All Chapters of MR. CINDERELLA (INDONESIA): Chapter 71 - Chapter 80
110 Chapters
Part 71
Pramudya.Dengan kepala setengah tertunduk dia menatap layar gawainya yang pecah parah. Batangan itu nyaris terbelah dua. Bahkan baterainya pun sudah retak di bagian tengah. Bukan hanya tak bisa menghubungi orang-orang yang menurutnya penting. Namun yang lebih menyesakkan, foto-foto wajah Cinta pun yang tersimpan tak bisa lagi dia pandang.Walaupun dua hari lalu, dia masih berkesempatan bicara dengan Cinta melalui ponsel Sabrina. Namun jelas dia merasa tak puas karena Cinta tidak bisa datang menemuinya lantaran Pak Abraham mengurung gadisnya itu hingga saat ini.Saat itu, Pram hanya bisa memandangi bola mata Cinta yang terus menerus meneteskan air mata. Serta wajah yang sembab tanda gadis itu menangis untuk waktu sekian lama. Padahal hatinya gemas ingin sekali menyentuh pipi yang basah dan menghapus air mata itu. Namun apa daya dia tengah terbaring lemah dan juga terhalang oleh perintah Pak Abraham yang begitu keras memisahkan dirinya dengan Cinta.&l
Read more
Part 72
Dari jendela pesawat di sebelah kirinya, Pram melemparkan pandangan ke daratan di bawah sana. Tampak terbentang luas bagai jutaan titik penuh warna yang lama kelamaan semakin menjauh dan mengecil, lalu hilang di balik awan putih yang berarak di angkasa.Pram memejamkan mata merasakan sesak yang tiba-tiba hadir di dalam dada saat membayangkan wajah gadis tercinta yang terpaksa dia tinggalkan tanpa sempat bertemu, walaupun untuk sekedar mengucapkan selamat tinggal sementara waktu dan meminta gadis itu untuk menunggu.Namun dia yakin Cinta juga merindu seperti dirinya saat ini. Karena setiap kali hatinya melirihkan nama Cinta, sekujur tubuhnya serasa menghangat dan jantungnya berdebar hebat.Pagi tadi sewaktu Bu Ocha mengantarnya ke bandara, dia memohon pada Bu Ocha untuk segera menyempatkan diri bertemu Sabrina dan meminta nomor pribadi Cinta. Agar dia dapat menghubungi gadis itu begitu sampai di tempat tujuan.Dan Bu Ocha berjanji hanya dengan menganggukka
Read more
Part 73
Tegak dan berusaha bersikap tenang, Pram duduk di sofa single tengah menunggu Burhan yang menghadap manajer HRD di dalam ruangan.Penampilannya tampak rapi pagi ini. Mengenakan celana basic hitam dan kemeja biru tua. Sepatu pantofelnya mengkilat licin tanpa noda. Rambut klimisnya membingkai wajahnya yang segar merona. Tak ketinggalan keharuman khas pria yang menguar dari tubuh tegapnya.  Para karyawan wanita yang berada di balik kubikel sesekali meliriknya penuh tanda tanya. Bahkan ada beberapa yang melemparkan tatapan nakal menggoda sambil berbisik-bisik dengan sesama rekan kerja. Namun Pram tetap bersikap datar, walaupun merasa risih karena dirinya kini menjadi santapan mata para wanita.Perfect! Pesona Pram memang tak terbantahkan.Walaupun kepala tetap tegak, namun bola mata dia arahkan ke bawah. Sesekali dia melirik laju jarum jam tangannya. Sudah lewat tiga puluh menit dia duduk sendiri menunggu Burhan di dalam sana.Pintu ruangan yang
Read more
Part 74
Tok ... Tok ... Tok....Terdengar ketukan dari pintu kamar. Pram yang baru selesai berpakaian melangkah cepat menuju pintu.Ketika Pram menguak pintu itu lebar, seorang wanita tua tampak berdiri tegak di hadapannya dengan tersenyum ramah. Namun tiba-tiba senyuman wanita itu memudar, seiring dengan bola matanya yang membelalak lebar.  Pram menangkap reaksi yang berubah secepat kilat itu, mengernyitkan dahi menatap wanita di hadapan. Dia merasa seperti ada sesuatu yang salah dengan dirinya.“Bu? Selamat pagi.” Pram menyapa lebih dulu. Spontan membuyarkan keterpanaan wanita itu.Wanita itu gelagapan disapa oleh Pram. Kemudian merubah raut wajahnya dengan menghadirkan kembali senyuman ramah seperti di awal tadi.“Eeeh ... iya. Se ... selamat pagi,” balasnya gugup.“Ehmm ... Ibu ... siapa?” tanya Pram hati-hati demi melihat sinar mata wanita itu begitu sendu menatap dirinya.“Oh, iya.
