âSudah enggak usah ribut nanti juga bakal kena karmanya itu si, Ita. Sudah ada contohnya, itu si Mas Wasimin sombong dan semena-mena pada Wak Tono buktinya matinya kecelekaan. Terus itu si Atik ngatain Ibu janda genit, dia jadi janda juga tuh, makanya kalau ngomong harus hati-hati dan jangan sombong,â sahut ibu. Mereka tertawa cekikikan.Bugh!Bugh!âAaauuuu!âMbak Lili dan ibu teriak bersamaan. Mamah Atik ternyata mendengarkan ucapan mereka. Sapu yang sedang dipegangi dipukulkan ke pundak ibu dan Mbak Lili.Aku yang mendengar bunyi pukulannya pun ngilu apalagi yang kena pukul.âNgomong sembarangan lagi, aku usir kalian dari sini!â pekik ibu.âMana bisa ini rumah Danu adikku, dan Danu dari kecil yang ngasuh ibuku jadi kalau ada yang mau diusir itu kamu bukan kami!â teriak Mbak Lili. Astaghfirullah dasar tidak punya sopan santun.âIni memang rumah Mas Danu, tapi apa kalian lupa siapa yang memodali semuanya? Kalian tidak ada hak secuil pun di sini, jadi tidak usah sok berkuasa. Mamah At
"Asih! pulang!" Mas Roni teriak di depan pintu ruang tamu. Mbak Asih yang mendengar teriakkan suaminya santai saja tetap menikmati mie ayamnya.Mas Roni sungguh tidak sopan dia kan, bisa salam dulu lalu memanggil istrinya. Ini yang ada seperti yang di hutan teriak-teriak tidak jelas. Pantaslah saja Mbak Asih tidak menyahut sama sekali.âAsih kamu budek ya, pipanggil suami malah makan aja di situ. Ayo, pulang!â teriak Mas Roni lagi. Kami semua sampai kaget mendengarnya.âHeh! Kamu bisa kan, salam terus ngomong baik-baik sama istrimu. Enggak sopan teriak-teriak seperti itu. Dasar punya otak enggak dipakai untuk mikir. Pergi sana!â usir Mamah Atik.Mas Roni hanya melengos saja tidak peduli dengan teguran Mamah Atik. Dia tetap saja masih teriak-teriak sedang Mbak Asij sendiri pun tidak merasa risih dipanggil suaminya begitu dia tetap dengan enjoy menikmati makanannya.Aku sampai geleng-geleng tidak tahu lagi harus menggambarkan sifat buruk Mas Roni seperti apa lagi. Jika aku yang ada di
"Wah, kasihan sekali Asih. Padahal cantik loh," celetuk Bu Jum. Aduh kalau sudah ada Wak Jum begini pasti seantero jagat raya akan tahu tentang nasib rumah tangga Mbak Asih karena Wak Jum adalah ratu gosip di desa ini"Makanya itu aku kesal sekali pada Roni. Tidak bersyukur punya istri secantik Asih. Kalian besok harus bantu aku ya, labrak itu perempuan penjualan mendoan. Kalian kan, gengku jadi harus dukung," pinta ibu.Ya Allah Ibu ternyata sama sekali tidak keberatan aib rumah tangga anaknya diketahui banyak orang. Bahkan dia meminta bantuan Wak Jum dan gengnya untuk melabrak perempuan selingkuhan Mas Roni. Payah kalau begini."Hayok! Aku juga kesel sama pelakor!" sahut Wak Romlah.âNanti aku bagian yang menjambak rambutnya,â sahut Wak Jum.âAku bagian cabein nonoknya,â kata Wak Romlah. Lalu mereka tertawa terbahak-bahak.âKalau begitu kuta siapkan bon cabenya dari sekarang. Belum tahu itu pelakor berhadapan dengan siapa? Kalau masalah per pelakoran yang namanya emak-emak seluruh
