Share

9. Delirious

Author: Erin Jacobs
last update Last Updated: 2021-10-12 22:54:12

Aula Mathilda merupakan salah satu dari sembilan kebanggaan dukedom vivaldi. Desainnya memadukan konsep privasi dalam ruangan tertutup dengan kebebasan di alam. Oleh karena itu, pencahayaan diatur sealami mungkin dan berbagai jenis bunga ditanam di dalamnya.

Serish menunangkan secangkir teh yang sudah dingin untuk dirinya sendiri, mengerenyit oleh rasanya yang tidak enak, lalu meletakkan kembali cangkirnya.

Sebuah bayangan muncul dari belakang, menghalangi sumber cahaya dari jendela yang ada di belakang Serish serta menutupi seluruh tubuhnya.

“Ganti tehku dengan yang baru.”

Serish memeluk tubuhnya sendiri dan menggosok-gosokkan lengannya untuk mendapatkan kehangatan. Keningnya berkerut ketika bayangan itu tidak bergeming.

“Mana syalku?” dia menoleh sedikit, merasa tidak sabar. “Aku tidak mau kembali ke kamar, jadi jangan buang waktumu untuk menceramahiku.”

Masih tidak ada jawaban.

“Miya...!”

Lalu dia menyesali seluruh menit yang dihabiskannya hari itu.

Karena yang berdiri di belakang kursinya bukanlah Miya, melainkan Edward.

Serish berdiri seketika, menyenggol ujung meja teh dan menjatuhkan cangkir porselen tipis di ujung meja. Suara porselen yang beradu dengan lantai keras menggema hingga ke langit-langit aula, memekakan dan menyakitkan.

“Ya... Yang Mulia.”

Mata darah Edward terlihat tumpul dan jauh dari emosi, seperti terakhir kali mereka bertemu. Lelaki itu mengenakan seragam serba hitam dengan detail emas di beberapa tempat dan sebuah bros bermata berlian biru yang menahan jubahnya agar tidak jatuh. Tubuhnya menjulang dengan aura majestik yang tidak dapat ditiru, namun caranya mengamati selalu mengingatkan Serish pada binatang buas yang tengah mengintai mangsa.

Sang Kaisar akan datang jika namanya disebutkan.

Serish menelan ludah.

Tidak mungkin, kan?

Lelaki itu menatapnya dari atas ke bawah, lalu tiba-tiba ujung bibirnya ditarik secara menawan. Senyumannya tidak tampak seperti apapun selain ancaman.

“Kukira kau menginginkan kedatanganku,” sang kaisar menatap pada tubuh Serish, membuat gadis itu merasa telanjang oleh gaun rumahnya yang sedikit tipis itu.

Serish menahan gigilan di tubuhnya, tersenyum secara profesional dan membungkuk. “Salam kepada Yang Mulia Kaisar Sczandov. Semoga cahaya selalu menyinari anda.”

Edward terlihat lebih liar dalam pakaian gelapnya kali itu. Rambut hitamnya tidak terlihat serapi pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya dan sorot matanya terlihat lebih tumpul dari emosi.

“Ku dengar kita memiliki janji yang tidak kuingat.” Lelaki itu memperpendek jarak di antara mereka, kemudian mengangkat dagu Serish hingga mereka saling berpandangan.

“Dari mana Yang Mulia....”

Serish tidak percaya kekuatan Edward sehebat itu hingga bisa menembus informasi yang beredar dalam dukedom vivaldi dalam waktu sesingkat itu.

Bukan hanya singkat, itu terlalu cepat dan seketika.

Kecuali....

Kening Serish berkerut, menatap pintu masuk aula yang tiba-tiba dijaga ketat dari luar.

“Bukankah ini sedikit keterlaluan?” Serish menatap Edward dengan kerutan tipis di keningnya. “Anda menyimpan mata-mata di kediaman Vivaldi yang telah mengikrarkan kesetiannya pada kekaisaran. Jika anda tidak dapat menjelaskannya, kami akan menganggap kalau anda berniat menghina dan merusak Vivaldi.”

Iris merah di mata Edward menggelap layaknya darah yang kental. Arah pandangannya bergerak tanpa disembunyikan; berhenti lebih lama pada bibir Serish yang terasa kering.

Gadis itu bersumpah melihat riak aneh dalam tatapan dingin lelaki itu. Dia merasa tahu artinya, namun tidak mau terjebak dalam pemikiran canggung itu.

