Waktu yang Hilang- Sekotak Cokelat Selama lima belas menit Akbar menunggu di depan rumah Nara. Tapi tetap saja nomernya tidak bisa dihubungi. Dia memang sengaja mematikan ponselnya. Kenapa suka sekali menghilang? Dulu dia kabur karena diancam oleh Saga. Lalu sekarang dia kabur dengan alasan apa? Sengaja pergi biar dicari? Tidak. Akbar tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi. Namun untuk mengambil keputusan, mesti menunggu beberapa waktu. Menanti Nara pulang atau ia akan bertindak sepihak tanpa menunggu istrinya itu kembali.Akbar menyalakan mesin mobil, lalu meninggalkan tempat itu. Namun tidak langsung pulang. Dia ingin refreshing sejenak. Mobil melaju cepat meninggalkan kota Surabaya dengan segala kepadatan aktivitas penduduknya. Menuju kota otonom Batu. Kota yang terpisah dari Kabupaten Malang dan menjadi salah satu kota wisata yang paling terkemuka di Indonesia. Kota yang menyimpan sejuta kenangan indah baginya.Sebelum lahir Moana, dalam sebulan dia bisa mengajak Melati
Mereka melangkah melewati lorong untuk menuju ruang rapat yang berada di bangunan yang terpisah dari bangunan induk. Anggota meeting sudah berada di sana, tinggal menunggu Pak Benowo dan Saga saja.Lima menit kemudian, rapat di mulai. Membahas tentang survei pasar, yang berkaitan dengan daya beli masyarakat terhadap perumahan, developer kompetitor, harga jual, harga kalkulasi keseluruhan material untuk bangunan. Membahas tentang tim produksi juga mendiskusikan segala kemungkinan terjadinya kesalahan, kekacauan, yang mempengaruhi hasil akhir properti. Termasuk penataan jalan, pintu gerbang utama, pos satpam, dan biaya perawatan lainnya.Meeting kali ini memang lebih lama dari biasanya. Sebab Pak Benowo memperkenalkan kembali putranya yang sempat mundur dari perusahaan dan memilih berkarir di luar negeri. Namun sekarang telah siap kembali bergabung dengan perusahaan keluarga.Gama sendiri dengan penuh percaya diri, bicara pada peserta rapat, bahwa dia siap bergabung kembali dengan peru
Waktu yang Hilang- Bukan Mantan"Laki-laki apa perempuan?" tanya Melati pada gadis berjilbab hitam di depannya."Perempuan, Mbak.""Oke, suruh tunggu sebentar, ya." Selama di Jogja, Melati tidak memiliki teman dekat. Kenal hanya sepintas saja karena seringnya mereka ke kafe. Cuma say hello, ngobrol sejenak, gitu saja. Terkadang ada juga langganannya tukang daging itu yang sering mengajak anak dan istrinya makan di kafe. Tapi jarang memanggilnya, biasa Melati yang menghampiri untuk menyapa mereka. Kalau pun ada yang booking tempat atau mau pesan makanan, biasanya langsung ke karyawan nanti baru pekerjanya yang menyampaikan kepada Melati.Setelah anak buahnya pergi, Melati mengangkat nampan. Dia harus mengutamakan meladeni makan malam untuk suaminya lebih dulu.Di luar, Saga menunggu di salah satu bangku kosong paling tepi di bawah pohon bunga tabebuya. Lelaki itu tersenyum pada sang istri yang menghampiri sambil membawa nampan.Menu yang sederhana. Semangkuk sayur pakis, tempe goren
