Semua Bab Ksatria Pengembara Season 2: Bab 1151 - Bab 1160

2578 Bab

153. Bagian 13

Wungngng... ! Begitu cepat, begitu rapat hampir menyentuh telinga Jagal Bawoh, sehingga angin pedang itu menimbulkan dengung yang memekakkan telinga.Jagal Bawoh menggulingkan badan, kemudian kakinya menyentak ke atas dengan penuh gelombang tenaga dalam yang dilepaskan lewat telapak kaki itu.Wusssh! Crasss!Pedang Gigih menebas mengenai sinar putih yang melesat dari telapak kaki itu. Benturan sinar pedang timbulkan letupan api yang memercik ke kaki Jagal Bawoh sendiri. Kaki itu kepanasan dan Jagal Bawoh cepat singkirkan kakinya dalam gerak memutar sambil pinggangnya dipakai menyentak dan tubuhnya pun melenting di udara tak begitu tinggi.Jlegg! Ia kembali berdiri dengan kedua kaki yang kokoh tegap. Tapi tangan tetap seperti monyet yang tak mampu menggaruk kepalanya sendiri."Jurus pedang pembuka!" kata Gigih Tampan sambil sunggingkan senyum meremehkan, ia tampak lebih kalem dari biasanya. Jagal Bawoh diam-diam dibuat grogi oleh kekaleman sikap ber
Baca selengkapnya

153. Bagian 14

Jlegg... !Tiba-tiba seseorang telah berada di belakang Jagal Bawoh. Cepat-cepat Jagal Bawoh palingkan wajah, dan ia terperangah kaget melihat seorang perempuan cantik berdiri di belakangnya mengenakan jubah jingga dan pakaian sebatas dada warna biru tua berias benang perak. Rambutnya disanggul indah, lehernya dengan kalung batuan putih bagai barisan berlian mewah. Perempuan cantik berhidung mancung tapi bermata tajam itu tak lain adalah Dewi Asmara Darah."Tak kuizinkan dia mengganggumu lagi, Jagal Bawoh!" ucapnya penuh kesan wibawa walau bernada merayu."Sebenarnya kau tak perlu menghajarnya begitu, Asmara Darah! Aku masih sanggup mempercepat kematiannya! Cuma, aku tadi sedikit main-main dulu dengan jurus pedangnya itu!"Jagal Bawoh melangkahkan kaki mendekati Dewi Asmara Darah. Senyum Dewi hanya separo saja. Karena ia merasa heran melihat tangan Jagal Bawoh tetap di atas kepala dan di depan dada.“Ada apa dengan tanganmu?"“Ar
Baca selengkapnya

153. Bagian 15

Kali ini bibir Dewi Asmara Darah sunggingkan senyum meremehkan Jagal Bawoh. Makin malu Jagal Bawoh melihat senyum keremehan seperti itu. Makin geram ia pada Aria Amante. Tapi ia segera sadar bahwa ia tidak hanya bisa menggeram menahan amarah saja. Ia harus melepaskan kemarahannya kepada Aria Amante. Namun ia butuh bantuan Dewi Asmara Darah untuk melepaskan totokan pada jalur darah kedua tangannya itu.“Asmara Darah, kumohon kau mau melepaskan totokan ini, supaya Pusaka Pedang Merah bisa cepat kudapatkan dan kuserahkan padamu, seperti aku menyerahkan kitab pusaka itu!"Dewi Asmara Darah masih sunggingkan senyum sinis berkesan meremehkan. Tapi matanya masih tetap pandangi kedua tangan Jagal Bawoh.Wusss!Tiba-tiba kedua tangan Jagal Bawoh jatuh lemas. Rupanya Dewi Asmara Darah sudah melepaskan pengaruh totokan itu melalui pandangan mata yang mempunyai kekuatan dahsyat itu. Jagal Bawoh menghembuskan napas lega dan menggerak-gerakkan tangannya
Baca selengkapnya

