Makan siang ini Pram lewati dengan menuntaskan pekerjaannya yang menumpuk. Memeriksa file biodata keanggotaan seluruh tenaga pengamanan di dalam komputer. Mempelajari prosedur kerja Chief Security sebelumnya. Dan mengatur ulang jadwal kegiatan harian para anggotanya agar ada penyegaran di divisi pengamanan yang dia pimpin saat ini.
Pram mendongak dan mengalihkan pandangannya dari tumpukan berkas dan layar komputer ketika terdengar ketukan di pintu ruang kerjanya.
Tanpa menunggu dipersilakan masuk, Burhan muncul dari balik pintu lalu melangkah santai menghampiri meja kerjanya dan duduk di hadapannya.
Pria itu menyodorkan sebuah kotak berwarna putih dengan lambang Apel ke hadapan Pram.
Sejenak Pram menatap Pak Burhan dengan pandangan heran, lalu meraih kotak itu dan dibukanya pelan-pelan.
Dia terperangah begitu melihat satu unit ponsel yang dia tahu seharga motor itu teronggok di dalamnya, lalu beralih lagi menatap Burhan.
“Ini ... buat
Cinta.Satu minggu dia berada di kota Medan, mengikuti kegiatan papa dan mama yang baginya tidak terlalu berguna. Hanya menemani keduanya menemui beberapa kerabat papa.Kata mama, mereka adalah para calon investor yang tengah dilobi oleh papa untuk menanam saham di proyek apartement yang akan dibangun tak lama lagi, yang berlokasi di perbatasan antara Jawa Barat dan Jakarta Selatan. Mereka membawa serta dirinya dengan harapan dia berminat mempelajari bisnis papa dan ikut terjun langsung menangani proyek tersebut.Padahal dia tahu, maksud papa dan mama membawanya ke kota itu tak lain hanya untuk menjauhkan dia dari pria yang melamar dirinya dan memberinya cincin tanda ikatan dua minggu lalu, Pramudya.Terlebih ketika dia teringat ancaman papa sewaktu dia diseret pulang dari tempat terakhir dirinya bertemu dengan Pram.“Kalau kalian berani ketemuan lagi, jangan harap kamu bisa lihat Pram dalam keadaan masih bernyawa!”
Apa yang dia dan Sabrina duga ternyata benar.Malam harinya, setelah selesai makan malam dengan menu hidangan istimewa yang dipesan langsung dari catering hotel Swastika milik keluarga, Pak Abraham dan Bu Viola bersama Pak Derry beserta istrinya, Ibu Jessica membahas mengenai niat mereka untuk menjodohkan anak-anak mereka. Cinta dan Jamie.Kekehan dan kelakar ringan terdengar di ruang keluarga. Namun Cinta sama sekali tak berminat untuk ikut serta menanggapi. Semua pembicaraan mereka terdengar memuakkan baginya. Terlebih ketika, Pak Derry dan Bu Jessica mulai memuji-muji dirinya di depan putera mereka dan secara langsung menggoda Cinta untuk menjadi menantu mereka.“Kamu masih ingat, nggak, Jem? Dulu waktu Cinta liburan ke Sidney, dia masih kecil sekali. Cinta ikutin kamu terus selama liburan di Bronte beach saking takutnya sama ombak.” Bu Jessica, wanita berdarah campuran Indo-Chinese sebaya Bu Viola terkekeh mengenang masa liburan mereka seraya men
Pagi hari, tepat di pukul tujuh. Matahari sudah memancarkan kehangatan sinarnya. Disambut kicauan burung-burung yang bertengger di ranting pepohonan dan di tepi atap rumah.Cinta bersiap dengan outfit joggingnya. Celana legging hitam dan kaos putih dilapisi jacket training berwarna merah dengan garis hitam di bagian lengan. Tak lupa sepatu olahraga warna putih dengan merk ternama dan tas pinggang, juga topi softball nangkring di kepala. Begitu pun Sabrina mengenakan legging hitam dan kaos merah dilapisi jaket training berwarna biru, juga sepatu putih dengan merk yang sama.Keduanya menuruni anak tangga menuju lantai bawah, menemui mama papa Cinta yang duduk di meja makan sambil menikmati sarapan.Pak Abraham dan Ibu Viola mengernyit kompak ketika melihat keduanya berdiri di depan meja dengan pakaian olahraga lengkap.“Mau kemana kalian?” tegur Pak Abraham datar menyapu penampilan keduanya dengan tatapan mata.“Ya olahraga dong, Om