Tidak, Edward tidak tertarik pada wanita, karena itu dia adalah tokoh utama yang dibenci oleh pembaca Apocalipse Roses. Mereka, para pembaca, lebih menginginkan tokoh utama wanita yang kuat dan hampir sempurna itu tidak berakhir dengan pria berengsek seperti Edward, termasuk Serish.

Intinya, gadis itu dengan cepat melupakan ide absurd mengenai arti tatapan Edward barusan dan memutuskan untuk memastikan pria itu tidak terlalu seenaknya.

“Kau akan apa?”

Pertanyaan Edward yang disampaikan tanpa emosi itu berhasil membuat determinasi awal Serish goyah.

Gadis itu membersihkan tenggorokannya.

“Kami akan menganggap kalau anda berniat menghina dan... dan merusak... Vivaldi,” ulang Serish, kali ini terdengar seperti seorang pengecut.

“Dengan apa?”

Dengan apa?

Lelaki itu bertanya ‘dengan apa’?

Memangnya dia menganggap apa seorang puteri duke seperti Serish?

Seorang ahli politik yang pandai berstrategi?

Serish belum pernah merasakan kedengkian yang sebanding dengan perasaan terhina seperti yang dirasakannya saat sekarang.

Tentu saja dia tidak pernah berpikir sejauh itu!

Serish terbiasa mengancam dan bertindak dengan cara-cara gadis bangsawan yang elegan namun sederhana dan hasilnya sedikit kasar. Dia bisa melakukan boikot, menyebarkan gosip miring, atau mungkin merusak kesempatan karier orang yang tak disukainya. Tapi bagaimana mungkin dia melakukan semua itu kepada seorang penguasa tertinggi negara ini yang reputasinya saja lebih buruk dari pada lumpur?

Tiba-tiba, sebuah suara menakutkan muncul dari tenggorokan Edward.

Suara yang terdengar seperti dengusan binatang buas, namun saat Serish mendongak, sebuah sudut menakutkan muncul pada ujung bibir tipis lelaki stoic itu.

Tidak, tidak, tidak.

Mustahil.

“Mendekatlah.”

“Uh... Yang Mulia....”

“Apa telingamu hanya hiasan tak berguna yang perlu kuhilangkan?”

Ekspresi Serish berubah keruh dan gadis itu tidak sempat menyembunyikannya. Dengan langkah setengah diseret, dia mendekat. Dia memantapkan diri untuk tidak menarik perkataannya tadi, apalagi meminta maaf. Jadi gadis itu berdiri dengan punggung tegak, meskipun wajahnya tertunduk dengan kesan menurut, berhadapan dengan Edward yang duduk dengan postur sempurna.

Lelaki itu menengadah, namun membuat Serish merasa dia berada di posisi yang lebih rendah dari Edward. Dengan gerakan malas, lelaki itu menarik helaian rambut keemasan Serish yang terlepas dari kepangan menyampingnya. Gerakan itu membuat tubuh Serish menegang, bersiap jika lelaki itu menjambaknya dengan tiba-tiba.

Tentu saja tidak terjadi.

Biar bagaimanapun, Edward bukan orang yang akan mengabaikan dimana dia berada saat ini.

Hanya saja, yang kemudian dilakukan oleh lelaki itu jauh lebih mengejutkan ketimbang jika dia tiba-tiba menghunuskan pedang pada Serish.

Lelaki itu menggulung helaian rambut Serish, lalu mengendusnya dengan tatapan tajam yang tertuju sepenuhnya pada wajah gadis itu.

“!”

Lelaki itu mengepalkan tangannya, membuat gulungan yang lebih besar hingga Serish terpaksa semakin mendekat dan kaki mereka saling beradu.

“Kenapa kau memucat?” Edward menyentuh pinggang Serish hingga mereka berada pada posisi yang ambigu. “Bukankah kau mencintaiku?”

Ada kedengkian dan ejekan pada kalimat terakhir Edward yang mengirimkan gelenyar kengerian pada Serish. Tulang punggungnya mendingin sebagai respon terhadap ancaman tak terucap lelaki berbahaya ini.

Masa bodoh dengan harga diri, Serish hanya ingin hidup!

“Ah, tentu saja saya menyukai anda,” Serish cukup yakin, setelah memerah setiap tetes ingatan dalam kepalanya, dia belum pernah mengatakan kata cinta kepada tiran itu. Dia hanya mengumbar kenyataan bahwa wajah Edward adalah tipe kesukaannya, tanpa tahu malu, di depan seluruh bangsawan ibu kota.

