Waktu yang Hilang- Batas Kesabaran "Perempuan siapa, Ma?" tanya Pak Norman sambil menatap istrinya. Dia paling tidak suka jika diajak ribut untuk membahas persoalan lama.Bu Rista diam. Tentu saja kehadiran Bu Ariana sangat mengusiknya."Kita ini sudah tua. Kenapa harus mengungkit-ungkit permasalahan yang sudah lewat tiga puluh tahun yang lalu. Mama, nggak lelah?"Masih diam."Sefatal itu kesalahanku di matamu?" Pak Norman menarik napas panjang seraya mengalihkan perhatian. "Papa memang pernah breng*ek, tapi tidak cukupkah puluhan tahun mama memberikan hukuman? Mama, nggak capek dengan dendam yang bersemayam nggak ada habisnya.""Bagaimana bisa selesai, setelah dia tiada pun, Papa masih menyimpannya dengan rapi dalam hati."Pak Norman menghela nafas berat. Sebab Bu Rista tidak pernah berusaha memenangkan hatinya. Yang ia tunjukkan hanya dendam dan pembalasan. Tidak terhadapnya saja, tapi pada orang-orang yang dekat dengan Ariani. Pada Saga yang selalu terancam keselamatannya. Demi
Saga telah menyelesaikan sarapan. Melati bangkit untuk mengambil jaket dan ponsel suaminya di kamar. Keduanya beriringan menuruni tangga. "Aku sebenarnya khawatir, setelah Mas cerita mengenai sepupu Mas kemarin."Keduanya berhenti di tengah kafe."Apa yang kamu cemaskan?" "Kepikiran saja setelah peristiwa-peristiwa yang dulu itu. Dikeroyok preman, terluka berkali-kali, nyawa Mas terancam." Gurat kecemasan tampak di wajah Melati. Bayangan Saga yang selalu menemuinya dengan luka memanjang di punggung, seolah tampak lagi di depan mata. Darah segar mengalir dari bekas tusukan atau sabetan, membuat Melati merinding dalam rasa cemasnya. Rasa takut kehilangan memuncak dalam dada. Gama tentunya lebih cerdik dan leluasa bergerak daripada Bu Rista yang hanya bisa menyewa preman."Tak perlu khawatir. Aku tidak memiliki masalah dengan Gama.""Tapi lebih mengkhawatirkan lagi kalau dia menganggap Mas itu masalah baginya."Saga menangkupkan telapak tangannya pada kedua sisi wajah sang istri. Membu
Waktu yang Hilang- Penuh Kenangan 1"Aku berharap hari ini Mama Rista ikut ke sini. Biar beliau tahu keluarga Mas di sini. Biar nggak memandang rendah lagi anak yang ia sia-siakan sejak kecil," kata Melati saat ia dan Saga masih bersiap-siap di kamar. Saga tersenyum. "Tidak mungkin beliau ikut, Sayang. Kebencian sudah mendarah daging dalam jiwanya," jawab Saga sambil menatap istrinya. "Damage dari sebuah pengkhianatan sungguh luar biasa. Lukanya berdarah sepanjang hidup. Bahkan ibuku membawa permasalahan yang tak pernah selesai hingga beliau tiada," lanjut laki-laki itu.Melati berdiri dan memeluk suaminya. "Jangan salahkan ibu. Nggak ada satu pun perempuan yang mau hidup seperti ini, Mas. Lagian Mas sudah tahu awal mula kisah mereka itu seperti apa.""Ya. Berawal dari papa yang nggak mau jujur pada ibu atau pun Mama Rista." Hening. Tangan Melati masih melingkar di pinggang Saga. Pipinya bersandar pada dada bidang suaminya."Ayo, kita turun. Papa sudah menunggu." Melati hendak mena
