Home / Fantasi / Selubung Memori / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Selubung Memori: Chapter 141 - Chapter 150

595 Chapters

140. KONFLIK #6

Gangguan kedua yang mencegahku tidur muncul ketika aku hampir terlelap, yang rasanya tidak bisa disebut gangguan. Maksudku, itu muncul karenaku, dan dia tidak terima kalau disebut gangguan. Jadi, tiba-tiba saja aku sudah bercerita banyak, dan dia juga mengatakan banyak hal yang sekiranya perlu ditanamkan ke benakku. Aku selalu senang mendengarnya cerita. Kami seperti sedang bertautan mata.Contohnya, “Haswin memang seperti itu. Aku jarang bicara dengannya, dan kami tidak pernah dalam satu Rapat Dewan, kecuali Rapat Dewan Perang saat aku masih jadi anggota tim penyerang. Tapi saat itu aku merasa dia punya insting bagus untuk ukuran Kapten tim bertahan. Kau tahu, Forlan? Saat dia mundur dari Kapten, aku melarang dewan menyetujuinya, dan kupikir Haswin benar-benar tercengang seolah tidak pernah menyangka aku jadi orang pertama yang menolak.”“Aku bisa bayangkan ekspresinya,” kataku.“Kemudian dia dengan bodoh bilang, ‘Aku tidak p
last updateLast Updated : 2022-06-11
Read more

141. KONFLIK #7

Aku tidak tahu sejak kapan mulai tertidur, tetapi kalau harus bilang kapan tepatnya aku sadar tengah bermimpi—itu saat aku melihat puing-puing markas tim penyerang. Kondisinya sama seperti terakhir kulihat—bahkan tidak ada perubahan berarti, jadi aku tahu ini bukan sembarangan mimpi.Terutama ketika mendapati dua orang bertempur di pekarangan.Tidak sulit mengetahui siapa yang sedang bertempur—jadi dibilang sebagai bertempur, mereka lebih cocok disebut duel.Aku sudah tahu Dalton punya kemampuan bela diri yang paling oke, tetapi di citra ini, Dalton tampak begitu lincah jauh melebihi apa yang pernah kulihat. Dia memakai kaki—yang sejujurnya jarang dia pakai karena belakangan dia lumayan suka memakai ayunan tangan—terutama dengan bantuan kemampuannya. Namun, di citra ini, Dalton mengayunkan kaki, bahkan berputar-putar dan, sungguh, kalau tendangan itu berhasil melesak kuat, itu cukup menyakitkan.Dan itu terjadi.Troy b
last updateLast Updated : 2022-06-13
Read more

142. VENUS #1

Malam itu, kami patroli lebih cepat. Begitu jam malam, kami patroli.Jadi, kami membagi tim: Haswin, Yasha, Elka memeriksa posisi terakhir semua penghuni Mars dan Venus, sementara aku bersama Dalton memeriksa posisi terakhir para pemilik kemampuan.Cukup mudah mengetahui posisi terakhir mereka—terutama saat mereka punya markas masing-masing. Di klinik, seperti biasa, ada satu orang tetap.“Aku tetap di sini sampai pagi,” kata Isha.“Tara?” tanya Dalton.“Di Venus.”Jadi, sebagai pembuktian, kami ke Balai Dewan, mendobrak masuk ruangan tim peneliti. Ada tiga orang tetap.“Bisakah kalian mengetuk sebelum masuk?” ketus Jesse.“Lama sekali tidak melihatmu di sini,” sapa Dalton.“Ini ruanganku.”“Berencana keluar saat malam?” tanyaku, langsung ke intinya.Mereka bilang ingin tidur, dan kami tidak ingin protes. Lagi pula, an
last updateLast Updated : 2022-06-15
Read more

