Kebahagiaan itu bukan sesuatu yang siap dibuat, itu berasal dari tindakan Anda sendiriâ Dalai Lama.Kubaca quotes kiriman dari Mas Danu lalu kurenungi. Benar juga. Sesuatu yang terjadi pada diri kita adalah hasil dari apa yang sudah kita perbuat. Baik dan buruknya tetap saja akan ada balasannya.Satu bulan berlalu ibu memberiku kabar bahwa hari ini Wira menikah.Sebenarnya ada perasaan sedih di hatiku karena aku tidak bisa datang ke sana, tapi demi harga diri suamiku maka aku akan tetap kekeh pada pendirianku.Meski aku ada di WAG keluarga, tapi aku sama sekali tidak pernah menyimak obrolan di sana. Jika sudah banyak pesan masuk langsung kuhapus. Begitu terus selama satu bulan ini. Aku sengaja tidak mau tahu urusan mereka. Aku menjaga kewarasan diriku sendiri.[Selamat ya, adikku sayang semoga langgeng sampai kakek nenek.] Mbak Susi mengirimkan sebuah foto pernikahan di grup. Tanpa aku mendownloadnya aku sudah bisa menebak itu pernikahan Wira.[Aamiin ... terima kasih, Mbak.] jawab Wi
âYa Allah ternyata dunia hanya selebar daun kelor ya, Mahâ sahutku.âHem, gitu, deh! Ita, kamu harus hati-hati ini sepupu Mamah lain dari pada yang lain dia orangnya egois dan juga sombong. Kalau Mamah enggak ingat orang tuanya sudah malas datang ke sini,â kata Mamah Atik lagi. Duh, kan, baru saja aku memikirkan bagaimana sifatnya malah Mamah sudah kasih tahu duluan dan ternyata tidak baik.âAstaghfirullahalâadhiim ... kok Mamah jadi ghibah gitu, si?â tegurku.âAstaghfirllah. Iya, juga ya, Ta. Duh. Dosa deh, Mamah. Ya, pokoknya gitu ya, Ta. Sudah dulu nanti kita sambung lagi, Mamah mau otewe pulang ini acara inti sudah selesai,â pamit Mamah Atik.âIya, Mah. Fii amanillah ... mampir ya, Mah?â pintaku.âInsya Allah. Mamah juga sudah kangen sama Kia. Dah, Ita. Assalamualaikum ....ââWaâalaikumsalam, Mah.â Sambungan telepon terputus. Aku segera mendownload foto pernikahan Wira yang dikirim oleh kakak-kakakku. Untung saja tadi belum kuhapus. Jadi, aku bisa lihat siapa istri Wira.Loh, ini
âEghem! Ibu-ibu barang Ita bagus- bagus ya? Kalian tahu tidak, si Ita ini mentang-mentang sudah punya barang bagus-bagus terus barang dia yang jelek itu dikasihkan ke aku. Sombong dan pelit, ya?â ucap Mbak Asih sedikit berteriak.Aku tidak menyangka Mbak Asih akan bicara seperti itu, padahal kan, dia yang meminta sendiri barang-barang bekas itu. Dasar Mbak Asih julit.âWah, iyakah, Sih? Parah si Ita. Meski sudah kaya harusnya tidak begitu. Kalau kasih saudara itu yang bagus bila perlu yang baru,â sahut Bu Jum menanggapi ucapan Mbak Asih.Kudorong badan Mbak Asih keluar pintu hingga dia hampir terjungkal. Tega sekali dia memfitnahku begitu.âEh, kurang ajar kamu, Ita!â teriak Mbak Asih. Segera kututup pintu dapur Bu RT.Bukannya terima kasih malah memfitnahku.âBuka Ita, makanku belum selesai!â Mbak Asih menggedor-gedor pintu dapur.Aku diam saja. Bu RT hanya geleng-geleng kepala.âIni, Sih! Makan sana. Kalau sudah beres cuci lagi piringnya.â Bu RT membukakan pintu lalu sisa nasi Mbak
