“Pagandring! Lipat gandakan tenaga dalammu! Rentang dua kaki! Lawan mengajak adu kekuatan. Kita berdua dia sendiri masak-an kalah!”
Mendengar ucapan kakaknya itu Pagandring segera salurkan seluruh tenaga dalamnya ke tangan kiri kanan. Dua kaki bergeser merenggang. Saking hebatnya pengerahan tenaga dalam dua saudara kembar itu, sepasang kaki mereka sampai amblas setengah jengkal dan tanah yang mereka pijak kelihatan kepulkan asap!
Di atas batu di tepi telaga kakek berjuluk Jin Tangan Seribu melihat bunga di atas air telaga bergoyang-goyang. Lalu perlahan-lahan dia merasakan pula dua kakinya mulai bergetar. Getaran itu turun ke batu yang dipijaknya! Jin Tangan Seribu adalah seorang tokoh disegani yang memiliki kesaktian tinggi serta tenaga dalam yang sudah mencapai puncaknya. Namun diserang gabungan dua kekuatan lawan begitu rupa tak urung dia mengalami kesulitan.
Jin Tangan Seribu memandang ke arah bunga-bunga di atas permukaan telaga. “Sebentar
“Hai! Kalian masih seperti dulu saja. Serba kesusu, selalu sibuk hingga tidak bisa berbagi waktu dengan para teman.”Pagandrung gelengkan kepala. “Ketahuilah Hai Jin Tangan Seribu, kami datang membawa berita sedih. Jangan terkejut. Kami di Perintahkan untuk mengambil kepalamu!”Bintang tersentak kaget. Sebaliknya Jin Tangan Seribu tidak tampak terkejut. Malah dia tertawa bergelak. “Pagandrung! Sejak kapan kau pandai melawak!”“Kami tidak melawak!” membentak Pagandring. Sang adik memang punya sifat lekas naik darah.Tawa Jin Tangan Seribu langsung terputus. Wajahnya kini berubah. Tapi hatinya masih tidak percaya. Maka dia bertanya. “Kalau kalian tidak sedang membanyol, lalu siapakah yang memerintahkan kalian mengambil kepalaku?!”“Jin Muka Seribu!” jawab dua lelaki kembar itu berbarengan.Bintang menyumpah dalam hati begitu mendengar nama yang disebutkan dua lelaki kembar
Bintang tak tinggal diam. Sambil tekuk dua lututnya, dua telapak tangan didorong ke atas. Tapak Guntur dikerahkan oleh Bintang. Laksana disambar halilintar Sinar Darah Merah musnah bertaburan dengan mengeluarkan beberapa kali suara letusan yang menggetarkan seantero telaga.Blegar...! Blegar...!! Blegar...!!!Air terjun seolah berhenti mengalir untuk sepersekian kejapan mata! Di tepi telaga Pagandring terkapar dengan mata mendelik, mulut ternganga dan tubuh seperti lumpuh. Darah mengucur dari sela bibir dan hidungnya. Sebelumnya sewaktu bertarung melawan Bintang, orang ini sempat menderita luka di dalam. Bentrokan yang terjadi barusan membuka lukanya bertambah parah. Kalau saja bukan Pagandring mungkin saat itu sudah megap-megap meregang nyawa!Beberapa belas langkah di sebelah kanan telaga, Ksatria Pengembara terduduk di tanah dengan tubuh tergontai-gontai. Di pelupuk matanya dia seolah masih melihat sinar merah darah pukulan sakti yang dilepa
Dalam kesulitan seperti itu apalagi keadaannya tertelungkup membelakangi lawan, Bintang ambil keputusan untuk lepaskan pukulan Matahari Terik dengan tangan kiri sedang tangan kanan dengan tenaga dalam penuh dia hendak melepas Pukulan Rembulan Dingin.Di saat yang benar-benar menegangkan itu tiba-tiba terdengar suara orang tertawa mengekeh. Menyusul suara orang berucap. Dari suaranya jelas dia adalah seorang kakek-kakek.“Anak tolol! Percuma kau punya ilmu Amblas Bumi! Mengapa tidak pergunakan ilmu itu untuk selamatkan diri?!”Bintang terkejut setengah mati mendengar ucapan itu. Dia memang punya ilmu atau jurus yang barusan disebut orang yaitu warisan kakeknya, Dewa Tanpa Bayangan. Selama ini sangat jarang dikeluarkan karena memang mungkin belum menemukan keadaan yang cocok. Kini dia tidak mau berpikir lebih lama. Dua kakinya dihentakkan ketanah.Braaakkk! Bummmm!Kaki kanan Pagandring menghantam tanah hingga m
