Semua Bab Ksatria Pengembara Season 2: Bab 2001 - Bab 2010

2578 Bab

188. Bagian 8

"Maithatarun, coba kau melangkah. Dekati mereka..." kata Bintang.Maithatarun menurut. Dia maju dua langkah mendekati Jin Patilandak. Makhluk berduri ini serta merta mundur tiga langkah. Tringgiling Liang Batu cepat mengangkat tangannya seraya berseru. "Tahan! Jin Kaki Batu, hentikan gerakanmu! Jangan melangkah lebih dekat!''"Sejak semula kami tidak punya niat jahat! Mengapa kalian semua seperti melihat setan kepala dua belas?!""Makhluk-makhluk katai yang katamu saudara angkatmu itu..." kata Tringgiling Liang Batu. "Tubuh mereka basah oleh air bercampur belerang. Tubuh kami tidak boleh bersentuhan dengan belerang. Kami bisa celaka. Mengalami kelumpuhan seumur hidup bahkan bisa menemui ajal”“Kakek!" Jin Patilandak berkata dengan suara keras. "Kau menceritakan kelemahan sendiri pada musuh! Manusia berkaki batu ini pasti akan mudah membunuh kita semua!""Eh, kau dengar makhluk berduri itu memanggil makhluk bersisik kakeknya," bisik Bint
Baca selengkapnya

188. Bagian 9

"Mulutmu keliwat menghina kurang ajar! Kakekku bernama Tringgiling Liang Batu! Bukan Tringgiling Liang Jamban!" Jin Patilandak menghardik lalu meludah ke tanah, membuat Maithatarun, Bayu dan Arya membuang muka menahan geli. Si Tringgiling Liang Batu sendiri yang mukanya tertutup sisik tebal tak kelihatan wajahnya apakah marah atau bagaimana. Tapi dari tenggorokannya keluar suara menggereng."Maafkan aku!" katanya pada Jin Patilandak. Lalu dia ajukan pertanyaan pada makhluk bersisik. "Menurutmu Jin Muka Seribu akan datang tepat bulan purnama mendatang. Kira-kira kapan bulan purnama muncul di pulau ini?!""Jika aku tak salah hitung masih tiga hari dimuka," jawab Tringgiling Liang Batu."Berarti kita masih punya waktu banyak untuk melakukan penyambutan!" kata Bintang pula."Penyambutan bagaimana maksudmu?! Kita tak mungkin melawannya! Apalagi kalau dia sampai menebarkan bubuk belerang!" berucap Jin Patilandak."Sobatku Jin Patilandak! Kau tenang saja.
Baca selengkapnya

188. Bagian 10

"Aku sendiri menggorok leher mereka dengan duri-duri di tanganku!" kata Jin Patilandak."Bagus! Tidak sia-sia aku memberi perintah pada kalian kakek dan cucu!" Jin Muka Seribu memandang berkeliling. Tangannya siap mengeluarkan keris luk tiga untuk dimasukkan ke dalam lobang berisi darah. Namun tiba-tiba dia ingat sesuatu. "Kalian berhasil membunuh tiga manusia katai itu! Lalu bagaimana dengan orang bernama Maithatarun, berjuluk Jin Kaki Batu?! Aku tidak melihat dirinya sejak tadi!""Maafkan kami Hai Jin Muka Seribu. Jin Kaki Batu berhasil melarikan diri ketika kami sergap. Dia menghancurkan patung-patung kayu serta pohon-pohon jati. Dia melarikan diri dalam keadaan terluka parah. Sekali lagi kami mohon maafmu." Menjawab Tringgiling Liang Batu."Hemmm, begitu?" ujar Jin Muka Seribu. Sepasang pandangan matanya sebelah depan membentur liang batu yang sebelumnya menjadi sarang makhluk bersisik itu. 'Mataku belum lamur, apa lagi buta! Tapi aku sama sekali tidak melih
Baca selengkapnya