đ¸đ¸đ¸đ¸âIta! Ta!â Mbak Lili teriak-teriak di depan pintu. Aku sama sekali tidak berniat membukakan pintu. Biar tahu adab ketika bertamu. Pasti dia mau buat masalah lagi.âBuka dong, Ta! Aku mau ngomong sama kamu!â pinta Mbak Lili lagi.âKenapa sih, Lili teriak-teriak di depan rumah orang pagi-pagi begitu!â tegur ibu mertuaku.âIni Bu, Ita pelit banget padahal aku mau ke rumahnya. Aku mau ngomong sesuatu tapi dia nggak mau bukain pintu. Pelit!â jawab Mbak Asih seraya menendang pintuku.âDasar orang kaya baru ya, norak begitu! Orang bertamu itu membawa keberkahan malah enggak dibukain pintu. Ancurin saja itu pintunya, Li!â kata ibu mertuaku lagi. Mereka berdua benar-benar sebelas dua belas otaknya konslet semua.âIta, buka atau betulan aku hancurin pintumu ini!â Ancam Mbak Lili.âSilakan saja Mbak, ancurin itu pintu. Harganya 5 juta rupiah karena kayu jati asli. Jadi kalau Mbak Lili mau ganti ya, tidak apa-apa silakan dihancurin lagi pula tamu seperti Mbak Lili itu tidak akan membawa
Pak RT gesit ke luar rumah lalu kembali lagi dengan membawa mobil entah milik siapa. Kami dibawa ke rumah bapak.Sampai sana sudah ramai tetangga berdatangan, bendera kuning juga sudah terpasang.Mas Danu menangis seperti anak kecil. Dia memeluk jenazah bapaknya. Tunggu dulu Mamah Atik mana. Apa Mas Danu salah informasi.âIstri Bapak mana?â tanyaku entah pada siapa barang kali ada yang bisa menjawab.âBu Atik, di rumah sakit. Beliau hanya luka ringan,â jawab salah satu dari pelayat di sini.Aku bersyukur Mamah Atik selamat meski aku tidak tahu apa reaksi beliau saat mengetahui suaminya meninggal dunia.Kukirim pesan suara pada semua anak-anak Mamah Atik untuk mengabarkan musibah ini.âMas, sadar ... enggak baik begini. Ayo, bangun! Kita ambil wudu. Bacakan doa untuk bapak.â Kusentuh bahu suamiku pelan. Setelah beberapa kali baru Mas Danu merespon ucapanku.Kami mengambil wudu, lalu membacakan doa-doa untuk bapak. Mas Danu celingukan sepertinya dia mulai menyadari bahwa Mamah Atik tid
Mamah Atik akhirnya menceritakan kalau mereka korban tabrak lari mobil truk. Mamah Atik dan bpak hendak nyebrang menuju mobil yang mereka parkir sewaktu pulang dari acara nikahan Wira kemarin.. Mamah Atik di dorong bapak sampai jatuh ke parit sedang bapak tertabrak mobil dan terlempar jauh.Dalam perjalanan ke rumah sakit bapak masih sadar dan terus saja mengucapkan kalimat tahlil. Mamah Atik di mobil ambulance tidak pingsan jadi tahu.Mas Danu sudah ikhlas dia tidak mau mencari tahu siapa yang sudah tega main kabur saja, sudah jadi suratan takdir bapak. Mas Danu berkeyakinan bahwa bapak meninggal dengan cara yang baik.âBapak juga orang baik, Mah. Aku pun tidak menyangka akan bertemu dan bersama Bapak dalam waktu satu tahun terakhir ini.âAda suara mobil berdatangan ternyata taxi online. Terlihat dari jendela kamar Mamah Atik rombongan yang datang ke sini.âMereka anak-anak Mamah.â Aku mengangguk mengerti. Aku dan Mas Danu keluar menyambut mereka. Benar mereka saudara tiri Mas Danu a
Tepat jam 10.30 siang jenazah bapak di makamkan.Tempat pemakaman umumnya lumayan jauh dari rumah bapak tadinya tetangga memberi usul untuk dinaikkan mobil saja,tapi Mas Danu tidak setuju dan dia pun sama sekali tidak mau digantikan menggotong keranda bapak. Mas Danu menggotong di sisi kanan paling depan.Mamah Atik pun ikut mengantarkan jenazah bapak, padahal dia pun sedang sakit. Mamah bilang jangan larang karena ini bentuk penghormatannya untuk yang terakhir kali. MasyaAllah begitu besar cinta Mamah Atik pada bapak.Anak-anak panti asuhan tempat bapak jadi donatur tetap pun ikut mengantarkan jenazah bapak. Anak-anak pesantren dekat rumah bapak pun berangkat semua. MasyaAllah seperti yang meninggal orang penting sangat banyak yang mengantarkan ke tempat persinggahan terakhir bapak. Memanjang seperti arak-arakan pawai.Aku sangat terharu melihat pemandangan ini. Semoga bapak mertua mendapatkan kelapangan kubur, diampuni dosanya dan diterima semua amal baiknya.Benar kata orang kalau
