Tara menghadangku tepat sebelum aku keluar.
“Aku punya saran tempat mendinginkan kepalamu, bagaimana kalau temani aku jalan-jalan sebentar?”
Sebenarnya aku tidak sedang emosi, hanya sedang lelah, tetapi karena Tara tidak menerima jawaban selain iya, aku mengikutinya.
Betapa kecewanya benakku ketika dia mengajakku ke tempat yang benar-benar jauh di luar perkiraan. Maksudku, tempatnya memang bisa membuat kepala mana pun dingin, dan aku benar-benar sudah tidak begitu bersemangat ketika kami melewati pohon-pohon lembap, menyusuri nuansa yang dingin, hingga ketika kami berhenti di sisi Telaga, tebakanku benar.
“Kita ke makam, ya?”
“Di ujung sana ada tempat peristirahatan pahlawan. Ketika garis waktu tiap pahlawan habis, ini jalur terakhir yang mereka lewati.” Tara memandang ujung Telaga layaknya hal paling jauh yang pernah ada. Kemudian dia menatapku, dengan binar mata yang berwarna mirip air Telaga, hingga kebekuan T
Itu pertama kalinya aku membicarakan keluarga selain pada Layla.Aku juga membicarakannya dengan Reila, tetapi keluarga yang kubicarakan dengannya sedikit berbeda dengan yang kubicarakan bersama Layla. Dan sekarang, untuk pertama kalinya, aku membicarakan keluarga yang berbeda lagi untuk Tara. Ceritaku pada Reila masih cukup diselimuti kebohongan. Namun, ketika sesuatu mengusikku sangat kuat di pemakaman, aku tidak bisa lagi berbohong.Tiba-tiba saja kami sudah duduk di pinggir Telaga, berdiam di nuansa yang terbilang cukup suram, menatap kunang-kunang yang menyinari duka.“Aku tidak pernah tahu bagaimana wujud orang tuaku,” ungkapku.Tara di sebelahku. Kami duduk hanya dibatasi rerumputan basah yang agak diselimuti embun. Tara tidak mengalihkan mata, seolah dalam keseriusan bola mata itu, dia berusaha membuatku kembali seperti aku yang dia kenal.“Dan sejujurnya sebelum di Padang Anushka, aku tidak pernah memikirkan itu,” l
Rasanya aneh karena Tara masih menempel, bahkan setelah keluar Telaga. Dia seperti tidak membiarkanku pergi, bahkan menuntunku ke suatu tempat. Jadi, jelas karena situasinya sedang seperti ini, terutama karena aku sudah mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak perlu, aku langsung bertanya hal paling mengerikan. “Tara, Kau mencurigaiku, ya?”Tara itu punya penampilan yang menarik perhatian, tetapi bukan karena dia punya aura kecantikan murni layaknya Layla—Tara punya paras yang rasanya tak pernah berhenti tersenyum. Ketika menatapmu, dia seperti tengah memerhatikanmu dengan cara paling dalam, lalu karena senyum tipisnya tidak pernah pergi, rasanya seperti tengah dilihat secara personal. Lalu ketika dia memutuskan bicara, kata-kata pertamanya bukanlah, “Hai, selamat pagi,” atau sapaan normal lainnya, melainkan, “Kedengarannya asyik kalau aku mengikutimu seharian.”Aku mendesah. “Itu cukup membuat semua orang salah paham.&rd
“Bagaimana kondisi Lembah Palapa sekarang?” tanya Tara, seolah aku tahu jawabannya. Dan dia benar-benar menatapku seolah aku tahu.“Lavi oke,” kataku.“Pertempurannya?”“Tidak tahu.”“Kau pasti tahu.”Oke. Aku tahu tidak akan menang dari Tara. “Ini hanya kesimpulanku dari yang kudengar—sepertinya dewan pergi, mengejar musuh yang mengirim pasukan, jadi Lembah Palapa sekarang sangat rentan sampai butuh bantuan. Dan aku baru bisa berangkat tiga hari lagi. Dan entah mereka bisa bertahan atau tidak.”Aku tidak terlalu ingin berharap, tetapi ketika terakhir kali tersambung pada Lavi, dan ketika segalanya sudah tidak lagi tertahankan, Lavi bilang dia benar-benar akan kembali dalam empat hari. Kurasa itu terlalu berlebihan. Maksudku, harapan itu. Bagaimana pun juga, aku harus berangkat, untuk memperkuat pertahanan—dan tentunya tidak hanya satu atau dua minggu. Meski