"Apa kamu jadi babu di sini?" tanyanya lagi penuh selidik. Dia melihatku dari atas sampai bawah. Dan kebetulan hari ini aku hanya memakai daster saja karena sibuk di dapur. Dia duduk bak ratu."Loh, Dina, kamu ke sini sama siapa?" tanya Mamah Atik. Oh, rupanya dia namanya Dina.Istri Wira buru-buru berdiri dan salim dengan Mamah Atik."Bulek ... enggak nyangka loh, kita ketemu di sini. Oh, jadi ini rumah Bulek Atik. Bagus sekali ya, kayak rumah orang kota," kata Dina."Kalau ditanya itu jawab yang benar. Bukan malah balik tanya!" sahut Mamah Atik."Oh, aku ke sini sama suamiku. Dia lagi ke belakang numpang kamar mandi, Bulek," jawab Dina. Kemudian dia duduk lagi dengan pongah sambil melirik padaku."Bulek, apa rumah Bulek yang seperti istana ini sumurnya kekeringan? Dari tadi enggak ada air minum sama sekali. Itu fungsinya pembantu apa kalau diam berdiri di situ seperti manekin saja," sindir Dina padaku dan juga pada Mamah Atik."Ck, kamu masih saja enggak berubah, Din. Sombong dan as
"Lah, ya, enggak ada maksud apa-apa, Dik. Ini memang rumah Kakakku. Mbak Ita. Jadi yang berhak mengusir kita atau tidaknya bukan Nenek tua ini, tapi Kakakku," jawab Wira. Dia tersenyum sinis pada Mamah Atik."Jaâdi benar ini rumah Mbak Ita?" tanya Dina seolah meyakinkan pendengarannya."Iya, Sayang. Jadi ini rumah Mbak Ita. Kamu enggak perlu takut begitu. Kan, Nenek tua itu tida berhak ngusir kita," jawab Wira santai. Kini dia duduk dengan mengangkat satu kakinya ke atas meja."Apa Saya tidak salah dengar? Anda adik saya? Bukankah dulu Anda tidak mau mengakui saya ini saudara bahkan kata-kata kasar terucap dari bibir Anda," sahutku. Wira pasti tidak menyangka aku akan berkata seperti itu. Kini gantian Mamah Atik yang tersenyum sinis."Giliran kaya ngaku saudara, dulu gubuknya pun mau dibakar. Dasar tidak tahu malu!," sindir Mamah Atik."Tega sekali kamu bicara seperti itu Mbak, aku ini adikmu. Kita satu ibu dan satu bapak ....""Cukup! Tanpa Anda penjelasan apa pun, saya sudah paham.
âAda apa, Dik?â Mas Danu sepertinya heran kenapa kami semua ke luar rumah. Dia baru saja pulang dari toko bersama bapak. Sekarang Mas Danu sudah bawa mobil. Meski belum lancar, tapi setiap hari selalu bawa sekalian untuk latihan.âItu Dan, si Asih berantem sama suaminya. Roni bawa selingkuhannya ke rumah babak belur mereka berdua digebukin sama Asih,â jawab Mamah Atik.âAstaghfirullah ... kenapa mereka kelakuannya seperti binatang semua,â gumam Mas Danu, dia mengelus dada.âLoh, kamu ....â Pasti Mas Danu heran ada Wira di sini.âMas, apa kabar? Kenalin ini istriku.â Mas Danu sedikit kaget karena Wira salim pada Mas Danu bahkan tangan Mas Danu diciumnya. Ini kali pertama aku lihat Wira begitu pada suamiku sejak kami resmi jadi suami istri. Dina pun ikut-ikutan seperti yang dilakukan suaminya.âHalah giliran udah kaya aja di cium-cium tangannya. Ditanyain kabarnya. Dulu ke mana aja? Memang ya, harta itu bisa merubah segalanya yang tadinya ketemu orang jahat tiba-tiba orang jahat itu bis
âAduh-duh, Mas, maaf. Maaf skeali sepertinya memang terjadi kesalah pahaman dan miskomunikasi. Ayo-ayo, sini Mas Danu Duduk dulu! Pasti capek ya? Kan, baru pulang kerja. Oh, iya, Mas kenalin ini Dina istriku dan Dina ini ternyata sepupu ibunya Mas Danu. Enggak nyangka ya, ternyata kita sudah ada ikatan keluarga dari pasangan hidupku. Aku senang sekali,â ucap Wira tanpa rasa malu sedikit pun. Dia berusaha menguasai keadaan.âOh, gitu. Jadi, kapan kalian akan pergi dari sini bukankah sudah aku usir?â Wira kaget mendengar pertanyaan Mas Danu.âKaâkami ingin silaâtuârahmi, Mas. Sekaâlian mau mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya bapaknya Mas Danu,â jawab Wira terbata.Mas Danu melengos kemudian masuk rumah mengabaikan Wira dan istrinya.âSayang, Kia mana? Aku kangen nih. Lapar juga. Yuk, temani aku makan!â ajak Mas Danu. Kami masuk rumah Wira dan istrinya masih saja membuntuti kami.âMas, kami boleh main ke sini, kan?â tanya Wira lagi.âMain? Boleh dengan syarat kamu harus sopan di s
