Semua Bab Ksatria Pengembara Season 2: Bab 1981 - Bab 1990

2578 Bab

187. Bagian 11

Perutnya robek besar dan darah masih mengucur mengerikan!"Ruhmintari!" teriak Pahambalang. Dia memandang seputar kamar. Begitu melihat si nenek dia kembali berteriak. "Nenek Ruhumuntu! Apa yang terjadi dengan istriku! Aku mendengar tangisan bayi! Mana anakku?!"Sambil sandarkan punggungnya ke dinding kamar si nenek menjawab. "Istrimu tewas Hai Pahambalang! Tewas ketika melahirkan bayinya! Bayinya ternyata bukan bayi biasa! Bayi itu tidak keluar secara wajar tapi melalui perut istrimu yang tiba-tiba pecah robek besar!""Aku tidak percaya! Kau... kau pasti memakai cara gila! Kau pasti merobek perut istriku dengan pisau!""Aku tidak pernah membawa pisau Hai Pahambelang," Jawab si nenek. Tubuhnya melosoh ke lantai. Dua tangannya masih mendekapi perutnya yang luka."Mana bayiku! Mana anakku!" teriak Pahambalang. Sinenek Ruhumuntu angkat tangan kirinya. Dengan gemetar dia menunjuk ke sudut kamar. "Itu... Benda yang di sudut sana. Itulah bayimu. Kuharap
Baca selengkapnya

187. Bagian 12

"Hai Bunda Dewi, masih adakah sesuatu yang hendak kau katakan?" tanya Dewi Awan Putih.Bunda Dewi masih belum membuka mulut seolah ada kebimbangan di hatinya untuk berucap. Setelah menarik nafas lebih dulu baru dia berkata."Kau mungkin tidak suka membicarakan walau barang sebentar. Namun jika tidak ada kejelasan rasanya aku seperti diikuti bayang-bayang sendiri”"Apakah yang merisaukan hatimu, Hai Bunda Dewi?" Mulutnya bertanya namun dalam hati Dewi Awan Putih mulai menduga-duga."Tadi aku sempat membicarakan: Hatiku dan hatimu, pikiranku dan pikiranmu, penglihatanku dan penglihatanmu ke masa depan rasanya tidak banyak berbeda. Lalu kau bilang bahwa dunia kita semakin lama semakin mengalami banyak perubahan. Batas antara kita para Dewi, Para Jin dan manusia di bawah langit semakin tipis. Laksana kabut pagi yang mudah pupus ditelan cahaya mentari. Kejadian para Dewi kawin dengan manusia biasa telah berulang kali terjadi walau mereka harus menerima hukuman d
Baca selengkapnya

187. Bagian 13

Belum lenyap lengking jeritan itu tiba-tiba terdengar suara bergemuruh mendatangi. Bukit jati di atas pulau itu bergetar aneh. Di lain saat muncullah sepasang makhluk aneh mengerikan. Berupa dua ekor landak raksasa yang berjalan cepat dengan empat kakinya. Namun begitu sampai di hadapan makhluk bersisik, dua ekor landak ini pergunakan dua kaki bolakangnya seperti kaki manusia dan dua kaki depan sebagai tangan. Lalu dua binatang ini membungkuk seolah memberi hormat pada makhluk bersisik.Makhluk bersisik di tepi liang batu angkat tangan kanannya. Sambil menjerit keras dia menunjuk ke langit. Ke arah sosok bayi Pahambalang yang tengah melayang jatuh ke atas pulau. Dua ekor landak yang ternyata satu jantan satu betina palingkan kepala ke arah yang ditunjuk lalu sama-sama keluarkan jeritan keras."Paeruncing dan Paelancip! Apa yang aku lihat puluhan tahun silam dan pernah kukatakan pada kalian kini menjadi kenyataan! Selamatkan bayi itu!"Satu suara menyerupai suara
Baca selengkapnya