Sentuhan di pinggang Serish berubah menjadi remasan yang terlalu intim, membuat perempuan itu berjengit dan menatap lelaki di hadapannya dengan ekspresi kaget.

Apa-apaan....

“Kau tahu, aku tidak akan pernah mempercayaimu,” Edward berbisik dengan suara kelam yang mencekam. “Bahkan jika kau menampilkan pertunjukkan yang menarik dengan para bangsawan yang kau tipu.”

Serish membalas tatapan Edward, lalu tersenyum dengan lebar. Senyuman bisnis yang semakin mudah dikeluarkannya sejak ingatan itu muncul.

“Tentu saya paham. Anda tidak menyukai saya, jadi perasaan saya bertepuk sebelah tangan.”

Edward memainkan kelinan rambut Serish di antara jemarinya, sementara tangannya yang lain menekan pinggang Serish untuk menghalanginya kabur.

Seolah Serish memiliki kesempatan untuk kabur saja. Dia yakin, begitu dia menunjukkan gerakan mencurigakan sedikit saja, bayangan Edward akan dengan mudah melumpuhkannya.

Kali ini, sudut yang terbentuk dari tarikan bibir Edward terlihat sangat jelas untuk diabaikan. Lelaki itu benar-benar tersenyum, meskipun sama sekali tidak tampak kehangatan di dalamnya. Dia justru makin terkesan mengancam dan berbahaya.

Kenapa dia malah kelihatan marah?

“Aku bilang, aku tidak akan mempercayaimu,”

Umm....

“Tapi aku tidak bilang, aku tidak tertarik padamu.”

.

Related chapters

  • Unspeakable Time   1. The Adjescent

    Pada suatu waktu yang jauh dan tidak terukur, sebuah negara besar berdiri di dimensi yang berbeda dengan yang dikenal saat ini. Negara tersebut dipimpin oleh seorang tiran yang disegani oleh seluruh dunia. Berbagai kerajaan tunduk di bawah kekuasaan sang kaisar yang tidak pernah puas dan senantiasa melakukan invansi ke berbagai penjuru. Layaknya predator yang mengintai mangsanya, satu demi satu negeri ditaklukkan, hingga menjadikan negara tersebut adikuasa. Meski ketakutan, tidak banyak yang berani melawan kekuasaan kaisar terkuat yang dirumorkan menjual jiwanya kepada iblis demi menjadi lebih kuat itu. Demi menjadi tidak terkalahkan. Alih-alih, para raja dan penguasa yang tidak berdaya tersebut justru mencari cara untuk menyenangkan sang tiran. Mereka memberikan persembahan berupa hasil bumi, emas, permata dan banyak pula yang memberikan wanita. Namun tak satupun persembahan itu menguba

    Last Updated : 2021-08-21
  • Unspeakable Time   2. The Ending of the Begining

    “Idiot,” umpat Serish, melanggar etika yang selalu dijunjungnya sebagai putri seoarang duke. Dia merasa terlalu kesal dan marah kepada dirinya sendiri, hingga mulai memukuli kepala dan menjambaki rambutnya. Andai saja melakukan ini bisa mengubah masa lalu dan menghentikan dirinya berbuat bodoh, Serish tidak peduli kalau IQ-nya akan berkurang asalkan dia terbebas dari situasinya sekarang. Benar, Serish adalah seseorang yang terlahir kembali dengan membawa ingatan masa lalunya. Hal konyol yang akan ditertawakannya dulu tapi secara ironis dialaminya sendiri. Dunia ini adalah novel. Ah, mengatakan sesuatu dengan nada seringan itu sangat tidak manusiawi, terutama karena selama sembilan belas tahun dia hidup sebagai Serish Jean Vivaldi. Dia makan, minum, tidur, tertawa dan menangis di dunia novel ini. Dan menyimpulkan dengan sesederhana itu sungguh membuatnya hampa, karena bagi Serish, dunia ini nyata. Senyata rasa sakit dalam ingatannya k

