***Suasana rumah besarku memang sangat sepi. Sejak kepergian Ayah, aku merasa sepanjang hidup bagai mencekam.Masih terngiang-ngiang di memori ingatan saat Ayah meregang nyawa akibat ulah sahabatnya."Mas," lirih Syarla mengejutkan lamunan pagiku."Jangan kurangajar! Panggil saya dengan sebutan Tuan!" hardikku."Tu--tuan ... apa sebenarnya ini? Aku masih belum mengerti.""Satu hal yang harus kau tahu, saya tidak tertarik padamu sama sekali! Pernikahan kita hanya sebatas di atas kertas. Kau juga tak boleh mengatakan pada orang tuamu! Camkan itu!""Tapi, kenapa? Apa salahku? Apa salah keluargaku?""Nanti kau akan tahu sendiri."Aku berlalu meninggalkan Syarla. Di rumah, sehari sebelum pernikahan aku sengaja memecat semua pembantu. Tugas rumah akan aku bebankan pada Syarla. Dia tidak akan aku biarkan berdiam diri dengan tenang..Di kantor."Tuan Muda tidak libur? Bukankah ini adalah hari pertama pernikahan Tuan?" Melodi, Asisten pribadiku itu terlihat kaget saat aku ke kantor."Apa s
***Aku membanting pintu dengan keras. Tak peduli di luar Syarla tengah terluka. Itu salahnya sendiri dan belum seberapa jika dibandingkan dengan luka hatiku karena ulah Papanya.Aku menjerit histeris saat membayangkan peristiwa naas itu. "Ayah!" teriakku.Ayah menghembuskan napas dipangkuanku saat semua bukti pengkhianatan sahabatnya aku berikan.Andai waktu bisa diputar, aku pasti menyembunyikan kebenarannya dan menghancurkan pengkhianat itu dengan caraku sendiri.Namun, semua sudah terjadi. Sebesar apapun kerinduanku pada Ayah, ia takkan pernah kembali lagi.Tok! Tok! Tok!Ketukan pintu kembali terdengar. Aku seketika sadar dari kesedihanku."Tuan ... Tuan kenapa?" tanya Syarla dari luar.Sial, gadis itu ternyata masih di depan pintu. Pasti Syarla mendengar teriakkanku tadi."Pergi! Bukan urusanmu!" hardikku tanpa membuka pintu.Setelah itu hening. Aku pun mencoba memejamkan mata, tapi tetap saja tak bisa lena. Dendamku menyala-nyala. Sebelum pengkhianat itu hancur, maka aku tida
***Sampai di kantor, perutku terasa perih lagi. Teringat masakan Syarla semalam. Sungguh itu adalah masakan terenak yang pernah aku makan setelah masakan Ibu dulu.Ya, aku pernah memakannya waktu aku berusia 10 tahun. Ibu selalu memasak dengan sederhana, tapi terasa begitu lezatnya.Dan sekarang, setelah berpuluh-puluh tahun aku ditinggal Ibu, sosok wanita yang kini sangat aku benci malah memiliki kemiripan dengannya.Kelembutan Syarla, kerajinan, serta kepandaiannya memanjakan lidah membuat aku merasakan lagi kehadiran Ibu.Ah, tidak. Syarla jelas berbeda. Dia adalah anak dari seorang pengkhianat.Selamanya akan tetap begitu."Tuan muda, nanti malam ada undangan dari Pak Niko. Katanya beliau mengadakan pesta besar. Tuan diundang beserta istri. Ini undangannya," ujar Melodi menyerahkan kertas undangan.Aku menerima dengan acuh tak acuh.Di undangan itu jelas tertulis namaku dan juga pasangan.Aku tahu, yang hadir tentunya memang membawa istri masing-masing.Itu artinya aku juga harus
POV Syarla.***Sore ini aku terkejut dengan kepulangan suamiku. Ia tak sendiri, ada seorang wanita cantik bersamanya.Siapa dia?Hatiku sedikit terganggu. Bahkan aku belum tahu kebenarannya saja sudah merasa secemburu ini.Aku mengikuti mereka hingga bergabung di ruang tamu. Ternyata wanita itu bernama Melodi. Seorang asisten di kantor suamiku.Hatiku semakin pilu saat Mas Roy meminta aku untuk meriasnya nanti malam.Suamiku akan pergi bersamanya ke pesta. Aku ingin berontak, tapi aku tak kuasa.Di sini statusku memang sah istrinya. Namun, Mas Roy pun telah menjelaskan bahwa pernikahan kami hanya sebatas di atas kertas. Aku belum mengerti maksud dan tujuannya mengikatku dalam sebuah pernikahan.Aku pikir ia memang tertarik padaku seperti aku yang langsung menjatuhkan hati saat pertama kali melihatnya dan menerima lamarannya.Ini memang masih membingungkan. Aku akan terus mencaritahu alasan apa yang membuat suamiku bersikap demikian..Setelah Mas Roy masuk ke dalam kamar. Kini di rua
