Pada suatu waktu yang jauh dan tidak terukur, sebuah negara besar berdiri di dimensi yang berbeda dengan yang dikenal saat ini.
Negara tersebut dipimpin oleh seorang tiran yang disegani oleh seluruh dunia. Berbagai kerajaan tunduk di bawah kekuasaan sang kaisar yang tidak pernah puas dan senantiasa melakukan invansi ke berbagai penjuru. Layaknya predator yang mengintai mangsanya, satu demi satu negeri ditaklukkan, hingga menjadikan negara tersebut adikuasa.
Meski ketakutan, tidak banyak yang berani melawan kekuasaan kaisar terkuat yang dirumorkan menjual jiwanya kepada iblis demi menjadi lebih kuat itu.
Demi menjadi tidak terkalahkan.
Alih-alih, para raja dan penguasa yang tidak berdaya tersebut justru mencari cara untuk menyenangkan sang tiran. Mereka memberikan persembahan berupa hasil bumi, emas, permata dan banyak pula yang memberikan wanita.
Namun tak satupun persembahan itu mengubah sang kaisar.
Dia tidak mempedulikan tumpukan kekayaan di istananya juga para wanita cantik yang senantiasa menunggunya dengan senyuman cerah dan mata berbinar layaknya permata.
Karena sang kaisar sejak lama telah membuang sifat manusianya, sejak pertama kali menumpahkan darah dan melihat tubuh menggelinjang seseorang ketika nyawanya dicabut lewat pedang yang tertancap di jantungnya.
Dia menikmati aroma darah dan warna merah yang tersisa saat pedangnya dicabut.
Dia menyukainya....
Terutama saat tubuh itu adalah milik ayahnya.
Kemudian, pada suatu ketika, kelompok bangsawan yang merasa terdesak mengirimkan seorang wanita untuk menjadi ratu dan memudarkan sedikit kekuasaan mutlak sang kaisar. Wanita itu berasal dari keluarga terpandang dan didukung penuh oleh kelompok bangsawan, hingga membuatnya tidak tahu diri.
Wanita cantik berambut keemasan yang dengan hati sombong dan penuh kebanggaan menghadap sang kaisar. Mata birunya mengerling dengan arogan. Semua pelayan disiksanya; setiap bangsawan diejek dan dicaci.
Di hadapan sang kaisar, dia bertanya, ‘Kapankah singgasanaku siap?’
Mata merah sang kaisar berkilat dingin.
Senyuman tipis tergores di bibirnya.
‘Bukankah yang membuatmu percaya diri adalah wajah cantikmu? Kalau begitu tinggalkan kepalamu di sini.’
Dan wanita itu dipenggal begitu saja.
Sama seperti yang lain, wanita itu mati dan dilupakan.
Puluhan wanita baru kemudian dikirimkan ke istana, dengan harapan mereka dapat merebut hati sang kaisar atau sekedar mengisi kekosongan kursi ratu dan memberikan keuntungan pada negara asalnya. Banyak pula di antaranya yang berasal dari keluarga bangsawan dari negara tersebut yang menginginkan posisi strategis dalam pemerintahan.
Seluruh dunia berlomba untuk menjadi yang terbaik dan utama di mata sang kaisar tiran.
Hanya satu kerajaan yang tidak juga mau tunduk kepada negara tersebut.
Satu kerajaan penghasil permata dan batu sihir terbaik yang selalu menolak dipimpin oleh seorang tiran kotor yang menjual jiwanya kepada iblis. Putri mahkota kerajaan itu dikenal sebagai seorang dermawan berhati lembut dan berwajah jelita, memiliki kekuatan suci yang disebut sihir putih; satu-satunya sihir yang bisa melawan kekuatan iblis sang kaisar.
Dengan itu, cerita pertempuran kekaisaran besar dengan kerajaan kuat itu dimulai dan berlangsung lama.
Sayangnya, putri mahkota dikhianati oleh seorang pengikutnya dan berhasil ditawan oleh musuhnya, sang kaisar tiran. Kerajaan yang diperjuangkannya jatuh ke tangan kaisar tersebut dan dia menjadi bulan-bulanan kaisar yang keji tersebut.
‘Lihatlah dengan matamu, apa yang tidak bisa kumiliki saat aku menginginkannya.’ Ujar sang kaisar.
Dengan tubuh tersegel sihir dan rambut terurai berantakan, putri mahkota menatapnya dengan tajam.
