Beranda / Romansa / My Arrogant Lawyer / Bab 101 - Bab 110

Semua Bab My Arrogant Lawyer: Bab 101 - Bab 110

264 Bab

Jatahmu Aku Stop

Dapur, adalah tujuan Pras selanjutnya, jika tidak menemukan sang istri berada di kamar. Namun, tebakannya kali ini salah, Pras tidak menemui Sinar di sana. Mengeluarkan ponsel dari saku celana, Pras mencoba menelepon Sinar untuk mencari tahu keberadaannya. Namun, tidak juga ada yang mengangkat. Selanjutnya, Pras memanggil seorang pelayan untuk bertanya keberadaan istrinya yang tidak biasa seperti ini. “Mbak Sinar di teras belakang, Mas,” ujar Lusi, pelayan yang memang ditugaskan khusus untuk mengurus keperluan Sinar. “Lagi jahit baju,” “Jahit baju, di teras belakang? bukannya mesin jahitnya ditaruh di gudang?” Dahi Pras mengerut, menunggu jawaban Lusi sejenak sebelum melangkahkan kaki ke teras belakang. “Waktu Mas Pras pergi tadi, Mbak Sinar minta mesin jahitnya dikeluarin sama dipasangin dinamonya dan segala macamnya, terus minta ditaroh di teras belakang.” jelas Lusi lagi. Pras mengangguk paham. “Makasih, tolong siapkan makan siang.” Kemudia
Baca selengkapnya

Ngidam?

Kelopak mata Sinar terbuka dengan malas. Merasa terganggu dengan suara getaran ponsel, yang tidak henti berbunyi di atas nakas. Ingin menjangkau tapi tidak sampai. Ponsel Pras berada pada nakas yang bersebrangan dengan dirinya.“Mas.” Sinar menepuk pelan bahu yang tengah memeluknya hingga berulang kali. “Mas hapemu rewel, ganggu!”“Hmm, biarin, bentar juga mati sendiri,” jawab Pras masih dengan mata yang tertutup erat. Merasa enggan mengangkat telepon di hari libur seperti ini.Benar saja, tidak lama kemudian, ponsel Pras berhenti bergetar. Namun, tidak berselang lama, getaran itu kembali lagi mengganggu tidur siang keduanya. Sebenarnya, hanya Sinar seoranglah yang merasa terganggu. Sedangkan Pras, pria itu tetap asyik terlelap tanpa memedulikan suara yang ada.“Udah kubilang, kan, kalau mau tidur itu di silent,” decak Sinar berusaha bangkit, tapi tubuhnya ditahan dalam pelukan Pras.“Sudah, gak
Baca selengkapnya

Masih Ada Kesempatan

Sinar menumpu wajahnya dengan tangan kiri. Menatap Pras memakan mi ayamnya dengan begitu lahap. “Kenapa tiba-tiba mau mi ayam di sini? padahal dulu kan ke sini makannya bakso, gak pernah ngerasain mi ayamnya sama sekali?”“Karena aku tiba-tiba pengen mi ayam,” jawab Pras setelah menelan makanannya.“Itu namanya ngidam,” ucap Sinar dengan mulut yang masih penuh.Pras menggeleng, masih tetap pada pendiriannya kalau ia tidak ngidam. Hal ini seperti dirinya menginginkan sesuatu dan harus mendapatkannya. Sesimple itu, pikir Pras.“Sudah berapa kali aku bilang, aku itu gak ngidam,” elak Pras.“Kalau gak ngidam, di perempatan dekat rumah kan ada juga yang jual mi ayam, kenapa gak makan di situ aja?”“Karena aku pengen makan di sini Sinar sayaaang,” Pras sudah telampau gemas, karena sang istri sedari tadi memojokkannya dengan kata ngidam. “As simple as that, bukan ngidam,
Baca selengkapnya

Sepertinya ...