153. Bagian 16

Dewi Asmara Darah cepat mengikuti kepergian Jagal Bawoh. Tak disadarinya, Gigih Tampan yang belum mati hanya dalam keadaan parah itu, telah mendengar suara percakapan mereka tadi. Ia tahu apa yang akan dilakukan oleh Jagal Bawoh dan Dewi Asmara Darah.Sambil menahan luka berat, Gigih Tampan berusaha untuk bangkit dan berdiri berpegangan batang pohon. Hatinya mulai membatin, "Tak mungkin kususul sekarang juga, keadaanku sangat parah! Aku harus pulang temui Guru dan menceritakan tentang Pedang Merah itu. Pasti Guru tahu apa dan bagaimana pedang pusaka tersebut! Jika memungkinkan, aku mau merebut pedang pusaka itu dari tangan Jagal Bawoh, bukan untuk kuserahkan kepada Dewi Asmara Darah, tapi untuk kumiliki sendiri! Dewi Asmara Darah ternyata racun dalam hidupku!"Geram sekali Gigih Tampan setelah menyadari bahwa ternyata Dewi Asmara Darah memang ada hubungan dongan Jagal Bawoh. Selama ini, Gigih Tampan tidak menduga bahwa rayuan Dewi Asmara Darah hanya racun bagi hidupnya
Baca selengkapnya

153. Bagian 17

Tetapi jauh sebelum Aria Amante mendapat tugas menghancurkan batu lentera penyebar penyakit di Bukit Tengkorak, Begawan Mega Merah pernah berkata, bahwa kelak apa pun yang terjadi, Aria Amante harus mempertahankan kuil itu dan melindungi dari jamahan tangan-tangan sesat.Tak boleh ada yang merusak kuil itu, tak boleh ada yang masuk ke ruang cipta hening, sampai suatu saat nanti kuil itu akan lenyap dengan sendirinya, dan Aria Amante akan menerima titisan ilmu dari semua ilmu yang dimiliki Begawan Mega Merah.Aria Amante mematuhi tugas sebagai juru kunci Kuil Mega Merah sejak kematian gurunya. Sampai suatu saat, ia melihat seorang perempuan yang terdesak dengan luka berdarahnya dari serangan dua orang lelaki tak dikenal oleh Aria Amante. Merasa iba melihat nasib gadis itu, Aria Amante cepat ambil tindakan selamatkan gadis itu. Ilmu pengobatan dari gurunya digunakan, dan gadis itu selamat dari maut yang nyaris merenggut nyawanya. Gadis itulah yang kemud
Baca selengkapnya

153. Bagian 18

Aria Amante hanya sunggingkan senyum berlesung pipit itu, kemudian ia ucapkan kata, "Lelaki bukan jaminan pengisi hati yang damai! Lelaki kadang menghadirkan sejuta keresahan di hati, dan menjadi sang penyiksa jiwa! Rasa-rasanya belum waktunya aku berurusan dengan masalah hati lelaki.""Hi hi hi!" Gincu Perawan tertawa. Bodoh amat kau! Lelaki memang bukan jaminan pengisi hati yang damai, tapi lelaki bisa kita jadikan alat hiburan! Jangan jadikan lelaki pengisi hati, bisa ngelunjak dia, Aria ! Hi hi hi! Hidup seperti aku inilah contoh hidup yang tak pernah merasa disiksa jiwanya oleh lelaki, melainkan dipuasi batinnya oleh kelemahan lelaki yang bisa kupermainkan kapan saja! Nyawa lelakipun bisa kupermainkan dengan sekehendak hatiku! Hi hi hi!"Hanya senyum yang ada di wajah Aria Amante kala itu. Langkah kakinya pelan mengikuti irama langkah kaki Gincu Perawan. Hanya langkah kaki itu yang bisa didampingi dan diikuti, tapi cara hidup dan jiwa liar dari Gincu Pera
Baca selengkapnya

153. Bagian 19

Gincu Perawan tersenyum tipis, lalu melanjutkan langkahnya sambil ucapkan kata, “Apakah kau tak berhasrat memiliki Pusaka Pedang Merah?"“Aku tidak berani punya hasrat seperti itu!" jawab Aria Amante jujur. Karena dia memang perempuan yang polos dan menyukai kejujuran.“Kalau kau memiliki Pedang Merah, kau akan menjadi orang sakti yang sulit ditumbangkan. Mungkin pula tak ada tandingannya!"“Apakah begitu sifat orang yang memiliki Pusaka Pedang Merah?" Aria Amante justru merasa heran dengan penjelasan Gincu Perawan. Karena menurut pendapatnya, jika benar apa yang dikatakan Gincu Perawan, lantas mengapa sang Begawan Mega Merah mati di tangan orang? Bukankah Begawan Mega Merah dikenal sebagai pemilik Pusaka Pedang Merah?"Mendiang guruku sendiri pernah menceritakan hal itu padaku, dan ia kagum dengan kesaktian dan kehebatan yang dimiliki Pedang Merah! Tetapi ia juga mengatakan, tak ada orang yang bisa mencu
Baca selengkapnya