Pagandrung kertakkan rahang. Dia balikkan tubuh. Jin Tangan Seribu dilihatnya duduk bersila di atas sebuah batu besar di tepi telaga, menatap menyeringai ke arahnya. Ketika dia memperhatikan ternyata si kakek sebenarnya tidak duduk bersila di atas batu itu karena sosoknya menggantung di udara satu jengkal di atas batu! Dari apa yang disaksikannya itu sebenarnya Pagandrung menyadari bahwa ilmu dan tenaga dalam Jin Tangan Seribu berada jauh di atasnya. Namun karena sudah kepalang tanggung, untuk mundur begitu saja tentu dia merasa malu.“Jin Tangan Seribu, bicaramu sombong amat. Hendak mengajarkan tata cara bersopan santun padaku! Padahal sebelum kita dilahirkan adab sopan santun itu sudah ada di Negeri Jin ini! Karenanya biar aku saja yang memberi pelajaran padamu. Kau tak lebih dari seorang kacung yang tidak becus melakukan Perintah tuan besarnya! Jadi pantas kepalamu kucopot dari tubuhmu!”Jin Tangan Seribu tertawa mengekeh. “Ingin aku melihat bagaim
“Ah, sayang sekali. Menyesal aku tidak bertindak cepat. Orang yang menolongku itu mungkin sudah pergi tanpa aku sempat menemui dan mengucapkan terima kasih!”Bintang melihat ke arah air terjun. Di dalam telaga Jin Tangan Seribu masih asyik berkecimpung mandi. Bintang akhirnya dudukkan diri di bawah pohon besar. Belum lama duduk mendadak dia mendengar suara gemerisik semak belukar. Lalu ada suara orang menyanyi.“Na... na... na... Ni... ni... ni. Na... na... na... Ni... ni... ni.” “Eh, orang gila dari mana kesasar dan menyanyi di tempat ini?!” pikir pendekar kita sambil bangkit berdiri dan celingak-celinguk mencari orang yang menyanyi. Tapi dia tidak melihat siapa-siapa. “Aneh, suaranya begitu dekat tapi orangnya tidak kelihatan.” Bintang melangkah ke kiri, berputar ke kanan, membelok lagi ke kiri. Tetap saja dia tidak melihat siapa-siapa.“Na... na... na... Ni... ni... ni. Na... na... na. Ni... ni... ni.&rdqu
“Untung biji sapi. Bukan biji manusia! Ha... ha... ha!” Si kakek menyambung ucapannya tadi lalu tertawa gelak-gelak. “Sudah... sudah! Dari tadi kita tertawa saja! Ayo mulai menari! Payungi aku!”Si kakek tonggos melangkah lucu. Sesekali berjingkat-jingkat. Sambil tiada henti memukul tambur. Dari mulutnya terus menerus keluar nyanyian na-na-na ni-ni-ni. Pinggul dan pantatnya diogel-ogel, mulutnya senyum-senyum tonggos. Matanya sesekali dikedip-kedip genit. Lalu lidahnya dijulur-julur untuk membasahi bibir. Bintang yang memegang payung mau tak mau jadi melangkah mengikuti si kakek mengelilingi pohon keladi hutan. Sambil melangkah berputar-putar diam-diam Bintang menghitung.“Gila! Sudah dua ratus kali aku berputar mengikutinya mengelilingi pohon keladi!” kata Bintang dalam hati. Kakinya mulai pegal. Tangannya yang memegang payung terasa capai. Tapi di depannya si kakek terus saja menari. Semakin cepat dia menabuh tambur kecilnya semaki
“Sekali bicara mengumandang empat kali di empat penjuru! Siapa lagi yang punya ilmu seperti itu kalau bukan sobatku Jin Tangan Seribu! Hai! Apakah kau sudah selesai mandi Hai kerabatku?! Terima kasih atas pujimu. Terima kasih juga atas cemoohmu!”Bintang palingkan kepala. Di dekat air terjun Jin Tangan Seribu baru saja keluar dari dalam telaga. Jarak antara kakek itu dengan tempatnya berada terpisah belasan tombak. Tapi suara ucapannya terdengar seolah-olah dia berada di situ, dan di empat tempat sekaligus! Inilah ilmu kepandaian yang hanya dimiliki Jin Tangan Seribu, disebut Empat Penjuru Angin Menebar Suara. Lima tingkat lebih tinggi dari ilmu memindahkan suara yang selama ini dikenal oleh Bintang. Hal ini mengingatkan Ksatria Pengembara pada Dewistiwa ketika pertama kali dia dan kawan-kawan bertemu dengan Jin Tangan Seribu di tanah Jawa.Sesaat kemudian Jin Tangan Seribu sudah berada di hadapan kedua orang itu. Wajahnya yang rata kelihatan segar. Dia men
