Beranda / Romansa / My Arrogant Lawyer / Bab 121 - Bab 130

Semua Bab My Arrogant Lawyer: Bab 121 - Bab 130

264 Bab

Gak Usahlah

Senyum yang ada di wajah Raja dan Aida tidak surut sedetik pun, ketika menjenguk cucu keduanya itu. Terutama Aida yang akhirnya bisa benar-benar bernapas lega. Anak tertuanya akhirnya menikah, dan sudah dikaruniai keturunan yang sangat tampan. Lepaslah sudah satu beban dari pundaknya. Kini, tinggal menunggu Bira, yang masih berkeliaran tidak tentu arah dalam memilih pasangan hidupnya. Namun, karena usia Bira belum menginjak kepala tiga, Aida masih bisa santai sejenak menikmati hidup. Membiarkan anak bontotnya itu bersenang-senang, dan Aida baru akan bertindak, kalau Bira sampai tidak berhubungan serius dengan wanita ketika menginjak kepala tiga. “Ini, sih, Pras junior,” ucap Raja ketika pertama kali melihat wajah cucunya itu. “Plek banget sama Pras waktu bayi, iya, gak, Mi?” tanya Raja meminta persetujuan sang istri. “Banget!” seru Aida menatap sekilas pada sang suami, kemudian kembali mengalihkan perhatiannya pada sang cucu yang tertidur lelap di gendonganny
Baca selengkapnya

Mau ...

Setelah tiga hari berada di rumah sakit, Sinar akhirnya kembali ke rumah yang sangat ia rindukan. Itu pun, Pras sempat memaksa agar Sinar tidak perlu pulang dulu hingga benar-benar pulih. Namun, Sinar menolaknya dengan rengekan tanpa henti, hingga Pras mengalah dan menuruti sang istri untuk pulang ke rumah. Tidak hanya itu sebenarnya. Ketika sampai di rumah pun, Pras telah menyiapkan Sinar sebuah kursi roda, agar Sinar tidak terlalu banyak bergerak selama masa pemulihan. Pras benar-benar tidak tega, ketika melihat istrinya itu berjalan dengan sangat perlahan dan hati-hati ketika melangkah. “Kamu tuh, lebay, Mas,” decak Sinar yang menolak untuk memakai kursi rodanya. “Aku tuh masih bisa jalan. Lagian kata dokter, aku tuh harus gerak seperti biasa, meskipun harus hati-hati dulu sementara.” “Justru itu, sementara ini, kamu bisa pake kursi roda dulu,” saran Pras. “Kan enak, kamu tinggal gerakin tuasnya terus bisa jalan dengan cepat.” “Ih, yaa enggaklaaaah
Baca selengkapnya

Hanya Qaishar Seorang

Pagi itu, adalah pagi pertama Qaishar berada di rumah. Ada seorang suster yang akan datang untuk memandikan bayi tampan itu setiap pagi dan sore harinya. Pras pun menyaksikan Qaishar yang dimandikan oleh suster tersebut dengan seksama. Sedangkan Sinar, wanita itu tengah mengisi amunisi agar ASI yang diberikan pada putranya semakin lancar dan tidak sampai kurang. Sementara itu, Aida sibuk dengan kamera mirrorless keluaran terbaru, yang digunakan untuk mengabadikan moment tersebut, dengan sebuah video. “Qai, rewel gak semalam?” tanya Aida pada Pras, ketika sang suster sudah mengangkat Qaishar dari bak mandi. “Gak rewel, cuma bangun-bangun minta ASI sampai …” Pras menghitung sejenak, berapa kali dirinya terbangun karena putranya itu menangis karena lapar. “Lima kali,” ungkapnya dengan yakin. “Kamu ikut bantuin Sinar, atau lanjut tidur?” selidik Aida dengan memicingkan mata. “Cuma bisa bantu ngangkat sama mindahin Qai,” jawab Pras tanpa melepaskan
Baca selengkapnya