Aku ingin bicara dengan Lavi lagi.Kupikirkan aku bisa mati kalau Lavi tahu aku sudah berjalan-jalan dengan Tara, lalu berakhir empat mata dengan Reila—tetapi mau seberapa menakutkan itu, perpustakaan Padang Anushka adalah tempat paling megah yang pernah kulihat.Selama aku berada di Padang Anushka, aku tidak pernah masuk ke dalam perpustakaan—meskipun Isha sudah memberiku begitu banyak rekomendasi buku yang setidaknya bisa membantuku dalam mencari adik atau kemampuanku.Dan di sinilah aku. Di bagian terdalam Balai Dewan, yang bagian luarnya tidak terlihat mewah, hanya pintu kayu biasa dengan kesan klasik, tetapi memiliki ukiran burung hantu di atas pintu, layaknya relief, tetapi timbul. Burung hantu itu memakai topi sarjana, mengepakkan sayap, membawa perkamen di kakinya.Namun, begitu memasuki ruangan, perpustakaan rasanya seperti jauh lebih besar dari Balai Dewan itu sendiri. Tempat itu adalah surga bagi para kutu buku. Rak menjulang di set
Sekarang aku mengerti. Reila hanya belajar di bidang yang salah.“Oke, sekarang kau mengerti?” tuntutnya, menggebu-gebu. “Jadi, mungkin, mungkin saja tempat ini terisolasi. Tempat ini dulunya sebuah negara, yang punya lokasi nun jauh tidak terjangkau negara lain, dan karena konflik di negara ini bukan konflik senjata api, invasi, agresi, atau segala jenis peperangan yang pernah ada di akal manusia—negara lain memutuskan menjauh. Dan sekarang—orang-orang asli negara itu—seperti kita—sekarang harus bertahan pada perang yang sudah melebur bersama alam liar, menghilangkan teknologi dan peradaban, dan kita kembali ke jaman purba—padahal selama 500 tahun itu, negara lain dengan sinting membuat peradaban yang tidak pernah dilihat manusia 500 tahun lalu!”Akhirnya aku berhasil memutar bolpoin di jempol seperti Reila. Ketika dia menatapku penuh tuntutan reaksi setelah semua penjelasan itu, aku mengangguk-angguk. “Hm. O
Lokasi bermain dengan Fal kali ini adalah pondok utama.Berita mengejutkannya saat itu, adalah Kara ikut dengan kami. Sebenarnya gagasan awalku itu mengajak Fal bermain kelereng di padang rumput, tetapi ketika kami kejar-kejaran di jalan berpaving menuju padang rumput, Kara tiba-tiba berlari bersama kami, berkata, “Boleh aku ikut kejar-kejaran, Nak?”Yang sejujurnya membuatku tercengang sampai sesak napas, batuk-batuk.Jadi, kami berakhir di pondok utama, setelah balap lari naik anak tangga—yang sebenarnya aku pemenangnya, Kara kedua, dan Fal terakhir, tetapi Fal tidak boleh dibiarkan terakhir atau dia akan cemberut merajuk tidak ingin main, jadi aku pura-pura tersandung, membuat daguku membentur anak tangga—yang jujur saja di luar dugaanku—jadi aku memekik kesakitan, Kara kaget sampai ikut berhenti, dan Fal lanjut berlari sambil berteriak kegirangan. “FORLAN JATUH!”“Kau sungguh totalitas saat bermain, Nak.
Patroli malam kali ini tidak terasa begitu mendebarkan karena ada Haswin dan Yasha yang, secara teknis, sangat berkompeten dalam mencairkan suasana.Saat itu hampir tengah malam. Kami berlima sedang mengumpulkan tekad Yasha yang tertidur di Gerha Dalton saat Haswin meneguk habis kopi, dengan Elka yang berkata, “Sekarang sistem patroli berubah.”“Berubah bagaimana?” tanya Dalton, memakai jaket.“Setiap yang patroli harus lapor Mister. Di pondok perbatasan ada satu buku khusus, isinya nama dan waktu patroli, jadi sekarang semua orang tahu siapa yang patroli. Kalau mau cari datanya, hubungi Mister.”“Sejujurnya selama ini kupikir sistemnya seperti itu,” komentarku.Elka mengangkat bahu. “Tim bertahan yang sekarang kuno.”Kami berempat sudah siap, jadi Dalton menyetel alarm keras di telinga Yasha, yang membuatnya tersentak, melompat dari tidur, mencari sumber suara dengan mata setengah
Entah beruntung atau tidak, tetapi danau sangat sepi. Tidak ada siapa pun—yang sebenarnya wajar karena aturan jam malam dipatuhi semua penghuni, meski Yasha agak curiga. “Rasanya aneh kalau semua penghuni patuh.”“Benar.” Dalton sepakat. “Mustahil tidak ada pembangkang.”“Masalahnya yang biasa membangkang sekarang patroli,” kata Elka.Haswin menyusuri agak jauh, yang secara teknis menyeretku. Jadi, ketika Dalton, Yasha, dan Elka berjalan di belakang, memperdebatkan kalau mereka tidak akan melanggar, Haswin mengarahkan senter ke pulau pendiri—dan aku tidak tahu apa yang dia lihat, tetapi untukku, pulau pendiri terkesan begitu jauh. Terakhir kali menghabiskan waktu di sini, bersama Fal, kabut belum setebal ini. Namun, kini, kabut terasa semakin berada di pesisir seolah berniat melahap daratan.“Aku tidak mau bilang ini,” kata Haswin. Nuansanya begitu tajam. “Tapi bagaimana kalau m