“Yang baju kuning terlalu kurus. Dadanya rata, bokongnya juga. Nggak enak untuk di jamah. Skip, ah!”
“Kalau yang baju hitam boleh juga, tuh. Lesung pipinya bikin manis. Tuh liat, dia senyum-senyum pula ke kita.”
“Aku lebih suka yang lagi jalan itu, yang bawa anak kecil. Seksi banget!”
Ketiganya kompak menoleh ke arah luar dari balik jendela kaca Moonback Cafe. Mengikuti telunjuk Lukas yang terarah pada seorang wanita cantik usia tiga puluhan sedang menggandeng bocah laki-laki menyusuri pelataran parkir.
“Itu sih Mahmud. Mamah Muda. Tumben? Biasanya selera kamu ABG, Luk?” seru Baldi enteng.
“Bosan. Pengen coba varian lain,” celetuk Lukas sambil terkekeh. Baldi dan Burhan hanya mencibir lalu kembali mengedarkan pandangan ke dalam ruangan, mencari wanita yang akan menjadi korban penilaian mereka. Sementara Pram hanya mengulum senyum mendengar celotehan para pria dewasa yang sudah berkel
Cinta.Sambil melambaikan tangan pada beberapa kru dan cium pipi kanan kiri dengan beberapa rekan artis yang dia temui, Cinta menyusuri pinggiran kolam renang sebuah rumah megah tempat lokasi syutingnya hari ini. Bersama Sabrina yang melangkah di belakangnya dengan langkah tergopoh-gopoh membawa gaun Cinta yang dia sampirkan di lengan dan sebuah tas besar di tangan lainnya.Melihat Sabrina yang kepayahan membawa perlengkapan syutingnya, Cinta hanya menoleh sesaat, lalu tersenyum lebar tanpa sedikit pun berniat membantu. Sabrina yang menangkap senyum jahil itu, hanya bisa mencibir kesal pada punggung Cinta.Sementara Bastian, pengawal pribadinya yang bertubuh bak Hercules, berjalan di belakang mereka dengan mengedarkan sorot mata penuh waspada ke sekitarnya. Titah Pak Abraham sudah menancap di otaknya, “Begitu melihat Pramudya mendekat, langsung sikat!” Perintah Pak Abraham itu bagai sebuah doktrin untuknya. Cinta sangat tahu itu. Tapi d
Pramudya.Beberapa hari ini suasana hati Pram memang tak terkendali. Karena otaknya dipaksa berpikir untuk mencerna apa yang terjadi di Jakarta. Orang-orang terkasih satu per satu tak dapat dia hubungi. Dimulai dari Cinta yang tak bisa dia dapatkan nomor pribadinya, lalu Sabrina yang kontaknya tiba-tiba tidak aktif, dan kini Ibu Ocha yang menghilang tanpa meninggalkan pesan.Semuanya seakan mengisyaratkan mundur perlahan dari hidupnya. Serasa hidupnya kembali sebatang kara.Sementara kini dia semakin optimis menjajaki jalan menuju masa depan di pulau Kalimantan. Dimana dia memperoleh jabatan yang cukup diperhitungkan, gaji yang besar dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan. Apa yang dia dapatkan saat ini bagaikan sebuah keajaiban dalam hidupnya.Sebenarnya, dia sudah membayangkan bahagianya dia ketika kenikmatan ini juga dirasakan oleh Cinta, Bu Ocha dan juga Sabrina. Tapi kenyataannya pagi ini dia hanya terpekur sendiri memandangi sec
Setelah memberikan briefing selama lima belas menit pada tiga puluh anggota pengamanan yang bertugas pagi ini, Pram melaksanakan inspeksi keliling menyusuri setiap bagian di lima lantai pusat Andromeda City Mall. Memastikan anggotanya sudah bersiaga di setiap titik krusial yang tersebar di area dalam.Dan terakhir keluar gedung untuk memeriksa anggotanya yang melaksanakan tugas di sektor luar. Lalu masuk kembali ke dalam area lantai dasar setelah tugas rutinnya itu selesai.Jam operasional mall tersebut dimulai pukul sepuluh pagi, tapi beberapa tenant sudah membuka gerai satu jam sebelumnya. Sehingga sudah tampak kesibukan di dalam sana.Dengan ramah dan sopan dia membalas sapaan beberapa pegawai tenant yang sudah mengenalnya. Tak terkecuali para pegawai wanita yang menyapanya sambil menggoda dan tertawa. Pram pun tak sungkan balas tertawa ketika mereka melemparkan canda.Bahkan ada seorang SPG gerai kosmetik yang terang-terangan minta bantuannya mendoron