Brugh!âAaauu!â Dina teriak kuat sekali. Hingga jadi pusat perhatian. Mas Danu mendorong Dina hingga dia terjatuh cukup kuat.âTidak tahu malu!â umpat Mas Danu.âAda apa, Dan?â tanya Mamah Atik.âEnggak ada apa-apa Bu, tadi ada ulet bulu,â jawabku terkekeh.Mas Danu pergi membawa Kia ke depan. Dina masih ngedeprok di lantai. Tidak ada satu pun yang berniat menolongnya.Perhatianku fokus pada ibu mertuaku. Sejak tadi beliau banyak diam dan bengong. Pasti beliau sangat sedih.Aku mau menegurnya takut kesalahan, jadi aku perhatikan saja.Ibu setiap ditanya orang hanya menggeleng dan mengangguk saja. Tatapannya kosong.âIyem, kasihan ya. Pasti dia kepikiran anak-anaknya,â seru Bu Jum.âNamanya orang tua pasti begitu lah, Bu. Kepikiran sama anak-anaknya. Kasihan mereka nasibnya jelek. Padahal nih, Asih sama Lili itu cantik,â sahut Wak Romlah. Ah, mereka berdua memang cocok sekali.âSudah malam enggak usah ghibah!â tegur Bu RT.âAh, Bu RT ini enggak asyik. Memang kenyataannya benar begitu.
~k~u đ¸đ¸đ¸âMas, siapa perempuan ini?â Akhirnya kutanyakan langsung foto yang tadi siang dikirim oleh paman.Mas Danu mengerutkan keningnya matanya menatapku penuh selidik.âIni nomor Paman Mas, lihat tuh, WA-nya dari atas,â jelasku. Mas Danu memang tidak paham jika pakai smartphone.âIni dikirim tadi pagi kenapa enggak bilang langsung, Dik?ââGimana mau bilang kan, Mas sibuk di toko.ââSiapa wanita berbaju orange itu, Mas?â cecarku.âItu ... em, tapi kamu jangan marah, ya?â Mendengar jawaban Mas Danu justru aku semakin takut. Takut kalau apa yang aku pikirkan benar.âJawablah, Mas jangan berkelit gitu.ââNamanya Maya, dia teman sekolah Mas waktu SD. Waktu itu tanpa sengaja bertemu di toko. Setelah pertemuan pertama dia sering datang dan banyak bercerita tentang rumah tangganya ....â Mas Danu menjeda ceritanya.Aku sudah berkeringat panas padahal suhu udara malam ini dingin karena tadi sore hujan sangat deras dan sekarang pun masih gerimis kecil.âKarena Mas kasihan makanya Mas seri
âEnggak bersih berarti tidak ada acara masuk rumah.â Mamah Atik ikut menimpali.âApa ini sudah cukup, Bu?â tanya Evi memperlihatkan irik yang berisi pucuk daun singkong.âBelum! Petik yang banyak, di rumah banyak orang jadi banyak juga yang makan kalau cuma segini habis sama kamu aja!â Mamah Atik pun tidak kalah sengit memarahi Evi.âAku adukan kalian sama Mas Danu biar kapok!â Ancam Evi.âAdukan saja sana! Danu tidak akan pernah ambil pusing,â jawab Mamah Atik.âPaman, jangan main HP terus nanti HP-nya masuk parit kami lagi yang disalahin dan suruh ganti,â kataku agak kuat karena jarak kami lumayan jauh.âEh, iya, Ya. Ini aku hanya kirim pesan pada Danu saja,â jawab paman.Benar saja setelah kucek ponsel Mas Danu yang ada di saku celanaku ternyata ada pesan masuk lagi dari paman.[Keputusanmu akan menentukan nasib rumah tanggamu, Dan. Cepat katakan iya atau tidak!]Lagi hanya kubaca saja. Aku tidak berminat sama sekali untuk membalas.âSudah ada gledek, tuh! Buruan nanti keburu turun
