Gelombang emosi baru muncul di wajah Kroy. Dia tidak pernah mendengar jawaban setenang itu dari Serish. Anak perempuannya selalu terdengar marah dan emosional setiap kali mereka bicara, dan karena itu, hubungan ayah dan anak itu berubah renggang selama bertahun-tahun tanpa diperbaiki.
Keengganan, kebencian dan ketakutan yang dibalut oleh sopan santun yang berjarak adalah yang selalu dihadapi Kroy.
Tapi kali itu Serish lebih dari sekedar dingin.
Dia bagaikan orang asing; vassal yang tunduk di bawah otoritas dukedom yang dipimpinnya. Dan karena itulah, sang duke merasakan ketakutan yang merayapi tulang punggungnya untuk pertama kalinya.
Selama ini, Kroy tidak pernah takut kehilangan putrinya meskipun gadis itu selalu menampilkan kedengkiannya. Dia tahu bahwa Serish akan selalu menjadi putrinya melalui emosi dan kemarahan itu. Bagi sang duke, hubungan mereka terjalin melalui sehelai benang yang kasar dan berantakan bernama kekecewaan, dan dengan posisinya, lelaki itu tidak keberatan.
Namun Kroy tidak pernah menduga jika Serish dapat berubah secepat ini.
Gadis itu bahkan tidak berusaha untuk membuatnya terluka oleh sindiran tajam akan kehadiran Leon di ruangan itu. Serish hanya menjawab seperlunya, seakan tidak sabar untuk segera pergi dan menghilang.
Tangan sang duke membeku oleh rasa dingin.
“Sekali lagi, saya meminta maaf karena tidak dapat memenuhi harapanmu, Duke.” Serish tidak berusaha menerjemahkan pilinan tak biasa pada ekspresi ayahnya, mencubit sedikit roknya dan membungkuk, lalu pergi. “Selamat malam.”
“Serish,” Leon berusaha menahan tangan adik tirinya, namun gadis itu sedetik lebih cepat sehingga dapat menghindar dengan lincah.
Mata biru Serish bersinar di antara cahaya batu sihir, menatap Leon dengan pandangan yang tidak pernah diberikan gadis itu sejak kemunculannya di rumah ini.
Hal yang membuat lelaki itu seketika merasa lemah oleh ketidakberdayaan.
“Duke,” ujarnya.
“Biarkan dia,” geram Kroy. “Hanya memerlukan waktu singkat untuk membuatnya merengek meminta pertolongan segera setelah para bangsawan terkutuk itu membuangnya.”
Tangan Leon terkepal, namun wajahnya berubah menjadi tanpa ekspresi.
“Meski demikian, saya akan tetap memastikan Sang Putri tidak terluka—dalam bentuk apapun—karena pihak manapun.”
Kroy tidak menjawab ucapan yang merupa sumpah dari lelaki itu.
Lelaki itu mengusap cincin di ibu jarinya, menatap taman berbukit yang seolah tak berujung melalui jendela ruang kerjanya.
.
Serish merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan hati-hati karena korset ketat yang saat itu dikenakannya. Karena sedikit demi sedikit ingatan kehidupan lalunya kembali, dia mulai memahami alasan perasaan pusing dan lemasnya selama ini, dan hampir semuanya disebabkan oleh benda terkutuk yang dikenakannya itu. Serish tidak dapat mengubah mode yang populer di masa ini dengan mudah, tapi dia juga tidak mau hidup dengan organ yang terdeformasi, jadi dalam waktu dekat dia harus mencari cara untuk mengatasinya.
Oh, sungguh, itu bukan masalah utamanya saat ini.
Serish mengingat jelas seperti apa ekspresi Leonhard saat mereka bertemu tadi. Lelaki itu mungkin bersikap sopan dan penuh kekhawatiran layaknya seorang kakak kepada adiknya, tapi Serish dapat melihat kalau Leon diam-diam menyembunyikan tatapannya yang meremehkan kepada Serish.
Pada situasi normal, Serish akan sangat murka.