Kalau langsung diberitahu, pasti Saga bakalan kaget. Merusak suasana makan malam mereka. Walaupun Saga pernah bilang tidak memiliki perasaan pada Alita, tapi bagaimanapun juga mereka dulunya adalah teman kuliah. Bahkan Saga pernah menyetujui dijodohkan dengan gadis itu. Kalau setuju menikah, berarti siap hidup dengan Alita selamanya.Ketika tengah menikmati makan malam dan berbincang dengan sang istri. Ponsel Saga berdering. Ada panggilan dari Bu Ariana."Assalamu'alaikum, Bulek.""Wa'alaikumsalam, Ga. Kamu sudah pulang?""Iya, saya di kafe sekarang.""Tadi siang kamu ketemu Gama di kantor?""Iya.""Bulek cuman mau ngasih tahu. Gama memang agak angkuh, Ga. Kamu nggak usah kaget dengan apapun yang dia ucapkan. Ambisinya terlalu tinggi. Dia ingin menguasai banyak hal. Dipikir berkarir di luar negeri bisa menjadikannya jauh lebih besar, makanya dia meninggalkan perusahaan, meninggalkan istri dan anaknya. "Tapi kenyataannya dia gagal. Karir gagal, rumah tangga pun berantakan. Sekarang dia
Waktu yang Hilang- Cemburu Alita yang hendak ke kamar mandi berdiri terpaku memandang Saga. Kaget karena bertemu laki-laki itu di Jogja sini, apalagi di kafenya Melati. Tadi Melati tidak memberitahu kalau ada Saga di kafenya.Saga mengulurkan tangan. "Apa kabar, Alita?""Kabar baik," jawab gadis itu gugup sambil menyambut uluran tangan Saga. "Kamu ada di sini, Ga.""Ya, aku sudah hampir enam bulan tinggal di Jogja."Perempuan itu tampak heran sekaligus juga bingung, tapi ada binar bahagia pada tatapannya. Kenapa Saga ada di kafe Melati juga? Apa seperti dirinya yang sengaja datang karena tahu kalau kafe itu milik Melati? Mantan kakak ipar Saga sendiri."Aku dan Melati menikah belum ada seminggu."Alita makin terbeliak kaget. Bibirnya sampai membentuk huruf O seraya menatap serius pada Saga.Pada saat yang bersamaan, muncul Melati dari dalam. Wanita itu pun kaget karena tiba-tiba saja Alita sudah ada di dekat suaminya. Dipikir sudah pergi karena kafe mau tutup."Sayang, sini!" Saga m
Melihat Saga melangkah ke arahnya, Melati buru-buru meletakkan bunga di meja kasir lantas mematikan lampu ruang depan dan melangkah menghampiri sang suami."Kok lama banget," tegur Saga."Aku sengaja nungguin dia sampai jalan menjauh, Mas. Kasihan pulang sendirian.""Alita sudah terbiasa seperti itu," jawab Saga sambil menggandeng tangan istrinya untuk naik ke lantai atas."Mas, kok tahu?""Dia anak metropolitan. Lahir besar di Surabaya. Jadi sudah terbiasa dengan aktivitas malam di kota besar."Benar juga. Bukan seperti dirinya yang lahir, besar, di kaki gunung. Habis maghrib masuk rumah, ngunci pintu, dan baru keluar lagi kalau matahari sudah menampakkan diri. Bukan takut ada penjahat atau orang iseng. Tapi karena sudah kebiasaan hidup di desa seperti itu, apalagi yang jauh dari perkotaan. Habis Maghrib atau setidaknya setelah salat isya, suasana sudah sunyi. Biasanya yang suka berkumpul dan ngobrol di luar itu kaum laki-laki. Bagi perempuan, bergerombolnya kalau siang. Itu pun bagi
Waktu yang Hilang- Batas Kesabaran "Perempuan siapa, Ma?" tanya Pak Norman sambil menatap istrinya. Dia paling tidak suka jika diajak ribut untuk membahas persoalan lama.Bu Rista diam. Tentu saja kehadiran Bu Ariana sangat mengusiknya."Kita ini sudah tua. Kenapa harus mengungkit-ungkit permasalahan yang sudah lewat tiga puluh tahun yang lalu. Mama, nggak lelah?"Masih diam."Sefatal itu kesalahanku di matamu?" Pak Norman menarik napas panjang seraya mengalihkan perhatian. "Papa memang pernah breng*ek, tapi tidak cukupkah puluhan tahun mama memberikan hukuman? Mama, nggak capek dengan dendam yang bersemayam nggak ada habisnya.""Bagaimana bisa selesai, setelah dia tiada pun, Papa masih menyimpannya dengan rapi dalam hati."Pak Norman menghela nafas berat. Sebab Bu Rista tidak pernah berusaha memenangkan hatinya. Yang ia tunjukkan hanya dendam dan pembalasan. Tidak terhadapnya saja, tapi pada orang-orang yang dekat dengan Ariani. Pada Saga yang selalu terancam keselamatannya. Demi