Sinar mengambil napas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan dengan teratur. Duduk bersandar pada headboard, sembari menunggu Pras yang masih berada di kamar mandi. Sibuk mengusap perut, yang sedari tadi selalu saja mendapat tendangan, dari sang bayi yang berada di dalam sana. Sinar pernah hamil sebelumnya, dan ia benar-benar merasakan banyak perbedaan dengan kehamilan pertamanya dahulu kala. Karena perbedaan itulah, Sinar sangat yakin kalau jenis kelamin bayinya saat ini adalah perempuan. Hingga ia pun sudah menyiapkan nama panggilan untuk bayinya kelak. “Kenapa?” Pras yang baru saja keluar dari kamar mandi, segera menghampiri Sinar yang terlihat meringis sembari mengusap perutnya. “Dia main akrobat lagi di dalam?” “Hu’uh,” kata Sinar dengan anggukan dan bibir yang maju beberapa senti. Meletakkan kedua telapak dinginnya pada perut sang istri, lalu menempelkan telinganya di sana. Pras terkekeh sendiri ketika merasakan tendangan kecil itu, begitu keras
Baca selengkapnya

Mengurus Sesuatu

"Mukanya biasa aja bisa gak, sih! Gak usah kecentilan gitu!" Sinar berdecak sembari memberi cubitan kecil berkali-kali pada lengan Pras. Sejak sang dokter kandungan mengatakan jenis kelamin bayi mereka, pria itu spontan menyematkan senyum tipisnya yang tiada henti. Hal tersebut membuat Sinar semakin kesal. Bagaimana tidak, kalau para perawat serta beberapa pengunjung rumah sakit yang berjenis kelamin perempuan, mendadak menambatkan maniknya ke arah Pras. "Kecentilan?" tanya Pras dengan datar. "Iya! Gak usah pake senyum-senyum gitu! Kamu itu lama-lama jadi meresahkan." "Meresahkan?" Pras masih belum mengerti di mana letak kesalahannya, hingga sang istri menekuk wajah sepanjang perjalanan melewati koridor rumah sakit. Bukankah sikap Pras saat ini tengah menunjukkan kalau dirinya sedang bahagia? Tapi mengapa Sinar sedari tadi sibuk menggerutu tiada henti. "Iya! Jangan pura-pura gak tahu, kalau dari tadi itu, dilihatin mulu sama mbak-mbak perawat.
Baca selengkapnya

Satu Teguran

“Jadi, mas Bin keluar dua minggu lagi?” Sinar menggigit bibir bagian dalamnya menatap Pras, yang tidak pernah bosan memegangi perut san istri yang membola. Pria yang tengah sibuk mencari-cari di mana sang bayi akan melancarkan tendangannya itu, kemudian menatap datar pada Sinar. “Kamu gak perlu bertanya hal retoris seperti itu, Nar.” “Aku cuma tanya,” decak Sinar menarik satu sudut bibirnya dengan jengkel. “Dan kamu sudah tahu jawabannya, jadi buat apa lagi dipertanyakan?” terdengar jelas, kalau intonasi yang dilontarkan Pras sangat mengandung sinisme yang luar biasa. Pria itu tidak suka jika Sinar membahas mengenai mantan suaminya itu sama sekali. “Aku sudah kabulin permintaan kamu, kan?” lanjut Pras. “Jadi, hormati juga permintaanku, untuk gak berhubungan dengan Bintang sama sekali. Jangan tanyakan dia, apalagi bertemu.” “Iya, tahu." Memangnya, apalagi yang bisa dijawab oleh Sinar kalau bukan ‘iya’. Meskipun di dalam hati, masih ada
Baca selengkapnya

Jangan Sampai Ketahuan

Bira sampai lupa, kapan terakhir kali ia menginjakkan kakinya di Jakarta. Sepertinya sudah sangat lama sekali. Hanya Aida dan Raja yang menyempatkan datang, untuk menjenguknya sesekali jika ada kesempatan di hari libur. Sedangkan Pras, semenjak menikah dengan Sinar, pria itu sudah tidak pernah lagi menginjakkan kaki di Negeri Singa. Bahkan saat Bira memerlukan pria itu sekalipun, Pras hanya akan meneleponnya. Meskipun ketika darurat, Pras hanya akan ikut dalam rapat kecil secara daring. Namun, di satu sisi, Bira bisa berlega hati. Karena menurut Aida, kehidupan pernikahan Sinar dan kakaknya itu berjalan bahagia. Mekipun, Bira masih tidak bisa mempercayai hal itu sepenuhnya. Sampai akhirnya, Bira melihat dengan mata kelapanya sendiri. Sepasang suami istri itu saling memagut mesra di dapur, tanpa rasa sungkan sama sekali. “Di kamar woi! Kayak gak ada tempat aja! Jangan di sinilah kalau mau pamer.” Bira melewati pasangan suami istri tersebut menuju lemar
Baca selengkapnya