143. VENUS #2

Pondok perbatasan tetap diisi Mister. Perbedaannya hanya nama yang ada di buku patroli. Selain kami, di sana juga tertulis dua nama.“Aku memang sengaja tidak memeriksa Aaron di mana,” ungkap Dalton.“Kau sudah dengar aturan terbaru patroli?” tanya Yasha, padaku.“Yang mana?”“Kalau mau patroli, kau harus isi bukunya sebelum jam malam.”“Aku baru tahu itu,” akuku.“Kau bisa tebak siapa pencetusnya?” tanyanya, lagi.“Elka?”“Bukan. Lukas.”“Hebat juga dia,” komentar Dalton, tampaknya serius memuji. “Di mana dia sekarang? Merokok di markas?”“Elka bersamanya. Ayo bertemu.”Rasanya sudah terlalu banyak yang terjadi saat aku tidur. Dalton juga sama sepertiku—tidak terlalu mengerti apa-apa—jadi aku tahu dia sungguhan tidur.Titik pertemuan kami di pondok utama. Lu
last updateLast Updated : 2022-06-17
Read more

144. VENUS #3

Lobi utama Venus itu seperti tempat pertemuan bernuansa sejuk nan segar yang dipenuhi debaran jantung penuh rasa gugup. Bentuk ruangannya seperti ruang santai, dengan perapian api yang mati, dan hiasan-hiasan yang berbau cewek. Tidak ada senjata, tidak ada nuansa perang, hanya seperti tempat tinggal normal dipenuhi kehangatan. Hanya dari lobi utamanya, karakter Venus yang pengertian, rapi, dan bersih sudah kelihatan mencolok. Sofa melingkar, karpet bulu, hiasan-hiasan unik dan—sepertinya—lucu, juga mesin pendingin. Hanya perlengkapan umum, tetapi entah bagaimana terkesan indah. Kupikir Venus akan seperti Mars—yang ruangan tidurnya hanya bisa menampung ranjang gantung—tetapi Venus memiliki ruangan tidur seperti kamar umum, dan memanjang di setiap lorong, hingga lantai empat. Itu membuatku bisa membayangkan mengapa Dhiena membicarakan lorong tempat laki-laki dilarang masuk. Maksudku, masalah privasi bukan masalah besar di Venus karena mereka punya kamar masing-
last updateLast Updated : 2022-06-19
Read more

145. VENUS #4

Ada begitu banyak manekin di ruangan Dhiena.Ada yang setengah badan, seluruh badan, hanya kepala, hanya kaki, hanya dada dan tangan, atau bahkan hanya tangan. Dan di sana juga ada banyak jenis kain, yang tidak terlalu kumengerti jenisnya meski Dhiena sudah memberitahuku secara cuma-cuma perbedaan antara jenis kain yang kupakai dengan jenis kain yang sering dipakai Tara. Baru kusadari ternyata Tara punya baju yang begitu istimewa. Tidak pernah kubayangkan akan ada satu orang yang punya kegemaran normal layaknya pembuat baju ketika semua orang selalu suka dengan pedang.“Kau desainer,” sebutku.“Kau tahu desainer?” Dhiena kaget. “Oh, maaf. Aku selalu terbayang kau dari alam liar. Lavi sering memperingatiku soal itu.”Jadi, aku tahu ini bukan benar-benar kamar Dhiena, tetapi semacam ruangan kerja karena tidak ada kasur atau peralatan tidur. Tara juga bilang ketika dia sering pakai busana unik seperti penuh renda atau baju
last updateLast Updated : 2022-06-21
Read more

146. VENUS #5

Baru keluar ruangan Dhiena, kami berpapasan dengan cewek—yang tanpa ragu langsung membuatku terbayang pada sosok serius Dhiena. Dia punya rambut keriting, dengan permen menggantung di bibirnya. Tentu saja kami berhenti—tidak ada yang bereaksi selama beberapa saat, sehingga kami saling memandang, bahkan Dhiena dan Tara tidak berkomentar, sampai orang itu bertanya, “Kau Forlan?”“Eh, iya,” jawabku.Untuk sesaat dia bergidik seperti tercengang.“Oh. Jadi, kau yang diajak masuk Dhiena.” Dia mengulurkan tangan, persis seperti cara Dhiena mengajakku berkenalan. “Aku pernah lihat kau di gelanggang. Berulang kali. Wakil kapten tim penyerang. Aku Mika. Kau pasti baru lihat ruang kerja Dhiena. Aku asistennya. Bahasa kasarnya: budaknya.”Dhiena tidak ragu menampar bahu Mika.“Kurasa posisi kita terbalik,” sahut Mika. “Aku yang harus bilang begitu.”Kemudian mereka berde
last updateLast Updated : 2022-06-23
Read more

