Erika bersandar pada palang pintu kamar saat aku keluar dari kamar mandi bertelanjang dada. Pakaian berkabung masih melekat di badannya. Tidak ada wajah muram, yang ada hanya tatapan dingin ke arahku di balik konter. Aku membuka kulkas, mengeluarkan air dingin. Bibir gelas beradu dengan bibir botol. Setelah dirasa cukup, aku meneguk cairan bening itu. Tenggorakanku terasa sejuk oleh air yang mengalir di sana, mendinginkan hatiku juga. Dari balik jendela, bulan putih menggantung di langit hitam kebiruan. Aku bertumpu pada bibir konter, menghela napas dalam-dalam. “Kamu mau makan apa?” tanyaku pada Erika. “Tidak usah, moodmu kurang bagus hari ini. Itu akan mempengaruhi rasa masakan,” komentar Erika. Dia memainkan kuku jarinya yang dicat dengan warna natural. “Lagipula, kamu gak bisa ngerasain rasa makanan, kan?” ucapku. Erika berjalan mendekat, menarik kursi terdekat dan duduk d
Baca selengkapnya