Read more
Part 75
Makan siang ini Pram lewati dengan menuntaskan pekerjaannya yang menumpuk. Memeriksa file biodata keanggotaan seluruh tenaga pengamanan di dalam komputer. Mempelajari prosedur kerja Chief Security sebelumnya. Dan mengatur ulang jadwal kegiatan harian para anggotanya agar ada penyegaran di divisi pengamanan yang dia pimpin saat ini.Pram mendongak dan mengalihkan pandangannya dari tumpukan berkas dan layar komputer ketika terdengar ketukan di pintu ruang kerjanya.Tanpa menunggu dipersilakan masuk, Burhan muncul dari balik pintu lalu melangkah santai menghampiri meja kerjanya dan duduk di hadapannya.Pria itu menyodorkan sebuah kotak berwarna putih dengan lambang Apel ke hadapan Pram.Sejenak Pram menatap Pak Burhan dengan pandangan heran, lalu meraih kotak itu dan dibukanya pelan-pelan.Dia terperangah begitu melihat satu unit ponsel yang dia tahu seharga motor itu teronggok di dalamnya, lalu beralih lagi menatap Burhan.“Ini ... buat
Read more
Part 76
Cinta.Satu minggu dia berada di kota Medan, mengikuti kegiatan papa dan mama yang baginya tidak terlalu berguna. Hanya menemani keduanya menemui beberapa kerabat papa.Kata mama, mereka adalah para calon investor yang tengah dilobi oleh papa untuk menanam saham di proyek apartement yang akan dibangun tak lama lagi, yang berlokasi di perbatasan antara Jawa Barat dan Jakarta Selatan. Mereka membawa serta dirinya dengan harapan dia berminat mempelajari bisnis papa dan ikut terjun langsung menangani proyek tersebut. Padahal dia tahu, maksud papa dan mama membawanya ke kota itu tak lain hanya untuk menjauhkan dia dari pria yang melamar dirinya dan memberinya cincin tanda ikatan dua minggu lalu, Pramudya.Terlebih ketika dia teringat ancaman papa sewaktu dia diseret pulang dari tempat terakhir dirinya bertemu dengan Pram.“Kalau kalian berani ketemuan lagi, jangan harap kamu bisa lihat Pram dalam keadaan masih bernyawa!”
