Semua Bab Ksatria Pengembara Season 2: Bab 2021 - Bab 2030

2578 Bab

189. Bagian 5

Yang ada hanya sebuah batu besar dialasi anyaman rumput kering dan dijadikan ranjang tempat tidur. Walaupun hatinya tidak enak namun Ruhcinta tetap saja memoles senyum di bibirnya yang bagus.“Jangan perhatikan mereka Hai Ruhcinta. Tiga gadis ini adalah pembantu yang mengurus dan menjaga tempat kediamanku jika aku pergi.” Lalu pada tiga gadis di dalam ruangan Jin Muka Seribu segera berkata. “Lekas kalian memberi hormat pada tamuku! Kalau sudah memberi hormat segera siapkan hidangan dan minuman. Kami lapar! Setelah itu kalian Semua boleh pergi! Kami haus! Berikan minuman lebih dulu!”Tiga gadis di dalam Ruang Dua Belas Obor segera berdiri lalu menjura memberi hormat pada Ruhcinta. Sebelum sempat si gadis membalas penghormatan itu ketiganya telah meninggalkan ruangan.“Hai Jin Muka Seribu, kita telah berada di tempat kediamanmu. Apakah kau bisa segera mulai memberi keterangan tentang orang-orang bernama Patampi dan Ruhpiranti itu?&rdq
Baca selengkapnya

189. Bagian 6

“Pembicaraan kita mengapa jadi berubah Jin Muka Seribu? Bukankah kau berkata hendak memberi tahu riwayat dua orang bernama Patampi dari Ruhpiranti itu? Sekarang kau bicara hal-hai yang aku tidak mengerti.”“Kau tidak perlu mengerti. Yang kau harus mengerti adalah melayani diriku sampai puas! Ha.  ha… ha!”Kembali Jin Muka Seribu menyergap Ruhcinta. Kali ini si gadis cepat menghindar lalu berkelebat ke arah pintu ruangan. Namun dari belakang tiba-tiba melesat dua larik sinar hijau. Sinar-sinar aneh ini ternyata menyembul keluar dari sepasang mata Jin Muka Seribu sebelah depan.Ruhcinta berteriak kaget ketika dua larik sinar hijau seperti dua utas tali tahu-tahu menggulung sekujur tubuhnya hingga dia tidak mampu menggerakkan kaki maupun tangan! Sekali Jin Muka Seribu menyentakkan kepalanya tubuh Ruhcinta terlempar ke atas ranjang batu dan masih dalam keadaan terikat dua larik sinar hijau itu!“Makhluk jahat! Apa yan
Baca selengkapnya

189. Bagian 7

“Nek, tak usah kau kejar orang jahat itu. Beri dia kesempatan untuk berpikir. Siapa tahu tidak sekarang tapi nanti cinta kasih akan masuk ke dalam tubuhnya, mengalir di dalam darahnya dan tertanam di lubuk hatinya. Hingga kelak dia mau bertobat dan menjadi orang baik...”Mendengar kata-kata itu, si nenek yang sudah nekad hendak mengejar Jin Muka Seribu jadi hentikan gerakannya. Saat itu dia masih belum melihat jelas wajah Ruhcinta karena asap hijau yang ditinggalkan Jin Muka Seribu masih mengambang dalam ruangan. Namun dengan suara perlahan si nenek berkata.“Kau gadis berhati baik dan tulus. Agaknya ajaran kasih sayang begitu mendalam  dalam hati sanubarimu. Tetapi Hai gadis tulus! Tahukah engkau bahwa begitu banyak makhluk yang menemui celaka bahkan kematian hanya karena berbuat baik secara berlebihan?”“Mereka mati dalam kebaikan. Dalam cinta kasih. Apakah ada kematian yang lebih indah dari itu Nek?”Jin Penjunj
Baca selengkapnya

