Semua Bab Ksatria Pengembara Season 2: Bab 2181 - Bab 2190

2578 Bab

196. Bagian 7

Yang tegak di hadapan Bintang saat itu adalah seorang nenek angker. Sebagian besar wajahnya tidak berdaging lagi, terkelupas begitu rupa hingga tulang kening, pipi, hidung, mulut dan dagu menyembul putih mengerikan. Mata kirinya hanya merupakan satu rongga besar sementara bola matanya tersembul bergelantungan keluar. Bagian depan pakaian hijau si nenek sengaja dibuka hingga dada dan sebagian perutnya kelihatan jelas. Dada dan perut inipun tidak lagi berdaging hingga tulang dada dan tulang-tulang iganya menyembul menyeramkan!"Hik... hik!" Si nenek tertawa pendek. ”Anak muda berambut panjang! Matamu melotot, keningmu mengerenyit tanda berpikir. Apakah kau ingat dan sudah mengenali siapa diriku?!"”Gadis cantik saja jarang kuingat-ingat apa lagi kau yang sudah nenek dan buruk pula!" Bintang lalu tertawa gelak-gelak. Lalu dia menyambung ”Pakaianmu boleh juga Nek! Cuma kurang kau buka sampai ke bawah. Kalau lebih ke bawah pasti aku bisa melihat pemandanga
Baca selengkapnya

196. Bagian 8

Ketika melihat si nenek bermuka dan berpakaian serba kuning ini kaget Bintang bukan alang kepalang. Ternyata si nenek yang dikenal dengan nama Ruhkentut alias Jin Selaksa Kentut atau Jin Selaksa Angin ini adalah kambratnya Sepasang Jin Bercinta!Menghadapi dua kakek nenek aneh itu bukan hal mudah, apalagi kalau mereka dibantu pula oleh Ruhkentut!Sungguh Bintang tidak menduga kalau Sepasang Jin Bercinta punya hubungan tertentu dengan si nenek muka kuning."Celaka! Bagaimana urusan bisa kapiran begini!" Bintang mengeluh dalam hati ”Jangan-jangan nenek tukang kentut itu tahu kalau aku menipunya! Tapi siapa tahu ada harapan. Kulihat dia masih asyik menenggak kibul ayam jantan! Seolah tidak acuh akan kehadiranku!" Tapi saat itu si nenek justru putar kepala, memandang melotot pada Bintang dengan mulut gembung karena tersumpal kibul ayam.Ketika melihat Bintang, Jin Selaksa Kentut tak kalah kejutnya. Mulutnya termonyong-monyong. Dia segera telan habis kib
Baca selengkapnya

196. Bagian 9

"Buuuttttt..." Kembali terdengar kentut panjang nenek muka kuning, disusul ucapannya."Luar biasa! Anak muda rambut panjang! Ilmu apa yang kau pergunakan menghantam kakek jelek itu! Hik... hiik... hik...?" Di samping kiri si nenek muka kuning tertawa cekikikan. Untuk kesekian kalinya tangannya siap memuntir kibul seekor ayam jantan.Terhuyung-huyung, dengan dada sesak dan darah mengucur di sela bibir, Pajahilio bangkit berdiri. Memandang ke samping kiri dia keluarkan seruan tertahan. Tadi ketika melihat kekasihnya saling mencengkeram dengan nenek muka kuning dia berusaha untuk membantu karena tahu betul bahaya besar yang mengancam Ruhjahilio. Tapi gerakannya dihadang oleh Bintang. Kini ketika dia memperhatikan kagetnya bukan alang kepalang melihat apa yang terjadi. Saat itu Ruhjahilio dilihatnya tegak sambil pegangi jidatnya. Di jidat itu kini menempel potongan tangan kanan miliknya sendiri! Sebatas lengan sampai ke ujung jari. Dengan muka pucat si nenek berusaha menan
Baca selengkapnya