~K~Uđ¸đ¸đ¸đ¸âDanu, besok kamu belajar nyopir ya, ini mobil Bapak sayang kalau enggak dipake,â ucap suami Mbak Sari.âIya, Mas. Insya Allah,â jawab Mas Danu.Rumah sudah dikunci. Mamah Atik bilang kalau ada orang miskin yang tidak punya rumah boleh menempati rumah ini secara gratis dengan syarat harus dirawat. Kami pun setuju dari pada kosong nantinya malah rusak.âGimana, Dan. Kalian suka dengan furnitur pilihan Mamah?â tanya Mbak Dwi anak ke dua Mamah.âAlhamdulillah suka, kami apa pun pilihan orang tua selalu suka,â jawab Mas Danu.âSuka dong, pilihan Mamah kan, the best,â sahutku dari ruang makan.âIya, Ta. Perlu kamu tahu, di rumah kami kalau mau belanja ini itu tanya Mamah dulu,â sahut Mbak Sari.âMamah Atik keren, ya bisa tahu barang-barang mewah,â pujiku.âIya, Mamah kan, di sana temannya para pejabat. UPS!â Mbak Dwi langsung menutup mulutnya sendiri. Mamah Atik langsung menghadiahi jeweran di kupingnya.âSorry, Mom, keceplosan,âucap Mbak Dwi lagi.Aku jadi merasa aneh dengan
~k~u đ¸đ¸đ¸âMas, siapa perempuan ini?â Akhirnya kutanyakan langsung foto yang tadi siang dikirim oleh paman.Mas Danu mengerutkan keningnya matanya menatapku penuh selidik.âIni nomor Paman Mas, lihat tuh, WA-nya dari atas,â jelasku. Mas Danu memang tidak paham jika pakai smartphone.âIni dikirim tadi pagi kenapa enggak bilang langsung, Dik?ââGimana mau bilang kan, Mas sibuk di toko.ââSiapa wanita berbaju orange itu, Mas?â cecarku.âItu ... em, tapi kamu jangan marah, ya?â Mendengar jawaban Mas Danu justru aku semakin takut. Takut kalau apa yang aku pikirkan benar.âJawablah, Mas jangan berkelit gitu.ââNamanya Maya, dia teman sekolah Mas waktu SD. Waktu itu tanpa sengaja bertemu di toko. Setelah pertemuan pertama dia sering datang dan banyak bercerita tentang rumah tangganya ....â Mas Danu menjeda ceritanya.Aku sudah berkeringat panas padahal suhu udara malam ini dingin karena tadi sore hujan sangat deras dan sekarang pun masih gerimis kecil.âKarena Mas kasihan makanya Mas seri
âEnggak bersih berarti tidak ada acara masuk rumah.â Mamah Atik ikut menimpali.âApa ini sudah cukup, Bu?â tanya Evi memperlihatkan irik yang berisi pucuk daun singkong.âBelum! Petik yang banyak, di rumah banyak orang jadi banyak juga yang makan kalau cuma segini habis sama kamu aja!â Mamah Atik pun tidak kalah sengit memarahi Evi.âAku adukan kalian sama Mas Danu biar kapok!â Ancam Evi.âAdukan saja sana! Danu tidak akan pernah ambil pusing,â jawab Mamah Atik.âPaman, jangan main HP terus nanti HP-nya masuk parit kami lagi yang disalahin dan suruh ganti,â kataku agak kuat karena jarak kami lumayan jauh.âEh, iya, Ya. Ini aku hanya kirim pesan pada Danu saja,â jawab paman.Benar saja setelah kucek ponsel Mas Danu yang ada di saku celanaku ternyata ada pesan masuk lagi dari paman.[Keputusanmu akan menentukan nasib rumah tanggamu, Dan. Cepat katakan iya atau tidak!]Lagi hanya kubaca saja. Aku tidak berminat sama sekali untuk membalas.âSudah ada gledek, tuh! Buruan nanti keburu turun