187. Bagian 14

"Aku Dewi Awan Putih dari Negeri Atas Langit. Kedatanganku membawa tugas. Tugas yang menjadi perintah bagi kalian yang ada di sini. Patuh akan perintah! Itulah segala rahasia hidup tanpa bencana. Aku datang untuk mengambil sosok kecil yang ada di atas punggung landak raksasa itu!"Mendengar kata-kata Dewi Awan Putih, sepasang mata makhluk bersisik yang bernama Tringgiling Liang Batu seperti hendak melompat. Sisik di sekujur tubuhnya berjingkrak kaku. Dari tenggorokannya keluar suara menggembor.Di tempat lain, dua ekor landak raksasa menggarang keras. Yang jantan langsung tegak berdiri membelakangi betinanya. Sepasang matanya yang hitam kecoklatan membersitkan sinar menggidikkan. Dua tangannya dipentang ke depan. Kakinya bergerak melangkah mendekati awan putih.“PAERUNCING!” Tegur Tringgiling Liang Batu."Tetap di tempatmu!" Lalu makhluk ini berpaling pada Dewi Awan Putih. "Dewi Awan Putih, bagiku adalah aneh seorang Dewi dari Negeri Atas Langit mengi
Baca selengkapnya

187. Bagian 15

Melihat serangan yang sangat berbahaya itu Tringgiling Liang Batu berseru keras. Tubuhnya melesat ke udara. Sambil melesat tubuh itu bergulung melingkar lalu menggelinding ke arah Dewi Awan Putih. Seluruh Sisik yang ada di kepala dan tubuhnya berdiri tegak seolah ratusan pisau yang siap membantai.Sadar ganasnya serangan Tringgiling Liang Batu, Dewi Awan Putih terpaksa melompat sebelum serangan dua larik sinar birunya sempat menghantam lawan. tak urung sisik-sisik di punggung Tringgiling Liang Batu masih sempat merobek ujung pakaiannya. Ketika dia menjejakkan kaki di tanah kembali dilihatnya makhluk bersisik itu telah tegak sambil mendukung bayi berduri di tangan kirinya!"Kau inginkan orok ini Hai Dewi Awan Putih! Silahkan ambil dari tanganku kalau kau mampu! Tapi jika kau berpikir tidak mampu melakukannya sebaiknya lekas tinggalkan pulau ini!"Merasa ditantang dan dianggap enteng Dewi Awan Putih kerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya. Dari dua matanya kemb
Baca selengkapnya

187. Bagian 16

DIATAS PULAU, di dalam rimba Pahitamkelam, makhluk bersisik seatos baja Tringgiling Liang Batu, baru saja meletakkan bayi berduri di atas punggung Paelancip si landak betina. Tiba-tiba dia berdiri tegak lalu arahkan mukanya ke sebelah barat."Ada lagi tamu tak diundang tengah menuju ke sini. Paeruncing dan Paelancip, lekas kalian bawa cucuku meninggalkan tempat ini!"Baru saja makhluk bersisik itu selesai bicara, belum sempat dua ekor landak raksasa bergerak pergi tiba-tiba berkelebat satu bayangan disertai mengumandangnya teriakan keras. Dari ucapannya jelas dia sempat mendengar kata-kata Tringgiling Liang Batu tadi. Padahal Tringgiling bicara tidak terlalu keras. Satu pertanda bahwa orang yang datang, siapapun dia adanya pastilah memiliki kepandaian tinggi."Diundang atau tidak, aku sudah menentukan bahwa hari ini aku harus menjejakkan kaki di tempat ini! Dan itu sudah kurencanakan sejak tiga puluh tahun silam!""Wuuuuttt!"Suara lenyap dan tahu-
Baca selengkapnya

187. Bagian 17

Empat mulut Jin Muka Seribu tertawa bergelak mendengar kata-kata Tringgiling Liang Batu. "Kau boleh mengatur seribu Dewi seribu Dewa. Tapi jangan berani bicara sombong terhadap Jin Muka Seribu!""Kau boleh menganggap diri lebih hebat dari pada Dewi dan Dewa Hai Jin Muka Seribu! Tapi karena kau membawa maksud jahat datang kemari, aku sarankan agar kau cepat-cepat angkat kaki dari pulauku. Terhadap Dewi Awan Putih aku masih berbaik hati. Tapi terhadap makhluk sepertimu mungkin sikapku bisa sebaliknya! Lekas menyingkir dari hadapanku!"Jin Muka Seribu menjadi marah sekali. Dari tenggorokannya keluar suara menggembor. Bersamaan dengan itu mukanya depan belakang berubah menjadi muka-muka raksasa mengerikan berwarna merah.Empat matanya memandang menyorot pada Tringgiling Liang Batu. Walau gentar melihat perubahan empat muka makhluk di hadapannya namun Tringgiling Liang Batu tidak bergerak dari tempatnya berdiri. Dia sudah siap menghadapi segala kemungkinan. Dua ekor
Baca selengkapnya