Saga telah menyelesaikan sarapan. Melati bangkit untuk mengambil jaket dan ponsel suaminya di kamar. Keduanya beriringan menuruni tangga. "Aku sebenarnya khawatir, setelah Mas cerita mengenai sepupu Mas kemarin."Keduanya berhenti di tengah kafe."Apa yang kamu cemaskan?" "Kepikiran saja setelah peristiwa-peristiwa yang dulu itu. Dikeroyok preman, terluka berkali-kali, nyawa Mas terancam." Gurat kecemasan tampak di wajah Melati. Bayangan Saga yang selalu menemuinya dengan luka memanjang di punggung, seolah tampak lagi di depan mata. Darah segar mengalir dari bekas tusukan atau sabetan, membuat Melati merinding dalam rasa cemasnya. Rasa takut kehilangan memuncak dalam dada. Gama tentunya lebih cerdik dan leluasa bergerak daripada Bu Rista yang hanya bisa menyewa preman."Tak perlu khawatir. Aku tidak memiliki masalah dengan Gama.""Tapi lebih mengkhawatirkan lagi kalau dia menganggap Mas itu masalah baginya."Saga menangkupkan telapak tangannya pada kedua sisi wajah sang istri. Membu
Saga meletakkan ponsel di jok samping. Beberapa kali membunyikan klakson tapi juga percuma. Kemacetan sudah memanjang mulai dari depan. Macet total karena ada perbaikan jalan. Bisa jalan hanya bergerak maju sendikit, lantas berhenti lagi.Sabar sabar. Ini bukan di film India yang dia bisa meninggalkan mobilnya di sana dan lari secepat Cetah yang melompat dari mobil ke mobil lainnya, bahkan melangkahi bangunan tinggi. Adegan film yang rasanya sangat mustahil dan tidak masuk akal itu, ingin rasanya di tiru saat ini.Melihat ponselnya kembali berpendar, membuat Saga menyambar benda itu. "Halo, Sayang. Bagaimana?""Aku sudah sampai rumah sakit, Mas. Barusan di periksa dokter.""Lalu ....""Ternyata ini sudah bukaan lima. Dan aku bisa lahiran normal.""Loh, katanya beresiko kalau lahiran normal? Mana dokternya biar mas ngomong sama dia.""Dokternya sudah kembali ke kantor. Katanya nggak apa-apa aku lahiran normal. Barusan di cek semua baik-baik saja. Tensiku juga normal. Mas, jangan khawati
Waktu yang Hilang- Best MomentSaga membantu Melati menyiapkan segala perlengkapan untuk persalinan Minggu depan. Dokter kandungan sudah menyarankan supaya Melati melahirkan secara cesar saja untuk persalinan bayi kembarnya. Melati menolak, tapi Saga memintanya untuk menyetujui. Mengingat dua bulan terakhir ini Melati dua kali opname karena demam tinggi. Minggu depan genap 38 minggu usia kehamilannya. Dokter kandungan sudah menetapkan jadwal operasi untuknya.Kedua janinnya sehat. Masing-masing memiliki plasenta dan air ketuban. Jadi sudah siap dilahirkan di Minggu ke 38."Budhe Tami sampai sini sekitar jam setengah tiga sore, Mas. Tadi siang beliau ngabari," kata Melati sambil melipat baju yang hendak di masukkan ke dalam travel bag."Oke, besok mas akan pulang lebih awal dan langsung jemput budhe ke stasiun."Budhe Tami memang akan menemani Melati pada persalinan nanti. Rencananya wanita itu akan tinggal di Jogja sampai si kembar umur selapan."Mulai besok nggak usah lama-lama di