đ¸đ¸đ¸Hidup sejatinya adalah perjalanan. Sekarang tergantung kita mau pilih jalan yang mana. Di depan sana ada banyak sekali rintangannya. Berkelok-kelok, lurus mulus, licin berlumpur atau naik turun.Aku menghela nafas berat saat membaca pesan dari paman Mas Danu. Pesan itu langsung kuteruskan ke ponselku.Paman Mas Danu sebenarnya belum selesai berbicara dengan Mas Danu hanya saja tadi tiba-tiba Joko menelepon ada pelanggan tetap mau belanja bulanan dan jumlahnya sangat banyak. Makanya Mas Danu buru-buru pergi ke toko.Paman dan juga Evi kami persilakan untuk menunggu di rumah. Bagaimana pun juga mereka adalah tamu.â... Barang siapa beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya .... HR. Bukhari dan Muslim.Aku memang bukan seorang yang mulus tanpa dosa, tapi aku akan selalu berusaha berbuat baik pada siapa pun meski dianggap bodoh.Bapakku selalu berpesan untuk selalu berbuat baik meski kita dimanfaatkan, meski kita tidak dianggap. Karena kebaikan itu aka
~k~uđ¸đ¸đ¸âLoh, siapa kamu!â tegur Mamah Atik saat melihat pria seumuran bapak main nyelonong duduk di teras rumah tanpa permisi.Kami sedang berjemur sekalian menyuapi Kia. Beberapa hari ini hujan terus udara di sini pun sangat dingin.Orang itu bukannya menyahut malah menyalakan rokok.âPaman, ini sarapannya. Nasi uduk aja, ya? Duitku nipis,â ucap Evi. Kami kaget ternyata itu pamannya Mas Danu.âKamu itu kenapa juga beli beginian. Rumah Mamasmu ini besar gendongan tentunya di dalam banyak makanan. Makan nasi uduk begini Paman mules perutnya.ââKalian ngapain lihat-lihat! Sekarang mana Mas Danu. Aku mau ketemu Mas Danu,â bentak Evi pada kami.Baru saja aku hendak menyangkal ucapan Evi, Mas Danu sudah ke luar rumah.âMasss ....â Evi lari menghampiri Mas Danu.âDanu. Akhirnya kita bisa bertemu lagi. Paman dari kemarin sudah ada di sini, tapi anak buahmu bilang kamu ada urusan keluarga dan enggak pulang.â Orang yang mengaku Paman Mas Danu pun tergopoh-gopoh menghampiri Mas Danu.Mas Da
Assalamualaikum everyone ....Alhamdulillah bisa up bab baru. Yuk, bantu follow akunku đđ¸đ¸đ¸âSini, Ta, biar Mamah yang telepon, Joko!â Kuberikan ponselku pada Mamah.Tidak menunggu lama telepon tersambung.âHalo, Mas Joko! Ini Mamah Atik. Tolong itu barang-barang yang mau diangkut sama Susi ambil lagi!ââLoh, aânu, Bu. Itu katanya sudah dapat izin dari Ita,â jawab Mas Joko terbata pasti Mas Joko kaget Mamah Atik to the poin begitu.âEnggak! Baik Ita ataupun Danu enggak ada yang izinin. Di mana Susi? Apa sudah pulang?ââBeâlum, Bu. Maâsih nimbang telur.ââDasar orang tidak tahu malu. Pokoknya aku enggak mau tahu, ya, ambil lagi apa yang mau diangkut Susi kalau enggak gaji kamu bulan ini tidak aku berikan!â Ancam Mamah Atik.âAduh! Baâik, Bu.âTuuuutt ....Mamah mematikan telepon.âIni, Ta. 10 menit lagi kita telepon Joko. Kamu itu menyek-menyek jadi orang makanya saudara-saudara kamu itu selalu saja meremehkanmu.ââAku hanya tidak ingin hubungan yang sudah tidak baik makin tidak b
Hatiku panas mendengar perempuan lain mengagumi suamiku.âMana anakmu kenapa tidak kamu ajak?â tanya Mas Danu.âMas aku capek loh, nungguin kamu panas dan haus juga kamu malah tega tanya ini dan itu di sini,â rengeknya.Kami masuk dan Evi membuntuti kami.âMas, rumahmu bagus banget ya, pantas paman selalu membanggakan kamu.â Mas Danu diam saja. Dia fokus minum dan menikmati donat yang kusuguhkan.âDanu, kamu makan dulu. Pasti kamu lapar,â titah Mamah Atik.âIya, Mah. Dik, temani Mas makan, ya?ââAku juga mau makan Mas. Yuk, aku temani.â Evi gegas berdiri dan menarik tangan Mas Danu.âBukan Dik, kamu. Itu panggilan untuk istriku. Aku memanggilmu dengan namamu saja.â Mas Danu menampik tangan Evi. Dia seperti menahan malu.âMas meja makanmu bagus banget. Seumur-umur aku baru lihat,â ucap Evi. Dia langsung duduk dan mengambil makan tanpa kami suruh terlebih dahulu.âEvi, sebentar lagi kami mau pergi sebaiknya kamu pulang dulu. Rumah ini akan kami kosongkan.ââApa? Ya ampun, Mas! Aku jauh-
