Semua Bab Ksatria Pengembara Season 2: Bab 2041 - Bab 2050

2578 Bab

190. Bagian 2

“Pagandring! Lipat gandakan tenaga dalammu! Rentang dua kaki! Lawan mengajak adu kekuatan. Kita berdua dia sendiri masak-an kalah!”Mendengar ucapan kakaknya itu Pagandring segera salurkan seluruh tenaga dalamnya ke tangan kiri kanan. Dua kaki bergeser merenggang. Saking hebatnya pengerahan tenaga dalam dua saudara kembar itu, sepasang kaki mereka sampai amblas setengah jengkal dan tanah yang mereka pijak kelihatan kepulkan asap!Di atas batu di tepi telaga kakek berjuluk Jin Tangan Seribu melihat bunga di atas air telaga bergoyang-goyang. Lalu perlahan-lahan dia merasakan pula dua kakinya mulai bergetar. Getaran itu turun ke batu yang dipijaknya! Jin Tangan Seribu adalah seorang tokoh disegani yang memiliki kesaktian tinggi serta tenaga dalam yang sudah mencapai puncaknya. Namun diserang gabungan dua kekuatan lawan begitu rupa tak urung dia mengalami kesulitan.Jin Tangan Seribu memandang ke arah bunga-bunga di atas permukaan telaga. “Sebentar
Baca selengkapnya

190. Bagian 3

“Hai! Kalian masih seperti dulu saja. Serba kesusu, selalu sibuk hingga tidak bisa berbagi waktu dengan para teman.”Pagandrung gelengkan kepala. “Ketahuilah Hai Jin Tangan Seribu, kami datang membawa berita sedih. Jangan terkejut. Kami di Perintahkan untuk mengambil kepalamu!”Bintang tersentak kaget. Sebaliknya Jin Tangan Seribu tidak tampak terkejut. Malah dia tertawa bergelak. “Pagandrung! Sejak kapan kau pandai melawak!”“Kami tidak melawak!” membentak Pagandring. Sang adik memang punya sifat lekas naik darah.Tawa Jin Tangan Seribu langsung terputus. Wajahnya kini berubah. Tapi hatinya masih tidak percaya. Maka dia bertanya. “Kalau kalian tidak sedang membanyol, lalu siapakah yang memerintahkan kalian mengambil kepalaku?!”“Jin Muka Seribu!” jawab dua lelaki kembar itu berbarengan.Bintang menyumpah dalam hati begitu mendengar nama yang disebutkan dua lelaki kembar
Baca selengkapnya

190. Bagian 4

Bintang tak tinggal diam. Sambil tekuk dua lututnya, dua telapak tangan didorong ke atas. Tapak Guntur dikerahkan oleh Bintang. Laksana disambar halilintar Sinar Darah Merah musnah bertaburan dengan mengeluarkan beberapa kali suara letusan yang menggetarkan seantero telaga.Blegar...! Blegar...!! Blegar...!!!Air terjun seolah berhenti mengalir untuk sepersekian kejapan mata! Di tepi telaga Pagandring terkapar dengan mata mendelik, mulut ternganga dan tubuh seperti lumpuh. Darah mengucur dari sela bibir dan hidungnya. Sebelumnya sewaktu bertarung melawan Bintang, orang ini sempat menderita luka di dalam. Bentrokan yang terjadi barusan membuka lukanya bertambah parah. Kalau saja bukan Pagandring mungkin saat itu sudah megap-megap meregang nyawa!Beberapa belas langkah di sebelah kanan telaga, Ksatria Pengembara terduduk di tanah dengan tubuh tergontai-gontai. Di pelupuk matanya dia seolah masih melihat sinar merah darah pukulan sakti yang dilepa
Baca selengkapnya