Namun kini Serish tahu pasti, kalau memang seperti itu pembawaan Leonhard. Lelaki itu mengkhawatirkan dukedom setelah pernikahan Serish dengan kaisar, karena artinya, dukedom ini akan jatuh ke tangan seseorang yang tidak memiliki garis keturunan vivaldi.
Benar, Leon memang bukanlah anak haram Kroy.
Leon adalah anak prajurit sang duke yang wafat di medan perang karena melindungi Kroy dari panah yang nyaris menancap di punggungnya. Dalam sekaratnya, prajurit itu memohon pada Kroy untuk menjaga anaknya hingga dewasa. Sayangnya, pada waktu yang berdekatan, ibu Leon juga meninggal karena wabah sehingga meninggalkan lelaki itu sendirian. Demi menghormati perjuangan prajuritnya itu, Kroy menangkat Leon sebagai anaknya tanpa memberitahukan dengan jelas kepada istrinya kala itu—yang adalah ibu Serish.
Sekarang jelas bukan, alasan Serish semakin membenci ayahnya itu?
Jika saja lelaki itu mau menjelaskan pada ibunya sehingga wanita malang itu tidak perlu jatuh sakit karena merasa dikhianati....
Air mata yang tak diharapkan jatuh di pipi Serish, lalu diusap dengan kasar oleh perempuan itu.
Sekarang bukan waktunya untuk menjadi lemah. Serish harus tetap hidup selama mungkin demi menghindari rasa sakit kematian.
Dia memejamkan mata, berusaha fokus dan menggali lebih banyak detail yang bisa dia ingat.
Leonhard Neville Vivaldi, lelaki yang masih dibencinya itu memiliki wajah indah hingga tampak bagaikan keluar dari lukisan. Orang yang baru pertama kali bertemu dengan Leon tidak akan pernah menyangka lelaki itu adalah ksatria berbakat yang terkenal tak terkalahkan dalam adu pedang. Kalau tidak salah, bahkan ada deskripsi khusus mengenai kerupawanan Leonhard di novel saat dia memimpin pemberontakan akibat kematian adiknya.
Lelaki itu bagaikan lukisan tragedi, yang berdiri bersimbah darah dengan pedang biru yang menancap di dada musuhnya. Matanya berkabut, seakan menantang seluruh dunia dan langit di atasnya menciut oleh kekelaman pada fragmen warna di iris lelaki itu.
Jadi orang ini yang akan memberikan kerugian besar pada Sczandov setelah kematian Serish.
Sayang sekali, pemberontakannya pada Sczandov pada kenyataannya bukan untuk dirinya. Lagi-lagi kematian Serish hanya sebuah kejadian kecil yang menutupi alasan sebenarnya kemarahan Leonhard. Wajah Serish memucat, tiba-tiba kehilangan arah.
Hidupnya selama sembilan belas tahun di dunia ini ternyata memang tidak memiliki arti.
Serish meremas rambut keemasan bergelombangnya dengan perasaan berat, lalu berdiri dan melangkah menuju meja riasnya. Matanya yang panas menatap cermin di hadapannya.
Seorang gadis berusia sembilan belas tahun menatap balik dengan mata biru cemerlang yang terlihat berkabut karena kelelahan dan kurang tidur. Bayangan gelap terlihat samar di bawah matanya, namun sama sekali tidak mengurangi fakta kalau wajah di hadapannya akan dianggap cantik baik di kehidupan dulu maupun sekarang.
Sebenarnya, selama ini Serish cukup percaya diri terhadap penampilannya.
Hanya saja, berdasarkan ingatan, Edward dalam novel sangat membencinya dan berkali-kali menegaskan kalau Serish memiliki wajah jelek, jauh lebih buruk dari pelayan wanita yang melayaninya. Karena kecemburuannya, Serish dalam novel akan menyiksa pelayan tersebut, namun kaisar justru mengangkat pelayan itu sebagai selir dalam semalam. Selir itu adalah sahabat terdekat dari Edelin, nama putri tawanan itu, dan satu-satunya yang memiliki nasib baik setelah dilepaskan oleh Edward.