Nikmat Tuhan

Sinar meremas sisi dress hamilnya ketika memasuki sebuah toko perlengkapan bayi. Toko yang sama, yang pernah di masukinya dengan Bintang dahulu kala. Tiga tahun berlalu, toko tersebut hanya sedikit mengalami perubahan tata letak beberapa etalasenya. Selebihnya, semua masih sama seperti dahulu kala.“Sinar,” tegur Pras yang langsung memecah lamunan Sinar seketika. Wanita itu mengerjab, dan buru-buru mengalihkan perhatianya pada sang suami.Hari ini, adalah hari yang sudah lama ditunggu oleh Pras. Setelah usia kandungan Sinar telah menginjak tujuh bulan, Pras adalah orang pertama yang langsung mengajak sang istri untuk berbelanja perlengkapan bayi. Pras bahkan sudah meminta orang untuk merenov ruangan di samping kamar tidur mereka. Ruangan yang akan dihubungkan dengan connecting door itu, nantinya akan digunakan sebagai kamar putra mereka.Sinar kembali teringat dengan beberapa hal manis ketika bersama Bintang dahulu kala. Pria itu jugalah yang begitu
Baca selengkapnya

Rasa Cemburu

Sore itu, Pras pulang lebih cepat dari biasanya. Pria itu langsung menuju ruang yang berada di sebelah kamarnya. Sebuah kamar, yang nantinya akan diperuntukkan untuk sang putra tercinta.“Kira-kira kapan selesai?” tanya Pras kepada salah satu tukang yang bekerja di sana.“Tiga hari lagi selesai, Pak. Besok sudah finishing akhir dan beres-beres.”“Oke.” Pras berbalik dan beranjak ke kamar yang dahulunya di tempati oleh Vio. Untuk sementara waktu, Pras dan Sinar pindah ke kamar tersebut. Setelah semua renovasi selesai, barulah keduanya kembali ke kamar mereka.Seperti biasa, Pras mendapati Sinar sedang berbaring di ranjang. Wanita itu benar-benar sangat malas beberapa bulan ini. Kalau tidak tidur, maka ia akan pergi ke dapur untuk makan. Satu-satunya kegiatan yang lumayan bermanfaat selama kehamilan Sinar ialah, wanita itu sibuk menjahit di teras belakang.Yang aneh adalah, Sinar enggan menjahit dari kain yang tela
Baca selengkapnya

Aku yang Atur

Tangan besar itu dengan lembut mengusap punggung dan pinggang sang istri yang sedari tadi mengeluh sakit. Semakin ke sini, Pras merasa keluhan Sinar terhadap kehamilannya semakin menjadi. Wanita itu semakin sering terbangun untuk buang air kecil, dan setelahnya, Sinar akan kesulitan untuk kembali tidur.Belum lagi, beberapa hari ini wanita itu kerap mengalami mual dan morning sickness di pagi hari. Padahal, pada semester pertamanya, Sinar tidak mengalami semua itu sama sekali.“Masih pegel,” tanya Pras sudah mulai menguap, meski jarum jam baru menunjukkan pukul delapan malam.Sinar mengangguk dengan bibir manyunnya. “Pengen gitu, kalau hamil lagi, kamu aja yang ngerasain sakitnya, Mas,” celetuk Sinar. “Kamu yang sakit pinggang, kamu yang mual sama muntah, kamu yang bolak balik pipis, kamu yang—"“Iyaa,” sela Pras. “Nanti kalau hamil lagi, biar aku yang ngerasai semua-semuanya,” sahutnya asal, aga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
27
DMCA.com Protection Status