Kaget Jin Muka Seribu bukan kepalang. Dia sampai mundur dua langkah ketika menyaksikan bagaimana ilmu kesaktian yang sangat diandalkan dan selama ini tidak satu lawanpun sanggup menghadapinya, ternyata tidak mampu merobohkan apalagi melumat makhluk bersisik itu menjadi lumpur! "Jin Muka Seribu!" Tringgiling Liang Batu menegur sambil bertolak pinggang. "Apa kau masih belum mau angkat kaki dari tempat ini?! Apa kau mau pergi setelah dua ekor landak peliharaanku mengupas kulit dan daging sekujur tubuhmu?!"
Wajah Jin Muka Seribu sebelah depan pentang wajah beringas sementara muka sebelah belakang nampak berkomat-kamit mengeluarkan suara menggereng panjang.
"Tringgiling Liang Batu! Jangan bicara pongah dan sudah merasa menang! Kalau kau dan dua binatang keparat peliharaanmu itu tidak mau tunduk dan takluk padaku. Lihat! Apa yang ada di dalam kantong ini! Kalian bisa kubikin sengsara seumur-umur!"
Habis berkata begitu Jin Muka Seribu keluarkan satu kantong kain yang a
Jin Muka Seribu menggereng beringas. Tiba-tiba mulut sebelah belakang berseru. "Kurang ajar! Duri landak itu ternyata kini mengandung racun!"Mulut sebelah depan ikut berseru kaget. Jin Muka Seribu cepat cabut bulu-bulu landak yang menancap di lengannya. Lengan itu tampak membengkak kebiruan pertanda memang ada racun yang kini memasuki aliran darah! Tanpa membuang waktu Jin Muka Seribu cepat pijat urat besar di lengan kirinya. Darah menyembur merah kehitaman. Lalu dengan cepat dia keluarkan sebuah benda hampir menyerupai daun dari balik pinggangnya. Benda ini dikunyahnya lalu curannya disemburkan ke cidera luka di lengan kiri."Tringgiling Liang Batu!" teriak Jin Muka Seribu. "Hai! Jadi begini caramu menyambut kedatanganku setelah kau masih kubiarkan hidup selama tujuh puluh tahun! Jangan menyesal kalau hari ini aku datang dan mengirim rohmu minggat ke langit terkembang!"Habis berkata begitu Jin Muka Seribu segera berkelebat ke arah deretan pohon-pohon jati yan
Puluhan duri coklat yang sebelumnya menancap di mukanya, laksana paku-paku panjang terbuat dari besi melesat ke arah Jin Muka Seribu. Kaget Jin Muka Seribu bukan olah-olah! Secepat kilat dia hantamkan dua tangannya ke depan lalu melompat ke kiri cari selamat. Puluhan duri landak yang tadinya siap menyambar dan menancap di tubuh Jin Muka Seribu mental ke udara. Namun secara aneh duri-duri ini berbalik ke arah pemiliknya dan kembali menancap di tempatnya semula yaitu kepala dan wajahnya!Apa yang barusan disaksikan Jin Muka Seribu membuat makhluk bermuka empat ini diam-diam menjadi terkesiap namun jauh dari rasa jerih."Hai! Tujuh puluh tahun ternyata telah cukup waktu bagimu untuk menguasai ilmu gila itu! Ha... ha... ha! Jin Patilandak aku punya satu ilmu yang disebut ‘Mengelupas puncak langit mengeruk kerak bumi’. Sebelum kuarahkan padamu biar kuperlihatkan dulu kehebatan ilmu itu!" Sambil tertawa mengekeh Jin Muka Seribu putar tubuhnya. Dia mengha
"Menurut Kakek antara kau dan Jin Muka Seribu tidak ada permusuhan! Mengapa dia berlaku jahat seperti itu! Ada apa sebenarnya dibalik semua kekejian yang dilakukannya itu Kek?!""Aku tidak tahu cucuku! Namun begitu dia muncul di sini, semua akan segera terjawab!" kata Tringgiling Liang Batu pula.Baru saja kata-kata itu diucapkan si kakek, tiba-tiba mengumandang tawa bergelak. Disusul seruan. Dan berkelebatnya satu bayangan. Jin Patilandak seolah mencium bahaya segera gulung tubuhnya lalu melesat ke atas pohon jati terdekat. Di pohon ini dia buka gulungan tubuhnya dan berjuntai di salah satu cabang, kaki ke atas kepala ke bawah seperti seekor kelelawar."Tringgiling Liang Batu! Kau benar! Rahasia selama tujuh puluh tahun hari ini akan segera tersingkap!"Belum habis gema teriakan lantang itu sosok Jin Muka Seribu dengan segala keangkerannya, karena saat itu dia masih menampakkan diri dengan empat muka seperti raksasa tahu-tahu telah berdiri tiga langkah d
Jin Patilandak merasa bahunya seolah kejatuhan batu besar. Kalau dia tidak kerahkan tenaga dan kepandaiannya pasti saat itu dia sudah roboh terhenyak di atas batu. Sebaliknya Jin Muka Seribu diam-diam merasa terkejut menyaksikan bagaimana tepukan tangannya yang sama dengan jatuhan batu seberat seratus kati hanya membuat tubuh Jin Patilandak bergoyang-goyang saja, tidak sampai roboh! Dalam hati Jin Muka Seribu berkata. "Selama puluhan tahun pasti Tringgiling Liang Batu dan dua ekor landak sakti Ku telah menggembleng makhluk ini. Tergantung perkembangan keadaan. Jika dia kelak membahayakan diriku, makin cepat kubunuh makin baik." Begitulah kekejian Jin Muka Seribu. Meski dia butuh bantuan orang namun niatnya untuk berbuat jahat bisa saja dilaksanakannya tanpa menimbang budi!"Jin Patilandak, aku tahu dua malam lalu kau telah kedatangan satu mimpi. Coba kau ingat baik-baik. Katakan padaku apa yang kau lihat dalam mimpi. Jangan ada bagian yang terlupa dan tidak akan kau ceritakan