Tatapan Melati menerawang. "Terkadang aku masih takut jika dikhianati lagi. Aku sudah pernah merasakan bagaimana hancur dan kehilangan rasa percaya diri."Saga memandang istrinya. "Siapa yang kamu takutkan akan mengkhianatimu?""Mas," jawab Melati cepat. Jujur saja, kadang dalam diamnya ada kekhawatiran itu. Bagaimana jika tiba-tiba saja Saga kepincut dengan seorang perawan. Teman kuliahnya, rekan kerja, atau pada rekan lama yang baru bertemu lagi sekarang. Alita tentunya.Senyum menghiasi bibir Saga. "Kamu pikir aku doyan dengan semua perempuan? Memilikimu sudah cukup bagiku."Saat kamu menikah dengan Mas Akbar, aku tidak pernah kehilangan perasaanku terhadapmu. Padahal kala itu belum tentu aku bisa bersamamu. Bahkan aku masih berusaha untuk menyelamatkan pernikahan kalian. Hingga akhirnya kita dipertemukan lagi dengan cara yang luar biasa."Keduanya diam sesaat. Mengingat banyaknya pengkhianatan disekitarnya, pernah mengalaminya sendiri, membuat Melati memiliki kekhawatiran berlebih
Waktu yang Hilang - MaafSaga tersenyum mendengar ucapan Mbah Putrinya. Bahagia pastinya jika kabar itu akan tiba dalam waktu dekat. Namun soal anak ia memang belum pernah membahasnya dengan Melati. Bisa menikahi cinta masa kecilnya saja merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Saga. Anak merupakan bonus baginya."Pernikahan itu bukan akhir sebuah hubungan, melainkan awal dari fase kehidupan baru. Ada komitmen penting yang terlibat di dalamnya." Mbah Putri melanjutkan bicara yang merupakan sebuah nasehat."Pikirkan untuk kalian berdua, jika salah satu tergoda untuk selingkuh, bercerai, maka ingatlah kembali komitmen yang kalian ucapkan di hadapan Allah. Menjalani bahtera rumah tangga memang nggak gampang, bisa tangguh jika kalian bisa saling menguatkan." Bu Salindri bicara dengan suara pelan.Baik Bu Salindri maupun Pak Wira, mereka belum tahu status Melati yang janda ketika dinikahi oleh Saga. Bu Ariana hanya bercerita pada mereka, kalau Saga telah menikah. Sedangkan Pak Norman hanya d
Malam itu juga mereka membahas tentang acara resepsinya Saga. Biasa tiap mau mantu atau resepsi mereka memakai perhitungan hari baik atau pun bulan baik menurut kalender Jawa, tapi kali ini mereka mengabaikannya. Yang terpenting waktu itu nanti semua kerabat bisa berkumpul bersama.Pembicaraan tidak bertele-tele. Waktu satu bulan dirasa sudah cukup untuk membuat persiapan. Resepsi juga disepakati akan dilaksanakan di rumah Pak Wira. Atas permintaan lelaki sepuh itu sendiri.Saga dan Melati tidak punya pilihan selain menyetujui. Bagi Saga tidak masalah, tapi bagi Melati sebenarnya terlalu cepat. Sebentar lagi juga ulang tahunnya Moana. Jika dia pulang ke Malang, hanya menyita waktunya saja. Sedangkan ia juga butuh persiapan diri. Kendati segala sesuatu untuk resepsi sudah di tangani oleh keluarga Saga. Budhe dan kerabatnya yang lain bisa diberitahu lewat telepon saja. "Kamu nggak usah cemas, Nduk. Nanti papa yang akan ngasih tahu Budhemu dan keluarganya Ana. Kamu fokus persiapan di si
Waktu yang Hilang- Sadar DiriSuasana pagi di kediaman Pak Wira begitu hangat. Mereka berkumpul untuk sarapan bersama. Wajah keriput orang tua yang selama bertahun-tahun diliputi duka, kini tampak berbinar bahagia. Meski Ariani tidak kembali, tapi ada Saga sebagai pengganti."Sering-seringlah kamu dan Melati datang ke mari. Nggak jauh to dari rumah kalian," kata Bu Salindri setelah mereka selesai makan."Insyallah, Mbah Putri.""Katanya kamu juga kuliah, Le?""Ya.""Syukurlah, semoga kamu sukses seperti saudara-saudaramu yang lain.""Aamiin.""Untuk acara resepsi kalian, biar nanti Bulekmu yang ngurusi. Ada WO yang menjadi langganan keluarga kami."Saga hanya mengiyakan saja. Kakek dan sang nenek benar-benar perhatian terhadapnya dan Melati. Gama yang selama ini menjadi cucu kesayangan, hanya diam mendengarkan percakapan mereka. Sesekali menatap sekilas perempuan cantik yang menjadi istri sepupunya.Sudah terbiasa dengan perempuan-perempuan liar yang ia kenal, melihat Melati yang kal
