“Kita harus berhati-hati Maithatarun,” kata Bintang.
Seolah tidak perdulikan kehadiran Maithatarun dan tiga manusia cebol yang terikat di pinggangnya, makhluk yang tubuhnya seperti macan tutul di atas kuda hitam berkaki enam memandang tak berkesiap pada Jin Patilandak. Lalu orang ini dongakkan kepala dan dari mulutnya keluar suara meracau panjang seperti orang merapal mantera atau jampi-jampi.
Sesaat kemudian perlahan-lahan kepalanya yang tadi mendongak diturunkan, mulutnya masih terus meracau sedang dua matanya menatap tajam kearah Jin Patilandak. Tiba-tiba racauannya putus. Dari mulutnya menyembur bentakan keras.
“Jin Patilandak! Takdir telah jatuh atas dirimu! Pada hari pertama kau meninggalkan pulau kediamanmu. Maka hari itu pula kau akan menemui kematian! Aku akan menguliti tubuhmu! Aku memerlukan kulitmu yang berduri itu untuk kujadikan sehelai mantel sakti!”
“Gila! Enak saja tua bangka bertubuh seperti macan tutul itu
Dalam hati dia yakin bahwa musuh memang berniat hendak menguliti membunuhnya. Dia meludah ke tanah lalu berkata. “Baru hari ini aku meninggalkan hutan Pahitamkelam. Tak kenal orang tak pernah punya musuh maupun seteru. Mengapa kau ingin mencelakai diriku? Mengapa kau inginkan jiwa dan ragaku?! Siapa kau sebenarnya?!”“Aku Jin Tutul Seribu! Sudah kubilang hari ini adalah hari takdir kematianmu! Jadi tidak perlu berbanyak tanya!” Habis berkata begitu Jin Tutul Seribu kembali keluarkan gerengan keras. Lalu tubuhnya berkelebat ke depan. Dua pisau siap menguliti tubuh Jin Patilandak sedang kuku-kuku jari mencari kesempatan merobek-robek!Jin Patilandak meludah ke tanah. Duri-duri di muka dan kepalanya berjingkrak kaku. Dari sepasang matanya tiba-tiba berkiblat dua larik sinar kuning. Menghantam ke arah dada dan perut Jin Tutul Seribu!“Maithatarun!” Bintang berteriak. “Bagaimanapun Jin Patilandak telah menjadi sahabat kita! K
Suara teriakan itu terdengar keras namun ada serangkum nada kelembutan pertanda orangnya memiliki rasa welas asih yang tinggi. Selain itu suara teriakan tadi datangnya dari kejauhan di sebelah timur rimba. Namun belum lagi gemanya lenyap sosok orang yang berteriak sudah muncul di tempat itu, tegak di atas batang pohon besar yang tumbang, delapan langkah di belakang Jin Tutul Seribu.“Astaga! Kalau bukan bidadari pasti yang muncul ini adalah Dewi paling cantik di negeri Kota Jin!” kata Arya dari balik pohon dengan sepasang mata dibuka lebar-lebar. Bayu leletkan lidah. Bintang sendiri diam-diam harus mengakui bahwa perempuan yang tegak di atas batang pohon itu memang lebih cantik dari Ruhjelita ataupun Bunda Dewi, maupun Dewi Awan Putih. Namun dibalik kecantikan itu dia melihat adanya satu bayangan aneh yang saat itu tidak bisa ditebaknya apakah bayangan itu sesuatu yang baik atau sesuatu yang jahat atau hanya satu ganjalan yang terpendam di lubuk hati.
