tapi walaupun terdesak. Ifrit sedikitpun tidak terlihat terluka.Jejaka Emas yang melihat hal itu, harus mengakui kekuatan dan kekebalan tubuh Ifrit, tapi anehnya seraya terus melesatkan serangan gelang-gelang dewanya, Jejaka Emas justru tertawa-tawa. Hal ini dikarenakan sosok Ifrit yang terkena serangan beruntun gelang dewanya dari berbagai arah, membuat tubuh Ifrit yang melayang diudara itu tampak terdorong ke kanan, ke kiri, ke belakang dan kedepan, Ifrit seperti tengah berjoget atau bergoyang dangdut. Hal ini pula yang membuat Jejaka Emas kemudian tertawa tergelak-gelak. Bangsa Jin yang ada ditempat itupun bingung dan heran, kenapa Jejaka Emas bertarung sambil tergelak-gelak sendiri.Ifrit terus dig