Pramudya.Bola matanya terbelalak lebar, nyaris meloncat keluar ketika membaca notifikasi dari bank di layar ponselnya. Tertera jelas nominal dua puluh juta rupiah masuk ke dalam rekening bank atas namanya yang terkirim dari PT Andromeda Persada Land, sebagai pembayaran gajinya bulan ini.Tenggorokannya pun seketika mengering, hingga salivanya tercekat begitu hebat. Beberapa kali dia mengerjapkan mata, seolah tak percaya dengan fungsi indera penglihatannya. Dan membesarkan layar ponselnya untuk memastikan apakah nominal itu benar atau salah.“Pasti salah kirim,” desisnya meyakinkan diri.Kemudian beranjak dari kursi kerjanya dan merapikan sejenak safari hitam yang dia kenakan, lalu melangkah lebar keluar ruangan.Tiba di depan pintu kaca yang bertuliskan Financial Manager, langkahnya terhenti sebentar demi melihat seorang wanita yang sedang duduk berhadapan dengan Burhan di dalam ruangan. Dia berdiri di samping pintu menunggu Burhan men
“Yang baju kuning terlalu kurus. Dadanya rata, bokongnya juga. Nggak enak untuk di jamah. Skip, ah!”“Kalau yang baju hitam boleh juga, tuh. Lesung pipinya bikin manis. Tuh liat, dia senyum-senyum pula ke kita.”“Aku lebih suka yang lagi jalan itu, yang bawa anak kecil. Seksi banget!”Ketiganya kompak menoleh ke arah luar dari balik jendela kaca Moonback Cafe. Mengikuti telunjuk Lukas yang terarah pada seorang wanita cantik usia tiga puluhan sedang menggandeng bocah laki-laki menyusuri pelataran parkir.“Itu sih Mahmud. Mamah Muda. Tumben? Biasanya selera kamu ABG, Luk?” seru Baldi enteng.“Bosan. Pengen coba varian lain,” celetuk Lukas sambil terkekeh. Baldi dan Burhan hanya mencibir lalu kembali mengedarkan pandangan ke dalam ruangan, mencari wanita yang akan menjadi korban penilaian mereka. Sementara Pram hanya mengulum senyum mendengar celotehan para pria dewasa yang sudah berkel
Cinta.Sambil melambaikan tangan pada beberapa kru dan cium pipi kanan kiri dengan beberapa rekan artis yang dia temui, Cinta menyusuri pinggiran kolam renang sebuah rumah megah tempat lokasi syutingnya hari ini. Bersama Sabrina yang melangkah di belakangnya dengan langkah tergopoh-gopoh membawa gaun Cinta yang dia sampirkan di lengan dan sebuah tas besar di tangan lainnya.Melihat Sabrina yang kepayahan membawa perlengkapan syutingnya, Cinta hanya menoleh sesaat, lalu tersenyum lebar tanpa sedikit pun berniat membantu. Sabrina yang menangkap senyum jahil itu, hanya bisa mencibir kesal pada punggung Cinta.Sementara Bastian, pengawal pribadinya yang bertubuh bak Hercules, berjalan di belakang mereka dengan mengedarkan sorot mata penuh waspada ke sekitarnya. Titah Pak Abraham sudah menancap di otaknya, “Begitu melihat Pramudya mendekat, langsung sikat!” Perintah Pak Abraham itu bagai sebuah doktrin untuknya. Cinta sangat tahu itu. Tapi d
Pramudya.Beberapa hari ini suasana hati Pram memang tak terkendali. Karena otaknya dipaksa berpikir untuk mencerna apa yang terjadi di Jakarta. Orang-orang terkasih satu per satu tak dapat dia hubungi. Dimulai dari Cinta yang tak bisa dia dapatkan nomor pribadinya, lalu Sabrina yang kontaknya tiba-tiba tidak aktif, dan kini Ibu Ocha yang menghilang tanpa meninggalkan pesan.Semuanya seakan mengisyaratkan mundur perlahan dari hidupnya. Serasa hidupnya kembali sebatang kara.Sementara kini dia semakin optimis menjajaki jalan menuju masa depan di pulau Kalimantan. Dimana dia memperoleh jabatan yang cukup diperhitungkan, gaji yang besar dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan. Apa yang dia dapatkan saat ini bagaikan sebuah keajaiban dalam hidupnya.Sebenarnya, dia sudah membayangkan bahagianya dia ketika kenikmatan ini juga dirasakan oleh Cinta, Bu Ocha dan juga Sabrina. Tapi kenyataannya pagi ini dia hanya terpekur sendiri memandangi sec
Setelah memberikan briefing selama lima belas menit pada tiga puluh anggota pengamanan yang bertugas pagi ini, Pram melaksanakan inspeksi keliling menyusuri setiap bagian di lima lantai pusat Andromeda City Mall. Memastikan anggotanya sudah bersiaga di setiap titik krusial yang tersebar di area dalam.Dan terakhir keluar gedung untuk memeriksa anggotanya yang melaksanakan tugas di sektor luar. Lalu masuk kembali ke dalam area lantai dasar setelah tugas rutinnya itu selesai.Jam operasional mall tersebut dimulai pukul sepuluh pagi, tapi beberapa tenant sudah membuka gerai satu jam sebelumnya. Sehingga sudah tampak kesibukan di dalam sana.Dengan ramah dan sopan dia membalas sapaan beberapa pegawai tenant yang sudah mengenalnya. Tak terkecuali para pegawai wanita yang menyapanya sambil menggoda dan tertawa. Pram pun tak sungkan balas tertawa ketika mereka melemparkan canda.Bahkan ada seorang SPG gerai kosmetik yang terang-terangan minta bantuannya mendoron