Serish menarik nafas, berusaha untuk mengabaikan rasa sesak yang perlahan membebani dadanya.
Setelah dia memperoleh ingatan masa lalunya, keterikatan Serish terhadap dunianya sekarang nyaris menghilang. Dia tidak bisa menganggap tubuhnya ini adalah miliknya dan secara mengenaskan, bahkan hubungan kekeluargaan dengan ayah dan kakak lelakinya kini terasa palsu. Semua seolah rekaan yang dibuat untuk mendukung jalannya plot cerita.
Jika dia tidak mengingat kehidupan lamanya, dia hanya akan menjadi Serish; seorang vivaldi dungu yang dimanfaatkan oleh kelompok bangsawan hanya karena ingin mengejar cintanya. Namun yang kini diakui olehnya, Serish tidaklah sebuta itu, bahkan sebelum ingatan ini muncul. Dia mencintai Edward, dalam artian yang paling dangkal dan superfisial. Akan tetapi alasan utamanya menerima tawaran kelompok bangsawan itu adalah untuk melarikan diri dari kastil yang menyesakkan ini.
Lari dari kenangan dan pemikiran kalau dirinya adalah pengganggu bagi ayah dan saudara tirinya.
Serish dalam cerita berharap mendapatkan kehangatan semu di istana yang dingin, dan gagal dengan spektakuler.
Gadis itu memejamkan matanya, lelah dan muak.
.
.
Apapun yang terjadi, waktu selalu berjalan dengan kejam. Ketika pagi selanjutnya tiba, Serish masih berkutat dengan ingatan yang muncul layaknya letupan air mendidih; terasa panas dan chaotic. Lucu. Kenapa dia harus mengingat semuanya seperti ini? Serish menyeka keringat di wajahnya yang berubah pucat hanya dalam semalam. Andai saja dia mengingat kenangan itu tanpa ingatan kesakitannya saat mati, Serish mungkin akan memilih untuk menyerah. Dia adalah ikon seorang putri bangsawan yang anggun, angkuh dan sempurna, tapi siapa yang benar-benar menikmati peran semacam itu? Setiap menitnya Serish harus memasang topeng di wajahnya dan menajamkan lidahnya agar tidak diinjak oleh orang-orang yang senantiasa memasang radar, menunggu setitik kesalahannya. Jika ada sedikit saja kealpaan, tidak bisa dibayangkan apa yang akan dilakukan orang-orang itu. Dan Serish selalu merasa lelah. Dia ingin melarikan diri. Tapi sejauh apa seoran
Serish tidak memiliki tujuan.Dia hanya berjalan mengintari taman bunga lavender di dekat kastil, lalu berhenti di sebuah paviliun terbuka yang sering dilewatinya, tapi tak pernah disinggahi perempuan itu.Kesendirian semacam ini membawa perasaan asing yang terasa familiar baginya.Dia adalah seorang putri duke yang selalu memiliki pendamping di sisinya sejak dia lahir, namun dulu sekali, di sebuah dimensi yang berbeda, Serish adalah seorang nerd yang dikucilkan. Dia merasa memiliki keluarga yang sangat dekat dan disayanginya, tapi detailnya seperti apa, Serish tidak ingat. Hanya perasaan sendu yang samar yang sesekali mengelitiknya, layaknya kapas tipis yang menggores ujung hatinya.Rindu.Perasaan asing lainnya yang untuk pertama kali diucapkan Serish sejak lahir di dunia ini.Bahkan Serish tidak pernah merindukan ibunya, yang meninggal secara sepihak karena pemikiran pengkhianatan sang suami. Ibu yang tidak berpikir
“Anda baik-baik saja, Yang Mulia?”“Tutup mulutmu dan fokus pada tugasmu.” Sambar Serish ketus. “Seorang prajurit tidak boleh ingin tahu urusan majikannya.”“Ah,” Serish mendengar senyuman pada reaksi Rowellyn. “Benar, maafkan saya.”Mereka sampai di Aula Mathilda dalam beberapa menit yang melelahkan. Serish mengubah ekspresi wajahnya menjadi tidak terbaca, lalu masuk ke dalam ruangan dengan langkah bermartabat yang familiar.“Atas dasar apa aku mendapatkan kehormatan ini, hingga kalian kembali datang ketika aku jelas-jelas mengatakan untuk tidak lagi membuang waktu kita dengan pertemuan semacam ini?”Serish tidak dapat menahan mulutnya ketika melihat wajah-wajah memuakkan itu.Dia kagum pada dirinya di masa lalu yang bisa menahan diri dengan arogansi mereka hanya demi sang kaisar.“Kami memberi hormat pada Yang Mulia Tuan Puteri Vivaldi.”Para