đ¸đ¸đ¸Hidup sejatinya adalah perjalanan. Sekarang tergantung kita mau pilih jalan yang mana. Di depan sana ada banyak sekali rintangannya. Berkelok-kelok, lurus mulus, licin berlumpur atau naik turun.Aku menghela nafas berat saat membaca pesan dari paman Mas Danu. Pesan itu langsung kuteruskan ke ponselku.Paman Mas Danu sebenarnya belum selesai berbicara dengan Mas Danu hanya saja tadi tiba-tiba Joko menelepon ada pelanggan tetap mau belanja bulanan dan jumlahnya sangat banyak. Makanya Mas Danu buru-buru pergi ke toko.Paman dan juga Evi kami persilakan untuk menunggu di rumah. Bagaimana pun juga mereka adalah tamu.â... Barang siapa beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya .... HR. Bukhari dan Muslim.Aku memang bukan seorang yang mulus tanpa dosa, tapi aku akan selalu berusaha berbuat baik pada siapa pun meski dianggap bodoh.Bapakku selalu berpesan untuk selalu berbuat baik meski kita dimanfaatkan, meski kita tidak dianggap. Karena kebaikan itu aka
~k~uđ¸đ¸đ¸âLoh, siapa kamu!â tegur Mamah Atik saat melihat pria seumuran bapak main nyelonong duduk di teras rumah tanpa permisi.Kami sedang berjemur sekalian menyuapi Kia. Beberapa hari ini hujan terus udara di sini pun sangat dingin.Orang itu bukannya menyahut malah menyalakan rokok.âPaman, ini sarapannya. Nasi uduk aja, ya? Duitku nipis,â ucap Evi. Kami kaget ternyata itu pamannya Mas Danu.âKamu itu kenapa juga beli beginian. Rumah Mamasmu ini besar gendongan tentunya di dalam banyak makanan. Makan nasi uduk begini Paman mules perutnya.ââKalian ngapain lihat-lihat! Sekarang mana Mas Danu. Aku mau ketemu Mas Danu,â bentak Evi pada kami.Baru saja aku hendak menyangkal ucapan Evi, Mas Danu sudah ke luar rumah.âMasss ....â Evi lari menghampiri Mas Danu.âDanu. Akhirnya kita bisa bertemu lagi. Paman dari kemarin sudah ada di sini, tapi anak buahmu bilang kamu ada urusan keluarga dan enggak pulang.â Orang yang mengaku Paman Mas Danu pun tergopoh-gopoh menghampiri Mas Danu.Mas Da
Assalamualaikum everyone ....Alhamdulillah bisa up bab baru. Yuk, bantu follow akunku đđ¸đ¸đ¸âSini, Ta, biar Mamah yang telepon, Joko!â Kuberikan ponselku pada Mamah.Tidak menunggu lama telepon tersambung.âHalo, Mas Joko! Ini Mamah Atik. Tolong itu barang-barang yang mau diangkut sama Susi ambil lagi!ââLoh, aânu, Bu. Itu katanya sudah dapat izin dari Ita,â jawab Mas Joko terbata pasti Mas Joko kaget Mamah Atik to the poin begitu.âEnggak! Baik Ita ataupun Danu enggak ada yang izinin. Di mana Susi? Apa sudah pulang?ââBeâlum, Bu. Maâsih nimbang telur.ââDasar orang tidak tahu malu. Pokoknya aku enggak mau tahu, ya, ambil lagi apa yang mau diangkut Susi kalau enggak gaji kamu bulan ini tidak aku berikan!â Ancam Mamah Atik.âAduh! Baâik, Bu.âTuuuutt ....Mamah mematikan telepon.âIni, Ta. 10 menit lagi kita telepon Joko. Kamu itu menyek-menyek jadi orang makanya saudara-saudara kamu itu selalu saja meremehkanmu.ââAku hanya tidak ingin hubungan yang sudah tidak baik makin tidak b
Hatiku panas mendengar perempuan lain mengagumi suamiku.âMana anakmu kenapa tidak kamu ajak?â tanya Mas Danu.âMas aku capek loh, nungguin kamu panas dan haus juga kamu malah tega tanya ini dan itu di sini,â rengeknya.Kami masuk dan Evi membuntuti kami.âMas, rumahmu bagus banget ya, pantas paman selalu membanggakan kamu.â Mas Danu diam saja. Dia fokus minum dan menikmati donat yang kusuguhkan.âDanu, kamu makan dulu. Pasti kamu lapar,â titah Mamah Atik.âIya, Mah. Dik, temani Mas makan, ya?ââAku juga mau makan Mas. Yuk, aku temani.â Evi gegas berdiri dan menarik tangan Mas Danu.âBukan Dik, kamu. Itu panggilan untuk istriku. Aku memanggilmu dengan namamu saja.â Mas Danu menampik tangan Evi. Dia seperti menahan malu.âMas meja makanmu bagus banget. Seumur-umur aku baru lihat,â ucap Evi. Dia langsung duduk dan mengambil makan tanpa kami suruh terlebih dahulu.âEvi, sebentar lagi kami mau pergi sebaiknya kamu pulang dulu. Rumah ini akan kami kosongkan.ââApa? Ya ampun, Mas! Aku jauh-