“Hanya itu yang kau ketahui?”“Ada satu hal. Nenek sakti itu tidak bakalan panjang umurnya!”“Hai! Mengapa kau bisa berkata begitu?” tanya gadis bernama Ruhcinta.“Karena aku akan membunuhnya!” jawab Jin Tutul Seribu sambil busungkan dada.“Mengapa kau hendak membunuhnya?” tanya Ruhcinta lagi.“Karena dia tidak tunduk padaku. Tidak mau tunduk pada pimpinan tertinggi Istana Surga Dunia!”“Siapa gerangan pimpinan tertinggi Istana Surga Dunia yang kau maksudkan itu?” Ruhcinta memburu terus dengan pertanyaan beruntun. Setiap bertanya senyum tidak pupus dari bibirnya yang bagus.“Hal itu tidak bisa ku terangkan saat ini,” jawab Jin Tutul Seribu.“Mengapa tidak bisa?”“Karena belum saatnya!”“Kalau begitu, kapan saatnya kau bisa memberi tahu?!” tanya gadis di atas batang kayu pula.&
“Kalau aku tidak salah menduga Ruhpiranti adalah istri dari Patampi. Perempuan ini juga lenyap bersama lenyapnya Patampi. Sampai pada satu ketika ditemukan sesosok mayat perempuan di dalam satu rimba belantara. Mayat itu sudah demikian rusaknya. Nyaris tinggal tulang belulang. Walau banyak yang menduga tapi sulit membuktikan itu adalah jenazah Ruhpiranti yang menemui kematian entah karena dibunuh entah bunuh diri.”Wajah Ruhcinta kelihatan seperti membeku. Sepasang matanya seolah berubah menjadi batu dan menatap Maithatarun tanpa berkesip. Membuat lelaki ini merasakan munculnya getaran aneh dalam dadanya.“Lelaki berkaki batu, apakah kau bisa memberi petunjuk untuk membuktikan bahwa Ruhpiranti adalah benar-benar istri Patampi?”Maithatarun merenung sejenak. “Kedua orang tua mereka kabarnya sudah tiada. Sanak kerabat dekat mereka juga tak punya. Namun.”“Namun apa Hai orang gagah berkaki batu?” Pertanyaan si
“Gadis binal! Kau membuatku marah!” teriak Jin Tutul Seribu. Tangannya kembali berkelebat ke atas. Namun di saat yang sama tubuhnya membuat gerakan aneh. Dua kakinya melesat dan ini ternyata serangan sebenarnya sedang gerakan dua tangan tadi hanya tipuan saja.“Sreettt!”Ruhcinta terpekik. Ujung pakaian kulit kayunya robek tersambar kuku-kuku runcing kaki kanan Jin Tutul Seribu. Untung kulit kakinya tidak ikut tersambar.“Hai Jin Tutul Seribu. Tidak ada rasa hiba di hatimu terhadap kaum perempuan sepertiku. Atau mungkin kau makhluk yang tidak punya hati? Tidak punya perasaan? Tidak punya rasa kasihan?”“Aku akan menangkapmu hidup-hidup. Akan kubawa kau ke Istana Surga Dunia! Di situ kau bakal tahu apa yang aku punya untukmu! Ha..ha.ha!” Jin Tutul Seribu lalu kembali lancarkan serangan.Melihat kejadian ini Maithatarun dan Jin Patilandak tak tinggal diam. Keduanya melompat memapasi serangan Jin Tutul Seribu. Maka terjadilah perkelahian seru tiga lawan satu.Bagaimanapun hebat dan tingg
“Bintang, mengapa kau masih sembunyi di balik pohon? Ayo lekas keluar perkenalkan diri!” berseru Maithatarun.Tapi Bintang tidak juga keluar dari balik pohon. Terpaksa Maithatarun ulurkan kepalanya.“Hai apa yang kau lakukan!” tanya Maithatarun ketika dilihatnya Bintang sibuk membetulkan pakaiannya.”“Ssttt...! Jangan keras-keras!” kata Bintang dari bawah pohon sambil membetulkan celananya yang melorot ke bawah karena putus tali pengikatnya. Ternyata waktu dia tadi mendorong Arya, Arya sempat menarik celananya hingga tali pengikatnya putus. Kini Bintang jadi kelabakan membenahi diri agar bisa menyambung tali celananya lebih dulu. Tapi setiap disambung selalu lepas. Tidak sabar Maithatarun mendorong Bintang dari balik pohon.Terbungkuk-bungkuk sambil satu tangan memegangi pinggang celana, Bintang terpaksa keluar dari balik pohon.“Gadis cantik Ruhcinta maafkan aku. Ada aral yang melintang hingga keadaanku jadi seperti ini! Namaku Bintang.”“Kalau bicara dua tangan harus lepas menghorma