"Sekarang dengar baik-baik Hai Jin Patilandak dan Tringgiling Liang Batui Seperti yang kau lihat dalam mimpimu! Keris ini akan menjadi senjata sakti bertuah jika direndam selama tiga purnama dalam darah salah seorang dari ketiga manusia katai itu! Dengar Jin Patilandak! Tiga manusia katai yang ada dalam mimpimu itu akan benar-benar muncul di tempat ini! Aku pernah melihatnya di daratan sana! Mereka berasal dari negeri manusia yang lebih tua dari negeri kita! Aku punya firasat dalam waktu beberapa hari ini mereka akan datang ke pulau ini! Mungkin ada seseorang yang mengantar mereka. Orang ini tidak lain bekas Kepala Negeri Kota Jin yang kini dikenal dengan julukan Jin Kaki Batu. Begitu mereka muncul kalian berdua harus menangkap dan menjagal leher mereka! Lalu tuangkan darah mereka ke dalam satu tempat! Aku akan membantu membuat jebakan agar mereka tidak berdaya. Pada purnama pertama yang akan muncul tujuh hari dari sekarang aku akan datang ke sini untuk merendam keris ini! Jika Jin
KITA kembali pada Bintang, Maithatarun, Bayu dan Arya yang tersesat ke pulau dan masuk ke dalam Rimba Pahitamkelam. Seperti diceritakan, begitu memasuki rimba belantara mereka menemukan deretan patung-patung kayu aneh di sisi kiri dan kanan sebuah jalan setapak. Begitu mereka berusaha melewati deretan patung sebelah depan, tiba-tiba patung pada deretan pertama dan kedua bergerak melakukan serangan mematikan. Untung Bintang memperingatkan hingga Maithatarun bergerak cepat. Dengan salah satu kaki batunya lelaki berjuluk Jin Kaki Batu ini berhasil menghancurkan tiga patung kayu.Walau mengalami hal berbahaya itu namun Maithatarun dan tiga saudara angkatnya itu memutuskan untuk meneruskan perjalanan, memasuki rimba belantara melalui jalan setapak yang di kiri kanannya dipenuhi deretan patung-patung aneh. Patung-patung ini adalah hasil ciptaan Jin Muka Seribu yang sengaja dibuat untuk menjebak ke empat orang itu."Dukkk... dukkkk!" Kaki-kaki batu Maithatarun bergerak melang
"Aku tidak menemukan kemana lenyapnya ujung- ujung benang aneh ini!" kata Maithatarun sambil besarkan mata memeriksa.Bintang segera memperhatikan berkeliling lalu berkata. "Jika yang digerakkan adalah patung-patung kayu, berarti benang-benang itu berhubungan dengan sosok patung itu!""Akan kita selidiki. Tapi benang-benang celaka itu harus kumusnahkan lebih dulu!" kata Maithatarun pula. Lalu tidak kepalang tanggung manusia bergelar Jin Kaki Batu ini lepaskan empat kali berturut-turut pukulan sakti bernama "Kutuk Api Dari Langit'. Setiap dia menghantam lima larik sinar hitam menderu keluar dari lima ujung jari tangannya. Jangankan benang-benang halus, pohon-pohon jati raksasa pun hancur berantakan. Yang masih berdiri telah berubah hitam dan menciut! Di saat yang sama terdengar suara menggemuruh di bagian dalam rimba belantara. Dua lusin patung kayu yang disiapkan Jin Muka Seribu untuk menjebak keempat orang itu roboh tumpang tindih karena tidak lagi terkendali oleh ala
"Aku akan membantu jika kekuatan tenaga dalammu tidak bisa kau keluarkan," kata Maithatarun pula."Tunggu!" seru Bintang tiba-tiba. "Aku seperti melihat pedataran di kejauhan. Pedataran itu bergerak. Berarti bukan pedataran tapi laut...." Bintang menggeser pandangannya ke kiri. Samar-samar dia hanya melihat deretan pepohonan dan kegelapan. Dia memutar lagi kepalanya. Tampangnya berubah. "Eh, sepertinya ada bukit-bukit batu di arah timur sana. Ada benda-benda bergerak di kejauhan. Seperti sosok manusia”"Berarti kita harus menuju lurus ke timur!" kata Maithatarun. "Bintang, harap kau kerahkan terus ilmu kesaktianmu. Beri tahu kalau langkahku melenceng!""Duuukkk... duuukkkk.duukkk!""Terus saja Maithatarun! Beberapa puluh tombak lagi kita akan sampai ke bebukitan batu itu. Aku melihat ada dua orang di tempat itu. Tapi... aku juga melihat ada dua benda besar aneh melata di tanah”Maithatarun melangkah ke timur. Setelah berjalan sejauh emp