Jin Tangan Seribu gelengkan kepalanya. Dia melirik pada Bintang lalu berkata. “Jin Sinting, aku tidak suka membicarakan hal ihwal yang satu itu!” Wajah datar Jin Tangan Seribu tampak keras membesi.“Kalau begitu halnya, Hai apa gunanya aku berlama-lama di tempat ini. Aku ingin menolong tapi yang punya diri malah menolak. Jadi aku ini jelas bukan termasuk orang yang nafsi-nafsian seperti katamu tadi. Aku mau pergi dulu. Tapi Hai Jin Tangan Seribu, ada sesuatu aku mau bilang padamu...” kata Jin Sinting.“Apa?” tanya Jin Tangan Seribu pula.“Habis mandi wajah dan tubuhmu kelihatan segar. Tapi apa gunanya kesegaran itu kalau habis mandi kau tidak berganti pakaian. Masih saja mengenakan pakaian bau apek! Ha... ha... ha!”Wajah Jin Tangan Seribu tampak merah.Jin Sinting lambaikan tangannya lalu sambil putar tubuh dan melangkah dia mulai menyanyi. “Na... na... na... Ni... ni... ni...”
Setelah melihat Jejaka Emas memahami maksud perkataannya, Bintang segera melangkah ke arah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Berjarak 3 tombak dari Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal, Bintang menghentikan langkahnya.“Tidak ada yang kalah juga tidak ada yang menang dalam sebuah peperangan. Lebih baik kita berdamai dan hidup berdampingan Ayah Mertua” ucap Bintang dengan menyebut Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sebagai ayah mertuanya. Tentu saja kenyataan itu tak bisa Bintang pungkiri. Walau bagaimana, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal adalah ayah mertua baginya.Tatapan Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal masih terlihat dingin kearahnya, dan terdengar suara beratnya. “Kenapa kau menolak untuk menjadi penguasa dunia, Bintang? Bukankah itu keinginan semua laki-laki didunia ini! Tahta dan Kekuasaan?!”Bintang menggeleng, lalu berkata, “Aku lebih suka kedamaian. Buat apa meraih kekuasaan, kalau hidup selalu tidak tenang” Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terdiam saat mendengar kata-kata Bintang.Binta
Semua terdiam!Sunyi!Tak ada satu suarapun yang terdengar, kecuali desau angin!Sementara itu, keadaan semua orang yang tadinya terpaku, kini sudah bisa bergerak, masing-masing saling menatap satu sama lain, lalu mengedarkan pandangan mereka ke arah sekitar. Apa yang baru saja terjadi, berasa seperti mimpi.Sementara itu, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal pun masih terpaku berdiri ditempatnya, memandangi jari manis tangan kanannya yang sudah kosong, tidak ada lagi Cincin Sulaiman yang biasa terpatri.Di pihak Jejaka Emas, Bintang lebih dulu tersadar dengan keadaan yang terjadi. Masih terlihat keringat dingin di sekujur tubuh Bintang. Rasa sakit yang baru saja dialami oleh Bintang bukan sekedar dalam angan-angan, tapi Bintang benar-benar dapat merasakan bagaimana tubuhnya terhempas dengan keras ke sebuah alam, dimana di alam itu, berbagai macam orang dengan segala macam siksaannya. Bintang benar-benar merasakan kesakitan yang amat sangat yang membuat tubuhnya seperti ditusuk oleh ribuan