196. Bagian 10

"Bunda Dewi kau sangat baik hati. Tapi bagaimana kalau pemuda itu berdendam terhadapku dan melakukan sesuatu yang tidak baik?" tanya Dewi Awan Putih pula."Kau tak usah kawatir Hai kerabatku. Aku sendiri yang akan turun tangan menghadapinya jika dia berani berbuat begitu. Kalau perlu kita bisa pergunakan para tokoh Jin di Negeri Jin untuk membantu. Jangan harap dia bisa kembali ke tanah asalnya jika dia berani mencideraimu..." Bunda Dewi diam sejenak. Lalu dia bertanya. ”Dewi Awan Putih, apakah kau pernah mengatakan isi hatimu pada pemuda bernama Bintang itu? Apakah dia tahu kau mencintainya?"Sepasang mata biru Dewi Awan Putih memandang lekat-lekat pada Bunda Dewi, seolah membesar dan berbinar. Di lubuk hatinya dia berkata, ”Aku memang tidak pernah berterus terang pada Bintang. Tidak mungkin seorang perempuan, apa lagi seorang Dewi mendahului membuka isi hatinya. Namun... mungkin ketidak tahuan ini membuat dia bersikap seperti itu padaku. Tapi apa gunanya.
Baca selengkapnya

196. Bagian 11

Dewi Awan Putih hendak melangkah pergi ketika tiba-tiba pandangannya membentur sesuatu pada jambangan paling besar di sebelah bawah. Sang Dewi membungkuk agar bisa melihat lebih jelas. Tidak percaya pada apa yang dilihatnya dia ulurkan tangan mengambil benda itu. Yang diambil Dewi Awan Putih, terselip di antara kembang-kembang bagus dan harum ternyata adalah dua buah bunga mawar kuning."Mawar kuning..." desis Dewi Awan Putih ”Bunga ini hanya tumbuh di Taman Larangan. Mengapa bisa berada di sini? Apakah Bunda Dewi tahu kalau dua kuntum mawar kuning ini terselip di antara bunga-bunga lainnya dalam jambangan?" Tiba-tiba Dewi Awan Putih ingat. Tangannya bergetar ”Mawar kuning ini mawar beracun! Mawar inilah yang tempo hari hampir membunuh Bintang di telaga. Hai para Dewa! Jangan-jangan...!”Takut keracunan Dewi Awan Putih selipkan kembali dua kuntum mawar kuning itu di antara bunga-bunga dijambangan rotan paling bawah. Namun selintas pikiran muncul di be
Baca selengkapnya

196. Bagian 12

"Dewi Awan Putih, dengar baik-baik apa yang akan kukatakan. Aku tidak suka kau memikat suamiku! Aku tidak suka melihat kau bercinta dengan Maithatarun!""Mahluk kurang ajar! Siapa memikat suamimu! Siapa bercinta dengan Maithatarun!" Teriakan Dewi Awan Putih menggelegar di dalam kamar besar itu."Jangan kira aku buta Hai Dewi Awan Putih. Aku punya kemampuan melihat apa yang kau lakukan. Aku punya kemampuan mengawasi tindak tanduk suamiku!""Kalau kau mempunyai kemampuan mengapa kau tidak bertindak ketika Maithatarun bercinta di sebuah goa batu pualam dengan Ruhjelita?! Jika kau punya kemampuan mengapa kau tidak bertindak terhadap Ruhsantini istri Jin Bara Kaliatus yang sejak beberapa lama ini selalu kemana-mana bersama Maithatarun?!"Ruhrinjani tertawa panjang mendengar kata-kata Dewi Awan Putih itu ”Kau hendak mengalihkan pembicaraan. Saat ini bukan Perihal gadis bernama Ruhjelita itu yang ingin aku bicarakan. Soal Ruhsantini tidak usah kau korek-ko
Baca selengkapnya

196. Bagian 13

Begitu dia membuka sepasang matanya lebih besar, dua gadis berparas cantik, sama-sama mengenakan pakaian putih dan sama-sama berambut pirang tahu-tahu telah berlutut di hadapannya."Cucuku Ruhkemboja dan Ruhkenanga. Lama aku menunggu akhirnya kalian datang juga. Apakah kalian berhasil melaksanakan tugas. Mendapatkan benda yang aku inginkan?"Dua gadis cantik yang bukan lain adalah Sepasang Gadis Bahagia tundukkan kepala lalu sama-sama menjawab ”Berkat petunjukmu kami berhasil mendapatkannya." Ternyata dua gadis kembar ini adalah cucu-cucu dari tokoh paling terkemuka di Negeri Jin yakni yang dikenal dengan julukan Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab.Tidak menunggu lebih lama gadis bernama Ruhkemboja segera keluarkan tongkat batu biru dari balik pakaiannya lalu diserahkan pada si kakek.Jin Sejuta Tanya menyambut benda itu dengan wajah berseri-seri dan mata berkilat-kilat. Tongkat batu diusapnya berulangkali ”Tongkat Bahagia Biru..." kata si kakek pe
Baca selengkapnya