Biar Enak

Sinar menerima suapan demi suapan yang diberikan Pras dengan hati kesal. Menahan sakit hati karena masih terngiang dengan bentakan suaminya tersebut. Selama itu, Sinar hanya mendiamkan Pras dan tidak memberikan seulas senyum pun pada pria itu.“Bukannya aku sudah bilang, aku gak ngebentak kamu,” Pras dengan alibinya, meyakinkan diri karena memang tidak merasa membentak Sinar sama sekali.“Terserah! Tapi aku sakit hati dengar omongan kamu tadi,” balas Sinar mengalihkan tatapannya dari wajah Pras.“Tapi, aku benar, Nar.” Pras tetap bertahan dengan argumennya. “Gimana kalau ada Ato lewat? Atau yang lain, pak Juna misalnya? Dan mereka lihat kamu lagi begini?” satu telapak tangan Pras terbuka, untuk menunjuk Qaishar yang masih saja sibuk menyesap ASInya dengan sangat lahap.“Ya, kamu bisa ngomong baik-baik, Mas,” sangkal Sinar. “Gak pake bentak-bentak.”Meskipun sedari tadi mereka b
Baca selengkapnya

Ibu-ibu Aja

Usia Qaishar sudah memasuki hari ke sembilan. Lantas hari itu, adalah hari pertama Pras harus meninggalkan putra kesayangannya untuk bekerja.Rutinitas Sinar pun, mau tidak mau harus kembali seperti semula. Menyiapkan semua keperluan untuk Pras di pagi harinya. Meskipun, geraknya masih belum bisa selincah dan secepat dahulu kala. Rasa trauma serta nyeri akibat jahitan pada jalan lahirnya, masih menghantui hari-harinya jika hendak melakukan suatu hal.Sementara Sinar sibuk menyiapkan pakaian Pras yang warnanya sangat-sangat monoton, yakni hanya ada kemeja dengan satu warna yaitu putih. Sinar tidak perlu bingung lagi, jika harus memadu padankan jas dengan kemeja beserta dasinya yang hendak dipakai oleh Pras.Sementara itu, Pras sendiri tengah merebahkan diri bersama putra, yang sementara ini masih memiliki hobi tertidur itu. Tunggu saja dua atau tiga bulan lagi, maka bayi tersebut mungkin sudah bisa berguling-guling dan berteriak sekehendak hatinya.“
Baca selengkapnya

Perasaan Sinar

“Eits …” Sinar merentangkan kedua tangannya. Menghalangi Pras yang baru saja tiba dari kantor, untuk mendekati Qaishar yang masih terlelap. “Mandi dulu, baru boleh pegang-pegang.” Pras langsung memeluk tubuh Sinar secara tiba-tiba. Sedikit mengangkat wanita itu dan memutar tubuhnya. “Kalau pegang kamu boleh?” “Mandmm …” Bibir yang baru saja terbuka, dan hendak memuntahkan protes itu pun langsung dibungkam oleh Pras. Sementara Sinar, refleks saja mengalungkan tangannya dan ikut ke mana pun Pras membawanya. “Ayah, enam bulan lagi bebas,” kata Pras setelah melepas pagutan panasnya. Memberi senyum tipis pada sang istri sembari mengusap jejak basahnya yang masih tersisa di bibir Sinar. Kontan saja, manik bening milik Sinar itu langsung tampak berbinar mendengarnya. Sudut bibirnya pun tertarik lebar, sangat sempurna. “Serius, Mas?” Pras mengangguk, lalu menyambar satu kecupan lagi di bibir yang masih terbuka dengan rasa takjub itu. “
Baca selengkapnya

Seperti Anak Biasa

Sungguh, di kepala Sinar saat ini tertimbun banyak pertanyaan ketika melihat Bira ada di depannya. Pria itu hanya bisa menatap takjub, dengan sosok mungil yang masih memiliki hobi tidur itu. Bira tidak memiliki keberanian sedikit pun untuk menggendong Qaishar, karena takut akan menyakitinya. Salah sedikit saja, Pras bisa saja menghabisinya. Lebih baik cari aman dengan hanya menatap, meskipun tangannya gemas ingin sekali membawa tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. “Bira!” panggil Sinar yang duduk santai pada sofa khusus menyusui, yang dibelikan oleh Mira kala itu. Pria itu pun menoleh pada Sinar dengan cepat. “Apaan?” Bibir Sinar terbuka, tapi giginya menatup rapat seraya mendesis kesal sejenak. “Kamu, sama Gina, pacaran?” “Enggak!” “Jangan bohong kamu,” desak Sinar semakin menajamkan tatapannya. “Aku lihat story chat kamu waktu itu! Kalian pake baju couple warna biru pink!” Bira memberi ringisan pada Sinar seraya menggaruk le
Baca selengkapnya