Meski sudah jam delapan pagi, sisa kabut masih melayang-layang di udara perkebunan. Menyapu pucuk-pucuk daun teh, yang akan meninggalkan jejak embun jika kabut memudar. Pagi itu Akbar mengajak mamanya pergi ke perkebunan. Biar Bu Rista mendapatkan hawa Segar untuk menenangkan pikiran. Ibunya hampir tidak pernah datang ke perkebunan mereka. Apalagi ikut mengurusi usaha. Bu Rista lebih suka janjian dan jalan dengan teman-temannya ke kota.Dengan udara yang masih segar dan fresh, melihat warna hijau yang membentang luas, Akbar berharap pikiran sang mama kembali jernih."Tangan dan kaki mama masih terasa kebas?" tanya Akbar pada Bu Rista yang duduk di kursi rotan depan kantor, menghadap ke hamparan tanaman teh."Masih agak berat buat jalan, Bar.""Mama, ingat pesan dokter 'kan? Obat itu hanya berapa persen bisa mengobati keluhan Mama. Selebihnya semangat dan kontrol pikiran yang dapat menunjang Mama kembali pulih." Sebenarnya Akbar sendiri lelah dengan sikap mamanya. Terlalu labil untuk
Saga meletakkan ponsel di jok samping. Beberapa kali membunyikan klakson tapi juga percuma. Kemacetan sudah memanjang mulai dari depan. Macet total karena ada perbaikan jalan. Bisa jalan hanya bergerak maju sendikit, lantas berhenti lagi.Sabar sabar. Ini bukan di film India yang dia bisa meninggalkan mobilnya di sana dan lari secepat Cetah yang melompat dari mobil ke mobil lainnya, bahkan melangkahi bangunan tinggi. Adegan film yang rasanya sangat mustahil dan tidak masuk akal itu, ingin rasanya di tiru saat ini.Melihat ponselnya kembali berpendar, membuat Saga menyambar benda itu. "Halo, Sayang. Bagaimana?""Aku sudah sampai rumah sakit, Mas. Barusan di periksa dokter.""Lalu ....""Ternyata ini sudah bukaan lima. Dan aku bisa lahiran normal.""Loh, katanya beresiko kalau lahiran normal? Mana dokternya biar mas ngomong sama dia.""Dokternya sudah kembali ke kantor. Katanya nggak apa-apa aku lahiran normal. Barusan di cek semua baik-baik saja. Tensiku juga normal. Mas, jangan khawati
Waktu yang Hilang- Best MomentSaga membantu Melati menyiapkan segala perlengkapan untuk persalinan Minggu depan. Dokter kandungan sudah menyarankan supaya Melati melahirkan secara cesar saja untuk persalinan bayi kembarnya. Melati menolak, tapi Saga memintanya untuk menyetujui. Mengingat dua bulan terakhir ini Melati dua kali opname karena demam tinggi. Minggu depan genap 38 minggu usia kehamilannya. Dokter kandungan sudah menetapkan jadwal operasi untuknya.Kedua janinnya sehat. Masing-masing memiliki plasenta dan air ketuban. Jadi sudah siap dilahirkan di Minggu ke 38."Budhe Tami sampai sini sekitar jam setengah tiga sore, Mas. Tadi siang beliau ngabari," kata Melati sambil melipat baju yang hendak di masukkan ke dalam travel bag."Oke, besok mas akan pulang lebih awal dan langsung jemput budhe ke stasiun."Budhe Tami memang akan menemani Melati pada persalinan nanti. Rencananya wanita itu akan tinggal di Jogja sampai si kembar umur selapan."Mulai besok nggak usah lama-lama di