    Last Updated : 2021-08-21
  • Unspeakable Time   3. Uninvited Guests

    Lelaki itu duduk dengan aura menakutkan. Ada campuran wibawa, keangkuhan dan intimidasi dalam diri lelaki itu, juga sedikit kejijikan yang dengan sempurna membuat Serish merasa tidak nyaman. Di sebelah lelaki itu, seorang pria berambut perak dan jubah hitam berpolet silver berdiri tanpa mencolok. Mata kuningnya menyala bagaikan ngengat dan kulitnya sepucat cahaya bulan. Sesuatu dalam dirinya begitu tipis hingga nyaris terabaikan, tapi Serish tahu siapa lelaki itu. Penyihir agung Sczandov, tangan kanan kaisar, Ravi. Tak ada nama belakang maupun nama keluarga bagi seorang penyihir murni karena para penyihir murni selalu berasal dari orang buangan yang tak memiliki masa lalu. Seorang penyihir murni terlahir dari manusia yang inti rohnya berevolusi dengan memangsa satu persatu kenangan dan harapan, menggantinya dengan ambisi dan kesetiaan kepada tuan yang dipilihnya. Oleh karena itu, penyihir murni adalah seseorang yang begitu kuat namun tidak memiliki tempat di mata ban

    Last Updated : 2021-08-21
  • Unspeakable Time   4. Unfortunate Day

    Serish merasakan tekanan udara yang semakin kuat di sekitarnya. “Saya tidak berani menebak alasan paduka,” dengan mengandalkan kekuatan mental yang pas-pasan, Serish berhasil menjawab tanpa terdengar tersiksa. Jika dia menunjukkan sedikit saja kelemahan, lelaki itu akan memanfaatkan situasi mereka secara habis-habisan. Edward dan ravi tidak boleh tahu kalau sejak awal Serish sudah menyadari penggunaan sihir. Udara di sekitar Serish semakin dingin dan menusuk, terlebih saat Edward mencondongkan wajahnya mendekati Serish. Mata rubinya berkilau mengancam. “Kalau begitu, tebaklah.” Oh tuhan. Pertanyaan itu adalah hal terakhir yang diinginkan Serish di pertemuan ini karena itulah pertanyaan yang diberikan Edward kepada setiap wanita yang datang kepadanya, termasuk sang putri mahkota. Dan dari semua jawaban, tentu saja hanya jawaban putri mahkota-lah yang bisa membekas dan berkesan bagi kaisar. Serish ingat apa jawabannya.

    Last Updated : 2021-08-21
  • Unspeakable Time   5. Gradual Changes

    Gelombang emosi baru muncul di wajah Kroy. Dia tidak pernah mendengar jawaban setenang itu dari Serish. Anak perempuannya selalu terdengar marah dan emosional setiap kali mereka bicara, dan karena itu, hubungan ayah dan anak itu berubah renggang selama bertahun-tahun tanpa diperbaiki.Keengganan, kebencian dan ketakutan yang dibalut oleh sopan santun yang berjarak adalah yang selalu dihadapi Kroy.Tapi kali itu Serish lebih dari sekedar dingin.Dia bagaikan orang asing; vassal yang tunduk di bawah otoritas dukedom yang dipimpinnya. Dan karena itulah, sang duke merasakan ketakutan yang merayapi tulang punggungnya untuk pertama kalinya.Selama ini, Kroy tidak pernah takut kehilangan putrinya meskipun gadis itu selalu menampilkan kedengkiannya. Dia tahu bahwa Serish akan selalu menjadi putrinya melalui emosi dan kemarahan itu. Bagi sang duke, hubungan mereka terjalin melalui sehelai benang yang kasar dan berantakan bernama kekecewaan, dan dengan pos

    Last Updated : 2021-08-22
  • Unspeakable Time   6. Flavorless

    Apapun yang terjadi, waktu selalu berjalan dengan kejam. Ketika pagi selanjutnya tiba, Serish masih berkutat dengan ingatan yang muncul layaknya letupan air mendidih; terasa panas dan chaotic. Lucu. Kenapa dia harus mengingat semuanya seperti ini? Serish menyeka keringat di wajahnya yang berubah pucat hanya dalam semalam. Andai saja dia mengingat kenangan itu tanpa ingatan kesakitannya saat mati, Serish mungkin akan memilih untuk menyerah. Dia adalah ikon seorang putri bangsawan yang anggun, angkuh dan sempurna, tapi siapa yang benar-benar menikmati peran semacam itu? Setiap menitnya Serish harus memasang topeng di wajahnya dan menajamkan lidahnya agar tidak diinjak oleh orang-orang yang senantiasa memasang radar, menunggu setitik kesalahannya. Jika ada sedikit saja kealpaan, tidak bisa dibayangkan apa yang akan dilakukan orang-orang itu. Dan Serish selalu merasa lelah. Dia ingin melarikan diri. Tapi sejauh apa seoran