“Terima kasih kau mengingatkan pada orang sakti itu. Sebelumnya guruku juga telah memberi tahu. Jika ada kesempatan mencari orang tua itu mungkin besar manfaatnya. Namun saat ini aku belum bisa melakukan hat itu. Masih ada urusan lebih besar, lebih pelik dan penting yang harus aku selesaikan. Aku terpaksa mendahului kalian meninggalkan tempat ini. Namun sebelum pergi ada satu hal ingin kutanyakan padamu Maithatarun. Mengenai saudara-saudara angkatmu itu. Keadaan mereka tidak beda dengan dirimu. Hanya saja, mengapa sosok mereka begitu kecil.?” Maithatarun hendak menjawab tapi memandang dulu pada Bintang. “Tak ada salahnya. Katakan saja padanya.” ujar Bintang. “Ruhcinta, tiga saudara angkatku ini sebenarnya bukan penduduk Negeri Kota Jin. Mereka datang dasri negeri manusia. Keadaan sosok mereka yang begini kecil menimbulkan kesulitan. Kalau kau melihat sebelumnya mereka tidak lebih dari sejari kelingking. Saat ini, kami tengah berusaha mencari tahu siapa adanya orang pandai yang sangg
Sore itu hujan turuh lebat sekali. Cuaca gelap sesekali diterangi oleh sambaran petir. Guntur menggelegar menambah mencekamnya suasana. Dalam keadaan seperti itu kelihatan sosok seorang nenek berjalan basah kuyup terseok-seok. Di tangan kanannya dia memegang sebatang tongkat terbuat dari bambu kuning yang besarnya sepergelangan lengan dan panjang kurang dari sepuluh jengkal. Sambil melangkah si nenek tiada hentinya keluarkan suara nyanyian. Selain itu tangannya yang memegang tongkat tak bisa diam. Sebentar-sebentar tangan itu digerakkan untuk memukul rambas semak belukar yang menghalangi jalannya. Bahkan beberapa kali tongkat itu diayun menggebuk batang-batang pohon hingga patah bertumbangan.“Hujan lebat begini rupa. Tubuh reyot seharusnya berada di dalam goa. Membaca doa sambil hidupkan pendupa. Agar sisa hidup bisa mengurangi segala dosa.Hujan gila begini rupa. Cuaca gelap menutup pandangan mata. Seharusnya tubuh reyot ini berada di dalam goa. Tapi mengapa su
Setelah melihat Jejaka Emas memahami maksud perkataannya, Bintang segera melangkah ke arah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Berjarak 3 tombak dari Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal, Bintang menghentikan langkahnya.“Tidak ada yang kalah juga tidak ada yang menang dalam sebuah peperangan. Lebih baik kita berdamai dan hidup berdampingan Ayah Mertua” ucap Bintang dengan menyebut Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sebagai ayah mertuanya. Tentu saja kenyataan itu tak bisa Bintang pungkiri. Walau bagaimana, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal adalah ayah mertua baginya.Tatapan Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal masih terlihat dingin kearahnya, dan terdengar suara beratnya. “Kenapa kau menolak untuk menjadi penguasa dunia, Bintang? Bukankah itu keinginan semua laki-laki didunia ini! Tahta dan Kekuasaan?!”Bintang menggeleng, lalu berkata, “Aku lebih suka kedamaian. Buat apa meraih kekuasaan, kalau hidup selalu tidak tenang” Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terdiam saat mendengar kata-kata Bintang.Binta
Semua terdiam!Sunyi!Tak ada satu suarapun yang terdengar, kecuali desau angin!Sementara itu, keadaan semua orang yang tadinya terpaku, kini sudah bisa bergerak, masing-masing saling menatap satu sama lain, lalu mengedarkan pandangan mereka ke arah sekitar. Apa yang baru saja terjadi, berasa seperti mimpi.Sementara itu, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal pun masih terpaku berdiri ditempatnya, memandangi jari manis tangan kanannya yang sudah kosong, tidak ada lagi Cincin Sulaiman yang biasa terpatri.Di pihak Jejaka Emas, Bintang lebih dulu tersadar dengan keadaan yang terjadi. Masih terlihat keringat dingin di sekujur tubuh Bintang. Rasa sakit yang baru saja dialami oleh Bintang bukan sekedar dalam angan-angan, tapi Bintang benar-benar dapat merasakan bagaimana tubuhnya terhempas dengan keras ke sebuah alam, dimana di alam itu, berbagai macam orang dengan segala macam siksaannya. Bintang benar-benar merasakan kesakitan yang amat sangat yang membuat tubuhnya seperti ditusuk oleh ribuan