Melati tersenyum. Jagoan kecilnya sudah tebar pesona. Melihat Shaka, ia jadi teringat masa kecil suaminya. Begitulah Saga waktu kecil. Tapi Shaka memang lebih bersih dan terawat, karena jarang bermain di kebun. Kalau Saga dulu, keluyuran di kebun sampai kulitnya lecet-lecet. Berenang di kali bersama teman-teman, termasuk dirinya juga. Melati paling kecil di antara mereka."Kenapa senyum-senyum?" senggol Saga."Aku ingat masa kecilmu, Mas."Saga hendak menggoda sang istri, tapi mereka dikejutkan oleh suara salam dari pintu depan."Itu Gama datang!" Bu Ariana bangkit dari duduknya dan melangkah ke ruang tamu. Wanita itu tercekat sejenak saat melihat Gama datang bersama seorang wanita tinggi semampai. Memakai celana bahan warna krem dan blouse warna putih. Diakah pacar Saga? Gadis itu tersenyum ramah dan mencium tangan Bu Ariana. "Selamat malam, Tante.""Selamat malam.""Namanya Alita, Bulek." Gama memperkenalkan gadis itu pada sang bulek. Membuat Bu Ariana kaget, tapi tidak menunjukkan
Waktu yang Hilang- Gama dan Perempuan ItuAkbar melongok ke luar jendela. Meninggalkan sejenak laptopnya untuk melihat apa yang tengah dilakukan oleh Moana dan Shaka di luar sana.Tampak dua bocah itu sedang duduk di bawah pohon mangga. Bermain masak-masakan. Moana menuangkan sesuatu dari teko kecil ke dalam cangkir mainan. Shaka lantas pura-pura meminumnya. "Manis?"Shaka mengangguk-angguk. Moana kemudian memberikan piring kecil berisi biji-bijian. "Di makan, ya!"Bocah laki-laki itu mengikuti perintah sang kakak. Pura-pura memakan benda di piring kecil yang sama sekali memang tidak boleh di konsumsi.Pertama kali diajak bermain masak-masakan oleh Moana, Shaka sempat bingung. Dia tidak pernah bermain seperti itu, bahkan melihatnya pun belum pernah, karena mainannya di rumah hanya mobil-mobilan, robot, puzzle, dan buku mewarnai.Akbar tersenyum melihat tingkah mereka. Bahagia karena mereka sangat rukun. Shaka juga penurut. Dia juga kerasan tinggal di Malang. Tapi di Jogja sana, Saga
Sebenarnya Melati berharap kalau Moana yang akan tinggal di Jogja selama liburan. Ternyata Shaka yang justru ingin ikut ke Malang. Baik Saga maupun Melati hanya khawatir kalau anak itu tiba-tiba rewel dan minta pulang. Sebab selama ini jarang sekali berjauhan dari kedua orang tuanya. Paling seharian main ke rumah Bu Ariana dan sorenya sudah di antar pulang."Lasmi kamu suruh ikut?""Ya, Bulek. Mak Lasmi sendiri juga pengen ke Malang.""Uti bakalan kangen sama kamu." Bu Ariana mengusap kepala Shaka."Uti, mau ikut?" Ah, malah ditawari pula."Enggak. Uti nunggu Shaka di sini saja."Bu Ariana mengusap permukaan perut Melati. "Kemarin jadi pergi ke dokter?""Ya.""Cowok apa cewek?""Cowok lagi dua-duanya," jawab Melati sambil tersenyum."MasyaAllah. Moana bakalan cantik sendiri."Melati tersenyum. Akbar yang duduk tidak jauh dari mereka mendengar jelas percakapan itu. Dia juga tidak sabar ingin segera melihat bayi kembar Melati lahir ke dunia. Dalam hati turut juga merasakan kebahagiaan i
Waktu yang Hilang- Terbongkarnya Rahasia "Aku paham bagaimana perasaan Mbak Melati, Mas. Dulu saja dia sempat stres saat berpisah dengan Moana, setelah kalian resmi bercerai." Tini berusaha memberikan pengertian pada Akbar. Sebab dia tahu betul bagaimana sedihnya Melati kala itu."Kamu tahu?""Ya, aku tahu." Tini menarik diri dan duduk tegak menghadap sang suami. "Maafkan aku. Dulu aku diam-diam membalas pesan yang dikirimkan Mbak Melati. Hampir tiap saat aku mengirimkan foto kegiatan Moana."Akbar juga menegakkan duduknya. Serius mendengarkan istrinya bicara. Baru kali ini ia tahu kenyataan yang sudah lewat kurang lebih empat tahun yang lalu."Aku nggak sampe hati melihat Mbak Melati menangis setiap hari dan menderita, Mas. Tiap malam telepon aku dengan suaranya yang serak. Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya berpisah dari anak. Aku saja yang hanya pengasuh Moana, selalu terbayang-bayang jika aku izin pulang. "Dia cerita mengalami hal tersulit setelah meninggalkan Wonosari. Data