“Om, kasih statement dong, Om. Sedikit aja.”“Benar nggak yang kemarin itu pacar barunya Cinta, Om?”“Bagaimanan tanggapan Om dengan reputasi Cinta yang sering gonta-ganti pacar untuk menaikkan popularitas, Om?“Statement, dong, Om. Please, Om ...”Rentetan pertanyaan dari beberapa reporter kala Pak Abraham keluar dari lobby hotel Swastika menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan.Menurut security yang berjaga, belasan pencari warta infotainment itu sudah berada di area lobby hotel sejak sore tadi. Sepertinya mereka sengaja menunggu Pak Abraham keluar hingga pukul tujuh malam ini.Pak Abraham hanya melempar senyum kecil pada mereka yang berdesakkan di belakang sembari menyorotkan kamera dan microphone ke arahnya.Masih terdengar serbuan kata-kata pemburu berita itu bergantian. Hingga tak jelas lagi apa yang mereka tanyakan.“Apa benar itu salah satu trick Cinta untuk menaikka
Sebesar apapun sakit hati kita pada orangtua, mereka pernah merasakan jutaan kali lipat rasa sakit demi menghadirkan kita ke dunia.Di sudut sana, di ujung lorong serba putih itu, Cinta terpekur duduk di lantai. Kedua kaki terlipat dengan lutut di depan dada. Punggung bersandar pasrah di dinding yang dingin. Bola mata layu dan sembab menatap lurus ke depan, pada titik cahaya yang menyelinap dari celah tirai.Rasa bersalah dan penyesalan yang begitu mendalam kini seakan menampar wajahnya. Mengoyak egoismenya. Dan meremukkan kekerasan hatinya.Lantaran dustanya yang didorong oleh kemarahan yang menggila, hingga terlontar begitu saja, dia nyaris kehilangan mama selamanya.Mendengar vonis dokter Hardi, specialis Jantung yang mengatakan mama terkena serangan jantung mendadak, lantaran shock yang demikian hebat, membuat dirinya mengerdil dan dihantui dosa yang kini mencekiknya.Walaupun masih dalam kategory ringan, namun bisa sangat membahayakan jika tid
Cinta bukanlah tentang memiliki dan dimiliki. Namun cinta adalah pengorbanan dan perjuangan.Cinta.Semenjak seorang pria bernama Pramudya hadir mengisi catatan takdirnya, ia merasa seperti baru saja terlahir ke dunia. Seperti pupa yang berubah menjadi kupu-kupu bersayap indah. Seperti gurun yang sekian lama gersang tiba-tiba di sirami hujan. Dan seperti senja yang dihiasi bianglala dengan sejuta warna.Tanpa dia sadari sosok Pramudya yang telah singgah di hidupnya benar-benar mampu merubah dirinya. Hingar -bingar kehidupan malam yang selalu memacu gairah kini tak mampu menarik perhatiannya lagi. Minuman alkohol yang seakan paling berjasa dalam menenangkan jiwanya kini terasa hambar tanpa rasa.Dari sekian banyak pria yang melanglang buana dihidupnya hanya Pram laki-laki yang bisa menyadarkan dirinya bahwa ia begitu berharga. Itulah satu hal yang paling menyentuhnya. Sehingga ia merasakan bagaimana berharganya ia, bagaimana dirinya sangat di