Aula Mathilda merupakan salah satu dari sembilan kebanggaan dukedom vivaldi. Desainnya memadukan konsep privasi dalam ruangan tertutup dengan kebebasan di alam. Oleh karena itu, pencahayaan diatur sealami mungkin dan berbagai jenis bunga ditanam di dalamnya.Serish menunangkan secangkir teh yang sudah dingin untuk dirinya sendiri, mengerenyit oleh rasanya yang tidak enak, lalu meletakkan kembali cangkirnya.Sebuah bayangan muncul dari belakang, menghalangi sumber cahaya dari jendela yang ada di belakang Serish serta menutupi seluruh tubuhnya.“Ganti tehku dengan yang baru.”Serish memeluk tubuhnya sendiri dan menggosok-gosokkan lengannya untuk mendapatkan kehangatan. Keningnya berkerut ketika bayangan itu tidak bergeming.“Mana syalku?” dia menoleh sedikit, merasa tidak sabar. “Aku tidak mau kembali ke kamar, jadi jangan buang waktumu untuk menceramahiku.”Masih tidak ada jawaban.“Miya...!&rd
Pada suatu waktu yang jauh dan tidak terukur, sebuah negara besar berdiri di dimensi yang berbeda dengan yang dikenal saat ini. Negara tersebut dipimpin oleh seorang tiran yang disegani oleh seluruh dunia. Berbagai kerajaan tunduk di bawah kekuasaan sang kaisar yang tidak pernah puas dan senantiasa melakukan invansi ke berbagai penjuru. Layaknya predator yang mengintai mangsanya, satu demi satu negeri ditaklukkan, hingga menjadikan negara tersebut adikuasa. Meski ketakutan, tidak banyak yang berani melawan kekuasaan kaisar terkuat yang dirumorkan menjual jiwanya kepada iblis demi menjadi lebih kuat itu. Demi menjadi tidak terkalahkan. Alih-alih, para raja dan penguasa yang tidak berdaya tersebut justru mencari cara untuk menyenangkan sang tiran. Mereka memberikan persembahan berupa hasil bumi, emas, permata dan banyak pula yang memberikan wanita. Namun tak satupun persembahan itu menguba
“Idiot,” umpat Serish, melanggar etika yang selalu dijunjungnya sebagai putri seoarang duke. Dia merasa terlalu kesal dan marah kepada dirinya sendiri, hingga mulai memukuli kepala dan menjambaki rambutnya. Andai saja melakukan ini bisa mengubah masa lalu dan menghentikan dirinya berbuat bodoh, Serish tidak peduli kalau IQ-nya akan berkurang asalkan dia terbebas dari situasinya sekarang. Benar, Serish adalah seseorang yang terlahir kembali dengan membawa ingatan masa lalunya. Hal konyol yang akan ditertawakannya dulu tapi secara ironis dialaminya sendiri. Dunia ini adalah novel. Ah, mengatakan sesuatu dengan nada seringan itu sangat tidak manusiawi, terutama karena selama sembilan belas tahun dia hidup sebagai Serish Jean Vivaldi. Dia makan, minum, tidur, tertawa dan menangis di dunia novel ini. Dan menyimpulkan dengan sesederhana itu sungguh membuatnya hampa, karena bagi Serish, dunia ini nyata. Senyata rasa sakit dalam ingatannya k