147. VENUS #6

Ada banyak hal yang terproses di kepalaku, tetapi yang lebih penting, aku masih tidak mengerti mengapa isi surat itu bisa meyakinkan Tara kalau Troy yang bertanggung jawab pada panah itu. Jadi, aku mengerutkan kening, berusaha tetap memikirkan kemungkinan lain—atau pola pikir Tara, meski ujung-ujungnya sulit bagiku untuk mengerti. Tara seperti yakin pada itu.“Aku tidak yakin,” kata Dhiena. “Tapi itu salah satu kemungkinan.”“Ada bukti lain?” tanyaku.Sayangnya, Tara menggeleng. “Cuma itu yang kupikirkan. Isi suratnya juga langsung hilang saat kami pegang. Yang baca cuma aku dan Layla. Jadi, kupikir itu cuma surat kaleng biasa—karena kalian tahu? Surat ancaman lain terasa jauh lebih mengancam. Isinya juga kurang lebih mengusir Fal.”Alasan itu cukup membungkam kami.“Oke. Itu bukan salah mereka,” ucap Dhiena. “Dan itu artinya kita juga tidak bisa buat itu jadi barang bukt
last updateLast Updated : 2022-06-25
Read more

148. VENUS #7

Gagasan melanjutkan patroli terdengar melelahkan untukku.Aku sudah berpikir akan sulit bertemu tim patroli, jadi kuputuskan langsung berkeliling dengan senter. Tara punya usul. “Keliling saja area Gerha.”“Kenapa begitu?”“Kalau asrama bisa dilihat dari belakang, Gerha harusnya juga bisa.”Aku tidak pernah menyesal mengikuti usul Tara, tetapi tampaknya untuk ini aku mulai menyesal. Area Gerha itu lebih luas dari asrama, tertutup pohon pinus—dan tebing air terjun, tentunya—tetapi setidaknya juga terdiri dari hamparan padang rumput, sehingga mudah menemukan ujung ke ujung. Jadi, dengan mengikuti usul Tara, aku bisa menemukan sorot senter dari Gerha Dalton. Awalnya sosok itu tidak terlihat, dan aku sudah curiga karena hanya satu senter. Penyesalanku baru terasa ketika cahaya Joglo mampu menyinari sosok itu, dan aku bertemu Aaron.“Oh, sial,” kataku.“Hai,” sapa Aaron, sepe
last updateLast Updated : 2022-06-27
Read more

149. PEDANG #1

Patroli berakhir cukup mengerikan.Kami menyusuri jalan setapak menuju markas tim penyerang, yang—jujur, benar-benar menyeramkan karena sangat gelap, layaknya tenggelam ke kedalaman hutan tak berujung—bahkan ketika kami sampai, melihat bangunan tim penyerang yang sunyi, rasanya seperti dihantui sesuatu. Di antara kami tidak ada yang begitu yakin dengan konsep hantu, terutama Dalton yang terlalu sering di alam liar, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa suasana di sekitar markas tim penyerang terkesan jauh lebih mencekam dibanding kegelapan mana pun. Bayangan hitam di sekitar gedung seperti bisa menelan kami habis-habis, menyerap suara kami yang menjerit minta tolong dan lenyap tanpa bisa ditemukan lagi. Barangkali hal beruntung yang terjadi saat itu: tak ada bulan, hanya bintang. Aku punya gagasan bila bulan tetap bersinar, nuansa bangunan itu akan jauh lebih mencekam.“Kami kehilangan jejak sampai di sini,” kata Elka, dan saat itu bahkan baru tana
last updateLast Updated : 2022-06-29
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
60
DMCA.com Protection Status