189. Bagian 8

Dua mata si nenek mendadak keluarkan sinar merah terang menggidikkan. Agaknya dia tidak main-main. Kalau dua larik sinar merah mengandung hawa panas disemburkannya maka jika benda mati yang terkena seperti batu, akan hancur lebur. Jika benda hidup akan mati seolah terpanggang!. Tiba-tiba terdengar suara tawa cekikikan. Tumpukan katak yang ada di tengah sungai kecil kelihatan bergerak. Bangkit membentuk sosok manusia yang ditempeli ratusan katak hijau. Hanya mata, hidung dan mulutnya saja yang kelihatan. Inilah dia si Nenek Jin Lembah Paekatakhijau yang tubuhnya tertutup oleh katak-katak peliharaannya!“Muridku Ruhcinta! Hai! Enam hari lalu kau tinggalkan lembah ini! tahu-tahu kau muncul kembali di sini! Ada apakah Hai muridku? Apa dunia luar sana tidak kau sukai atau ada sesuatu yang memaksamu kembali ke sini?!”Jin Penjunjung Roh yang berdiri di sebelah Ruhcinta serta merta menjadi jengkel.“Jelas-jelas aku berada di sini! Tegak di samping mur
Baca selengkapnya

189. Bagian 9

“Saya masih menyimpannya Nek,” jawab Ruhcinta.“Keluarkan dan perlihatkan padanya.”Dengan tangan gemetar Ruhcinta keluarkan batu merah yang diukir berbentuk bunga mawar lalu diperlihatkannya pada Jin Penjunjung Roh. Untuk kesekian kalinya si nenek terpekik lalu jatuh berlutut. Sekujur tubuhnya bergeletar. Asap berbentuk kerucut terbalik yang ada di atas kepalanya mengepul tinggi lalu turun lagi. Matanya yang merah dan juga berbentuk kerucut membesar aneh.Ruhmasigi alias Jin Lembah Paekatakhijau mendongak ke langit. Sepasang matanya tampak berkaca-kaca. Dengan suara tersendat dia menjelaskan. “Hiasan kepala berbentuk mawar merah terbuat dari batu itu kutemukan dalam kantong gendonganmu, Hai Ruhcinta. Tergantung di dada perempuan yang menggantung diri itu.”Ruhniknik alias Jin Penjunjung Roh menggerung keras. “Ukiran bunga mawar batu merah itu dulunya adalah milikku. Ketika anakku Ruhpiranti menginjak dewasa, hias
Baca selengkapnya

189. Bagian 10

“Hai Bunda, saya sadar telah membuat banyak kesalahan besar. Saya tak tahu apakah harus memohon maaf lebih dulu atau meminta padamu untuk segera menjatuhkan hukuman! Apapun yang akan kau lakukan terhadap saya akan saya terima dengan sepuluh jari tersusun di atas kepala.” Lalu gadis hamil bernama Ruhpiranti itu rapatkan dua telapak tangan di atas kepala.Saat itu ingin sekali Jin Penjunjung Roh menjenggut rambut muridnya. Namun melihat keadaan Ruhpiranti yang hamil besar dia masih bisa menahan luapan amarah dan hanya membentak saja. “Lekas katakan apa yang terjadi Ruhpiranti! Jangan kau membuat kesabaranku hilang!”“Bunda, sewaktu masa enam purnama yang kau berikan berakhir, saya memang dalam perjalanan pulang. Namun di tengah jalan muncul satu halangan besar. Seorang yang rupanya telah lama menguntit saya unjukkan diri secara terang-terangan. Ternyata dia adalah seorang pemuda berwajah cakap bertubuh kekar. Dia mengaku bernama Pajundai.&rd
Baca selengkapnya

189. Bagian 11

“Dia menyuruhmu datang bersama seekor capung! Dia sendiri tidak kemari! Tidak berani unjukkan muka! Suami macam apa dia Hai Ruhpiranti? Pengecut! Tidak punya rasa tanggung jawab!”“Bunda, sebenarnya kami datang berdua. Tapi tak jauh dari sini saya minta dia turun dari capung dan menunggu. Saya khawatir begitu langsung bertemu, Bunda akan khilaf melakukan sesuatu padanya.”.Jin Penjunjung Roh pelototkan mata anehnya. “Aku mau marah atau tidak, aku mau menggebuknya atau tidak itu hakku!” kata Jin Penjunjung Roh pula. “Sekarang lekas kau panggil suamimu itu! Aku mau lihat bagaimana tampangnya!”“Bunda, kalau kau mau berjanji.”“Setan alas! Aku tidak mau berjanji apa-apa! Kalau aku mau menghajar akan aku lakukan! Siapa yang berani menghalangi? Kau?!”Walau bingung akhirnya Ruhpiranti melangkah mendekati capung raksasa yang tadi ditungganginya. “Paecapung, pergilah temui suami
Baca selengkapnya