187. Bagian 18

Kaget Jin Muka Seribu bukan kepalang. Dia sampai mundur dua langkah ketika menyaksikan bagaimana ilmu kesaktian yang sangat diandalkan dan selama ini tidak satu lawanpun sanggup menghadapinya, ternyata tidak mampu merobohkan apalagi melumat makhluk bersisik itu menjadi lumpur! "Jin Muka Seribu!" Tringgiling Liang Batu menegur sambil bertolak pinggang. "Apa kau masih belum mau angkat kaki dari tempat ini?! Apa kau mau pergi setelah dua ekor landak peliharaanku mengupas kulit dan daging sekujur tubuhmu?!"Wajah Jin Muka Seribu sebelah depan pentang wajah beringas sementara muka sebelah belakang nampak berkomat-kamit mengeluarkan suara menggereng panjang."Tringgiling Liang Batu! Jangan bicara pongah dan sudah merasa menang! Kalau kau dan dua binatang keparat peliharaanmu itu tidak mau tunduk dan takluk padaku. Lihat! Apa yang ada di dalam kantong ini! Kalian bisa kubikin sengsara seumur-umur!"Habis berkata begitu Jin Muka Seribu keluarkan satu kantong kain yang a
Baca selengkapnya

187. Bagian 19

Jin Muka Seribu menggereng beringas. Tiba-tiba mulut sebelah belakang berseru. "Kurang ajar! Duri landak itu ternyata kini mengandung racun!"Mulut sebelah depan ikut berseru kaget. Jin Muka Seribu cepat cabut bulu-bulu landak yang menancap di lengannya. Lengan itu tampak membengkak kebiruan pertanda memang ada racun yang kini memasuki aliran darah! Tanpa membuang waktu Jin Muka Seribu cepat pijat urat besar di lengan kirinya. Darah menyembur merah kehitaman. Lalu dengan cepat dia keluarkan sebuah benda hampir menyerupai daun dari balik pinggangnya. Benda ini dikunyahnya lalu curannya disemburkan ke cidera luka di lengan kiri."Tringgiling Liang Batu!" teriak Jin Muka Seribu. "Hai! Jadi begini caramu menyambut kedatanganku setelah kau masih kubiarkan hidup selama tujuh puluh tahun! Jangan menyesal kalau hari ini aku datang dan mengirim rohmu minggat ke langit terkembang!"Habis berkata begitu Jin Muka Seribu segera berkelebat ke arah deretan pohon-pohon jati yan
Baca selengkapnya

187. Bagian 20

Puluhan duri coklat yang sebelumnya menancap di mukanya, laksana paku-paku panjang terbuat dari besi melesat ke arah Jin Muka Seribu. Kaget Jin Muka Seribu bukan olah-olah! Secepat kilat dia hantamkan dua tangannya ke depan lalu melompat ke kiri cari selamat. Puluhan duri landak yang tadinya siap menyambar dan menancap di tubuh Jin Muka Seribu mental ke udara. Namun secara aneh duri-duri ini berbalik ke arah pemiliknya dan kembali menancap di tempatnya semula yaitu kepala dan wajahnya!Apa yang barusan disaksikan Jin Muka Seribu membuat makhluk bermuka empat ini diam-diam menjadi terkesiap namun jauh dari rasa jerih."Hai! Tujuh puluh tahun ternyata telah cukup waktu bagimu untuk menguasai ilmu gila itu! Ha... ha... ha! Jin Patilandak aku punya satu ilmu yang disebut ‘Mengelupas puncak langit mengeruk kerak bumi’. Sebelum kuarahkan padamu biar kuperlihatkan dulu kehebatan ilmu itu!" Sambil tertawa mengekeh Jin Muka Seribu putar tubuhnya. Dia mengha
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
197198199200201
...
258
DMCA.com Protection Status