Rasa Curiga

Sinar memandang puas, dengan foto newborn Qaishar yang baru saja terpasang di kamar mereka. Terletak tepat di samping foto pernikahannya dengan Pras. Qaishar benar-benar tampan, dengan memakai tuksedo dan bergaya bak seorang presiden direktur. Dan kesemua ide untuk tema pemotretan tersebut, Praslah pencetusnya. Sepertinya, Qaishar akan benar-benar dipersiapkan untuk meneruskan tombak kepemimpinan Casteel High nantinya. “Ganteng, kan?” Pras yang baru saja keluar dari kamar mandi itu, langsung menghampiri Sinar. Berdiri di belakang sang istri lalu memeluknya. Menjatuhkan wajahnya pada ceruk leher Sinar kemudian berbisik. “Sama seperti ayahnya.” Dagu Sinar lantas langsung mengetat. Menarik wajahnya untuk melihat Pras. “Sejak kapan kamu jadi narsis, Mas? Jangan kecentilan ih!” seru Sinar merasa aneh karena sikap Pras barusan. “Awas ya, kalua berani macem-macem, aku habisin ulat bulu kamu itu!” “Kalau dihabisi, kamu gak bakal bisa punya anak lagi.” Pras me
Baca selengkapnya

Masalah Arista

Wajah datar Pras terdiam sebentar, seraya melihat Qaishar yang baru saja melepaskan bibir mungilnya dari tubuh Sinar. “Itu …” tunjuknya pada bagian tubuh yang cepat-cepat ditutup oleh Sinar.“Huh!” Sinar memicing tajam lalu bangkit perlahan untuk meletakkan bayi tampanya di box bayi. Masih memendam rasa curiga akan telepon dari Arista di pagi hari seperti ini.Sinar mengikuti Pras yang sudah melangkahkan kakinya ke menuju walk ini closet. Kembali duduk di sofa bench dan menatap tubuh polos itu mengganti pakaian dengan pakaian santai. Karena jam kerja masih beberapa jam lagi, maka Pras belum menggunakan setelah formalnya.“Yang tadi belum dijawab, kenapa Arista nelpo n pagi-pagi gini?”“Ada urusan kantor,” jawab Pras santai lalu memakai kaos oblongnya.“Iya apa? Kenapa harus nelpon pagi-pagi? Kenapa gak nelpon mas Lex? Arista, kan, sekretarisnya mas Lex?” Sinar tidak akan membiarkan
Baca selengkapnya

Lebih Enak Langsung

Arista memutuskan untuk mempercepat makan siangnya. Merasa canggung karena berada diantara Pras dan Sinar. Meskipun Sinar selalu mengajaknya berbicara panjang lebar, tapi, Arista sudah merasa sesuatu yang canggungm karena ada nama Bintang dalam pembicaraan mereka. Arista tahu benar, bagaimana sejarah hubungan antara Pras, Sinar dan Bintang. Sungguh sangat membingungkan dan merepotkan jika harus dipikirkan, Untuk itu, Arista tidak ingin memasukkan dirinya dalam kubangan kerumitan yang sama. Namun, di atas itu semua, Arista memiliki satu alasan kuat, yang menjadikan dirinya ingin segera lepas, dari permasalahan salah satu pemilik dari firma Sagara itu. “Kira-kira, kenapa ya, Mas. Arista gak mau sama Mas Bin?” tanya Sinar setelah Arista sudah pergi menjauh dari meja mereka. Sepanjang yang Sinar tahu dari penjelasan Arista, wanita itu baru kali ini diajak makan siang dengan Pras untuk membahas profil pembeli saham Surya. Biasanya, Arista hanya sebatas menelepon P
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1112131415
...
27
DMCA.com Protection Status