‘Kau hanya bisa mencuri, Yang Mulia. Tapi kau tidak akan pernah memperoleh hati dan cinta yang tulus. Seumur hidupmu kau akan kesepian dan sendirian.’
Namun sang kaisar hanya tersenyum dingin. Dengan penuh ancaman, lelaki itu mendekat, berbisik di telinga putri mahkota.
‘Aku tidak memiliki hati dan tidak bisa mencintai, jadi aku tidak memerlukan keduanya.’
.
Wajah cantik, rambut keemasan, mata biru.
Kandidat terkuat untuk posisi ratu dari rumah duke.
Satu-satunya duke di sczandov adalah Duke Vivaldi, pahlawan yang mendampingi pemberontakan kekuasaan kaisar terdahulu dan membantu putra mahkota mengisi tahta yang kosong.
Dukedom Vivaldi adalah salah satu keluarga tertua di negara sczandov yang memberikan sumpah setianya kepada Sczandov ketika pemerintahan terbelah menjadi dua kubu; kubu kekaisaran dan kubu bangsawan. Dengan kata lain, selama puluhan tahun berdirinya kekaisaran, Vivaldi selalu menyeimbangkan pemerintahan melalui posisinya yang netral.
Posisi tersebut memberikan stabilitas yang terlihat di permukaan, namun di dalamnya, gejolak antara kedua kubu muncul untuk memperebutkan loyalitas Vivaldi. Satu-satunya waktu ketika Vivaldi memilih adalah saat pemberontakan terjadi, dan hasilnya adalah kemenangan mutlak putra mahkota yang kini menjadi kaisar.
Para kaum bangsawan bersepakat jika kandidat terkuat yang dapat mengisi singgasana selain keturunan kaisar adalah Vivaldi. Segi sejarah, materi dan sentimen selalu dimenangkan oleh dukedom Vivaldi dan karena itu, mereka berusaha memperoleh kepemimpinan sang Duke dalam kubu bangsawan. Namun setelah penobatan kaisar baru, rumah Vivaldi kembali mempertahankan posisinya sebagai kubu yang netral.
Akhirnya para kaum bangsawan memilih untuk berkompromi dan meminta agar Dukedom Vivaldi ikut berpartisipasi dalam pemilihan permaisuri pertama sang kaisar. Satu-satunya putri Duke Vivaldi dikirimkan ke istana untuk bersaing dengan puluhan wanita yang dicalonkan. Dengan memisahkan perempuan muda yang ‘polos’ dari keluarganya itu, para kaum bangsawan berhasil meyakinkan putri Vivaldi untuk menerima dukungan mereka. Sebagai timbal baliknya, kaum bangsawan menuntut agar sang putri yang akan menjadi ratu untuk mempermudah urusan para bangsawan jika terjadi konflik kepentingan.
Secara singkat, putri Vivaldi terpilih menjadi ratu pertama sczandov.
Nama perempuan itu adalah Serish Jean Vivaldi.
Namanya.
Wanita yang dipenggal oleh kaisar pada halaman pertama di cerita itu.
“Sial,” umpatnya dengan kepala berat.
Siapa yang mengira kalau kecelakaan yang dialaminya saat kembali dari istana justru membuatnya mengingat isi novel yang dibacanya di kehidupannya dulu itu?
Padahal sebulan yang lalu, Serish melonjak kegirangan karena terpilih secara aklamasi untuk menjadi kandidat pemenang dalam pemilihan ratu. Dia bahkan mendapatkan dukungan penuh dari kelompok bangsawan dan jaminan perlindungan selama dirinya bisa mempertahankan posisinya sebagai ratu.
Dengan tubuh gemetar akibat demam, Serish membunyikan lonceng, memanggil pelayan untuk membawakannya minum.
Lukanya sudah sembuh sejak dua minggu yang lalu, namun mentalnya justru semakin lemah saat ingatannya pulih sepenuhnya. Dan akibatnya, selama sebulan penuh Serish tidak dapat turun dari ranjangnya.
Andaikan hal ini dapat membatalkan penobatannya sebagai seorang ratu, sudah pasti Serish akan memilih untuk terus sakit hingga calon baru diajukan.