188. Bagian 11

"Jin Muka Seribu," tiba-tiba perempuan bernama Jin Monyong Penggali Liang Kubur berucap. "Pekerjaanku memang tukang gali liang kuburi Terus terang, Hai akupun sudah menyiapkan satu liang kubur untukmu! Jika kau berkenan cepat-cepat ingin masuk ke dalamnya. Hik... hik... hik! Silahkan...!"Habis berkata begitu Jin Monyong Penggali Liang Kubur lalu singkapkan rumput dan daun kering di depannya. Maka kelihatanlah satu lobang besar seukuran kubur manusia!Empat mata Jin Muka Seribu depan belakang mendelik besar, merah laksana saga!"Perempuan bedebah keparat! Kau kira siapa dirimu! Suami dan Jin Patilandak saja tunduk padaku! Apa kau lebih hebat dari mereka?! Kau yang akan kupendam lebih dulu dalam liang itu!""Aku memang lebih hebat dari dua orang yang kau sebutkan itu Jin Muka Seribu! Kau boleh membunuh mereka semudah membalik telapak tangan! Tapi apa kau punya nyali membunuhku seorang perempuan?! Hik... hik... hik!"Tersentaklah Jin Muka Seribu mend
Baca selengkapnya

188. Bagian 12

Sementara itu darah mengucur dari luka di pergelangan kakinya. Hawa panas menjalar sampai ke mata kaki. Jin Muka Seribu tidak tahu apa yang barusan menyerangnya. Memandang ke bawah dia melihat ada satu sosok kecil menyelinap ke balik semak belukar.Selain itu tadi dia juga masih sempat melihat satu bayangan kecil menyambar dan tahu-tahu kantong kainnya yang jatuh lenyap entah kemana. Ketika Jin Muka Seribu hendak memandang sosok kecil yang menyelinap di balik semak belukar!"Tiga makhluk katai jahanam! Pasti mereka!" teriak Jin Muka Seribu marah. "Tringgiling Liang Batu! Kau dan cucumu berani mati menipuku!" Seperti tidak perduli lagi akan pantangannya membunuh perempuan Jin Muka Seribu angkat tangan kiri, siap hendak menghantam dengan pukulan "Mengelupas Puncak Langit Mengeruk Kerak Bumi." Yang ditujunya adalah Jin Patilandak dan Tringgiling Liang Batu yang saat itu mendekam berlindung di balik sosok Jin Monyong Penggali Liang Kubur. Jika Jin Muka Seribu hendak membun
Baca selengkapnya

188. Bagian 13

"Hai! Apa tidak salah apa yang aku lihat ini?!" ujar Jin Muka Seribu dalam hati. Bibirnya bergetar, dadanya seolah mau meledak akibat debaran keras yang tiba-tiba muncul. "Tanda bunga dalam lingkaran..." desis Jin Muka Seribu. Muka raksasanya yang sebelumnya merah mendadak sontak berubah menjadi empat wajah kakek yang pucat pasi. "Tidak mungkin! Tidak mungkin!" kata Jin Muka Seribu setengah berteriak. Lalu tanpa menunggu lebih lama makhluk ini putar tubuh, melesat ke arah kegelapan dan lenyap ditelan kelamnya malam!"Apa yang terjadi...?!" bertanya Tringgiling Liang Batu. Maithatarun bangkit berdiri sambil pegang perutnya yang sakit bekas injakan Jin Muka Seribu. "Jelas dia hendak membunuhku. Tapi tidak jadi”"Dia berkali-kali menyebut kata-kata tidak mungkin. Apa gerangan yang tidak mungkin?" kata Bayu pula."Mungkin tadinya dia naksir padamu Maithatarun. Tapi setelah tahu kau ternyata laki-laki dia jadi kecewa besar. Itu sebabnya dia berucap tidak mungki
Baca selengkapnya

188. Bagian 14

Maithatarun berpikir sejenak. Lalu dia anggukkan kepala. Diusapnya kuduk kuda berkaki enam yang memiliki sepasang tanduk di kepalanya. Lalu dia turun dari punggung tunggangannya itu. “Kudaku, jangan kemana-mana. Tunggu di sini sampai kami kembali!”Kuda berkaki enam kedipkan dua matanya yang merah lalu menjilat tangan Maithatarun.“Maithatarun, kau harus pergunakan kesaktianmu agar langkah kaki batumu tidak mengeluarkan suara dan menggetarkan tanah. Aku khawatir orang yang meracau akan mendengar lalu melenyapkan diri sebelum kita sampai ke tempatnya.” berkata Bintang.“Hal itu sudah kupikirkan,” jawab Maithatarun. Dia mulai melangkah ke jurusan datangnya suara orang meracau. Tanpa mempergunakan ilmu meringankan tubuh dan mengandalkan tenaga dalam, setiap langkah yang dibuat Maithatarun akan mengeluarkan suara duk-duk-duk dan menggetarkan tanah yang dipijaknya. Tapi kali ini setelah dia mengeluarkan kesaktian maka setiap langka
Baca selengkapnya