Lelaki itu duduk dengan aura menakutkan. Ada campuran wibawa, keangkuhan dan intimidasi dalam diri lelaki itu, juga sedikit kejijikan yang dengan sempurna membuat Serish merasa tidak nyaman. Di sebelah lelaki itu, seorang pria berambut perak dan jubah hitam berpolet silver berdiri tanpa mencolok. Mata kuningnya menyala bagaikan ngengat dan kulitnya sepucat cahaya bulan. Sesuatu dalam dirinya begitu tipis hingga nyaris terabaikan, tapi Serish tahu siapa lelaki itu. Penyihir agung Sczandov, tangan kanan kaisar, Ravi. Tak ada nama belakang maupun nama keluarga bagi seorang penyihir murni karena para penyihir murni selalu berasal dari orang buangan yang tak memiliki masa lalu. Seorang penyihir murni terlahir dari manusia yang inti rohnya berevolusi dengan memangsa satu persatu kenangan dan harapan, menggantinya dengan ambisi dan kesetiaan kepada tuan yang dipilihnya. Oleh karena itu, penyihir murni adalah seseorang yang begitu kuat namun tidak memiliki tempat di mata ban
Serish merasakan tekanan udara yang semakin kuat di sekitarnya. “Saya tidak berani menebak alasan paduka,” dengan mengandalkan kekuatan mental yang pas-pasan, Serish berhasil menjawab tanpa terdengar tersiksa. Jika dia menunjukkan sedikit saja kelemahan, lelaki itu akan memanfaatkan situasi mereka secara habis-habisan. Edward dan ravi tidak boleh tahu kalau sejak awal Serish sudah menyadari penggunaan sihir. Udara di sekitar Serish semakin dingin dan menusuk, terlebih saat Edward mencondongkan wajahnya mendekati Serish. Mata rubinya berkilau mengancam. “Kalau begitu, tebaklah.” Oh tuhan. Pertanyaan itu adalah hal terakhir yang diinginkan Serish di pertemuan ini karena itulah pertanyaan yang diberikan Edward kepada setiap wanita yang datang kepadanya, termasuk sang putri mahkota. Dan dari semua jawaban, tentu saja hanya jawaban putri mahkota-lah yang bisa membekas dan berkesan bagi kaisar. Serish ingat apa jawabannya.
Aula Mathilda merupakan salah satu dari sembilan kebanggaan dukedom vivaldi. Desainnya memadukan konsep privasi dalam ruangan tertutup dengan kebebasan di alam. Oleh karena itu, pencahayaan diatur sealami mungkin dan berbagai jenis bunga ditanam di dalamnya.Serish menunangkan secangkir teh yang sudah dingin untuk dirinya sendiri, mengerenyit oleh rasanya yang tidak enak, lalu meletakkan kembali cangkirnya.Sebuah bayangan muncul dari belakang, menghalangi sumber cahaya dari jendela yang ada di belakang Serish serta menutupi seluruh tubuhnya.“Ganti tehku dengan yang baru.”Serish memeluk tubuhnya sendiri dan menggosok-gosokkan lengannya untuk mendapatkan kehangatan. Keningnya berkerut ketika bayangan itu tidak bergeming.“Mana syalku?” dia menoleh sedikit, merasa tidak sabar. “Aku tidak mau kembali ke kamar, jadi jangan buang waktumu untuk menceramahiku.”Masih tidak ada jawaban.“Miya...!&rd
“Anda baik-baik saja, Yang Mulia?”“Tutup mulutmu dan fokus pada tugasmu.” Sambar Serish ketus. “Seorang prajurit tidak boleh ingin tahu urusan majikannya.”“Ah,” Serish mendengar senyuman pada reaksi Rowellyn. “Benar, maafkan saya.”Mereka sampai di Aula Mathilda dalam beberapa menit yang melelahkan. Serish mengubah ekspresi wajahnya menjadi tidak terbaca, lalu masuk ke dalam ruangan dengan langkah bermartabat yang familiar.“Atas dasar apa aku mendapatkan kehormatan ini, hingga kalian kembali datang ketika aku jelas-jelas mengatakan untuk tidak lagi membuang waktu kita dengan pertemuan semacam ini?”Serish tidak dapat menahan mulutnya ketika melihat wajah-wajah memuakkan itu.Dia kagum pada dirinya di masa lalu yang bisa menahan diri dengan arogansi mereka hanya demi sang kaisar.“Kami memberi hormat pada Yang Mulia Tuan Puteri Vivaldi.”Para