    Last Updated : 2021-09-12
  • Unspeakable Time   7. The Thing is

    Serish tidak memiliki tujuan.Dia hanya berjalan mengintari taman bunga lavender di dekat kastil, lalu berhenti di sebuah paviliun terbuka yang sering dilewatinya, tapi tak pernah disinggahi perempuan itu.Kesendirian semacam ini membawa perasaan asing yang terasa familiar baginya.Dia adalah seorang putri duke yang selalu memiliki pendamping di sisinya sejak dia lahir, namun dulu sekali, di sebuah dimensi yang berbeda, Serish adalah seorang nerd yang dikucilkan. Dia merasa memiliki keluarga yang sangat dekat dan disayanginya, tapi detailnya seperti apa, Serish tidak ingat. Hanya perasaan sendu yang samar yang sesekali mengelitiknya, layaknya kapas tipis yang menggores ujung hatinya.Rindu.Perasaan asing lainnya yang untuk pertama kali diucapkan Serish sejak lahir di dunia ini.Bahkan Serish tidak pernah merindukan ibunya, yang meninggal secara sepihak karena pemikiran pengkhianatan sang suami. Ibu yang tidak berpikir

    Last Updated : 2021-10-05
  • Unspeakable Time   8. Miss-Conception

    “Anda baik-baik saja, Yang Mulia?”“Tutup mulutmu dan fokus pada tugasmu.” Sambar Serish ketus. “Seorang prajurit tidak boleh ingin tahu urusan majikannya.”“Ah,” Serish mendengar senyuman pada reaksi Rowellyn. “Benar, maafkan saya.”Mereka sampai di Aula Mathilda dalam beberapa menit yang melelahkan. Serish mengubah ekspresi wajahnya menjadi tidak terbaca, lalu masuk ke dalam ruangan dengan langkah bermartabat yang familiar.“Atas dasar apa aku mendapatkan kehormatan ini, hingga kalian kembali datang ketika aku jelas-jelas mengatakan untuk tidak lagi membuang waktu kita dengan pertemuan semacam ini?”Serish tidak dapat menahan mulutnya ketika melihat wajah-wajah memuakkan itu.Dia kagum pada dirinya di masa lalu yang bisa menahan diri dengan arogansi mereka hanya demi sang kaisar.“Kami memberi hormat pada Yang Mulia Tuan Puteri Vivaldi.”Para

    Last Updated : 2021-10-06

Latest chapter

  • Unspeakable Time   9. Delirious

    Aula Mathilda merupakan salah satu dari sembilan kebanggaan dukedom vivaldi. Desainnya memadukan konsep privasi dalam ruangan tertutup dengan kebebasan di alam. Oleh karena itu, pencahayaan diatur sealami mungkin dan berbagai jenis bunga ditanam di dalamnya.Serish menunangkan secangkir teh yang sudah dingin untuk dirinya sendiri, mengerenyit oleh rasanya yang tidak enak, lalu meletakkan kembali cangkirnya.Sebuah bayangan muncul dari belakang, menghalangi sumber cahaya dari jendela yang ada di belakang Serish serta menutupi seluruh tubuhnya.“Ganti tehku dengan yang baru.”Serish memeluk tubuhnya sendiri dan menggosok-gosokkan lengannya untuk mendapatkan kehangatan. Keningnya berkerut ketika bayangan itu tidak bergeming.“Mana syalku?” dia menoleh sedikit, merasa tidak sabar. “Aku tidak mau kembali ke kamar, jadi jangan buang waktumu untuk menceramahiku.”Masih tidak ada jawaban.“Miya...!&rd