Tapi dia tahu pasti, jika dia tidak sembuh saat hari penobatan, maka keluarganya akan menanggung konsekuensi yang mengerikan. Keluarganya akan dicap ‘terkutuk’ karena memperoleh kesialan secara berturut-turut setelah ayahnya, Kroy Vivaldi, terluka berat dalam pertempuran dan tidak lagi bisa turun ke medan perang. Sebagai seorang pejuang, bekerja di balik meja adalah kehinaan dan akhir yang pahit, terutama karena Rumah Vivaldi secara turun temurun selalu mendominasi kekuatan militer negara ini.
Negara ini bernama Sczandov, sebuah wilayah besar yang mendominasi hampir seluruh bagian Benua Atreyya dan dipimpin oleh seorang kaisar.
Sczandov masih belum sepenuhnya stabil setelah pergantian kekuasaan antara kaisar lama dengan yang baru. Putra mahkota dengan dukungan sebagian besar fraksi di Sczandov, mengudeta Kaisar sebelumnya yang terkenal akan kebengisan dan gaya hidup korupnya. Layaknya semua perang, kerugian yang dialami negara sangat besar, bukan hanya jiwa tapi juga materi. Kekosongan kas negara akibat korupsi besar-besaran kaisar pendahulu dan pendukungnya memberikan goncangan yang cukup mengkhawatirkan. Tapi sang Putra Mahkota dengan lihai menjalin kekurangan itu, menekan pemberontakan yang muncul dan bahkan bisa melakukan invansi ke berbagai penjuru benua, hingga akhirnya melakukan kudeta.
Serish mengingat dengan jelas kabar yang dulu tersebar hingga ke seluruh pelosok negeri.
Jalanan di ibu kota yang berwarna merah oleh darah selalu dipenuhi oleh mayat selama pemberontakan berlangsung. Semua baru berhenti ketika akhirnya kaisar lama ditangkap dan dieksekusi di depan umum. Jenazahnya dipajang di alun-alun selama seminggu sebagai peringatan bagi para pejabat yang bersalah, sebelum kemudian, secara paradoksal di berikan upacara penghormatan dan dimakamkan dengan megah di makam keluarga kaisar.
Namun entah kenapa dari semua berita sadis itu, yang diperhatikan olehnya hanyalah kisah kecemerlangan kaisar barunya dan ketampanan lelaki itu ketika meneriakkan kemenangan dengan baju zirah berlumuran darah.
Serish yang saat itu berumur tujuh belas terpesona oleh deskripsi ‘wajah tampan yang kharismatik dan penuh wibawa’ tanpa memperhatikan kelanjutan ‘yang merengut nyawa musuhnya dengan sekali tebas’. Dan dia menjadi gadis terbodoh se-Sczandov dengan menyatakan cintanya kepada Edward ketika seluruh dunia berkabung atas perpindahan kepemimpinan dari ‘kaisar yang korup’ menjadi ‘kaisar yang gila perang’.
.
.
“Idiot,” umpat Serish, melanggar etika yang selalu dijunjungnya sebagai putri seoarang duke. Dia merasa terlalu kesal dan marah kepada dirinya sendiri, hingga mulai memukuli kepala dan menjambaki rambutnya. Andai saja melakukan ini bisa mengubah masa lalu dan menghentikan dirinya berbuat bodoh, Serish tidak peduli kalau IQ-nya akan berkurang asalkan dia terbebas dari situasinya sekarang. Benar, Serish adalah seseorang yang terlahir kembali dengan membawa ingatan masa lalunya. Hal konyol yang akan ditertawakannya dulu tapi secara ironis dialaminya sendiri. Dunia ini adalah novel. Ah, mengatakan sesuatu dengan nada seringan itu sangat tidak manusiawi, terutama karena selama sembilan belas tahun dia hidup sebagai Serish Jean Vivaldi. Dia makan, minum, tidur, tertawa dan menangis di dunia novel ini. Dan menyimpulkan dengan sesederhana itu sungguh membuatnya hampa, karena bagi Serish, dunia ini nyata. Senyata rasa sakit dalam ingatannya k