189. Bagian 12

“Ruhcinta! Jangan kau berkata begitu! Kau adalah muridku Jin Lembah Paekatakhijau. Berbilang tahun aku menggembleng menjadi manusia yang kokoh jasmani dan rohani. Apakah kau akan membiarkan dirimu hancur menghadapi baru satu cobaan ini? Jangan kau membuat aku malu Hai muridku!”Mendengar kata-kata gurunya itu Ruhcinta jadi tersendat tangisnya. Dadanya menggemuruh. Jiwanya nuraninya berguncang hebat. Tak tahu apalagi yang hendak dikeluarkannya dalam ratapannya. Dia mendengar gurunya berkata pada neneknya Jin Penjunjung Roh. “Ruhniknik, ceritamu tadi cukup panjang. Namun belum sampai ke ujung yang memberi tahu bagaimana kejadian selanjutnya dengan ibu muridku yang bernama Ruhpiranti itu. Bagaimana sampai peristiwa itu bisa terjadi? Bagaimana sampai Ruhpiranti tidak tahu kalau dia punya seorang kakak bernama Patampi.”“Kau benar Ruhmasigi. Akan kuceritakan pada kalian berdua.” jawab Ruhniknik pula. “Ketika Patampi dan Ruhpiranti m
Baca selengkapnya

189. Bagian 13

SELAMA perjalanan di dalam hutan sampai keluar lagi dari hutan, orang-orang itu tak banyak bicara. Mereka seolah tenggelam dalam alam pikiran masing-masing. Maithatarun malah lebih suka menuntun Kuda berkaki enam dari pada menunggang kuda berkaki enam itu. “Aneh, aku tak bisa melupakan gadis itu.” bisik Bayu perlahan sekali agar tidak ada yang mendengar.Arya yang dibisiki pura-pura tolol. “Gadis yang mana?”“Gadis berbaju biru tadi. Itu.... Yang bernama Ruhcinta.”“Hemmm.       Dia memang cantik sekali. Terus terang aku juga selalu ingat-ingat dirinya,” kata Arya sambil menyeringai.Apa yang dibicarakan kedua orang itu walau berbisik-bisik sebenarnya didengar oleh Bintang. tapi dia berpura-pura tidak tahu. Malah dia berkata pada Maithatarun. “Sobatku Jin Kaki Batu! Sejak tadi kau kulihat berjalan setengah melamun. Apa yang ada dalam benakmu?! Siapa yang kau pikirkan?!&rdq
Baca selengkapnya

189. Bagian 14

“Nenek Ramahila, apakah kau ada di dalam?!” Tak ada jawaban. Ruhcinta mengetuk kencang dan memanggil lebih keras.”Siapa di luar?” Tiba-tiba terdengar suara orang di dalam rumah.“Saya Ruhcinta. Datang dari jauh untuk satu keperluan!”“Apa kau hendak minta dikawinkan?!” Orang di dalam rumah bertanya.Ruhcinta tersenyum. “Aku datang untuk urusan lain. Ada satu hal yang ingin kutanyakan!”“Kalau begitu masuklah Hai tamu dari jauh. Pintu tidak dikunci!” Ruhcinta mendorong daun pintu yang serta merta mengeluarkan suara berkereketan begitu terbuka. Masuk ke dalam rumah gadis ini dapatkan keadaan agak gelap. tak ada lampu minyak atau obor. Dia tegak sesaat untuk membiasakan penglihatannya. Bagian dalam dari rumah yang cukup besar itu hanya merupakan satu ruangan terbuka. Di sudut kanan dekat sebuah tempayan besar ada satu bangku terbuat dari kayu. Di atas bangku inilah Ruhcinta melih
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
201202203204205
...
258
DMCA.com Protection Status