“Untung biji sapi. Bukan biji manusia! Ha... ha... ha!” Si kakek menyambung ucapannya tadi lalu tertawa gelak-gelak. “Sudah... sudah! Dari tadi kita tertawa saja! Ayo mulai menari! Payungi aku!”
Si kakek tonggos melangkah lucu. Sesekali berjingkat-jingkat. Sambil tiada henti memukul tambur. Dari mulutnya terus menerus keluar nyanyian na-na-na ni-ni-ni. Pinggul dan pantatnya diogel-ogel, mulutnya senyum-senyum tonggos. Matanya sesekali dikedip-kedip genit. Lalu lidahnya dijulur-julur untuk membasahi bibir. Bintang yang memegang payung mau tak mau jadi melangkah mengikuti si kakek mengelilingi pohon keladi hutan. Sambil melangkah berputar-putar diam-diam Bintang menghitung.
“Gila! Sudah dua ratus kali aku berputar mengikutinya mengelilingi pohon keladi!” kata Bintang dalam hati. Kakinya mulai pegal. Tangannya yang memegang payung terasa capai. Tapi di depannya si kakek terus saja menari. Semakin cepat dia menabuh tambur kecilnya semaki
“Sekali bicara mengumandang empat kali di empat penjuru! Siapa lagi yang punya ilmu seperti itu kalau bukan sobatku Jin Tangan Seribu! Hai! Apakah kau sudah selesai mandi Hai kerabatku?! Terima kasih atas pujimu. Terima kasih juga atas cemoohmu!”Bintang palingkan kepala. Di dekat air terjun Jin Tangan Seribu baru saja keluar dari dalam telaga. Jarak antara kakek itu dengan tempatnya berada terpisah belasan tombak. Tapi suara ucapannya terdengar seolah-olah dia berada di situ, dan di empat tempat sekaligus! Inilah ilmu kepandaian yang hanya dimiliki Jin Tangan Seribu, disebut Empat Penjuru Angin Menebar Suara. Lima tingkat lebih tinggi dari ilmu memindahkan suara yang selama ini dikenal oleh Bintang. Hal ini mengingatkan Ksatria Pengembara pada Dewistiwa ketika pertama kali dia dan kawan-kawan bertemu dengan Jin Tangan Seribu di tanah Jawa.Sesaat kemudian Jin Tangan Seribu sudah berada di hadapan kedua orang itu. Wajahnya yang rata kelihatan segar. Dia men
Jin Tangan Seribu gelengkan kepalanya. Dia melirik pada Bintang lalu berkata. “Jin Sinting, aku tidak suka membicarakan hal ihwal yang satu itu!” Wajah datar Jin Tangan Seribu tampak keras membesi.“Kalau begitu halnya, Hai apa gunanya aku berlama-lama di tempat ini. Aku ingin menolong tapi yang punya diri malah menolak. Jadi aku ini jelas bukan termasuk orang yang nafsi-nafsian seperti katamu tadi. Aku mau pergi dulu. Tapi Hai Jin Tangan Seribu, ada sesuatu aku mau bilang padamu...” kata Jin Sinting.“Apa?” tanya Jin Tangan Seribu pula.“Habis mandi wajah dan tubuhmu kelihatan segar. Tapi apa gunanya kesegaran itu kalau habis mandi kau tidak berganti pakaian. Masih saja mengenakan pakaian bau apek! Ha... ha... ha!”Wajah Jin Tangan Seribu tampak merah.Jin Sinting lambaikan tangannya lalu sambil putar tubuh dan melangkah dia mulai menyanyi. “Na... na... na... Ni... ni... ni...”
“Jangan bicara kurang ajar anak muda!” bentak Jin Tangan Seribu dengan muka merah padam sedang Bintang berusaha agar tawanya tidak menyembur.“Bintang, bagaimana sekarang tubuhmu bisa jadi sebesar ini. Siapa yang menolongmu? Apakah kau telah bertemu dengan Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab?”“Belum Kek. Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab susah dicarinya. Yang menolong saya adalah seorang sakti yang disebut dengan nama Jin Obat Seribu. Orangnya gemuk. Di kepalanya ada sorban dan belanga tanah...”“Aku tahu dan kenal makhluk satu itu. Dia angin-anginan. Beruntung besar kau mendapat pertolongan dari dia. Biasanya dia suka membunuh siapa saja yang tidak disukainya. Lalu isi perut orang itu dibedolnya dan dimasukkan ke dalam belanga di atas kepalanya...”“Hueekkk!” Bintang tercekik dan seperti mau muntah mendengar ucapan Jin Tangan Seribu itu hingga si kakek mengerenyit heran. Sebelum ditanya Bintang sud
“Anak muda, kau tahu apa soal hidup. Apa lagi soal hidupku. Yang penting aku tidak jadi membunuhmu, malah menolongmu. Kau harus bersyukur...”“Saya dan kawan-kawan memang bersyukur dan berterima kasih padamu. Kek, apakah semua ini gara-gara Jin Muka Seribu?”“Jangan hubungkan diriku dengan makhluk satu itu!” hardik Jin Tangan Seribu tapi sambil membuang muka, memandang ke jurusan lain.“Kek, kau membuat aku tambah tidak mengerti. Dulu jelas-jelas sekali kau bilang kau di Perintah Jin Muka Seribu untuk membunuh kami bertiga dan mencari cincin berbatu hijau itu. Sikap dan ucapanmu membuat saya tidak tahu apa sebenarnya hubunganmu dengan Jin Muka Seribu...”Karena Jin Tangan Seribu tak memberikan jawaban maka Bintang melanjutkan ucapannya tadi. “Kek, ketahuilah jika ada kesempatan menemui Jin Muka Seribu saya akan membuat perhitungan dengan makhluk satu itu! Kalau tidak dia akan mendahului membunuh saya d