Melati tersenyum. Jagoan kecilnya sudah tebar pesona. Melihat Shaka, ia jadi teringat masa kecil suaminya. Begitulah Saga waktu kecil. Tapi Shaka memang lebih bersih dan terawat, karena jarang bermain di kebun. Kalau Saga dulu, keluyuran di kebun sampai kulitnya lecet-lecet. Berenang di kali bersama teman-teman, termasuk dirinya juga. Melati paling kecil di antara mereka."Kenapa senyum-senyum?" senggol Saga."Aku ingat masa kecilmu, Mas."Saga hendak menggoda sang istri, tapi mereka dikejutkan oleh suara salam dari pintu depan."Itu Gama datang!" Bu Ariana bangkit dari duduknya dan melangkah ke ruang tamu. Wanita itu tercekat sejenak saat melihat Gama datang bersama seorang wanita tinggi semampai. Memakai celana bahan warna krem dan blouse warna putih. Diakah pacar Saga? Gadis itu tersenyum ramah dan mencium tangan Bu Ariana. "Selamat malam, Tante.""Selamat malam.""Namanya Alita, Bulek." Gama memperkenalkan gadis itu pada sang bulek. Membuat Bu Ariana kaget, tapi tidak menunjukkan
Waktu yang Hilang- Gama dan Perempuan ItuAkbar melongok ke luar jendela. Meninggalkan sejenak laptopnya untuk melihat apa yang tengah dilakukan oleh Moana dan Shaka di luar sana.Tampak dua bocah itu sedang duduk di bawah pohon mangga. Bermain masak-masakan. Moana menuangkan sesuatu dari teko kecil ke dalam cangkir mainan. Shaka lantas pura-pura meminumnya. "Manis?"Shaka mengangguk-angguk. Moana kemudian memberikan piring kecil berisi biji-bijian. "Di makan, ya!"Bocah laki-laki itu mengikuti perintah sang kakak. Pura-pura memakan benda di piring kecil yang sama sekali memang tidak boleh di konsumsi.Pertama kali diajak bermain masak-masakan oleh Moana, Shaka sempat bingung. Dia tidak pernah bermain seperti itu, bahkan melihatnya pun belum pernah, karena mainannya di rumah hanya mobil-mobilan, robot, puzzle, dan buku mewarnai.Akbar tersenyum melihat tingkah mereka. Bahagia karena mereka sangat rukun. Shaka juga penurut. Dia juga kerasan tinggal di Malang. Tapi di Jogja sana, Saga
Sebenarnya Melati berharap kalau Moana yang akan tinggal di Jogja selama liburan. Ternyata Shaka yang justru ingin ikut ke Malang. Baik Saga maupun Melati hanya khawatir kalau anak itu tiba-tiba rewel dan minta pulang. Sebab selama ini jarang sekali berjauhan dari kedua orang tuanya. Paling seharian main ke rumah Bu Ariana dan sorenya sudah di antar pulang."Lasmi kamu suruh ikut?""Ya, Bulek. Mak Lasmi sendiri juga pengen ke Malang.""Uti bakalan kangen sama kamu." Bu Ariana mengusap kepala Shaka."Uti, mau ikut?" Ah, malah ditawari pula."Enggak. Uti nunggu Shaka di sini saja."Bu Ariana mengusap permukaan perut Melati. "Kemarin jadi pergi ke dokter?""Ya.""Cowok apa cewek?""Cowok lagi dua-duanya," jawab Melati sambil tersenyum."MasyaAllah. Moana bakalan cantik sendiri."Melati tersenyum. Akbar yang duduk tidak jauh dari mereka mendengar jelas percakapan itu. Dia juga tidak sabar ingin segera melihat bayi kembar Melati lahir ke dunia. Dalam hati turut juga merasakan kebahagiaan i
Waktu yang Hilang- Terbongkarnya Rahasia "Aku paham bagaimana perasaan Mbak Melati, Mas. Dulu saja dia sempat stres saat berpisah dengan Moana, setelah kalian resmi bercerai." Tini berusaha memberikan pengertian pada Akbar. Sebab dia tahu betul bagaimana sedihnya Melati kala itu."Kamu tahu?""Ya, aku tahu." Tini menarik diri dan duduk tegak menghadap sang suami. "Maafkan aku. Dulu aku diam-diam membalas pesan yang dikirimkan Mbak Melati. Hampir tiap saat aku mengirimkan foto kegiatan Moana."Akbar juga menegakkan duduknya. Serius mendengarkan istrinya bicara. Baru kali ini ia tahu kenyataan yang sudah lewat kurang lebih empat tahun yang lalu."Aku nggak sampe hati melihat Mbak Melati menangis setiap hari dan menderita, Mas. Tiap malam telepon aku dengan suaranya yang serak. Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya berpisah dari anak. Aku saja yang hanya pengasuh Moana, selalu terbayang-bayang jika aku izin pulang. "Dia cerita mengalami hal tersulit setelah meninggalkan Wonosari. Data