Orang bilang, patah hati itu ibarat cermin yang pecah. Lebih baik ditinggalkan dalam keadaan hancur, daripada akan melukai diri sendiri jika diperbaiki.Bagi seseorang yang patah hati tanpa permisi, seharusnya Pram melakukan itu. Balik badan, meninggalkan, lalu melupakan.Namun sepertinya ia terlalu menikmati rasa sakitnya. Sehingga ia sama sekali tak mampu untuk menghapus bayang-bayang Cinta dari ingatan.Meskipun ada wanita cantik yang dijuluki ‘bunga’ di hadapan, tetap saja wanita itu tak sanggup meluruhkan pesona Cinta dari lamunan.Hingga Natalie si’bunga’ itu terpaksa menepuk punggung tangannya dan membuyarkan bayangan indah yang sejak tadi menari-nari di dalam pikiran.“Ya sudah, aku balik ke ruangan. Dihabiskan ya.” Natalie beranjak dari duduknya setelah menggeser kotak makan yang bertumpuk dua lebih dekat ke hadapan Pram.Seolah sudah menjadi rutininitas, wanita cantik mirip Bae Suzy itu selalu me
Pramudya.Iya, itu suara Cinta.Hasrat hati ingin memanggil nama itu dan berseru sekencang-kencangnya bahwa ia rindu, namun yang ada justru suara jantungnya kian menderu. Keheningan itu hanya diiringi suara binatang malam yang terdengar dari luar jendela kamarnya yang terbuka.Tiba-tiba ia mendengar pintu kamar diketuk dari luar. Ia pun lantas menoleh cepat, masih bersama gawai yang menempel di telinga.“Pram....““Pram....”Suara Lukas pun terdengar bergantian dengan suara ketukan di pintu kamar.“Pram, belum tidur, kan?”“Aku mau pinjam charger. Punyaku ketinggalan di kantor.”Kini Lukas sudah berdiri di depan pintu kamar yang terkuak lebar. Lalu melangkah menghampiri. Ia yang baru menyadari bahwa pintu itu lupa ia kunci, hanya mengangguk gugup.“Ini dia. Aku pinjam, ya.” Lukas meraih charger ponsel yang tergeletak di atas meja sampi
Pramudya.Dari tempatnya berdiri, di balkon Presidential Suit Room lantai dua puluh hotel Swastika, ia memandangi barisan gedung yang diterangi oleh lampu-lampu aneka warna. Seakan bangunan-bangunan menjulang itu tengah berlomba-lomba memamerkan keindahan di antara langit kelam.Jalan raya ibukota di bawah sana masih tampak sibuk menggeliat walau hari telah beranjak gelap.Diiringi semilir angin malam yang sejuk dan tak menusuk, ia menyandarkan pinggang di pagar balkon bersama secangkir kopi hitam di tangan. Diseruputnya beberapa teguk, lalu ia letakkan kembali ke atas meja kaca.Satu jam lalu, setelah seluruh rangkaian acara akad nikah dan resepsi digelar, sebenarnya ia ingin segera membawa Cinta pulang ke rumah. Namun, Pak Abraham, ayah mertuanya sudah mempersiapkan satu kamar termewah di hotel ini untuknya dan Cinta beristirahat beberapa hari. Tentu saja ia tak mampu menolak. Ia berpikir beginilah cara ia menghargai permintaan ayah mertua
Seseorang tidak bisa memaksakan dengan siapa ia akan jatuh cinta. Tapi hati lebih tahu siapa yang pantas untuk diperjuangkan dan siapa yang pantas didapatkan.Jadi, jangan pernah berhenti mencintai hanya karena pernah terluka. Karena tak ada pelangi tanpa hujan, tak ada cinta sejati tanpa tangisan.Pramudya dan Cinta sudah membuktikan itu semua. Setelah melewati segala rintangan, kepedihan dan kekecewaan, kini saatnya mereka berhak merayakan penyatuan cinta yang sejatinya awal melangkah menuju kehidupan baru.Cermin memang tidak pernah berdusta. Ia menampilkan apa yang ada di hadapannya. Disana terlihat seorang gadis cantik tinggi semampai dalam balutan kebaya putih berkerah rendah. Kalung rantai platina berliontin bentuk matahari melingkar di leher jenjangnya. Rambutnya disanggul dan ditaburi butiran kristal yang berkilau ketika ditimpa cahaya. Wajahnya yang sehalus porcelein dihias dengan warna-warna muda, terkesan alami namun tetap menggetarkan hati saa