"Mas, cepetnya dapat buah ini!" Melati berbinar-binar melihat dua pack nectarin di atas meja makan setelah ia turun dari lantai dua.Saga tersenyum menghampiri. Tubuh laki-laki itu basah berkeringat setelah joging dan push up di teras samping.Melati membuka bungkusnya dan langsung meletakkan di wadah untuk dicuci. Kembali duduk dan menikmati buah yang semalam membuatnya ngiler saat melihat review seorang food vlogger."Sayang, kamu nggak sarapan dulu. Kamu bisa mules nanti.""Habis ini aku langsung sarapan.""Gimana, manis?" tanya Saga yang duduk di depan sang istri dan memerhatikan Melati yang tengah menikmati buah yang diidamkan."Manis, juicy, padet, tapi masih ada sedikit asemnya. Mas, coba saja!" Melati menyodorkan wadah buah ke hadapan sang suami.Saga tersenyum. Lagak istrinya sudah meniru seperti seorang food vlogger yang tengah bikin konten. Diambilnya sebiji dan memperhatikannya sebelum digigit. Donut Nectarine. Memang bentuknya seperti donat, tapi tidak berlubang tengahnya
Waktu yang Hilang- Keputusan SagaSaga meletakkan ponselnya setelah mengetik balasan untuk pesan dari sang kakak. Laki-laki itu menatakan bantal agar sang istri lekas berbaring.Dibantunya Melati merebahkan diri. Begitu payahnya kehamilan kali ini. Untuk berbaring saja kesulitan. Tiap tidur berulang kali merubah posisi karena terasa engap."Gimana, nyaman begini?" tanya Saga setelah meletakkan satu bantal di belakang punggung Melati dan meletakkan bantal tipis sebagai penyangga perut, karena Melati tidur agak miring."Ya."Saga juga berbaring setelah menarik selimut hingga sebatas perut Melati. Mereka saling berhadapan."Tadi yang ngirim pesan Mas Akbar. Besok keluarga Malang datang ke sini karena Moana sudah mulai libur sekolah." Saga bicara dengan nada lembut, khawatir Melati kaget.Kalau dulu mereka pasti bahagia jika keluarga dari Malang datang berkunjung. Mungkin kali ini berbeda setelah Melati mengetahui keinginan kakak ipar sekaligus mantan suaminya.Tampak ada binar bahagia s
Tiga tahun kemudian ....Seorang bocah laki-laki umur tiga tahun setengah tengah asyik bermain mobil balap. Duduk anteng di bangku besi sebelah kanan sang papa. Seorang wanita yang tengah hamil duduk di sebelah kiri dari pria tampan itu.Saga dan Melati memang tengah antri di dokter kandungan. Malam ini jadwal pemeriksaan kehamilannya yang ketiga. Makanya Saga mengusahakan pulang lebih awal, supaya bisa menemani sang istri ke dokter.Kehamilan Melati sudah memasuki usia lima bulan. Namun besar perutnya seperti tengah mengandung usia tujuh bulan. Sejak awal pemeriksaan, dokter sudah memberitahu kalau mereka akan memiliki bayi kembar. Dan pemeriksaan kali ini, mereka sepakat ingin mengetahui jenis kelamin kedua calon anak kembarnya.Bapaknya Melati juga terlahir kembar. Tapi kembarannya meninggal sehari setelah dilahirkan.Ketika diberitahu tengah mengandung janin kembar. Kebahagiaan Saga dan Melati tiada terlukiskan. Rasa syukur tiada tara di ucapkan nyaris setiap waktu. Janin kembar y