Serish tidak memiliki tujuan.Dia hanya berjalan mengintari taman bunga lavender di dekat kastil, lalu berhenti di sebuah paviliun terbuka yang sering dilewatinya, tapi tak pernah disinggahi perempuan itu.Kesendirian semacam ini membawa perasaan asing yang terasa familiar baginya.Dia adalah seorang putri duke yang selalu memiliki pendamping di sisinya sejak dia lahir, namun dulu sekali, di sebuah dimensi yang berbeda, Serish adalah seorang nerd yang dikucilkan. Dia merasa memiliki keluarga yang sangat dekat dan disayanginya, tapi detailnya seperti apa, Serish tidak ingat. Hanya perasaan sendu yang samar yang sesekali mengelitiknya, layaknya kapas tipis yang menggores ujung hatinya.Rindu.Perasaan asing lainnya yang untuk pertama kali diucapkan Serish sejak lahir di dunia ini.Bahkan Serish tidak pernah merindukan ibunya, yang meninggal secara sepihak karena pemikiran pengkhianatan sang suami. Ibu yang tidak berpikir
Apapun yang terjadi, waktu selalu berjalan dengan kejam. Ketika pagi selanjutnya tiba, Serish masih berkutat dengan ingatan yang muncul layaknya letupan air mendidih; terasa panas dan chaotic. Lucu. Kenapa dia harus mengingat semuanya seperti ini? Serish menyeka keringat di wajahnya yang berubah pucat hanya dalam semalam. Andai saja dia mengingat kenangan itu tanpa ingatan kesakitannya saat mati, Serish mungkin akan memilih untuk menyerah. Dia adalah ikon seorang putri bangsawan yang anggun, angkuh dan sempurna, tapi siapa yang benar-benar menikmati peran semacam itu? Setiap menitnya Serish harus memasang topeng di wajahnya dan menajamkan lidahnya agar tidak diinjak oleh orang-orang yang senantiasa memasang radar, menunggu setitik kesalahannya. Jika ada sedikit saja kealpaan, tidak bisa dibayangkan apa yang akan dilakukan orang-orang itu. Dan Serish selalu merasa lelah. Dia ingin melarikan diri. Tapi sejauh apa seoran
Gelombang emosi baru muncul di wajah Kroy. Dia tidak pernah mendengar jawaban setenang itu dari Serish. Anak perempuannya selalu terdengar marah dan emosional setiap kali mereka bicara, dan karena itu, hubungan ayah dan anak itu berubah renggang selama bertahun-tahun tanpa diperbaiki.Keengganan, kebencian dan ketakutan yang dibalut oleh sopan santun yang berjarak adalah yang selalu dihadapi Kroy.Tapi kali itu Serish lebih dari sekedar dingin.Dia bagaikan orang asing; vassal yang tunduk di bawah otoritas dukedom yang dipimpinnya. Dan karena itulah, sang duke merasakan ketakutan yang merayapi tulang punggungnya untuk pertama kalinya.Selama ini, Kroy tidak pernah takut kehilangan putrinya meskipun gadis itu selalu menampilkan kedengkiannya. Dia tahu bahwa Serish akan selalu menjadi putrinya melalui emosi dan kemarahan itu. Bagi sang duke, hubungan mereka terjalin melalui sehelai benang yang kasar dan berantakan bernama kekecewaan, dan dengan pos
Serish merasakan tekanan udara yang semakin kuat di sekitarnya. “Saya tidak berani menebak alasan paduka,” dengan mengandalkan kekuatan mental yang pas-pasan, Serish berhasil menjawab tanpa terdengar tersiksa. Jika dia menunjukkan sedikit saja kelemahan, lelaki itu akan memanfaatkan situasi mereka secara habis-habisan. Edward dan ravi tidak boleh tahu kalau sejak awal Serish sudah menyadari penggunaan sihir. Udara di sekitar Serish semakin dingin dan menusuk, terlebih saat Edward mencondongkan wajahnya mendekati Serish. Mata rubinya berkilau mengancam. “Kalau begitu, tebaklah.” Oh tuhan. Pertanyaan itu adalah hal terakhir yang diinginkan Serish di pertemuan ini karena itulah pertanyaan yang diberikan Edward kepada setiap wanita yang datang kepadanya, termasuk sang putri mahkota. Dan dari semua jawaban, tentu saja hanya jawaban putri mahkota-lah yang bisa membekas dan berkesan bagi kaisar. Serish ingat apa jawabannya.