188. Bagian 15

“Kita harus berhati-hati Maithatarun,” kata Bintang.Seolah tidak perdulikan kehadiran Maithatarun dan tiga manusia cebol yang terikat di pinggangnya, makhluk yang tubuhnya seperti macan tutul di atas kuda hitam berkaki enam memandang tak berkesiap pada Jin Patilandak. Lalu orang ini dongakkan kepala dan dari mulutnya keluar suara meracau panjang seperti orang merapal mantera atau jampi-jampi.Sesaat kemudian perlahan-lahan kepalanya yang tadi mendongak diturunkan, mulutnya masih terus meracau sedang dua matanya menatap tajam kearah Jin Patilandak. Tiba-tiba racauannya putus. Dari mulutnya menyembur bentakan keras.“Jin Patilandak! Takdir telah jatuh atas dirimu! Pada hari pertama kau meninggalkan pulau kediamanmu. Maka hari itu pula kau akan menemui kematian! Aku akan menguliti tubuhmu! Aku memerlukan kulitmu yang berduri itu untuk kujadikan sehelai mantel sakti!”“Gila! Enak saja tua bangka bertubuh seperti macan tutul itu
Baca selengkapnya

188. Bagian 16

Dalam hati dia yakin bahwa musuh memang berniat hendak menguliti membunuhnya. Dia meludah ke tanah lalu berkata. “Baru hari ini aku meninggalkan hutan Pahitamkelam. Tak kenal orang tak pernah punya musuh maupun seteru. Mengapa kau ingin mencelakai diriku? Mengapa kau inginkan jiwa dan ragaku?! Siapa kau sebenarnya?!”“Aku Jin Tutul Seribu! Sudah kubilang hari ini adalah hari takdir kematianmu! Jadi tidak perlu berbanyak tanya!” Habis berkata begitu Jin Tutul Seribu kembali keluarkan gerengan keras. Lalu tubuhnya berkelebat ke depan. Dua pisau siap menguliti tubuh Jin Patilandak sedang kuku-kuku jari mencari kesempatan merobek-robek!Jin Patilandak meludah ke tanah. Duri-duri di muka dan kepalanya berjingkrak kaku. Dari sepasang matanya tiba-tiba berkiblat dua larik sinar kuning. Menghantam ke arah dada dan perut Jin Tutul Seribu!“Maithatarun!” Bintang berteriak. “Bagaimanapun Jin Patilandak telah menjadi sahabat kita! K
Baca selengkapnya

188. Bagian 17

Suara teriakan itu terdengar keras namun ada serangkum nada kelembutan pertanda orangnya memiliki rasa welas asih yang tinggi. Selain itu suara teriakan tadi datangnya dari kejauhan di sebelah timur rimba. Namun belum lagi gemanya lenyap sosok orang yang berteriak sudah muncul di tempat itu, tegak di atas batang pohon besar yang tumbang, delapan langkah di belakang Jin Tutul Seribu.“Astaga! Kalau bukan bidadari pasti yang muncul ini adalah Dewi paling cantik di negeri Kota Jin!” kata Arya dari balik pohon dengan sepasang mata dibuka lebar-lebar. Bayu leletkan lidah. Bintang sendiri diam-diam harus mengakui bahwa perempuan yang tegak di atas batang pohon itu memang lebih cantik  dari Ruhjelita ataupun Bunda Dewi, maupun Dewi Awan Putih. Namun dibalik kecantikan itu dia melihat adanya satu bayangan aneh yang saat itu tidak bisa ditebaknya apakah bayangan itu sesuatu yang baik atau sesuatu yang jahat atau hanya satu ganjalan yang terpendam di lubuk hati.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
199200201202203
...
258
DMCA.com Protection Status