Satu minggu kemudian, kesepakatan kerjasama antar dua perusahaan itu akhirnya terlaksana. Dikukuhkan dengan penandatanganan sejumlah dokumen perjanjian oleh Aura Cinta Anastasia sebagai Direktur Utama PT Swasti Karya Utama dan Rosalinda Cattleya Aji Pratama sebagai Direktur Pelaksana PT Andromeda Persada Land.Disaksikan sejumlah jajaran manager dari kedua perusahaan, pengacara masing-masing pihak dan notaris independen.Cinta seakan enggan berkedip ketika menatap sosok Pram yang tampak begitu mempesona di hari istimewa ini. Pria dengan keelokan fisiknya itu semakin menawan dengan setelan jas hitam yang begitu pas membalut tubuh tegapnya. Rambut klimisnya tertata rapi membingkai wajahnya yang segar dengan rahang licin kebiruan. Senyuman tipisnya yang selalu mengembang sepanjang acara tak ayal lagi membuat para kaum hawa melelehkan air liur kala memandangnya.Benar-benar seorang pria dengan pesona yang tak terbantahkan!Demikian juga Pram yang begitu menik
Untung saja Pram sigap menangkap tubuh Cinta yang tiba-tiba lunglai seperti daun kering yang lepas dari tangkai. Sehingga tubuh gadisnya itu tak sampai jatuh menghantam lantai.Lima menit tadi, ruangan lantai tiga mendadak gempar bagai diguncang gempa bumi. Lantaran pekikan panik Juwita saat melihat ibu direktrisnya yang cantik itu tiba-tiba tak sadarkan diri.Para karyawan langsung berhamburan keluar dari kubikel mereka menuju ruang kerja Direktur Utama untuk mengetahui apa yang terjadi.Tapi ketika melihat Pram membopong tubuh Cinta ke atas sofa dan mendekap begitu posesifnya, para karyawati yang melongo ke dalam ruangan justru berharap diri mereka yang pingsan saat itu, demi bisa bertukar tempat dengan Cinta, berada dalam dekapan hangat pria menawan itu.Burhan dan Baldi, serta Juwita akhirnya berhasil menggiring mereka kembali ke kubikel masing-masing, dan menghempaskan harapan semu mereka.Cinta mengerjap-ngerjapkan kelopak mata lemah, menyesu
Pramudya.“Apa kabar?” Terdengar begitu lugu, berbulan-bulan tak jumpa tapi hanya pertanyaan itu yang mampu terucap dari bibirnya.Perlahan Cinta mengurai dekapan dari tubuh tegapnya, kemudian mendongak untuk menjangkau pandangan tepat ke bola matanya yang juga menghangat. Lalu seulas senyum menghiasi wajah gadisnya yang basah.“Kangen.” Singkat, namun menggambarkan sejuta rasa indah.“Sama.” Begitu juga Pram yang seketika kehilangan kata-kata mesra yang sudah ia persiapkan sejak dari rumah. Karena ia terlalu sibuk menjinakkan hati yang kini melonjak-lonjak hendak melambung tinggi.Tanpa ia duga, Cinta menangkup wajahnya, menariknya untuk mendekat, lalu mengecup bibirnya begitu dalam dan lama. Walau terperanjat, ia berharap mampu membekukan waktu untuk menikmati kecupan hangat itu.Belum juga harapannya terkabul, Cinta melerai kecupan panjang di bibirnya. Lalu begitu tergesa-gesa gadis
