POV Syarla.***Sore ini aku terkejut dengan kepulangan suamiku. Ia tak sendiri, ada seorang wanita cantik bersamanya.Siapa dia?Hatiku sedikit terganggu. Bahkan aku belum tahu kebenarannya saja sudah merasa secemburu ini.Aku mengikuti mereka hingga bergabung di ruang tamu. Ternyata wanita itu bernama Melodi. Seorang asisten di kantor suamiku.Hatiku semakin pilu saat Mas Roy meminta aku untuk meriasnya nanti malam.Suamiku akan pergi bersamanya ke pesta. Aku ingin berontak, tapi aku tak kuasa.Di sini statusku memang sah istrinya. Namun, Mas Roy pun telah menjelaskan bahwa pernikahan kami hanya sebatas di atas kertas. Aku belum mengerti maksud dan tujuannya mengikatku dalam sebuah pernikahan.Aku pikir ia memang tertarik padaku seperti aku yang langsung menjatuhkan hati saat pertama kali melihatnya dan menerima lamarannya.Ini memang masih membingungkan. Aku akan terus mencaritahu alasan apa yang membuat suamiku bersikap demikian..Setelah Mas Roy masuk ke dalam kamar. Kini di rua
***POV Roy.Aku ke pesta bersama Melodi. Ia tampak cantik dengan hasil riasan Syarla.Ya, walaupun tetap saja tak secantik Syarla. Namun, cukuplah untuk membuat sedikit luka di hati wanita yang kini berstatuskan istriku itu.Sampai di tempat tujuan. Semua mata menatapku heran."Tuan Roy, di mana istri anda? Kenapa malah dengan Buk Melodi?" tanya Niko."Di rumah. Istri untuk di rumah saja. Saya lebih nyaman datang bersama asisten," ujarku.Melodi tadinya tersenyum. Namun, sekarang langsung berubah menjadi datar."Oh, begitu. Tapi, semua rekan bisnis kita menunggu Tuan Roy datang bersama istri. Katanya ada yang bilang istri anda itu sangat cantik."Aku tak merespon lagi, dan segera mengalihkan obrolan.Tak disangka, di pesta ini ternyata mertuaku juga hadir."Nak Roy," sapa Broto.Ah, ini kesempatan menciptakan kegundahan dalam pikirannya."Papa juga di sini," ucapku berlagak kaget."Iya. Di mana Syarla?" Mama mertua turut celingukan mencari sosok putrinya. Namun, malah Melodi yang ad
***Hari terus berganti. Tak terasa usia pernikahanku dengan Syarla sudah memasuki minggu kedua.Sore ini ia meminta izin menemui orang tuanya di rumah. "Tuan, apa Tuan tidak mau ikut bersamaku?" tanya-nya terdengar ragu."Tidak," jawabku singkat."Baiklah. Aku pulangnya sedikit malam, boleh?""Terserah kau saja. Bahkan tidak pulang pun tak masalah," ujarku.Syarla bergeming. Detik berikutnya ia mengulurkan tangan ke arahku."Apa?" ketusku menatap matanya tajam."Salam," sahutnya.Plak! Aku menepis tangannya dengan kasar. "Tidak perlu."Syarla berdehem, setelah itu ia segera berlalu..Setelah kepergiannya, aku langsung mendengarkan alat sadap suara yang sudah aku sambungkan di tas yang Syarla bawa. Benda kecil yang canggih itu akan merekam setiap pembicaraannya dan keluarga pecundangnya itu.Aku ingin tahu apa saja yang mereka katakan di belakangku.Dengan langkah santai aku masuk ke dalam kamar sembari menunggu Syarla sampai ke tempat tujuannya.Kurang lebih dua puluh menit berjala
***Bianca tampak terbiasa berbicara dengan lawan jenis. Dapat dinilai dari caranya yang tak canggung berhadapan denganku padahal baru pertama kali bertemu.Sedangkan Syarla sungguh jauh berbeda. Awal aku menemuinya di sini ia tertunduk malu dan tak berani menatap ke arahku. Aku semakin merasa heran dengan keluarga Broto ini. Bahkan masalah sikap Mama Mila terhadap Syarla pun menjadi tanda tanya sendiri bagiku.Ah, sial. "Oya, Syarla tolong susunkan baju-bajuku ke dalam lemari! Aku masih terlalu lelah," ujar Bianca.Syarla tanpa banyak bicara ia langsung menurut dan berlalu ke dalam kamar Bianca. "Apa kamu akan menetap di sini?" tanyaku pada Bianca."Iya. Kuliah saya sudah selesai. Jadi saya akan bekerja di perusahaan Papa, dan meneruskan jabatannya," jawab Bianca antusias.Ditengah obrolan, tiba-tiba Broto datang. Entah dari mana pecundang itu. Wajahnya berbinar-binar bagai orang yang kejatuhan bulan saja."Bianca, Putri kesayangan Papa ternyata sudah pulang," ujarnya sembari