153. Bagian 20

"Pisau ini beracun ganas jika sampai menggores kulit tubuh manusia," kata Gincu Perawan. "Orang yang tergores atau terkena pisau kecil ini akan hangus terbakar dan tak dapat ditolong lagi!""Dari mana kau tahu?"“Aku kenal pemiliknya!" jawab Gincu Perawan."Siapa pemiliknya? Apakah Jagal Bawoh atau Dewi Asmara Darah?""Bukan!" jawab Gincu Perawan dengan tegas. "Pisau ini milik seorang tokoh tua dari Pantai Selat Timur.""Maksudmu... Eyang Sambar Nyawa?""Benar!""Tidak mungkin!" sanggah Aria Amante. "Eyang Sambar Nyawa adalah teman baik Begawan Mega Merah! Ia juga baik kepadaku!""Di balik kebaikan seseorang tak mungkinkah tersimpan kebusukan?""Ya. Memang. Tapi tidak begitu untuk Eyang Sambar Nyawa!"Baru saja Aria Amante selesai bicara begitu, tiba-tiba Gincu Perawan terpekik, “Awas!" sambil ia sentakkan kaki dan melenting di udara, demikian pula halnya dengan gerakan mendadak Aria Amante. Tubuhnya s
Baca selengkapnya

153. Bagian 21

“Angin Sambar Nyawa yang hanya datang sewaktu-waktu jika diinginkan oleh pemiliknya!" seru Gincu Perawan, rambutnya beterbangan ke arah belakangnya. Matanya menyipit menahan derasnya angin menerpa."Siapa pemilik Angin Sambar Nyawa ini?!""Siapa lagi kalau bukan Eyang Sambar Nyawa!"Di hati Aria Amante menggumamkan nama itu dengan nada heran sekali, ia kenal betul dengan Eyang Sambar Nyawa. Hubungannya nyaris seperti hubungan antara murid dan guru, karena Eyang Sambar Nyawa sering kasih saran dan pandangan hidup kepada Aria Amante. Bahkan sering juga Eyang Sambar Nyawa mengingatkan kepada Aria agar menjadi murid yang baik yang selalu taat kepada perintah dan ajaran gurunya.Jika benar Eyang Sambar Nyawa yang bikin ulah seperti ini, lantas apa maksudnya? Apa pula maksud Eyang Sambar Nyawa dua kali melepaskan pisau beracun untuk membunuh Aria? Atau, jangan-jangan yang jadi sasaran adalah Gincu Perawan? Bukan Aria ? Rasa- ras
Baca selengkapnya

153. Bagian 22

Langkah kakinya masih bergerak pelan sambil matanya mengelilingi seluruh tempat itu. Lantai pun disentak-sentakkan pakai kaki, mencari kemungkinan adanya suara geduk yang berongga. Jika ada suara gedukan kaki berongga, itu pertanda ada ruang bawah tanah. Tapi beberapa lantai yang sempat diperiksanya, tidak ada yang punya suara geduk sedikit menggema. Itu artinya tak ada ruang bawah tanah di bawah bangunan tersebut.Kini, Gincu Perawan tiba di depan ruang cipta hening, ia pandangi dinding dan pintu lebih dulu. Susunan batu diperhatikan semua. Tapi tak ada yang bisa dijadikan alasan sebagai sesuatu yang perlu dicurigai. Susunan batu itu merapat lekat tak sedikit pun bisa digeser atau dilepas.Pintu dipandanginya. Pintu itu terbuat dari lempengan baja yang sangat kokoh dan tua. Warnanya sudah berubah hitam keabu-abuan. Pintu itu tidak berengsel. Jadi menurut dugaan Gincu Perawan, pintu itu bergerak menggeser ke kiri atau ke kanan jika ingin membukanya. Tak ada lu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
114115116117118
...
258
DMCA.com Protection Status