  • Unspeakable Time   8. Miss-Conception

    “Anda baik-baik saja, Yang Mulia?”“Tutup mulutmu dan fokus pada tugasmu.” Sambar Serish ketus. “Seorang prajurit tidak boleh ingin tahu urusan majikannya.”“Ah,” Serish mendengar senyuman pada reaksi Rowellyn. “Benar, maafkan saya.”Mereka sampai di Aula Mathilda dalam beberapa menit yang melelahkan. Serish mengubah ekspresi wajahnya menjadi tidak terbaca, lalu masuk ke dalam ruangan dengan langkah bermartabat yang familiar.“Atas dasar apa aku mendapatkan kehormatan ini, hingga kalian kembali datang ketika aku jelas-jelas mengatakan untuk tidak lagi membuang waktu kita dengan pertemuan semacam ini?”Serish tidak dapat menahan mulutnya ketika melihat wajah-wajah memuakkan itu.Dia kagum pada dirinya di masa lalu yang bisa menahan diri dengan arogansi mereka hanya demi sang kaisar.“Kami memberi hormat pada Yang Mulia Tuan Puteri Vivaldi.”Para

  • Unspeakable Time   7. The Thing is

    Serish tidak memiliki tujuan.Dia hanya berjalan mengintari taman bunga lavender di dekat kastil, lalu berhenti di sebuah paviliun terbuka yang sering dilewatinya, tapi tak pernah disinggahi perempuan itu.Kesendirian semacam ini membawa perasaan asing yang terasa familiar baginya.Dia adalah seorang putri duke yang selalu memiliki pendamping di sisinya sejak dia lahir, namun dulu sekali, di sebuah dimensi yang berbeda, Serish adalah seorang nerd yang dikucilkan. Dia merasa memiliki keluarga yang sangat dekat dan disayanginya, tapi detailnya seperti apa, Serish tidak ingat. Hanya perasaan sendu yang samar yang sesekali mengelitiknya, layaknya kapas tipis yang menggores ujung hatinya.Rindu.Perasaan asing lainnya yang untuk pertama kali diucapkan Serish sejak lahir di dunia ini.Bahkan Serish tidak pernah merindukan ibunya, yang meninggal secara sepihak karena pemikiran pengkhianatan sang suami. Ibu yang tidak berpikir

  • Unspeakable Time   6. Flavorless

    Apapun yang terjadi, waktu selalu berjalan dengan kejam. Ketika pagi selanjutnya tiba, Serish masih berkutat dengan ingatan yang muncul layaknya letupan air mendidih; terasa panas dan chaotic. Lucu. Kenapa dia harus mengingat semuanya seperti ini? Serish menyeka keringat di wajahnya yang berubah pucat hanya dalam semalam. Andai saja dia mengingat kenangan itu tanpa ingatan kesakitannya saat mati, Serish mungkin akan memilih untuk menyerah. Dia adalah ikon seorang putri bangsawan yang anggun, angkuh dan sempurna, tapi siapa yang benar-benar menikmati peran semacam itu? Setiap menitnya Serish harus memasang topeng di wajahnya dan menajamkan lidahnya agar tidak diinjak oleh orang-orang yang senantiasa memasang radar, menunggu setitik kesalahannya. Jika ada sedikit saja kealpaan, tidak bisa dibayangkan apa yang akan dilakukan orang-orang itu. Dan Serish selalu merasa lelah. Dia ingin melarikan diri. Tapi sejauh apa seoran

  • Unspeakable Time   5. Gradual Changes

    Gelombang emosi baru muncul di wajah Kroy. Dia tidak pernah mendengar jawaban setenang itu dari Serish. Anak perempuannya selalu terdengar marah dan emosional setiap kali mereka bicara, dan karena itu, hubungan ayah dan anak itu berubah renggang selama bertahun-tahun tanpa diperbaiki.Keengganan, kebencian dan ketakutan yang dibalut oleh sopan santun yang berjarak adalah yang selalu dihadapi Kroy.Tapi kali itu Serish lebih dari sekedar dingin.Dia bagaikan orang asing; vassal yang tunduk di bawah otoritas dukedom yang dipimpinnya. Dan karena itulah, sang duke merasakan ketakutan yang merayapi tulang punggungnya untuk pertama kalinya.Selama ini, Kroy tidak pernah takut kehilangan putrinya meskipun gadis itu selalu menampilkan kedengkiannya. Dia tahu bahwa Serish akan selalu menjadi putrinya melalui emosi dan kemarahan itu. Bagi sang duke, hubungan mereka terjalin melalui sehelai benang yang kasar dan berantakan bernama kekecewaan, dan dengan pos