meme
***Ketika malam tiba, aku sudah bersiap-siap untuk menjemput Bianca.Saat aku hendak melangkah ke luar, tiba-tiba Syarla menghentikan langkahku."Tuan mau ke mana?" tanya-nya."Makan malam bersama Bianca," jawabku."Kenapa tidak bilang lebih awal? Aku akan beesiap-siap," ujarnya pula."Bersiap untuk apa?""Untuk ikut makan malam bersama Kak Bianca."Aku tertawa lepas mendengar ucapannya. Entah Syarla yang memang sangat polos, atau bodohnya yang melampaui batas."Kenapa Tuan tertawa? Apa ada yang lucu?" tanya-nya menatapku heran."Bukan lucu, tapi kau sangat bodoh! Saya tidak mengatakan akan mengajakmu ikut, bukan? Saya hanya pergi makan malam berdua saja dengan Bianca. Lagipula jika kau ikut, yang ada suasana berubah jadi tak asyik. Dasar payah!"Aku berlalu setelah puas tertawa dan menghinanya. Sekilas aku melihat ia terpaku di ambang pintu. Syarla tak bersuara lagi. Sedangkan aku segera melajukan mobilku..Sampai ke di depan rumah Broto. Terlihat Bianca antuasias keluar dengan s
***POV Bianca.Aku sungguh bahagia malam ini. Seorang pria tampan rupawan terpikat padaku. Ya, walaupun ia adalah Adik iparku, aku tak peduli.Syarla mana pantas menjadi istrinya. Jelas aku lebih baik dan lebih segalanya dari Syarla.Lagipula Anak dari wanita jalang itu tak layak bahagia. Aku terus tersenyum di dalam kamar. Rumah Tuan Roy ini sangat besar dan mewah, tapi anehnya tak ada satu pun asisten rumah tangga.Jika nanti aku yang menggantikan posisi Syarla, maka aku akan meminta Tuan Roy mempekerjakan pembantu. Aku mana sanggup mengurus rumah sebesar ini. Mataku akhirnya terasa berat setelah puas menghayal yang indah-indah. Entah di menit keberapa aku terlelap.--Pagi harinya aku bangun dan melangkah ke luar. Di meja makan sudah tertata banyak sarapan.Upik abu itu ternyata masih mengerjakan tugasnya di sini. Hah baguslah. Setidaknya ia tak hidup dengan santai.Tuan Roy terlihat memperlakukannya biasa saja. Tidak sedikitpun tampak istimewa. Berbeda denganku. Tuan Roy sang
***POV Roy.Sore ini aku dibuat terkejut dengan sikap Syarla. Ia berani melawan Bianca dengan begitu tegasnya.Dan aku malah menyukai sikapnya itu. Entahlah, bagiku itu menunjukkan dia tidak lemah.Walau pun aku tetap harus berpura-pura membela Bianca. Aku terus tersenyum sepanjang jalan menuju pulang setelah mengantarkan Bianca.Tak lama lagi Broto akan segera hancur. Bukan cuma perusahaannya yang bangkrut, tapi kedua putrinya pun akan terluka.Maka, bersiaplah untuk menempati rumah sakit jiwa, Broto!.Sampai di rumah aku kembali dikejutkan dengan sikap Syarla.Ia menatapku dengan tatapan tak biasa. Bahkan tak ada senyum yang biasa ia suguhkan itu."Kenapa memandang saya begitu?" tanyaku."Aku ingin bicara serius, dan kali ini sangat serius, Mas Roy.""Mas? Sekarang tak ada siapa-siapa di sini, jadi bersikaplah seperti biasanya!" "Mulai detik ini, aku akan bersikap selayaknya seorang istri. Suka tidak suka, Mas harus terima."Aku terdiam menyaksikan perubahan Syarla. Sebelum aku
***POV Roy.Debar di dadaku semakin kencang. Entah kenapa rasanya aku sangat tak rela melihat Syarla teraniaya."Apa benar yang Mama katakan, Syarla? tanyaku menatap ke arahnya.Syarla menunduk dengan menyembunyikan sisa isakan tangisnya. Oh, sungguh hatiku semakin pilu."Lihat sendiri kan, Nak Roy? Syarla tak mampu menjawab pertanyaan Nak Roy," ujar Mama mertua."Kenapa Syarla? Kenapa kau melakukan hal itu?"Aku sengaja seolah-olah mempercayai semua kata-kata wanita licik ini."Karena aku juga manusia biasa, Mas. Sama sepertimu dan yang lain. Aku memiliki batas kesabaran. Jika memang Mas tak menginginkan aku, mari berpisah, Mas! Silakan pilih kehidupan yang Mas mau!"Bagaikan dentuman peluru menembak jantungku. Sakit sekali mendengar ucapan Syarla. Bahkan, aku melihat keseriusan dari tatap matanya.Detik berikutnya Syarla berlalu menuju ke dalam kamar.Sedangkan aku hanya terdiam dengan gejolak hati yang berbeda.Sebelumnya aku tak pernah merasakan takut akan kehilangan sesuatu se