Read more
Part 77
Apa yang dia dan Sabrina duga ternyata benar.Malam harinya, setelah selesai makan malam dengan menu hidangan istimewa yang dipesan langsung dari catering hotel Swastika milik keluarga, Pak Abraham dan Bu Viola bersama Pak Derry beserta istrinya, Ibu Jessica membahas mengenai niat mereka untuk menjodohkan anak-anak mereka. Cinta dan Jamie.Kekehan dan kelakar ringan terdengar di ruang keluarga. Namun Cinta sama sekali tak berminat untuk ikut serta menanggapi. Semua pembicaraan mereka terdengar memuakkan baginya. Terlebih ketika, Pak Derry dan Bu Jessica mulai memuji-muji dirinya di depan putera mereka dan secara langsung menggoda Cinta untuk menjadi menantu mereka.“Kamu masih ingat, nggak, Jem? Dulu waktu Cinta liburan ke Sidney, dia masih kecil sekali. Cinta ikutin kamu terus selama liburan di Bronte beach saking takutnya sama ombak.” Bu Jessica, wanita berdarah campuran Indo-Chinese sebaya Bu Viola terkekeh mengenang masa liburan mereka seraya men
Read more
Part 78
Pagi hari, tepat di pukul tujuh. Matahari sudah memancarkan kehangatan sinarnya. Disambut kicauan burung-burung yang bertengger di ranting pepohonan dan di tepi atap rumah.Cinta bersiap dengan outfit joggingnya. Celana legging hitam dan kaos putih dilapisi jacket training berwarna merah dengan garis hitam di bagian lengan. Tak lupa sepatu olahraga warna putih dengan merk ternama dan tas pinggang, juga topi softball nangkring di kepala. Begitu pun Sabrina mengenakan legging hitam dan kaos merah dilapisi jaket training berwarna biru, juga sepatu putih dengan merk yang sama.Keduanya menuruni anak tangga menuju lantai bawah, menemui mama papa Cinta yang duduk di meja makan sambil menikmati sarapan.Pak Abraham dan Ibu Viola mengernyit kompak ketika melihat keduanya berdiri di depan meja dengan pakaian olahraga lengkap.“Mau kemana kalian?” tegur Pak Abraham datar menyapu penampilan keduanya dengan tatapan mata.“Ya olahraga dong, Om
Read more
Part 79
Pramudya.Bola matanya terbelalak lebar, nyaris meloncat keluar ketika membaca notifikasi dari bank di layar ponselnya. Tertera jelas nominal dua puluh juta rupiah masuk ke dalam rekening bank atas namanya yang terkirim dari PT Andromeda Persada Land, sebagai pembayaran gajinya bulan ini.Tenggorokannya pun seketika mengering, hingga salivanya tercekat begitu hebat. Beberapa kali dia mengerjapkan mata, seolah tak percaya dengan fungsi indera penglihatannya. Dan membesarkan layar ponselnya untuk memastikan apakah nominal itu benar atau salah.“Pasti salah kirim,” desisnya meyakinkan diri.Kemudian beranjak dari kursi kerjanya dan merapikan sejenak safari hitam yang dia kenakan, lalu melangkah lebar keluar ruangan.Tiba di depan pintu kaca yang bertuliskan Financial Manager, langkahnya terhenti sebentar demi melihat seorang wanita yang sedang duduk berhadapan dengan Burhan di dalam ruangan. Dia berdiri di samping pintu menunggu Burhan men
Read more
Part 80
“Yang baju kuning terlalu kurus. Dadanya rata, bokongnya juga. Nggak enak untuk di jamah. Skip, ah!” “Kalau yang baju hitam boleh juga, tuh. Lesung pipinya bikin manis. Tuh liat, dia senyum-senyum pula ke kita.”“Aku lebih suka yang lagi jalan itu, yang bawa anak kecil. Seksi banget!”Ketiganya kompak menoleh ke arah luar dari balik jendela kaca Moonback Cafe. Mengikuti telunjuk Lukas yang terarah pada seorang wanita cantik usia tiga puluhan sedang menggandeng bocah laki-laki menyusuri pelataran parkir.“Itu sih Mahmud. Mamah Muda. Tumben? Biasanya selera kamu ABG, Luk?” seru Baldi enteng.“Bosan. Pengen coba varian lain,” celetuk Lukas sambil terkekeh. Baldi dan Burhan hanya mencibir lalu kembali mengedarkan pandangan ke dalam ruangan, mencari wanita yang akan menjadi korban penilaian mereka. Sementara Pram hanya mengulum senyum mendengar celotehan para pria dewasa yang sudah berkel
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status