Lelaki itu duduk dengan aura menakutkan. Ada campuran wibawa, keangkuhan dan intimidasi dalam diri lelaki itu, juga sedikit kejijikan yang dengan sempurna membuat Serish merasa tidak nyaman. Di sebelah lelaki itu, seorang pria berambut perak dan jubah hitam berpolet silver berdiri tanpa mencolok. Mata kuningnya menyala bagaikan ngengat dan kulitnya sepucat cahaya bulan. Sesuatu dalam dirinya begitu tipis hingga nyaris terabaikan, tapi Serish tahu siapa lelaki itu. Penyihir agung Sczandov, tangan kanan kaisar, Ravi. Tak ada nama belakang maupun nama keluarga bagi seorang penyihir murni karena para penyihir murni selalu berasal dari orang buangan yang tak memiliki masa lalu. Seorang penyihir murni terlahir dari manusia yang inti rohnya berevolusi dengan memangsa satu persatu kenangan dan harapan, menggantinya dengan ambisi dan kesetiaan kepada tuan yang dipilihnya. Oleh karena itu, penyihir murni adalah seseorang yang begitu kuat namun tidak memiliki tempat di mata ban
Serish merasakan tekanan udara yang semakin kuat di sekitarnya. “Saya tidak berani menebak alasan paduka,” dengan mengandalkan kekuatan mental yang pas-pasan, Serish berhasil menjawab tanpa terdengar tersiksa. Jika dia menunjukkan sedikit saja kelemahan, lelaki itu akan memanfaatkan situasi mereka secara habis-habisan. Edward dan ravi tidak boleh tahu kalau sejak awal Serish sudah menyadari penggunaan sihir. Udara di sekitar Serish semakin dingin dan menusuk, terlebih saat Edward mencondongkan wajahnya mendekati Serish. Mata rubinya berkilau mengancam. “Kalau begitu, tebaklah.” Oh tuhan. Pertanyaan itu adalah hal terakhir yang diinginkan Serish di pertemuan ini karena itulah pertanyaan yang diberikan Edward kepada setiap wanita yang datang kepadanya, termasuk sang putri mahkota. Dan dari semua jawaban, tentu saja hanya jawaban putri mahkota-lah yang bisa membekas dan berkesan bagi kaisar. Serish ingat apa jawabannya.
Gelombang emosi baru muncul di wajah Kroy. Dia tidak pernah mendengar jawaban setenang itu dari Serish. Anak perempuannya selalu terdengar marah dan emosional setiap kali mereka bicara, dan karena itu, hubungan ayah dan anak itu berubah renggang selama bertahun-tahun tanpa diperbaiki.Keengganan, kebencian dan ketakutan yang dibalut oleh sopan santun yang berjarak adalah yang selalu dihadapi Kroy.Tapi kali itu Serish lebih dari sekedar dingin.Dia bagaikan orang asing; vassal yang tunduk di bawah otoritas dukedom yang dipimpinnya. Dan karena itulah, sang duke merasakan ketakutan yang merayapi tulang punggungnya untuk pertama kalinya.Selama ini, Kroy tidak pernah takut kehilangan putrinya meskipun gadis itu selalu menampilkan kedengkiannya. Dia tahu bahwa Serish akan selalu menjadi putrinya melalui emosi dan kemarahan itu. Bagi sang duke, hubungan mereka terjalin melalui sehelai benang yang kasar dan berantakan bernama kekecewaan, dan dengan pos
Apapun yang terjadi, waktu selalu berjalan dengan kejam. Ketika pagi selanjutnya tiba, Serish masih berkutat dengan ingatan yang muncul layaknya letupan air mendidih; terasa panas dan chaotic. Lucu. Kenapa dia harus mengingat semuanya seperti ini? Serish menyeka keringat di wajahnya yang berubah pucat hanya dalam semalam. Andai saja dia mengingat kenangan itu tanpa ingatan kesakitannya saat mati, Serish mungkin akan memilih untuk menyerah. Dia adalah ikon seorang putri bangsawan yang anggun, angkuh dan sempurna, tapi siapa yang benar-benar menikmati peran semacam itu? Setiap menitnya Serish harus memasang topeng di wajahnya dan menajamkan lidahnya agar tidak diinjak oleh orang-orang yang senantiasa memasang radar, menunggu setitik kesalahannya. Jika ada sedikit saja kealpaan, tidak bisa dibayangkan apa yang akan dilakukan orang-orang itu. Dan Serish selalu merasa lelah. Dia ingin melarikan diri. Tapi sejauh apa seoran
Serish tidak memiliki tujuan.Dia hanya berjalan mengintari taman bunga lavender di dekat kastil, lalu berhenti di sebuah paviliun terbuka yang sering dilewatinya, tapi tak pernah disinggahi perempuan itu.Kesendirian semacam ini membawa perasaan asing yang terasa familiar baginya.Dia adalah seorang putri duke yang selalu memiliki pendamping di sisinya sejak dia lahir, namun dulu sekali, di sebuah dimensi yang berbeda, Serish adalah seorang nerd yang dikucilkan. Dia merasa memiliki keluarga yang sangat dekat dan disayanginya, tapi detailnya seperti apa, Serish tidak ingat. Hanya perasaan sendu yang samar yang sesekali mengelitiknya, layaknya kapas tipis yang menggores ujung hatinya.Rindu.Perasaan asing lainnya yang untuk pertama kali diucapkan Serish sejak lahir di dunia ini.Bahkan Serish tidak pernah merindukan ibunya, yang meninggal secara sepihak karena pemikiran pengkhianatan sang suami. Ibu yang tidak berpikir