“Bangunlah kalian berdua!” kembali suara lembut tapi tegas itu terdengar menyapa keduanya, hampir bersamaan Bintang dan Jejaka Emas memalingkan wajah mereka kearah depan. Wajah keduanya berubah. Berjarak hanya beberapa tombak dihadapan mereka, terlihat sosok seorang laki-laki tua berwajah agung dan teduh. Mengenakan pakaian putih disekujur tubuhnya. Senyumnya terlihat begitu agung dan teduh. Bintang dan Jejaka Emas terkejut, karena tadi, tidak ada seorangpun yang ada ditempat itu selain mereka berdua.Lelaki tua berparas agung itu terlihat duduk diatas sebuah batu putih yang bila diperhatikan dengan seksama. Batu itu tidaklah menyentuh tanah, alias mengapung diudara.“Kemari!” Terdengar suara lembut dan tegas kembali menyapa Bintang dan Jejaka Emas. Walau keduanya tak melihat bibir lelaki tua itu bergerak, tapi Bintang dan Jejaka Emas yakin, kalau lelaki tua itulah yang menyuruh mereka.Lagi-lagi Bintang dan Jejaka Emas diliputi keheranan, karena tubuh mereka tiba-tiba saja bangkit be
Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terlihat geram saat melihat tak satupun dari pihak lawan yang mau bersikap setia kepadanya. “Kalian semua rupanya benar-benar ingin mati, jangan katakan kalau aku tidak memberikan kalian kesempatan...” ucap Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal. Lalu Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal berpaling kearah seluruh pasukannya yang ada dibelakangnya.“Bunuh mereka semua!”Satu perintah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sudah cukup untuk membuat pasukannya bergerak kedepan dengan senjata terhunus. Siap untuk membunuh lawan-lawan mereka yang sudah tak berdaya ditempatnya.Mendengar perintah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal, membuat pucat wajah-wajah dari pihak lawannya. Sebagian mengeluarkan keringat dingin membayangkan kematian yang akan segera mendatangi mereka, sementara sebagian lagi tampak mampu bersikap tenang dan sudah siap menerima nasib, karena memang sejak awal pertempuran, mereka sudah siap untuk mati. Ada satu hal yang setidaknya membuat mereka mati dengan tenan
Sementara itu dipihak Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal juga ikut bingung melihat kejadian itu, Bintang yang kini tampak tengah diperebutkan oleh ke-4 wanita cantik. Di benak mereka terbersit pikiran, ‘Apa mereka tidak menyadari kalau saat ini tengah berperang’. Hal ini membuat semua orang geleng-geleng kepala melihatnya.Sementara itu, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terlihat menatap ke arah Bintang dengan tatapan dingin. Lalu Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal maju beberapa langkah kedepan. Seketika keadaan riuh ditempat itu langsung berhenti. Hening. Bahkan keributan kecil diantara Bintang dengan ke-4 gadisnya juga ikut terhenti dan kini mereka ikut menatap kearah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Tak ada yang bersuara, semua perhatian tertuju langsung ke arah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Tiba-tiba saja dari pihak seberang, sesosok tubuh melangkah kehadapan Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal. Dia adalah Jejaka Emas. Jejaka Emas memang sangat kesal melihat keberuntungan Bintang yang dike