"Mas, cepetnya dapat buah ini!" Melati berbinar-binar melihat dua pack nectarin di atas meja makan setelah ia turun dari lantai dua.Saga tersenyum menghampiri. Tubuh laki-laki itu basah berkeringat setelah joging dan push up di teras samping.Melati membuka bungkusnya dan langsung meletakkan di wadah untuk dicuci. Kembali duduk dan menikmati buah yang semalam membuatnya ngiler saat melihat review seorang food vlogger."Sayang, kamu nggak sarapan dulu. Kamu bisa mules nanti.""Habis ini aku langsung sarapan.""Gimana, manis?" tanya Saga yang duduk di depan sang istri dan memerhatikan Melati yang tengah menikmati buah yang diidamkan."Manis, juicy, padet, tapi masih ada sedikit asemnya. Mas, coba saja!" Melati menyodorkan wadah buah ke hadapan sang suami.Saga tersenyum. Lagak istrinya sudah meniru seperti seorang food vlogger yang tengah bikin konten. Diambilnya sebiji dan memperhatikannya sebelum digigit. Donut Nectarine. Memang bentuknya seperti donat, tapi tidak berlubang tengahnya
Waktu yang Hilang- Keputusan SagaSaga meletakkan ponselnya setelah mengetik balasan untuk pesan dari sang kakak. Laki-laki itu menatakan bantal agar sang istri lekas berbaring.Dibantunya Melati merebahkan diri. Begitu payahnya kehamilan kali ini. Untuk berbaring saja kesulitan. Tiap tidur berulang kali merubah posisi karena terasa engap."Gimana, nyaman begini?" tanya Saga setelah meletakkan satu bantal di belakang punggung Melati dan meletakkan bantal tipis sebagai penyangga perut, karena Melati tidur agak miring."Ya."Saga juga berbaring setelah menarik selimut hingga sebatas perut Melati. Mereka saling berhadapan."Tadi yang ngirim pesan Mas Akbar. Besok keluarga Malang datang ke sini karena Moana sudah mulai libur sekolah." Saga bicara dengan nada lembut, khawatir Melati kaget.Kalau dulu mereka pasti bahagia jika keluarga dari Malang datang berkunjung. Mungkin kali ini berbeda setelah Melati mengetahui keinginan kakak ipar sekaligus mantan suaminya.Tampak ada binar bahagia s
Tiga tahun kemudian ....Seorang bocah laki-laki umur tiga tahun setengah tengah asyik bermain mobil balap. Duduk anteng di bangku besi sebelah kanan sang papa. Seorang wanita yang tengah hamil duduk di sebelah kiri dari pria tampan itu.Saga dan Melati memang tengah antri di dokter kandungan. Malam ini jadwal pemeriksaan kehamilannya yang ketiga. Makanya Saga mengusahakan pulang lebih awal, supaya bisa menemani sang istri ke dokter.Kehamilan Melati sudah memasuki usia lima bulan. Namun besar perutnya seperti tengah mengandung usia tujuh bulan. Sejak awal pemeriksaan, dokter sudah memberitahu kalau mereka akan memiliki bayi kembar. Dan pemeriksaan kali ini, mereka sepakat ingin mengetahui jenis kelamin kedua calon anak kembarnya.Bapaknya Melati juga terlahir kembar. Tapi kembarannya meninggal sehari setelah dilahirkan.Ketika diberitahu tengah mengandung janin kembar. Kebahagiaan Saga dan Melati tiada terlukiskan. Rasa syukur tiada tara di ucapkan nyaris setiap waktu. Janin kembar y