Lelaki itu duduk dengan aura menakutkan. Ada campuran wibawa, keangkuhan dan intimidasi dalam diri lelaki itu, juga sedikit kejijikan yang dengan sempurna membuat Serish merasa tidak nyaman. Di sebelah lelaki itu, seorang pria berambut perak dan jubah hitam berpolet silver berdiri tanpa mencolok. Mata kuningnya menyala bagaikan ngengat dan kulitnya sepucat cahaya bulan. Sesuatu dalam dirinya begitu tipis hingga nyaris terabaikan, tapi Serish tahu siapa lelaki itu. Penyihir agung Sczandov, tangan kanan kaisar, Ravi. Tak ada nama belakang maupun nama keluarga bagi seorang penyihir murni karena para penyihir murni selalu berasal dari orang buangan yang tak memiliki masa lalu. Seorang penyihir murni terlahir dari manusia yang inti rohnya berevolusi dengan memangsa satu persatu kenangan dan harapan, menggantinya dengan ambisi dan kesetiaan kepada tuan yang dipilihnya. Oleh karena itu, penyihir murni adalah seseorang yang begitu kuat namun tidak memiliki tempat di mata ban
“Idiot,” umpat Serish, melanggar etika yang selalu dijunjungnya sebagai putri seoarang duke. Dia merasa terlalu kesal dan marah kepada dirinya sendiri, hingga mulai memukuli kepala dan menjambaki rambutnya. Andai saja melakukan ini bisa mengubah masa lalu dan menghentikan dirinya berbuat bodoh, Serish tidak peduli kalau IQ-nya akan berkurang asalkan dia terbebas dari situasinya sekarang. Benar, Serish adalah seseorang yang terlahir kembali dengan membawa ingatan masa lalunya. Hal konyol yang akan ditertawakannya dulu tapi secara ironis dialaminya sendiri. Dunia ini adalah novel. Ah, mengatakan sesuatu dengan nada seringan itu sangat tidak manusiawi, terutama karena selama sembilan belas tahun dia hidup sebagai Serish Jean Vivaldi. Dia makan, minum, tidur, tertawa dan menangis di dunia novel ini. Dan menyimpulkan dengan sesederhana itu sungguh membuatnya hampa, karena bagi Serish, dunia ini nyata. Senyata rasa sakit dalam ingatannya k
Pada suatu waktu yang jauh dan tidak terukur, sebuah negara besar berdiri di dimensi yang berbeda dengan yang dikenal saat ini. Negara tersebut dipimpin oleh seorang tiran yang disegani oleh seluruh dunia. Berbagai kerajaan tunduk di bawah kekuasaan sang kaisar yang tidak pernah puas dan senantiasa melakukan invansi ke berbagai penjuru. Layaknya predator yang mengintai mangsanya, satu demi satu negeri ditaklukkan, hingga menjadikan negara tersebut adikuasa. Meski ketakutan, tidak banyak yang berani melawan kekuasaan kaisar terkuat yang dirumorkan menjual jiwanya kepada iblis demi menjadi lebih kuat itu. Demi menjadi tidak terkalahkan. Alih-alih, para raja dan penguasa yang tidak berdaya tersebut justru mencari cara untuk menyenangkan sang tiran. Mereka memberikan persembahan berupa hasil bumi, emas, permata dan banyak pula yang memberikan wanita. Namun tak satupun persembahan itu menguba