Beranda / Fantasi / Selubung Memori / Bab 121 - Bab 130

Semua Bab Selubung Memori: Bab 121 - Bab 130

595 Bab

120. MOTIF #6

Yang diutus memanggil Reila itu Aslan—setengah karena dia terus diam, setengah karena adrenalin Kapten yang lain sedang tinggi.Maka posisi tempat duduk berubah. Awalnya tempat duduk Reila akan ada di antara Layla dan Aslan, tetapi kemudian Isha punya ide.“Biarkan dia di sebelah Forlan dan aku.”“Aku?” kataku, menunjuk diriku sendiri.Isha menatapku, mengangguk.Aku tahu sorot itu punya banyak rahasia yang tak akan dia katakan padaku. Satu-satunya yang kupikirkan hanya soal pertimbangan medis. Secara teknis, tanpa pernah kusadari, Reila selalu di bawah pengawasan Isha, jadi sejak awal memang tidak ada yang bisa membantah ucapan Isha tentang pasiennya.Jadi, Reila datang hampir memakan waktu tiga puluh menit—padahal jarak Pendopo ke Gerha tidak mencapai lima belas menit, dan Reila datang masih dengan jubah kebanggaan, lalu mengedarkan pandangan, tampaknya mencari kursi.Isha bertemu mata dengannya,
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-02
Baca selengkapnya

121. RETAKAN #1

Begitu Rapat Dewan selesai, Jesse langsung menyeretku. Sorotnya penuh emosi. Keningnya mengerut kuat. Tangannya mencengkeram lengan kausku. Lalu dengan emosinya menarikku—tampaknya menuju Balai Dewan. Reila berusaha menghentikan Jesse, tetapi tidak berdaya. Jesse tidak terhentikan. Semua tetap seperti itu, sebelum Isha menahan Jesse. “Jesse, kau perlu istirahat. Tenangkan dirimu.” “Istirahat?” Nada Jesse nyaring. “Dia berangkat empat hari lagi. Dan kita perlu mencari tahu sebanyak yang bisa dicari secepatnya. Terlambat sedikit, mata-mata itu tahu semua yang terjadi tadi, dan—” Kondisi Jesse aneh. Napasnya berat. Keringatnya mengalir banyak untuk ukuran orang yang memakai kaus di tengah embusan angin malam. Kemudian dia menatapku. Matanya bergetar. Belum sempat aku bersuara, wajahnya kaku. Rahangnya seperti beku, dan tiba-tiba napasnya terengah-engah. Lututnya lemas. Dia jatuh. Jesse tidak pingsan, tetapi matanya kaku. Napasnya semakin cepat. “
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-04
Baca selengkapnya

122. RETAKAN #2

Aku tidak mengerti bagaimana caranya, tetapi ketika terbangun, aku sudah di ranjang—yang sepertinya adalah kamar Lavi. Matahari sudah tinggi, dan telepon Lavi berdering, yang semestinya adalah hal paling menakutkan.Namun, aku mengangkatnya. “Ya, perwakilan Lavi di sini.”“Kemari,” kata suara Jesse. “Klinik.”“Kau sedang bicara untuk Lavi? Kau lupa dia—”“Aku tidak terima pertanyaan bodoh. Kalau kau punya waktu memikirkan itu, sikat gigimu, cuci mukamu karena aku yakin kau baru bangun, dan keluar dari Gerha pacarmu sebelum kau macam-macam.”Perintah itu mengakhiri sambungan telepon kami.Dalam perjalanan ke Balai Dewan, entah bagaimana baru kusadari Jesse tak memintaku datang ke ruangannya, tetapi klinik. Itu hal aneh pertama yang kudapat, dan kalau mungkin, aku tidak ingin memikirkan hal aneh-aneh.Namun, ketika aku masuk klinik, di ruang tunggu ada Tara, Fal, Ya
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-06
Baca selengkapnya