“Anda baik-baik saja, Yang Mulia?”“Tutup mulutmu dan fokus pada tugasmu.” Sambar Serish ketus. “Seorang prajurit tidak boleh ingin tahu urusan majikannya.”“Ah,” Serish mendengar senyuman pada reaksi Rowellyn. “Benar, maafkan saya.”Mereka sampai di Aula Mathilda dalam beberapa menit yang melelahkan. Serish mengubah ekspresi wajahnya menjadi tidak terbaca, lalu masuk ke dalam ruangan dengan langkah bermartabat yang familiar.“Atas dasar apa aku mendapatkan kehormatan ini, hingga kalian kembali datang ketika aku jelas-jelas mengatakan untuk tidak lagi membuang waktu kita dengan pertemuan semacam ini?”Serish tidak dapat menahan mulutnya ketika melihat wajah-wajah memuakkan itu.Dia kagum pada dirinya di masa lalu yang bisa menahan diri dengan arogansi mereka hanya demi sang kaisar.“Kami memberi hormat pada Yang Mulia Tuan Puteri Vivaldi.”Para
Aula Mathilda merupakan salah satu dari sembilan kebanggaan dukedom vivaldi. Desainnya memadukan konsep privasi dalam ruangan tertutup dengan kebebasan di alam. Oleh karena itu, pencahayaan diatur sealami mungkin dan berbagai jenis bunga ditanam di dalamnya.Serish menunangkan secangkir teh yang sudah dingin untuk dirinya sendiri, mengerenyit oleh rasanya yang tidak enak, lalu meletakkan kembali cangkirnya.Sebuah bayangan muncul dari belakang, menghalangi sumber cahaya dari jendela yang ada di belakang Serish serta menutupi seluruh tubuhnya.“Ganti tehku dengan yang baru.”Serish memeluk tubuhnya sendiri dan menggosok-gosokkan lengannya untuk mendapatkan kehangatan. Keningnya berkerut ketika bayangan itu tidak bergeming.“Mana syalku?” dia menoleh sedikit, merasa tidak sabar. “Aku tidak mau kembali ke kamar, jadi jangan buang waktumu untuk menceramahiku.”Masih tidak ada jawaban.“Miya...!&rd
Aula Mathilda merupakan salah satu dari sembilan kebanggaan dukedom vivaldi. Desainnya memadukan konsep privasi dalam ruangan tertutup dengan kebebasan di alam. Oleh karena itu, pencahayaan diatur sealami mungkin dan berbagai jenis bunga ditanam di dalamnya.Serish menunangkan secangkir teh yang sudah dingin untuk dirinya sendiri, mengerenyit oleh rasanya yang tidak enak, lalu meletakkan kembali cangkirnya.Sebuah bayangan muncul dari belakang, menghalangi sumber cahaya dari jendela yang ada di belakang Serish serta menutupi seluruh tubuhnya.“Ganti tehku dengan yang baru.”Serish memeluk tubuhnya sendiri dan menggosok-gosokkan lengannya untuk mendapatkan kehangatan. Keningnya berkerut ketika bayangan itu tidak bergeming.“Mana syalku?” dia menoleh sedikit, merasa tidak sabar. “Aku tidak mau kembali ke kamar, jadi jangan buang waktumu untuk menceramahiku.”Masih tidak ada jawaban.“Miya...!&rd
“Anda baik-baik saja, Yang Mulia?”“Tutup mulutmu dan fokus pada tugasmu.” Sambar Serish ketus. “Seorang prajurit tidak boleh ingin tahu urusan majikannya.”“Ah,” Serish mendengar senyuman pada reaksi Rowellyn. “Benar, maafkan saya.”Mereka sampai di Aula Mathilda dalam beberapa menit yang melelahkan. Serish mengubah ekspresi wajahnya menjadi tidak terbaca, lalu masuk ke dalam ruangan dengan langkah bermartabat yang familiar.“Atas dasar apa aku mendapatkan kehormatan ini, hingga kalian kembali datang ketika aku jelas-jelas mengatakan untuk tidak lagi membuang waktu kita dengan pertemuan semacam ini?”Serish tidak dapat menahan mulutnya ketika melihat wajah-wajah memuakkan itu.Dia kagum pada dirinya di masa lalu yang bisa menahan diri dengan arogansi mereka hanya demi sang kaisar.“Kami memberi hormat pada Yang Mulia Tuan Puteri Vivaldi.”Para