“Bangunlah kalian berdua!” kembali suara lembut tapi tegas itu terdengar menyapa keduanya, hampir bersamaan Bintang dan Jejaka Emas memalingkan wajah mereka kearah depan. Wajah keduanya berubah. Berjarak hanya beberapa tombak dihadapan mereka, terlihat sosok seorang laki-laki tua berwajah agung dan teduh. Mengenakan pakaian putih disekujur tubuhnya. Senyumnya terlihat begitu agung dan teduh. Bintang dan Jejaka Emas terkejut, karena tadi, tidak ada seorangpun yang ada ditempat itu selain mereka berdua.Lelaki tua berparas agung itu terlihat duduk diatas sebuah batu putih yang bila diperhatikan dengan seksama. Batu itu tidaklah menyentuh tanah, alias mengapung diudara.“Kemari!” Terdengar suara lembut dan tegas kembali menyapa Bintang dan Jejaka Emas. Walau keduanya tak melihat bibir lelaki tua itu bergerak, tapi Bintang dan Jejaka Emas yakin, kalau lelaki tua itulah yang menyuruh mereka.Lagi-lagi Bintang dan Jejaka Emas diliputi keheranan, karena tubuh mereka tiba-tiba saja bangkit be
Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terlihat geram saat melihat tak satupun dari pihak lawan yang mau bersikap setia kepadanya. “Kalian semua rupanya benar-benar ingin mati, jangan katakan kalau aku tidak memberikan kalian kesempatan...” ucap Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal. Lalu Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal berpaling kearah seluruh pasukannya yang ada dibelakangnya.“Bunuh mereka semua!”Satu perintah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sudah cukup untuk membuat pasukannya bergerak kedepan dengan senjata terhunus. Siap untuk membunuh lawan-lawan mereka yang sudah tak berdaya ditempatnya.Mendengar perintah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal, membuat pucat wajah-wajah dari pihak lawannya. Sebagian mengeluarkan keringat dingin membayangkan kematian yang akan segera mendatangi mereka, sementara sebagian lagi tampak mampu bersikap tenang dan sudah siap menerima nasib, karena memang sejak awal pertempuran, mereka sudah siap untuk mati. Ada satu hal yang setidaknya membuat mereka mati dengan tenan
Sementara itu dipihak Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal juga ikut bingung melihat kejadian itu, Bintang yang kini tampak tengah diperebutkan oleh ke-4 wanita cantik. Di benak mereka terbersit pikiran, ‘Apa mereka tidak menyadari kalau saat ini tengah berperang’. Hal ini membuat semua orang geleng-geleng kepala melihatnya.Sementara itu, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terlihat menatap ke arah Bintang dengan tatapan dingin. Lalu Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal maju beberapa langkah kedepan. Seketika keadaan riuh ditempat itu langsung berhenti. Hening. Bahkan keributan kecil diantara Bintang dengan ke-4 gadisnya juga ikut terhenti dan kini mereka ikut menatap kearah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Tak ada yang bersuara, semua perhatian tertuju langsung ke arah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Tiba-tiba saja dari pihak seberang, sesosok tubuh melangkah kehadapan Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal. Dia adalah Jejaka Emas. Jejaka Emas memang sangat kesal melihat keberuntungan Bintang yang dike