Dewi Awan Putih mengulum senyum yang membuat Bunda Dewi menjadi berdebar. “Hai kerabatku Dewi Awan Putih. Jangan kau berani berbuat menyalahi aturan. Kau pasti tahu betul apa yang terjadi dengan Ruhmintari, Dewi yang melanggar larangan dan melakukan perkawinan dengan Pahambalang hingga melahirkan seorang anak dijuluki Jin Patilandak. Apa kau ingin menerima nasib seperti Ruhmintari itu Hai kerabatku?”.“Ruhmintari...” ujar Dewi Awan Putih dengan suara perlahan dan bergetar. “Kerabat kita yang malang itu menemui ajal dengan perut pecah ketika melahirkan bayinya si Jatilandak. Dan kini dia mendekam menjadi patung batu akibat kutukan para Dewa serta Dewi. Tidak, Hai Bunda Dewi, aku tidak ingin mengalami nasib seperti Ruhmintari...”“Lalu siapakah yang hendak kau jelang di Negeri Jin?” tanya Bunda Dewi pula.“Terus terang, aku terbuai dan tergoda oleh mimpi...” kata Dewi Awan Putih.“Hai!”
Sesaat lagi binatang ini akan hinggap di lamping batu dekat air terjun tiba-tiba sepasang mata biru Dewi Awan Putih membesar. Wajahnya berubah.“Zeus, jangan turun ke tanah. Melayang ke balik batu sebelah sana. Aku melihat seseorang berusaha mendahului kita menemui pemuda di tepi telaga itu...”Di tepi telaga Ksatria Pengembara tampak heran ketika tiba-tiba Awan putih raksasa lenyap dari pemandangan. Lalu tahu-tahu sebuah makhluk berwarna coklat melesat di udara. Di lain kejap makhluk ini telah mendarat tujuh langkah di hadapannya.Sang makhluk ternyata adalah seekor kura-kura raksasa berwarna coklat yang memiliki dua sayap lebar hingga mampu melayang terbang di udara. Di atas punggung kura-kura raksasa ini duduk seorang gadis jelita berkulit putih yang rambutnya digulung di atas kepala. Pakaiannya terbuat dari kulit kayu berwarna jingga. Di dada dan pinggang dihias dengan kalungan bunga. Untuk beberapa lamanya gadis di atas kura-kura itu menatap taj
“Itu tidak mungkin, Ruhjelita. Dewi tidak mungkin kawin dengan manusia biasa. Aku tahu benar hal itu... Kalau itu sampai terjadi akibatnya sungguh luar biasa...”“Hai sahabat muda berambut panjang! Belum berbilang tahun kau berada di Negeri Jin ini, banyak hal yang sudah kau ketahui. Namun jangan kau menduga bahwa makhluk bernama Dewi itu selalu berada dalam kehidupan yang serba suci. Banyak di antara mereka yang tersesat dan melanggar pantangan. Salah satu di antaranya adalah Dewi yang kawin dengan seorang manusia biasa bernama Pahambalang hingga melahirkan seorang anak kutukan. Berbentuk manusia tapi tubuhnya penuh dengan duri seperti landak! Dan kurasa saat ini atau di masa mendatang semakin banyak para Dewi yang menjadi liar dan memilih jalan sesat karena tidak bisa bertahan terhadap tantangan gelora nafsu. Bukan mustahil kau sendiri bisa-bisa sudah menjadi incaran mereka. Hati-hatilah kau Hai Bintang...”Baru saja Ruhjelita selesai berucap
“Hentikan perkelahian!”Tapi tak satupun dari dua gadis cantik itu yang mau mendengar. Mau tak mau Ksatria Pengembara terpaksa melompat ke tengah kalangan perkelahian. Tapi dia ketiban nasib sial. Dia melintang di antara dua gadis itu pada saat Dewi Awan Putih lancarkan satu pukulan kilat ke arah Ruhjelita. Namun karena sosok Bintang melintang di depan maka hantaman Dewi Awan Putih mendarat telak di dada kanan sang Pendekar.Bukkkk!Bintang terjajar ke belakang sampai tiga langkah. Salah satu lututnya tertekuk dan tubuhnya hampir roboh kalau dia tidak cepat pergunakan tangan kanan untuk bertopang ke tanah. Dewi Awan Putih terpekik pucat ketika melihat apa yang terjadi. Saat itu justru tamparan tangan kanan Ruhjelita berkelebat ke depan.Plaaakkk!Tamparan keras mendarat di pipi kiri Dewi Awan Putih. Dewi bermata biru ini terpekik kesakitan. Darah mengucur di sudut kiri mulutnya. Meski menahan sakit akibat pukulan yang kesalahan menghant