âTerserah Mbak aja mau bilang apa,â sungutku.âEh, Ta. Aku cuma mau kasih tahu, ini Ibu lagi sakit, tadi pas ambil wudu untuk salat Zuhur terpeleset dan jatuh. Kami sudah bawa ke klinik. Ibu sekarang di rawat. Kamu ke sini, ya? Eh, jangan lupa bawa uang kami tidak ada duit untuk bayar biaya rawat Ibu.â Sebenarnya aku sangat syok dan juga sedih mendengar kabar ini, tapi karena yang memberi tahu adalah Mbak Susi aku jadi kesal padanya.âIâya, Mbak. Insya Allah aku ke sana.ââJangan pakai insya Allah, Ta! Kamu harus segera ke sini!ââIya, Mbak. Insya Allah.ââKamu itu insya Allah terus. Aku ti ....â Tuuutt! Kumatikan telepon. Percuma saja ngasih tahu Mbak Susi.Ponsel kembali berdering. Tapi, tidak kujawab. Biarkan saja. Mbak Susi itu bisanya ngajak ribut saja.âSiapa, Ta. Kok kayaknya kamu kesal gitu?ââMbak Susi, Mah. Ngasih tahu kalau ibu masuk rumah sakit. Jatuh di kamar mandi,â jawabku sedih.âInnalillahi waâinnailaihirojiâun. Terus gimana kondisi ibumu, Ta?ââAku enggak tanya sama
*Cinta adalah perbuatan. kata-kata dan tulisan indah hanyalah omong kosong! (Tere Liye)*Assalamualaikum semuaaaaaaa senang sekali Danu kembali hadir. Semoga kalian sehat dan bahagia selalu. Bantu follow, yuk!đ¸đ¸đ¸ âMaaf siapa, ya?âBukannya menjawab pertanyaanku justru perempuan ini nyelonong masuk begitu saja lalu duduk manis di sofa.âEh, siapa kamu! Datang-datang enggak sopan!â bentak Mamah Atik.âPerkenalkan aku Evi, adik Mas Danu,â ucapnya bangga.Aku dan Mamah Atik saling berpandangan. Mamah Atik seolah menanyakan apa benar. Aku hanya menggeleng tidak tahu.âSalah alamat kali. Kan, banyak âtu yang namanya Danu,â ujar Mamah Atik lagi.âEnggak, dong! Nih, lihat!â Wanita yang bernama Evi ini memperlihatkan foto Mas Danu. Dari mana dia dapat foto terbaru Mas Danu. Itu foto diambil dua hari yang lalu saat kami jalan-jalan ke air terjun. Itu foto bersamaku bisa-bisanya fotonya dicrop begitu saja.âIya, benar ini Danu anakku, dan ini Ita istri Danu,â ucap Mamah Atik. Wanita yang b
âMainan sama Kia. Anakmu ini cantik dan pintar sekali ya, Dan. Aku jadi pingin punya anak,â jawab Mbak Asih seolah-olah dia tidak sedang sakit.âAlhamdulillah iya, Mbak.â Mas Danu memangku Kia. Aku ikut duduk di lantai bersama mereka.âMbak Asih kemarin ke mana sih, katanya kerja kok, enggak pulang?â tanyaku hati-hati. Mbak Asih hanya menggeleng saja.âMbak Asih, Ita itu mau ngajak shopping beli baju baru. Eh, malahan Mbak Asih enggak pulang-pulang,â kata Mas Danu lagi.âHarusnya kamu telepon dulu, Ta. Jangan main asal tunggu. Kalau kamu kasih tahu mau ngajakin aku shopping pasti aku enggak mau janjian sama Mas Roni,â jawab Mbak Asih sambil menoyor kepalaku.âOh, jadi Mbak Asih pergi shopping sama Mas Roni?â tanyaku.âBukan shopping sih, tapi bulan madu. Kami tidur di hotel.â Mendengar pengakuan Mbak Asih Mas Danu sangat marah. Aku pun kaget. Kalau sudah ngomongin hotel sudah pasti ada bumbu-bumbu di dalamnya.âMbak, harusnya jangan mau diajak Mas Roni kalau enggak shopping. Enak shop