123. RETAKAN #3

Haswin dan Yasha tidak bisa tinggal lebih lama lagi. Mereka punya sesuatu yang harus dikerjakan di peternakan, dan semakin lama mereka pergi, tentu banyak orang yang curiga mengapa orang-orang sebanyak ini harus berdiam sangat lama di klinik. Jadi, dengan idiot Haswin mengajakku. “Kau mau main ayam?”“Bung, kau lihat aku sedang memikirkan ini?” kataku.“Hanya menawarkan. Kami menerimamu kalau kau mau main ayam.”Jadi, aku lihat mereka berdua mengajak Elka ke peternakan.Kemudian Asva dan Nuel harus tetap berjaga di ruangan tim peneliti andai terjadi sesuatu secara mendadak—sehingga Jesse tetap di ruangan, ditemani Isha. Layla perlu menjaga Fal yang tertidur di ruang tunggu klinik. Aku tidak habis pikir bagaimana Fal bisa tertidur. Maksudku, itu kesempatan terbesar kalau dia mau tahu segala yang kami sembunyikan—tetapi oke, dia enam tahun. Mendengar obrolan kami mungkin terdengar membosankan.“Ka
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-08
Baca selengkapnya

124. RETAKAN #4

Tara menghadangku tepat sebelum aku keluar.“Aku punya saran tempat mendinginkan kepalamu, bagaimana kalau temani aku jalan-jalan sebentar?”Sebenarnya aku tidak sedang emosi, hanya sedang lelah, tetapi karena Tara tidak menerima jawaban selain iya, aku mengikutinya.Betapa kecewanya benakku ketika dia mengajakku ke tempat yang benar-benar jauh di luar perkiraan. Maksudku, tempatnya memang bisa membuat kepala mana pun dingin, dan aku benar-benar sudah tidak begitu bersemangat ketika kami melewati pohon-pohon lembap, menyusuri nuansa yang dingin, hingga ketika kami berhenti di sisi Telaga, tebakanku benar.“Kita ke makam, ya?”“Di ujung sana ada tempat peristirahatan pahlawan. Ketika garis waktu tiap pahlawan habis, ini jalur terakhir yang mereka lewati.” Tara memandang ujung Telaga layaknya hal paling jauh yang pernah ada. Kemudian dia menatapku, dengan binar mata yang berwarna mirip air Telaga, hingga kebekuan T
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-10
Baca selengkapnya

125. KELUARGA #1

Itu pertama kalinya aku membicarakan keluarga selain pada Layla.Aku juga membicarakannya dengan Reila, tetapi keluarga yang kubicarakan dengannya sedikit berbeda dengan yang kubicarakan bersama Layla. Dan sekarang, untuk pertama kalinya, aku membicarakan keluarga yang berbeda lagi untuk Tara. Ceritaku pada Reila masih cukup diselimuti kebohongan. Namun, ketika sesuatu mengusikku sangat kuat di pemakaman, aku tidak bisa lagi berbohong.Tiba-tiba saja kami sudah duduk di pinggir Telaga, berdiam di nuansa yang terbilang cukup suram, menatap kunang-kunang yang menyinari duka.“Aku tidak pernah tahu bagaimana wujud orang tuaku,” ungkapku.Tara di sebelahku. Kami duduk hanya dibatasi rerumputan basah yang agak diselimuti embun. Tara tidak mengalihkan mata, seolah dalam keseriusan bola mata itu, dia berusaha membuatku kembali seperti aku yang dia kenal.“Dan sejujurnya sebelum di Padang Anushka, aku tidak pernah memikirkan itu,” l
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-12
Baca selengkapnya

126. KELUARGA #2

Rasanya aneh karena Tara masih menempel, bahkan setelah keluar Telaga. Dia seperti tidak membiarkanku pergi, bahkan menuntunku ke suatu tempat. Jadi, jelas karena situasinya sedang seperti ini, terutama karena aku sudah mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak perlu, aku langsung bertanya hal paling mengerikan. “Tara, Kau mencurigaiku, ya?”Tara itu punya penampilan yang menarik perhatian, tetapi bukan karena dia punya aura kecantikan murni layaknya Layla—Tara punya paras yang rasanya tak pernah berhenti tersenyum. Ketika menatapmu, dia seperti tengah memerhatikanmu dengan cara paling dalam, lalu karena senyum tipisnya tidak pernah pergi, rasanya seperti tengah dilihat secara personal. Lalu ketika dia memutuskan bicara, kata-kata pertamanya bukanlah, “Hai, selamat pagi,” atau sapaan normal lainnya, melainkan, “Kedengarannya asyik kalau aku mengikutimu seharian.”Aku mendesah. “Itu cukup membuat semua orang salah paham.&rd
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-14
Baca selengkapnya