190. Bagian 5

Dalam kesulitan seperti itu apalagi keadaannya tertelungkup membelakangi lawan, Bintang ambil keputusan untuk lepaskan pukulan Matahari Terik dengan tangan kiri sedang tangan kanan dengan tenaga dalam penuh dia hendak melepas Pukulan Rembulan Dingin.Di saat yang benar-benar menegangkan itu tiba-tiba terdengar suara orang tertawa mengekeh. Menyusul suara orang berucap. Dari suaranya jelas dia adalah seorang kakek-kakek.“Anak tolol! Percuma kau punya ilmu Amblas Bumi! Mengapa tidak pergunakan ilmu itu untuk selamatkan diri?!”Bintang terkejut setengah mati mendengar ucapan itu. Dia memang punya ilmu atau jurus yang barusan disebut orang yaitu warisan kakeknya, Dewa Tanpa Bayangan. Selama ini sangat jarang dikeluarkan karena memang mungkin belum menemukan keadaan yang cocok. Kini dia tidak mau berpikir lebih lama. Dua kakinya dihentakkan ketanah.Braaakkk! Bummmm!Kaki kanan Pagandring menghantam tanah hingga m
Baca selengkapnya

190. Bagian 6

Pagandrung kertakkan rahang. Dia balikkan tubuh. Jin Tangan Seribu dilihatnya duduk bersila di atas sebuah batu besar di tepi telaga, menatap menyeringai ke arahnya. Ketika dia memperhatikan ternyata si kakek sebenarnya tidak duduk bersila di atas batu itu karena sosoknya menggantung di udara satu jengkal di atas batu! Dari apa yang disaksikannya itu sebenarnya Pagandrung menyadari bahwa ilmu dan tenaga dalam Jin Tangan Seribu berada jauh di atasnya. Namun karena sudah kepalang tanggung, untuk mundur begitu saja tentu dia merasa malu.“Jin Tangan Seribu, bicaramu sombong amat. Hendak mengajarkan tata cara bersopan santun padaku! Padahal sebelum kita dilahirkan adab sopan santun itu sudah ada di Negeri Jin ini! Karenanya biar aku saja yang memberi pelajaran padamu. Kau tak lebih dari seorang kacung yang tidak becus melakukan Perintah tuan besarnya! Jadi pantas kepalamu kucopot dari tubuhmu!”Jin Tangan Seribu tertawa mengekeh. “Ingin aku melihat bagaim
Baca selengkapnya

190. Bagian 7

“Ah, sayang sekali. Menyesal aku tidak bertindak cepat. Orang yang menolongku itu mungkin sudah pergi tanpa aku sempat menemui dan mengucapkan terima kasih!”Bintang melihat ke arah air terjun. Di dalam telaga Jin Tangan Seribu masih asyik berkecimpung mandi. Bintang akhirnya dudukkan diri di bawah pohon besar. Belum lama duduk mendadak dia mendengar suara gemerisik semak belukar. Lalu ada suara orang menyanyi.“Na... na... na... Ni... ni... ni. Na... na... na... Ni... ni... ni.” “Eh, orang gila dari mana kesasar dan menyanyi di tempat ini?!” pikir pendekar kita sambil bangkit berdiri dan celingak-celinguk mencari orang yang menyanyi. Tapi dia tidak melihat siapa-siapa. “Aneh, suaranya begitu dekat tapi orangnya tidak kelihatan.” Bintang melangkah ke kiri, berputar ke kanan, membelok lagi ke kiri. Tetap saja dia tidak melihat siapa-siapa.“Na... na... na... Ni... ni... ni. Na... na... na. Ni... ni... ni.&rdqu
Baca selengkapnya

190. Bagian 8

“Untung biji sapi. Bukan biji manusia! Ha... ha... ha!” Si kakek menyambung ucapannya tadi lalu tertawa gelak-gelak. “Sudah... sudah! Dari tadi kita tertawa saja! Ayo mulai menari! Payungi aku!”Si kakek tonggos melangkah lucu. Sesekali berjingkat-jingkat. Sambil tiada henti memukul tambur. Dari mulutnya terus menerus keluar nyanyian na-na-na ni-ni-ni. Pinggul dan pantatnya diogel-ogel, mulutnya senyum-senyum tonggos. Matanya sesekali dikedip-kedip genit. Lalu lidahnya dijulur-julur untuk membasahi bibir. Bintang yang memegang payung mau tak mau jadi melangkah mengikuti si kakek mengelilingi pohon keladi hutan. Sambil melangkah berputar-putar diam-diam Bintang menghitung.“Gila! Sudah dua ratus kali aku berputar mengikutinya mengelilingi pohon keladi!” kata Bintang dalam hati. Kakinya mulai pegal. Tangannya yang memegang payung terasa capai. Tapi di depannya si kakek terus saja menari. Semakin cepat dia menabuh tambur kecilnya semaki
Baca selengkapnya

