Beranda / Lain / Menikahi Bu Manajer / Bab 51 - Bab 60

Semua Bab Menikahi Bu Manajer: Bab 51 - Bab 60

162 Bab

Kaya Mendadak

“Pras!”     Panggil Erika dari luar kamar. “Udah selesai dengan urusannmu?” “Sebentar lagi.” jawabku. “Aku tunggu di bawah!” “Iya.”      Benar-benar tidak bisa kupercaya lembar deviden ini. Papa benar-benar penuh persiapan sebelum dia mati. Bahkan dia membeli saham atas namaku, putranya yang tidak tahu apa-apa tentang bisnis.    Buru-buru aku melipat amplop menjadi lebih kecil. Mengapitnya di dalam celana dan menyembunyikan di balik bajuku. Menutup kotak uang rapat-rapat kemudian mengembalikan ke tempat semula.     Om Jayanta pasti sudah tahu jika aku juga pemilik saham dari perusahaannya akan tetapi, untuk saat ini aku berniat menyembunyikannya dari Erika. Terlepas dari istriku itu tahu atau tidak, intinya aku harus menyembunyikan kebenaran jika aku sudah tahu perihal kepemilikanku atas saham.    Aku menuruni tangga perlahan, Erika terlihat duduk
Baca selengkapnya

Andai Rasa Itu Ada

   Matahari sore lembut masuk ke dalam dashboard mobil. Menyentuh tangan di atas perut. Erika mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang, melewati satu demi satu pohon perindang di jalanan kota yang lenggang. “Sepertinya hari ini sendu sekali, ya,” komentarnya ketika mobil berhenti mengikuti nyala lampu merah. “Begitulah.” “Apa perutmu sakit?” tanyanya. “Enggak, kok!”     Erika memincingkan mata, memerhatikan ke arah perutku.  Buru-buru aku memiringkan badan, menghadap jendela samping. “Aku gak apa-apa!” tukasku. “Lapar?” “Enggak juga.” “Sayangnya, aku lapar. Tante di rumahmu tadi itu gak nawarin apapun sama sekali.” “Nanti kumasakan begitu sampai. Mau makan apa?” “Ayam  sayur.”     Erika menarik tuas perseneling, menginjak gas lalu mobil bergerak saat lampu kuning berubah jadi hijau. “Baiklah. Nanti kubuatkan,” jawabku. &n
Baca selengkapnya

Amarilis Baru

Perkataan Erika nyaris  membuatku tersedak. Dengan begini, dia akan melanggar perjanjian pernikahan nomor dua.     Aku meneguk air putih, melegakan tenggorokanku.“Bukan berarti aku menolaknya,  tapi itu sama saja melanggar perjanjian kita, kan?” tukasku.    Erika menghentikan aktivitasnya. Makanan di piring itu masih sisa setengah.“Ya, kita lupakan saja perjanjiannya mulai sekarang.”    Seenaknya saja. Dia yang membuat perjanjian dia juga yang mengakhirinya. Pikiran Bu Manajer di hadapanku ini benar-benar tidak bisa kumengerti jalan pikirannya. Bukankah jalan pikiran wanita memang rumit untuk dipahami seorang lelaki sepertiku. “Kalau pada akhirnya untuk dilupakan, kenapa repot-repot bikin perjanjian pernikahan?” tanyaku sembari mengunyah daging ayam yang lembut.“Udah kubilang untuk mencegah tindakan semena-mena dar
Baca selengkapnya

Iming-iming Bu Dewi

Aku kembali bekerja dengan Erika sebagai freelancer di kantornya. Menjadi bagian dari tim Analisa bersama Bu Dewi seperti yang kulakukan sebelumnya.     Kami berangkat bersama ke kantor dan tidak  ada kekhawatiran lagi karena hubunganku dengan Erika tidak perlu lagi disembunyikan. Semua mata tertuju pada kami yang berjalan berdampingan. Ada yang berbisik senang namun ada juga yang memandangku dengan tatapan sinisnya. Seakan-akan aku ini pria rendahan yang tidak pantas menikah dengan wanita sekelas Erika.    Langkah kami mengeluarkan suara berdecit di ubin putih secara bergantian.“Setelah kerja, ada sesuatu yang harus kulakukan. Kamu bawa aja mobilnya, ya!” Aku memecah kecanggungan diantara kami di lorong.“Menyelidiki kedai?” tanyanya.    Aku tersenyum tipis.Aku dan Erika berpisah saat dia masuk ke dalam ruangannya. Sementara aku melanjutkan l
Baca selengkapnya

CCTV

    Matahari lembut masuk lewat atap yang berlubang, menyentuh punggungku. Langkahku yang awas menimbulkan  bunyi gemerisik saat menginjak puing sisa kebakaran. Sekali lagi, aku datang ke sini untuk mendapatkan petunjuk. Pikirku, kemungkinan ada sesuatu seperti barang milik pelaku yang terjatuh atau semacamnya. Pokoknya, yang ada di pikiranku sekarang adalah petunjuk dan petunjuk terlepas dari Rey atau Yus pelakunya.    Dari depan meja konter, aku menelusuri hingga ke dapur, sesekali melihat ke bawah sambil berharap ada benda yang ditinggalkan.“Tidak, tidak bisa dimulai seperti ini,” batinku.    Kalau aku hanya mencari di sini saja, pelakunya malah akan lebih lama untuk ditangkap. Pria berhodie adalah kata kuncinya. Satu-satunya petunjuk di kepalaku sesuai dengan kesaksian Dwi. Namun, untuk memastikan siapa orang di balik hodie itu tidak cukup hanya memikirkannya saja.
Baca selengkapnya