***POV Roy.Aku ke pesta bersama Melodi. Ia tampak cantik dengan hasil riasan Syarla.Ya, walaupun tetap saja tak secantik Syarla. Namun, cukuplah untuk membuat sedikit luka di hati wanita yang kini berstatuskan istriku itu.Sampai di tempat tujuan. Semua mata menatapku heran."Tuan Roy, di mana istri anda? Kenapa malah dengan Buk Melodi?" tanya Niko."Di rumah. Istri untuk di rumah saja. Saya lebih nyaman datang bersama asisten," ujarku.Melodi tadinya tersenyum. Namun, sekarang langsung berubah menjadi datar."Oh, begitu. Tapi, semua rekan bisnis kita menunggu Tuan Roy datang bersama istri. Katanya ada yang bilang istri anda itu sangat cantik."Aku tak merespon lagi, dan segera mengalihkan obrolan.Tak disangka, di pesta ini ternyata mertuaku juga hadir."Nak Roy," sapa Broto.Ah, ini kesempatan menciptakan kegundahan dalam pikirannya."Papa juga di sini," ucapku berlagak kaget."Iya. Di mana Syarla?" Mama mertua turut celingukan mencari sosok putrinya. Namun, malah Melodi yang ad
***Hari terus berganti. Tak terasa usia pernikahanku dengan Syarla sudah memasuki minggu kedua.Sore ini ia meminta izin menemui orang tuanya di rumah. "Tuan, apa Tuan tidak mau ikut bersamaku?" tanya-nya terdengar ragu."Tidak," jawabku singkat."Baiklah. Aku pulangnya sedikit malam, boleh?""Terserah kau saja. Bahkan tidak pulang pun tak masalah," ujarku.Syarla bergeming. Detik berikutnya ia mengulurkan tangan ke arahku."Apa?" ketusku menatap matanya tajam."Salam," sahutnya.Plak! Aku menepis tangannya dengan kasar. "Tidak perlu."Syarla berdehem, setelah itu ia segera berlalu..Setelah kepergiannya, aku langsung mendengarkan alat sadap suara yang sudah aku sambungkan di tas yang Syarla bawa. Benda kecil yang canggih itu akan merekam setiap pembicaraannya dan keluarga pecundangnya itu.Aku ingin tahu apa saja yang mereka katakan di belakangku.Dengan langkah santai aku masuk ke dalam kamar sembari menunggu Syarla sampai ke tempat tujuannya.Kurang lebih dua puluh menit berjala
***Bianca tampak terbiasa berbicara dengan lawan jenis. Dapat dinilai dari caranya yang tak canggung berhadapan denganku padahal baru pertama kali bertemu.Sedangkan Syarla sungguh jauh berbeda. Awal aku menemuinya di sini ia tertunduk malu dan tak berani menatap ke arahku. Aku semakin merasa heran dengan keluarga Broto ini. Bahkan masalah sikap Mama Mila terhadap Syarla pun menjadi tanda tanya sendiri bagiku.Ah, sial. "Oya, Syarla tolong susunkan baju-bajuku ke dalam lemari! Aku masih terlalu lelah," ujar Bianca.Syarla tanpa banyak bicara ia langsung menurut dan berlalu ke dalam kamar Bianca. "Apa kamu akan menetap di sini?" tanyaku pada Bianca."Iya. Kuliah saya sudah selesai. Jadi saya akan bekerja di perusahaan Papa, dan meneruskan jabatannya," jawab Bianca antusias.Ditengah obrolan, tiba-tiba Broto datang. Entah dari mana pecundang itu. Wajahnya berbinar-binar bagai orang yang kejatuhan bulan saja."Bianca, Putri kesayangan Papa ternyata sudah pulang," ujarnya sembari meme
***Ketika malam tiba, aku sudah bersiap-siap untuk menjemput Bianca.Saat aku hendak melangkah ke luar, tiba-tiba Syarla menghentikan langkahku."Tuan mau ke mana?" tanya-nya."Makan malam bersama Bianca," jawabku."Kenapa tidak bilang lebih awal? Aku akan beesiap-siap," ujarnya pula."Bersiap untuk apa?""Untuk ikut makan malam bersama Kak Bianca."Aku tertawa lepas mendengar ucapannya. Entah Syarla yang memang sangat polos, atau bodohnya yang melampaui batas."Kenapa Tuan tertawa? Apa ada yang lucu?" tanya-nya menatapku heran."Bukan lucu, tapi kau sangat bodoh! Saya tidak mengatakan akan mengajakmu ikut, bukan? Saya hanya pergi makan malam berdua saja dengan Bianca. Lagipula jika kau ikut, yang ada suasana berubah jadi tak asyik. Dasar payah!"Aku berlalu setelah puas tertawa dan menghinanya. Sekilas aku melihat ia terpaku di ambang pintu. Syarla tak bersuara lagi. Sedangkan aku segera melajukan mobilku..Sampai ke di depan rumah Broto. Terlihat Bianca antuasias keluar dengan s