190. Bagian 9

“Sekali bicara mengumandang empat kali di empat penjuru! Siapa lagi yang punya ilmu seperti itu kalau bukan sobatku Jin Tangan Seribu! Hai! Apakah kau sudah selesai mandi Hai kerabatku?! Terima kasih atas pujimu. Terima kasih juga atas cemoohmu!”Bintang palingkan kepala. Di dekat air terjun Jin Tangan Seribu baru saja keluar dari dalam telaga. Jarak antara kakek itu dengan tempatnya berada terpisah belasan tombak. Tapi suara ucapannya terdengar seolah-olah dia berada di situ, dan di empat tempat sekaligus! Inilah ilmu kepandaian yang hanya dimiliki Jin Tangan Seribu, disebut Empat Penjuru Angin Menebar Suara. Lima tingkat lebih tinggi dari ilmu memindahkan suara yang selama ini dikenal oleh Bintang. Hal ini mengingatkan Ksatria Pengembara pada Dewistiwa ketika pertama kali dia dan kawan-kawan bertemu dengan Jin Tangan Seribu di tanah Jawa.Sesaat kemudian Jin Tangan Seribu sudah berada di hadapan kedua orang itu. Wajahnya yang rata kelihatan segar. Dia men
Baca selengkapnya

190. Bagian 10

Jin Tangan Seribu gelengkan kepalanya. Dia melirik pada Bintang lalu berkata. “Jin Sinting, aku tidak suka membicarakan hal ihwal yang satu itu!” Wajah datar Jin Tangan Seribu tampak keras membesi.“Kalau begitu halnya, Hai apa gunanya aku berlama-lama di tempat ini. Aku ingin menolong tapi yang punya diri malah menolak. Jadi aku ini jelas bukan termasuk orang yang nafsi-nafsian seperti katamu tadi. Aku mau pergi dulu. Tapi Hai Jin Tangan Seribu, ada sesuatu aku mau bilang padamu...” kata Jin Sinting.“Apa?” tanya Jin Tangan Seribu pula.“Habis mandi wajah dan tubuhmu kelihatan segar. Tapi apa gunanya kesegaran itu kalau habis mandi kau tidak berganti pakaian. Masih saja mengenakan pakaian bau apek! Ha... ha... ha!” Wajah Jin Tangan Seribu tampak merah.Jin Sinting lambaikan tangannya lalu sambil putar tubuh dan melangkah dia mulai menyanyi. “Na... na... na... Ni... ni... ni...”
Baca selengkapnya

190. Bagian 11

“Jangan bicara kurang ajar anak muda!” bentak Jin Tangan Seribu dengan muka merah padam sedang Bintang berusaha agar tawanya tidak menyembur.“Bintang, bagaimana sekarang tubuhmu bisa jadi sebesar ini. Siapa yang menolongmu? Apakah kau telah bertemu dengan Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab?”“Belum Kek. Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab susah dicarinya. Yang menolong saya adalah seorang sakti yang disebut dengan nama Jin Obat Seribu. Orangnya gemuk. Di kepalanya ada sorban dan belanga tanah...” “Aku tahu dan kenal makhluk satu itu. Dia angin-anginan. Beruntung besar kau mendapat pertolongan dari dia. Biasanya dia suka membunuh siapa saja yang tidak disukainya. Lalu isi perut orang itu dibedolnya dan dimasukkan ke dalam belanga di atas kepalanya...”“Hueekkk!” Bintang tercekik dan seperti mau muntah mendengar ucapan Jin Tangan Seribu itu hingga si kakek mengerenyit heran. Sebelum ditanya Bintang sud
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
203204205206207
...
258
DMCA.com Protection Status