“Hai! Utusan Dewa. Kami akan menghentikan peperangan ini bila Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sudah terkalahkan, tapi bila tidak. Bahkan Sang Hyang Guru Dewa sendiripun tak akan bisa berbuat apa-apa!” Raja Munaliq Dari Timur memberikan jawaban diiringi anggukan oleh kedua raja jin lainnya, juga para prajurit yang berada dibawah kendali mereka.Apa yang dikatakan oleh Raja Munaliq Dari Timur memang tidak salah. Selama Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal tidak bisa dikalahkan, maka kemenangan akan selalu menjadi milik mereka. Bahkan Sang Hyang Guru Dewa sendiripun tak akan bisa berbuat apa-apa.Kini balik Una Lyn yang terlihat terdiam ditempatnya. Jejaka Emas yang melihat hal itu, segera beranjak maju untuk memberikan tanggapannya.Bleegaarrr!Sebuah suara keras ledakan terdengar keras membahana di tempat itu, begitu kerasnya sampai membuat tempat itu bergetar laksana digoncang gempa skala sedang. Ada yang jatuh terduduk karena tak kuat menahan getaran yang terjadi, tapi masih banyak pula y
Una Lyn sendiri terlihat melakukan salto beberapa kali diudara hingga akhirnya berhasil mendarat dengan mulus ditanah, sedangkan Ifrit juga mampu mendaratkan kedua kakinya ditanah, setelah terseret cukup jauh kebelakang. Darah terlihat merembes dimulut keduanya, sebagai tanda luka dalam yang mereka derita.Seakan tak ingin membuat waktu percuma, Una Lyn terlihat langsung mengangkat tangannya yang tengah memegang pedang naga emas keatas.Wusshh..!Bayangan seekor naga emas melesat keluar dari hulu pedang ditangan Una Lyn. Sementara itu di ujung sana, Ifrit pun terlihat tak ingin tinggla diam.Dugghh!Tongkat ditangannya dihentakkan ke tanah.Wusshh..! Wusshh..! Wusshh..!Banyak sosok bayangan hitam yang keluar dari kepala tongkat dan sosok-sosok bayangan hitam itu tampak membentuk wujud-wujud jin yang tak terhitung jumlahnya yang hampir memenuhi langit. Di tempatnya, Una Lyn cukup terkejut melihat pamer kesaktian yang diperlihatkan oleh Ifrit. Ternyata Ifrit mampu mengeluarkan banyak j
Dughh! Seiring dengan itu Ifrit menghentakkan tongkat ditangannya ke bawah.Werrrr...! gelombang energi terpancar keluar dari tubuh Ifrit yang langsung menyapu seluruh tempat itu. Terjadi keanehan! Pemandangan mencengangkan terjadi. Waktu seolah berhenti, bangsa jin yang tengah bertempur satu sama lain, terdiam seperti patung. Semuanya berhenti bergerak, bukan saja yang ada di tanah, tapi juga yang ada diudara ikut berhenti bergerak.Baik bangsa manusia, bangsa jin, maupun para dewa-dewi, bahkan Jejaka Emas pun ikut berdiri mematung ditempatnya berada. Terlihat perubahan diwajah semua orang, termasuk Jejaka Emas yang berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan dirinya agar bisa kembali bergerak, tapi sejauh ini hanya gerakan yang sangat lamban yang terlihat. Tak ada yang mampu menggerakan tubuh mereka. Sementara itu, di pihak Ifrit, mereka semua tahu, kalau ini adalah salah satu kemampuan Ifrit yang bisa menghentikan waktu.Di depan sana, terlihat Ifrit tersenyum sinis melihat ke arah Jej
Jejaka Emas tak memberi kesempatan sedikitpun bagi Ifrit untuk menghela nafas. Serangan gelang dewanya terus menghantam sosok Ifrit.Sosok Ifrit yang melayang diatas tanah, terus terdesak mundur. Entah sudah belasan ataupun berpuluh-puluh kali serangan gelang dewa menghantam sosoknya, tapi walaupun terdesak. Ifrit sedikitpun tidak terlihat terluka.Jejaka Emas yang melihat hal itu, harus mengakui kekuatan dan kekebalan tubuh Ifrit, tapi anehnya seraya terus melesatkan serangan gelang-gelang dewanya, Jejaka Emas justru tertawa-tawa. Hal ini dikarenakan sosok Ifrit yang terkena serangan beruntun gelang dewanya dari berbagai arah, membuat tubuh Ifrit yang melayang diudara itu tampak terdorong ke kanan, ke kiri, ke belakang dan kedepan, Ifrit seperti tengah berjoget atau bergoyang dangdut. Hal ini pula yang membuat Jejaka Emas kemudian tertawa tergelak-gelak. Bangsa Jin yang ada ditempat itupun bingung dan heran, kenapa Jejaka Emas bertarung sambil tergelak-gelak sendiri.Ifrit terus dig