Serish tidak memiliki tujuan.Dia hanya berjalan mengintari taman bunga lavender di dekat kastil, lalu berhenti di sebuah paviliun terbuka yang sering dilewatinya, tapi tak pernah disinggahi perempuan itu.Kesendirian semacam ini membawa perasaan asing yang terasa familiar baginya.Dia adalah seorang putri duke yang selalu memiliki pendamping di sisinya sejak dia lahir, namun dulu sekali, di sebuah dimensi yang berbeda, Serish adalah seorang nerd yang dikucilkan. Dia merasa memiliki keluarga yang sangat dekat dan disayanginya, tapi detailnya seperti apa, Serish tidak ingat. Hanya perasaan sendu yang samar yang sesekali mengelitiknya, layaknya kapas tipis yang menggores ujung hatinya.Rindu.Perasaan asing lainnya yang untuk pertama kali diucapkan Serish sejak lahir di dunia ini.Bahkan Serish tidak pernah merindukan ibunya, yang meninggal secara sepihak karena pemikiran pengkhianatan sang suami. Ibu yang tidak berpikir
Apapun yang terjadi, waktu selalu berjalan dengan kejam. Ketika pagi selanjutnya tiba, Serish masih berkutat dengan ingatan yang muncul layaknya letupan air mendidih; terasa panas dan chaotic. Lucu. Kenapa dia harus mengingat semuanya seperti ini? Serish menyeka keringat di wajahnya yang berubah pucat hanya dalam semalam. Andai saja dia mengingat kenangan itu tanpa ingatan kesakitannya saat mati, Serish mungkin akan memilih untuk menyerah. Dia adalah ikon seorang putri bangsawan yang anggun, angkuh dan sempurna, tapi siapa yang benar-benar menikmati peran semacam itu? Setiap menitnya Serish harus memasang topeng di wajahnya dan menajamkan lidahnya agar tidak diinjak oleh orang-orang yang senantiasa memasang radar, menunggu setitik kesalahannya. Jika ada sedikit saja kealpaan, tidak bisa dibayangkan apa yang akan dilakukan orang-orang itu. Dan Serish selalu merasa lelah. Dia ingin melarikan diri. Tapi sejauh apa seoran
Gelombang emosi baru muncul di wajah Kroy. Dia tidak pernah mendengar jawaban setenang itu dari Serish. Anak perempuannya selalu terdengar marah dan emosional setiap kali mereka bicara, dan karena itu, hubungan ayah dan anak itu berubah renggang selama bertahun-tahun tanpa diperbaiki.Keengganan, kebencian dan ketakutan yang dibalut oleh sopan santun yang berjarak adalah yang selalu dihadapi Kroy.Tapi kali itu Serish lebih dari sekedar dingin.Dia bagaikan orang asing; vassal yang tunduk di bawah otoritas dukedom yang dipimpinnya. Dan karena itulah, sang duke merasakan ketakutan yang merayapi tulang punggungnya untuk pertama kalinya.Selama ini, Kroy tidak pernah takut kehilangan putrinya meskipun gadis itu selalu menampilkan kedengkiannya. Dia tahu bahwa Serish akan selalu menjadi putrinya melalui emosi dan kemarahan itu. Bagi sang duke, hubungan mereka terjalin melalui sehelai benang yang kasar dan berantakan bernama kekecewaan, dan dengan pos
Serish merasakan tekanan udara yang semakin kuat di sekitarnya. “Saya tidak berani menebak alasan paduka,” dengan mengandalkan kekuatan mental yang pas-pasan, Serish berhasil menjawab tanpa terdengar tersiksa. Jika dia menunjukkan sedikit saja kelemahan, lelaki itu akan memanfaatkan situasi mereka secara habis-habisan. Edward dan ravi tidak boleh tahu kalau sejak awal Serish sudah menyadari penggunaan sihir. Udara di sekitar Serish semakin dingin dan menusuk, terlebih saat Edward mencondongkan wajahnya mendekati Serish. Mata rubinya berkilau mengancam. “Kalau begitu, tebaklah.” Oh tuhan. Pertanyaan itu adalah hal terakhir yang diinginkan Serish di pertemuan ini karena itulah pertanyaan yang diberikan Edward kepada setiap wanita yang datang kepadanya, termasuk sang putri mahkota. Dan dari semua jawaban, tentu saja hanya jawaban putri mahkota-lah yang bisa membekas dan berkesan bagi kaisar. Serish ingat apa jawabannya.