  • Unspeakable Time   4. Unfortunate Day

    Serish merasakan tekanan udara yang semakin kuat di sekitarnya. “Saya tidak berani menebak alasan paduka,” dengan mengandalkan kekuatan mental yang pas-pasan, Serish berhasil menjawab tanpa terdengar tersiksa. Jika dia menunjukkan sedikit saja kelemahan, lelaki itu akan memanfaatkan situasi mereka secara habis-habisan. Edward dan ravi tidak boleh tahu kalau sejak awal Serish sudah menyadari penggunaan sihir. Udara di sekitar Serish semakin dingin dan menusuk, terlebih saat Edward mencondongkan wajahnya mendekati Serish. Mata rubinya berkilau mengancam. “Kalau begitu, tebaklah.” Oh tuhan. Pertanyaan itu adalah hal terakhir yang diinginkan Serish di pertemuan ini karena itulah pertanyaan yang diberikan Edward kepada setiap wanita yang datang kepadanya, termasuk sang putri mahkota. Dan dari semua jawaban, tentu saja hanya jawaban putri mahkota-lah yang bisa membekas dan berkesan bagi kaisar. Serish ingat apa jawabannya.

  • Unspeakable Time   3. Uninvited Guests

    Lelaki itu duduk dengan aura menakutkan. Ada campuran wibawa, keangkuhan dan intimidasi dalam diri lelaki itu, juga sedikit kejijikan yang dengan sempurna membuat Serish merasa tidak nyaman. Di sebelah lelaki itu, seorang pria berambut perak dan jubah hitam berpolet silver berdiri tanpa mencolok. Mata kuningnya menyala bagaikan ngengat dan kulitnya sepucat cahaya bulan. Sesuatu dalam dirinya begitu tipis hingga nyaris terabaikan, tapi Serish tahu siapa lelaki itu. Penyihir agung Sczandov, tangan kanan kaisar, Ravi. Tak ada nama belakang maupun nama keluarga bagi seorang penyihir murni karena para penyihir murni selalu berasal dari orang buangan yang tak memiliki masa lalu. Seorang penyihir murni terlahir dari manusia yang inti rohnya berevolusi dengan memangsa satu persatu kenangan dan harapan, menggantinya dengan ambisi dan kesetiaan kepada tuan yang dipilihnya. Oleh karena itu, penyihir murni adalah seseorang yang begitu kuat namun tidak memiliki tempat di mata ban

  • Unspeakable Time   2. The Ending of the Begining

    “Idiot,” umpat Serish, melanggar etika yang selalu dijunjungnya sebagai putri seoarang duke. Dia merasa terlalu kesal dan marah kepada dirinya sendiri, hingga mulai memukuli kepala dan menjambaki rambutnya. Andai saja melakukan ini bisa mengubah masa lalu dan menghentikan dirinya berbuat bodoh, Serish tidak peduli kalau IQ-nya akan berkurang asalkan dia terbebas dari situasinya sekarang. Benar, Serish adalah seseorang yang terlahir kembali dengan membawa ingatan masa lalunya. Hal konyol yang akan ditertawakannya dulu tapi secara ironis dialaminya sendiri. Dunia ini adalah novel. Ah, mengatakan sesuatu dengan nada seringan itu sangat tidak manusiawi, terutama karena selama sembilan belas tahun dia hidup sebagai Serish Jean Vivaldi. Dia makan, minum, tidur, tertawa dan menangis di dunia novel ini. Dan menyimpulkan dengan sesederhana itu sungguh membuatnya hampa, karena bagi Serish, dunia ini nyata. Senyata rasa sakit dalam ingatannya k

  • Unspeakable Time   1. The Adjescent

    Pada suatu waktu yang jauh dan tidak terukur, sebuah negara besar berdiri di dimensi yang berbeda dengan yang dikenal saat ini. Negara tersebut dipimpin oleh seorang tiran yang disegani oleh seluruh dunia. Berbagai kerajaan tunduk di bawah kekuasaan sang kaisar yang tidak pernah puas dan senantiasa melakukan invansi ke berbagai penjuru. Layaknya predator yang mengintai mangsanya, satu demi satu negeri ditaklukkan, hingga menjadikan negara tersebut adikuasa. Meski ketakutan, tidak banyak yang berani melawan kekuasaan kaisar terkuat yang dirumorkan menjual jiwanya kepada iblis demi menjadi lebih kuat itu. Demi menjadi tidak terkalahkan. Alih-alih, para raja dan penguasa yang tidak berdaya tersebut justru mencari cara untuk menyenangkan sang tiran. Mereka memberikan persembahan berupa hasil bumi, emas, permata dan banyak pula yang memberikan wanita. Namun tak satupun persembahan itu menguba

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status