127. KELUARGA #3

“Bagaimana kondisi Lembah Palapa sekarang?” tanya Tara, seolah aku tahu jawabannya. Dan dia benar-benar menatapku seolah aku tahu.“Lavi oke,” kataku.“Pertempurannya?”“Tidak tahu.”“Kau pasti tahu.”Oke. Aku tahu tidak akan menang dari Tara. “Ini hanya kesimpulanku dari yang kudengar—sepertinya dewan pergi, mengejar musuh yang mengirim pasukan, jadi Lembah Palapa sekarang sangat rentan sampai butuh bantuan. Dan aku baru bisa berangkat tiga hari lagi. Dan entah mereka bisa bertahan atau tidak.”Aku tidak terlalu ingin berharap, tetapi ketika terakhir kali tersambung pada Lavi, dan ketika segalanya sudah tidak lagi tertahankan, Lavi bilang dia benar-benar akan kembali dalam empat hari. Kurasa itu terlalu berlebihan. Maksudku, harapan itu. Bagaimana pun juga, aku harus berangkat, untuk memperkuat pertahanan—dan tentunya tidak hanya satu atau dua minggu. Meski
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-16
Baca selengkapnya

128. KELUARGA #4

Aku ingin bicara dengan Lavi lagi.Kupikirkan aku bisa mati kalau Lavi tahu aku sudah berjalan-jalan dengan Tara, lalu berakhir empat mata dengan Reila—tetapi mau seberapa menakutkan itu, perpustakaan Padang Anushka adalah tempat paling megah yang pernah kulihat.Selama aku berada di Padang Anushka, aku tidak pernah masuk ke dalam perpustakaan—meskipun Isha sudah memberiku begitu banyak rekomendasi buku yang setidaknya bisa membantuku dalam mencari adik atau kemampuanku.Dan di sinilah aku. Di bagian terdalam Balai Dewan, yang bagian luarnya tidak terlihat mewah, hanya pintu kayu biasa dengan kesan klasik, tetapi memiliki ukiran burung hantu di atas pintu, layaknya relief, tetapi timbul. Burung hantu itu memakai topi sarjana, mengepakkan sayap, membawa perkamen di kakinya.Namun, begitu memasuki ruangan, perpustakaan rasanya seperti jauh lebih besar dari Balai Dewan itu sendiri. Tempat itu adalah surga bagi para kutu buku. Rak menjulang di set
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-18
Baca selengkapnya

129. KELUARGA #5

Sekarang aku mengerti. Reila hanya belajar di bidang yang salah.“Oke, sekarang kau mengerti?” tuntutnya, menggebu-gebu. “Jadi, mungkin, mungkin saja tempat ini terisolasi. Tempat ini dulunya sebuah negara, yang punya lokasi nun jauh tidak terjangkau negara lain, dan karena konflik di negara ini bukan konflik senjata api, invasi, agresi, atau segala jenis peperangan yang pernah ada di akal manusia—negara lain memutuskan menjauh. Dan sekarang—orang-orang asli negara itu—seperti kita—sekarang harus bertahan pada perang yang sudah melebur bersama alam liar, menghilangkan teknologi dan peradaban, dan kita kembali ke jaman purba—padahal selama 500 tahun itu, negara lain dengan sinting membuat peradaban yang tidak pernah dilihat manusia 500 tahun lalu!”Akhirnya aku berhasil memutar bolpoin di jempol seperti Reila. Ketika dia menatapku penuh tuntutan reaksi setelah semua penjelasan itu, aku mengangguk-angguk. “Hm. O
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-20
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1112131415
...
60
DMCA.com Protection Status