196. Bagian 14

"Hai para Dewa. Sungguh tak bisa kupercaya! Kacau sudah semua rencanaku. Bagaimana aku akan meneruskan. Pertanda Negeri Jin tak bisa diselamatkan! Malapetaka akan melanda negeri ini! Istana Surga Dunia akan menjadi pusat bahala. Nyawa akan bertabur dimana-mana. Darah akan menganak sungai membasahi negeri! Apa  yang aku takutkan kelak akan terjadi! Hai para Dewa apa yang harus aku lakukan? Pemuda bernama Bintang! Hai, mengapa yang aku lihat dulu tentang  dirimu tidak sama dengan kenyataan?!" Kembali kakek yang otaknya berada di luar kepala itu menggeleng berulang kali.Wajahnya yang keriput tampak memucat penuh kecewa. Ruhkemboja dan Ruhkenanga saling bertukar pandang mendengar ucapan Jin Sejuta Tanya Jawab yang tidak mereka mengerti itu."Kek, kalau kami boleh bertanya apa maksud semua ucapanmu tadi?" bertanya Ruhkemboja.Sang adik menyambung ”Kau punya rencana. Tapi kacau katamu. Rencana apa Kek? Malapetaka apa yang akan menimpa Negeri Jin? Ada
Baca selengkapnya

196. Bagian 15

Arya sesaat diam saja. Lalu dengan suara perlahan dia berkata, ”Bayu, memang kita tidak boleh mengganggu orang yang sedang kalut. Urusan orang jangan dijadikan urusan kita." Lalu pada Dewi Awan Putih Arya berkata, ”Dewi, kami tidak berniat mengganggumu. Kami tidak berkeinginan mencampuri apapun yang jadi urusanmu. Kami kebetulan lewat di sini dan melihatmu sendirian. Karena kita bersahabat itu sebabnya kami mendatangi dan bertegur sapa. Kami tadinya ingin menanyakan apakah kau mengetahui dimana beradanya sahabat kami Bintang.""Pemuda itu, aku tak tahu dia berada di mana. Kalaupun tahu rasanya bukan menjadi urusanku”Bayu dan Arya kembali saling berpandangan, ”Kenapa dia jadi ketus judes begini. ?" Bisik Bayu."Jangan-jangan Bintang telah menyakitinya. Pasti terjadi sesuatu antara mereka!" jawab Arya."Kalaupun itu betul, itu urusan dia dengan Bintang. Tidak selayaknya dia bersikap seperti ini terhadap kita!" tukas Bayu."Ka
Baca selengkapnya

196. Bagian 16

HANYA sesaat setelah Bayu dan Arya tinggalkan pedataran tinggi itu, Dewi Awan Putih merasa sekujur tubuhnya lemas. Dia terduduk di tanah. Wajahnya mengelam dan air mata tak kuasa dibendungnya. Dia mulai menangis sesengukan. Ucapan Bayu sangat memukul sanubarinya. Hatinya seperti disayat-sayat."Ucapan Bayu mungkin betul. Tapi.." Dewi Awan Putih tutupkan dua tangannya ke wajah dan menangis keras. Tiba-tiba hidungnya membaui sesuatu. Dia turunkan dua tangan, memandang berkeliling. Ketika dia mendongak ke atas, di langit dilihatnya ada satu bayangan biru berkelebat rendah menuju ke arah barat dimana saat itu sang surya yang hendak tenggelam menyaput langit dengan cahayanya yang merah keemasan."Bunda Dewi.." desis Dewi Awan Putih ”Dia turun lebih dulu dari aku. Mengapa baru sampai di sekitar sini. Hai, kulihat dia berputar-putar di sebelah sana. Itu arah Gunung Patinggimeru. Agaknya ada sesuatu yang tengah diperhatikannya di sekitar situ. Bukankah dia mengatakan pad
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
217218219220221
...
258
DMCA.com Protection Status