Cinta.Ia mematut diri sejenak di depan cermin meja rias setelah tubuh semampainya terbalut blazer magenta dan celana panjang dengan warna sama, rambut coklatnya ia biarkan terurai bergelombang, serta riasan wajahnya natural, namun terkesan elegant.Lalu menyungging senyum puas ketika dirasa penampilannya saat ini sudah cukup paripurna. Pasalnya ia menganggap hari ini adalah hari penentuan bagi hidup mati perusahaan. Karena siang nanti ia akan bertemu dengan calon investor yang tertarik menanamkan dana besar pada proyek yang sedang ia perjuangkan. Setidaknya ia ingin memberikan kesan pertama yang positif lewat penampilan.“I’m gonna get dressed for success,” gumamnya sambil tersenyum dan mengerlingkan mata pada pantulan dirinya di cermin.Bergegas ia raih tas tangannya dengan brand terkenal dunia, lalu lekas melangkah keluar kamarnya.“Morning, Pa, Ma.” Ia menyapa setelah berada di kamar kedua orangtuanya.Pak A
Aura Cinta AnastasiaAtmosfere Meeting Room Hotel Swastika saat ini membeku. Dingin, kaku, dan membuat semua peserta internal meeting perusahaan itu mendadak diam membisu. Terlebih saat dua orang anggota tim konsultan bisnis memaparkan sejumlah temuan dan analisa di hadapan mereka.Yang intinya bahwa pembangunan proyek apartement yang akan dibangun oleh Pak Abraham dan rekannya Pak Derry Nugraha terpaksa dihentikan untuk sementara waktu. Dan perusahaan harus mengembalikan keseluruhan dana konsumen yang sudah masuk, juga semua kewajiban perbankan yang sudah jatuh tempo. Sementara sumber keuangan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut berada di titik rawan.Untuk mengatasi kendala tersebut, tak ada cara lain yaitu mencari investor atau menjual semua aset perusahaan bahkan aset pribadi pemilik untuk mendapatkan sumber pendanaan. Sedangkan para calon investor yang dianggap berpotensi saat ini sepertinya mundur teratur setelah berita mengenai masalah pr
“Selamat pagi, Sayang ... “Pram terlihat memutar bola matanya, sedikit jengah mendengar sapaan ibunya itu saat ia melangkah masuk ke ruang kerja dimana sang ibu sedang berkutat dengan beberapa dokumen di belakang meja kaca.“Jangan panggil ‘sayang’, Bu. Nggak suka!”Dari balik kacamatanya, Bu Ocha melirik Pram yang langsung menempatkan diri di kursi seberangnya. Lalu ia mengulum senyum.“Kan emang sayang,” godanya, karena suka melihat wajah puteranya yang tertekuk sebal itu.“Ibu ... please. Udah setua ini dipanggil ‘sayang’ sama Ibu, bikin malu aja,” gerutu Pram sambil memainkan pena di atas meja.Bu Ocha terkekeh ringan sambil melirik Mak Ayu yang duduk di sofa di tengah ruang kerja itu. Demikian juga Mak Ayu yang ikut tersenyum melihat interaksi ibu dan anak itu, lalu menyeruput secangkir teh hangat di tangannya.“Kalo nggak mau dipanggil ‘sayang&r
Pramudya.Ia tertegun menatap sesosok wajah yang tergambar di dalam bingkai foto berukuran besar di salah satu dinding kamar. Kelopaknya sedikit memicing mengamati wajah teduh namun terkesan bijaksana itu. Ia tak menampik bahwa tampilan sosok itu memiliki banyak persamaan dengan dirinya. Sepasang mata yang dalam di kawal dengan kedua alis yang legam. Bibir yang tipis dengan sudut tajam saat tersenyum. Dan garis rahang yang sangat menawan menggambarkan ketegasan. Ia memandangi foto itu seperti sedang bercermin.“Itu Pratama, cinta pertama Ibu, ayah kamu.” Dibelakangnya, Bu Ocha melingkarkan tangan di bahunya, kemudian meletakkan kepala di sana sambil ikut memandangi wajah di dalam bingkai foto warna kuning keemasan di hadapannya.“Ganteng,” Ia memuji tanpa mengalihkan tatapan pada foto itu.“Iya, persis kayak kamu. Wajah kamu seperti copy paste ayah kamu, Pram. Ibu cuma kebagian mewarisi bentuk hidung ke kamu,&rd