Lelaki itu duduk dengan aura menakutkan. Ada campuran wibawa, keangkuhan dan intimidasi dalam diri lelaki itu, juga sedikit kejijikan yang dengan sempurna membuat Serish merasa tidak nyaman. Di sebelah lelaki itu, seorang pria berambut perak dan jubah hitam berpolet silver berdiri tanpa mencolok. Mata kuningnya menyala bagaikan ngengat dan kulitnya sepucat cahaya bulan. Sesuatu dalam dirinya begitu tipis hingga nyaris terabaikan, tapi Serish tahu siapa lelaki itu. Penyihir agung Sczandov, tangan kanan kaisar, Ravi. Tak ada nama belakang maupun nama keluarga bagi seorang penyihir murni karena para penyihir murni selalu berasal dari orang buangan yang tak memiliki masa lalu. Seorang penyihir murni terlahir dari manusia yang inti rohnya berevolusi dengan memangsa satu persatu kenangan dan harapan, menggantinya dengan ambisi dan kesetiaan kepada tuan yang dipilihnya. Oleh karena itu, penyihir murni adalah seseorang yang begitu kuat namun tidak memiliki tempat di mata ban
“Idiot,” umpat Serish, melanggar etika yang selalu dijunjungnya sebagai putri seoarang duke. Dia merasa terlalu kesal dan marah kepada dirinya sendiri, hingga mulai memukuli kepala dan menjambaki rambutnya. Andai saja melakukan ini bisa mengubah masa lalu dan menghentikan dirinya berbuat bodoh, Serish tidak peduli kalau IQ-nya akan berkurang asalkan dia terbebas dari situasinya sekarang. Benar, Serish adalah seseorang yang terlahir kembali dengan membawa ingatan masa lalunya. Hal konyol yang akan ditertawakannya dulu tapi secara ironis dialaminya sendiri. Dunia ini adalah novel. Ah, mengatakan sesuatu dengan nada seringan itu sangat tidak manusiawi, terutama karena selama sembilan belas tahun dia hidup sebagai Serish Jean Vivaldi. Dia makan, minum, tidur, tertawa dan menangis di dunia novel ini. Dan menyimpulkan dengan sesederhana itu sungguh membuatnya hampa, karena bagi Serish, dunia ini nyata. Senyata rasa sakit dalam ingatannya k
Pada suatu waktu yang jauh dan tidak terukur, sebuah negara besar berdiri di dimensi yang berbeda dengan yang dikenal saat ini. Negara tersebut dipimpin oleh seorang tiran yang disegani oleh seluruh dunia. Berbagai kerajaan tunduk di bawah kekuasaan sang kaisar yang tidak pernah puas dan senantiasa melakukan invansi ke berbagai penjuru. Layaknya predator yang mengintai mangsanya, satu demi satu negeri ditaklukkan, hingga menjadikan negara tersebut adikuasa. Meski ketakutan, tidak banyak yang berani melawan kekuasaan kaisar terkuat yang dirumorkan menjual jiwanya kepada iblis demi menjadi lebih kuat itu. Demi menjadi tidak terkalahkan. Alih-alih, para raja dan penguasa yang tidak berdaya tersebut justru mencari cara untuk menyenangkan sang tiran. Mereka memberikan persembahan berupa hasil bumi, emas, permata dan banyak pula yang memberikan wanita. Namun tak satupun persembahan itu menguba