Nasihat Erika : Jangan Percaya

     Tidak percaya akan apa yang barusan kusaksikan di layar. Yus telah benar-benar mengkhianatiku.    Dengan seijin petugas, aku mengkopii rekaman dari benda pipih itu ke ponselku. Satu bukti sudah kudapatkan untuk menangkap pelaku pembakaran kedai. Paling tidak, hari ini tidak sia-sia.    Aku berterima kasih kepada Pak Satpam lalu pulang dengan perasaan membuncah. Di bawah langit yang tahu-tahu sudah mulai gelap saja. Lampu merkuri pun menyala secara otomatis di pinggir jalan. Berjalan di trotoar seorang diri menuju pemberhentian taksi.   Angin malam yang lembut berembus membalut tubuhku yang hanya dilapisi oleh kaos tanpa jaket atau blazer. Aku berdiri menunggu taksi sembari mengusap-usap kedua tangan agar tubuhku sedikit lebih hangat. Tak lama, sebuah taksi biru menepi dan berhenti tepat di depanku.Taksi melaju dengan kecepatan standar setelah aku menyebutkan alamat rumah. Sementara itu,
Baca selengkapnya

Kedatangan Dita

    Aku memutar kembali video di smartphone sambil duduk bersila di atas karpet. Video yang berdurasi dua menit itu masih belum cukup sebagai bukti untuk menangkap pelaku pembakaran kedai. Meski tidak ada yang aneh hingga akhir video, aku memutarnya berulang-ulang. Mataku fokus pada orang yang mengenakan celemek kedai.       Tubuh pria yang memakai celemek dalam  video lebih pendek dari tubuh Yus yang kukenal. Karena wajahnya terhalang topi, mata kamera tidak mampu menangkapnya dengan jelas terlebih lagi di tempat minim penerangan begitu. Aku tidak bisa menarik kesimpulan dengan cepat jika pria dengan celemek itu adalah Yus. Atau bisa saja Yus dan Rey  bertukar pakaian agar tidak menimbulkan kecurigaan.      Membuat kepala sakit saja. Mengungkap hal seperti ini bukanlah keahlianku. Aku menghela napas kemudian berbaring di atas karpet, memandang langit-langit ruang tamu yang menyilaukan.
Baca selengkapnya

Keterangan Dita

         Dita terdiam, mengangkat kepalanya. Mata yang basah itu memandangku lekat-lekat. “Iya.”      Deg!   Jawaban Dita seolah membuat petir menyambar di dadaku. Aku tidak ingin mempercayai Dita tetapi, dialah satu-satunya kunci saat kejadian. Terlebih lagi, dia adalah karyawanku. “Ba…bagaimana bisa?” Aku gemetar. “Yus, menyalakan kompor lalu membakar semuanya.”     Sekali lagi, dadaku dihentak oleh sesuatu yang keras, melantakkan isi di dalamnya. Hatiku hancur, sakit karena pengkhianatan. Yus, benar-benar melakukannya.   Brak!     Gebrakan tanganku membuat Dita menggidikan bahu. “Dimana bocah itu sekarang!”  Darah dari pembuluh darahku menggalir ke wajah. Entah sepadam apa sekarang ini, darah itu membuat mataku memanas.   “An-,” “Jawab!”   &nbs
Baca selengkapnya

Membahas Pelaku

“Jangan-jangan tadi terjadi sesuatu? Makanya kamu main seharian dan malas memikirkan apa-apa, bahkan bolos kerja.”   Alih-alih menjawab Erika, aku tertunduk, seperti anak kecil yang dimarahi oleh ibunya karena melakukan kenakalan. “Urusan approval jangan kamu pikirkan. Fokus saja pada kasus kedaimu itu.”     Erika lalu melenggang ke kamar.      Kutatap Erika dari ruang tamu. Dia membuka laptopnya kemudian entah apa yang dia kerjakan. Sudah lama aku tidak melihatnya bekerja seperti itu lagi. Sepulang kerja bekerja lagi. Seperti waktu pertama kali aku mengajaknya tinggal untuk mengenal satu sama lain. Akan tetapi, aku belum benar-benar mengenalnya sampai sekarang. Aku hanya tahu Erika Hana yang dingin dan cepat berubah mood.      Aku menghela napas dalam-dalam. “Berpikirlah tanpa harus mendesak Erika, bodoh!” batinku.   ***   “
Baca selengkapnya

Tengah Malam : Kedatangan Dwi

Malam mulai merangkak ke pertengahan. Aku dan Erika duduk di atas karpet, berhadapan. Di tengah, koran dibentangkan dengan lebar. Highlight berita kebakaran menghadap ke atas. “Kalau kamu masih gak percaya sama apa yang kamu lihat, akua da videonya.” Aku membuka topik. “Tunjukkan!” pintanya.    Aku membuka galeri, memutar video dari galeri kemudian menyodorkannya pada Erika. “Video itu aku dapat dari pos penjaga di sekitar lingkungan sana. Gambar di koran mungkin diambil dari rekaman itu juga. Gerak orang itu persis,” komentarku.     Erika memerhatikan video itu. Memerhatikannya dengan seksama. “Kamu yakin ini bukan Yus?” tanya Erika kemudian. “Aku yakin. Dilihat dari manapun, postur Yus lebih tinggi.” “Kalau ini benar-benar Rey, motifnya apa?” “Aku masih ingin menyelidikinya. Menurut keterangan Dita, pelaku pembakaran adakah Yus. Jadi seharusnya Rey tidak ada sangkut pautnya.” “
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
17
DMCA.com Protection Status