“Hai! Utusan Dewa. Kami akan menghentikan peperangan ini bila Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sudah terkalahkan, tapi bila tidak. Bahkan Sang Hyang Guru Dewa sendiripun tak akan bisa berbuat apa-apa!” Raja Munaliq Dari Timur memberikan jawaban diiringi anggukan oleh kedua raja jin lainnya, juga para prajurit yang berada dibawah kendali mereka.Apa yang dikatakan oleh Raja Munaliq Dari Timur memang tidak salah. Selama Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal tidak bisa dikalahkan, maka kemenangan akan selalu menjadi milik mereka. Bahkan Sang Hyang Guru Dewa sendiripun tak akan bisa berbuat apa-apa.Kini balik Una Lyn yang terlihat terdiam ditempatnya. Jejaka Emas yang melihat hal itu, segera beranjak maju untuk memberikan tanggapannya.Bleegaarrr!Sebuah suara keras ledakan terdengar keras membahana di tempat itu, begitu kerasnya sampai membuat tempat itu bergetar laksana digoncang gempa skala sedang. Ada yang jatuh terduduk karena tak kuat menahan getaran yang terjadi, tapi masih banyak pula y
Una Lyn sendiri terlihat melakukan salto beberapa kali diudara hingga akhirnya berhasil mendarat dengan mulus ditanah, sedangkan Ifrit juga mampu mendaratkan kedua kakinya ditanah, setelah terseret cukup jauh kebelakang. Darah terlihat merembes dimulut keduanya, sebagai tanda luka dalam yang mereka derita.Seakan tak ingin membuat waktu percuma, Una Lyn terlihat langsung mengangkat tangannya yang tengah memegang pedang naga emas keatas.Wusshh..!Bayangan seekor naga emas melesat keluar dari hulu pedang ditangan Una Lyn. Sementara itu di ujung sana, Ifrit pun terlihat tak ingin tinggla diam.Dugghh!Tongkat ditangannya dihentakkan ke tanah.Wusshh..! Wusshh..! Wusshh..!Banyak sosok bayangan hitam yang keluar dari kepala tongkat dan sosok-sosok bayangan hitam itu tampak membentuk wujud-wujud jin yang tak terhitung jumlahnya yang hampir memenuhi langit. Di tempatnya, Una Lyn cukup terkejut melihat pamer kesaktian yang diperlihatkan oleh Ifrit. Ternyata Ifrit mampu mengeluarkan banyak j
Dughh! Seiring dengan itu Ifrit menghentakkan tongkat ditangannya ke bawah.Werrrr...! gelombang energi terpancar keluar dari tubuh Ifrit yang langsung menyapu seluruh tempat itu. Terjadi keanehan! Pemandangan mencengangkan terjadi. Waktu seolah berhenti, bangsa jin yang tengah bertempur satu sama lain, terdiam seperti patung. Semuanya berhenti bergerak, bukan saja yang ada di tanah, tapi juga yang ada diudara ikut berhenti bergerak.Baik bangsa manusia, bangsa jin, maupun para dewa-dewi, bahkan Jejaka Emas pun ikut berdiri mematung ditempatnya berada. Terlihat perubahan diwajah semua orang, termasuk Jejaka Emas yang berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan dirinya agar bisa kembali bergerak, tapi sejauh ini hanya gerakan yang sangat lamban yang terlihat. Tak ada yang mampu menggerakan tubuh mereka. Sementara itu, di pihak Ifrit, mereka semua tahu, kalau ini adalah salah satu kemampuan Ifrit yang bisa menghentikan waktu.Di depan sana, terlihat Ifrit tersenyum sinis melihat ke arah Jej
Jejaka Emas tak memberi kesempatan sedikitpun bagi Ifrit untuk menghela nafas. Serangan gelang dewanya terus menghantam sosok Ifrit.Sosok Ifrit yang melayang diatas tanah, terus terdesak mundur. Entah sudah belasan ataupun berpuluh-puluh kali serangan gelang dewa menghantam sosoknya, tapi walaupun terdesak. Ifrit sedikitpun tidak terlihat terluka.Jejaka Emas yang melihat hal itu, harus mengakui kekuatan dan kekebalan tubuh Ifrit, tapi anehnya seraya terus melesatkan serangan gelang-gelang dewanya, Jejaka Emas justru tertawa-tawa. Hal ini dikarenakan sosok Ifrit yang terkena serangan beruntun gelang dewanya dari berbagai arah, membuat tubuh Ifrit yang melayang diudara itu tampak terdorong ke kanan, ke kiri, ke belakang dan kedepan, Ifrit seperti tengah berjoget atau bergoyang dangdut. Hal ini pula yang membuat Jejaka Emas kemudian tertawa tergelak-gelak. Bangsa Jin yang ada ditempat itupun bingung dan heran, kenapa Jejaka Emas bertarung sambil tergelak-gelak sendiri.Ifrit terus dig