âTerserah Mbak aja mau bilang apa,â sungutku.âEh, Ta. Aku cuma mau kasih tahu, ini Ibu lagi sakit, tadi pas ambil wudu untuk salat Zuhur terpeleset dan jatuh. Kami sudah bawa ke klinik. Ibu sekarang di rawat. Kamu ke sini, ya? Eh, jangan lupa bawa uang kami tidak ada duit untuk bayar biaya rawat Ibu.â Sebenarnya aku sangat syok dan juga sedih mendengar kabar ini, tapi karena yang memberi tahu adalah Mbak Susi aku jadi kesal padanya.âIâya, Mbak. Insya Allah aku ke sana.ââJangan pakai insya Allah, Ta! Kamu harus segera ke sini!ââIya, Mbak. Insya Allah.ââKamu itu insya Allah terus. Aku ti ....â Tuuutt! Kumatikan telepon. Percuma saja ngasih tahu Mbak Susi.Ponsel kembali berdering. Tapi, tidak kujawab. Biarkan saja. Mbak Susi itu bisanya ngajak ribut saja.âSiapa, Ta. Kok kayaknya kamu kesal gitu?ââMbak Susi, Mah. Ngasih tahu kalau ibu masuk rumah sakit. Jatuh di kamar mandi,â jawabku sedih.âInnalillahi waâinnailaihirojiâun. Terus gimana kondisi ibumu, Ta?ââAku enggak tanya sama
*Cinta adalah perbuatan. kata-kata dan tulisan indah hanyalah omong kosong! (Tere Liye)*Assalamualaikum semuaaaaaaa senang sekali Danu kembali hadir. Semoga kalian sehat dan bahagia selalu. Bantu follow, yuk!đ¸đ¸đ¸ âMaaf siapa, ya?âBukannya menjawab pertanyaanku justru perempuan ini nyelonong masuk begitu saja lalu duduk manis di sofa.âEh, siapa kamu! Datang-datang enggak sopan!â bentak Mamah Atik.âPerkenalkan aku Evi, adik Mas Danu,â ucapnya bangga.Aku dan Mamah Atik saling berpandangan. Mamah Atik seolah menanyakan apa benar. Aku hanya menggeleng tidak tahu.âSalah alamat kali. Kan, banyak âtu yang namanya Danu,â ujar Mamah Atik lagi.âEnggak, dong! Nih, lihat!â Wanita yang bernama Evi ini memperlihatkan foto Mas Danu. Dari mana dia dapat foto terbaru Mas Danu. Itu foto diambil dua hari yang lalu saat kami jalan-jalan ke air terjun. Itu foto bersamaku bisa-bisanya fotonya dicrop begitu saja.âIya, benar ini Danu anakku, dan ini Ita istri Danu,â ucap Mamah Atik. Wanita yang b
âMainan sama Kia. Anakmu ini cantik dan pintar sekali ya, Dan. Aku jadi pingin punya anak,â jawab Mbak Asih seolah-olah dia tidak sedang sakit.âAlhamdulillah iya, Mbak.â Mas Danu memangku Kia. Aku ikut duduk di lantai bersama mereka.âMbak Asih kemarin ke mana sih, katanya kerja kok, enggak pulang?â tanyaku hati-hati. Mbak Asih hanya menggeleng saja.âMbak Asih, Ita itu mau ngajak shopping beli baju baru. Eh, malahan Mbak Asih enggak pulang-pulang,â kata Mas Danu lagi.âHarusnya kamu telepon dulu, Ta. Jangan main asal tunggu. Kalau kamu kasih tahu mau ngajakin aku shopping pasti aku enggak mau janjian sama Mas Roni,â jawab Mbak Asih sambil menoyor kepalaku.âOh, jadi Mbak Asih pergi shopping sama Mas Roni?â tanyaku.âBukan shopping sih, tapi bulan madu. Kami tidur di hotel.â Mendengar pengakuan Mbak Asih Mas Danu sangat marah. Aku pun kaget. Kalau sudah ngomongin hotel sudah pasti ada bumbu-bumbu di dalamnya.âMbak, harusnya jangan mau diajak Mas Roni kalau enggak shopping. Enak shop