"Vella, jangan takut. Kamu adalah anak yang kuat. Kamu pasti bisa melewati segalanya. Mama sangat percaya, suatu saat kamu akan bersinar layaknya mutiara di tengah samudera."
Kata yang diucapkan mendiang mamanya masih terngiang di benak Vella, gadis tersebut tak bisa menahan tangis pilu di depan gundukan tanah basah yang bertabur bunga. Setelah mendapatkan penghianatan kini Vella juga harus menelan pil pahit bahwa ibu kandungnya telah meninggal. Saat itu rintik hujan turun, seorang wanita berpayung hitam menunduk dan mulai membujuk. "Vella, ayo kita pulang, Nak. Mamamu pasti akan sedih jika kamu terus seperti ini." Dia adalah Indina, ibu tiri Vella. Sikapnya lembut dan penuh kasih, hingga Vella tak dapat menolak kebaikannya Mobil sedan berwarna hitam menembus kabut putih, di bawah guyuran air hujan yang semakin deras. Suasana berkabung masih terasa kental, kala tiba di kediaman Arganta. Vella berbaring menyamping dengan sudut mata mengalirkan cairan bening yang menembus bantal. Dipandangnya batu giok mutiara peninggalan mamanya, dibaca pula secarik kertas yang tertera. [Vella, mama harap kamu bisa menjaga batu giok mutiara ini sama seperti kamu menjaga nyawamu sendiri. Berproseslah layaknya mutiara, meski terbentuk dari daging lunak, tapi suatu saat dia akan menjadi kuat dan memikat, menyilaukan netra.] 'Kuat? Bagaimana aku bisa menjadi kuat, Ma? Sekarang semua orang sangat jijik kepadaku.' Seketika tangis Vella pecah kala ingat kejadian beberapa jam yang lalu, bahunya semakin terguncang lantaran terisak. *** Dokter sudah menyatakan bahwa Vella masih murni. Namun, kondisi Vella belum membaik. Dia masih tertekan, diam, termenung menatap batu giok mutiara peninggalan mamanya. Saat dia menengok ke lantai bawah, adik tirinya terlihat bahagia memamerkan trofi juara tiga kompetisi model yang dia ikuti kemarin. Vella menghela napas dan kembali masuk ke dalam kamar. Suasana hening kembali memeluk setiap harinya. Hingga seminggu kemudian Vella terlihat mengenakan seragam sekolah, dia siap untuk kembali belajar. Dukungan moral Vella rasakan dari keluarganya terutama dari sang nenek. "Kamu semangat ya Vella. Semua akan baik-baik saja." Vella tersenyum samar dari mulutnya yang terkatup rapat. Membuat Andin mencemooh dalam hati ketika dia menunduk. 'Bagaimana kamu bisa mendapatkan kesempatan itu? Kamu sudah mempunyai citra yang buruk di sekolah. Hari ini kamu lolos saja sudah bagus.' Vella menangkap senyum menjijikan di bibir adik tirinya. Dia juga tersenyum hambar, sepertinya dia memang harus mempersiapkan sesuatu kali ini. Waktu sarapan sudah berlalu, Vella dan Andin segera menuju mobil. Bahkan Andin juga mempersilahkan Vella dengan ramah dan penuh kasih. "Ayo, Kak." Vella hanya menatap datar adik tirinya yang bermuka dua itu. Selama satu minggu dia tidak berbicara dengannya, tapi bukan berarti Vella sudah melupakan kejadian di koridor sekolah. 'Ular berbisa,' umpat Vella dalam hati. Selama perjalanan ke sekolah Andin tersenyum-senyum sembari memainkan gadgetnya. Sementara Vella sama sekali tak peduli. Dia tengah bersiap untuk sesuatu. Sesampainya di sekolah, Vella segera mengeluarkan jaket dari dalam tas, dan itu semakin membuat Andin kesal. Andin tahu, itu adalah jaket yang diberikan Rino satu minggu yang lalu. Paras cantik yang imut itu benar-benar sangat iri ketika Vella mengenakan jaket tersebut. Vella mengira akan terjadi rengekan yang menyebalkan, tapi nyatanya Andin malah tersenyum lembut dan berkata, "Kak, aku duluan ya, mau ke toilet." "Hmm." Hanya itu yang keluar dari mulut Vella yang terkatup rapat, dia hanya memandang adiknya yang berjalan tergesa-gesa memasuki gedung sekolah. Tapi tiba-tiba senyum seringai tercetak pada sudut bibir Vella dengan sadis. Kini tangannya juga bergerak mengambil topi, dan menekuk rambut panjangnya ke atas, kemudian menutup kepalanya dengan topi. Byur! Sesuai dengan prediksi Vella. Kepulan serbuk putih menghantam tubuhnya tanpa ampun dari segala arah. Telur-telur dan juga cipratan susu kotak berbaur menjadi satu dengan tepung yang menodai tubuh Vella terlebih dulu. Cacian verbal dari teman-temannya juga bersahut-sahutan disertai gelak tawa yang sangat mencela. "Benar-benar bermuka tebal! Masih berani ya muncul di sekolah?!" "Menjijikan! Sekolahan kita tercemar gara-gara dia!" "Pergi saja ke neraka!" "Dasar Kabut Suram!" Buk! Bungkusan tepung melayang ke tubuh Vella yang sudah basah. Hingga serbuk putih tersebut semakin lengket pada jaket yang Vella kenakan. Saat Vella mengangkat kelopak mata dia menangkap sosok Andin yang berdiri di balik dinding sekolah dengan senyum mengejek. Tangan Andin melipat di depan dada dengan sangat angkuh ketika dia menatap Vella. Diam-diam Vella mengepalkan sepuluh jarinya dalam diam. Tepat pada saat itu Rino muncul, membuat Andin bergegas menyembunyikan diri di balik dinding. 'Dasar pengecut!' caci Vella dalam hati. "Rino, jangan coba membelanya. Bahkan dia tidak setia kepadamu." Seseorang berkata ketika melihat Rino tiba. "Iya, benar. Seharusnya kamu meninggalkan gadis seperti itu." "Kamu sangat tampan dan kaya, seharusnya kamu mendapatkan gadis yang lebih baik dari Kabut Suram ini!" "Putuskan saja dia!" "Benar, dia benar-benar tidak pantas untukmu." Cuitan para siswa-siswi bersahut-sahutan menguarkan ujaran provokatif pada Rino yang kini wajahnya mengeruh. Namun, itu malah membuat Vella tersenyum hambar. "Bukan dia yang akan memutuskan, tapi aku," ucap Vella dingin sembari menatap Rino tajam. Vella segera melepas jaket dan topi kotor yang dia kenakan, kemudian menyerahkan pada Rino, sembari berkata, "Ku kembalikan sampah yang kamu berikan padaku. Mulai sekarang tidak perlu menunjukkan perhatian palsumu. Kita putus." Rino tersontak mendengar keputusan Vella, "Vella, kamu ini bicara apa? Jangan mengambil keputusan secara impulsif." Sudut bibir Vella kembali terangkat, menampilkan seringaian jahat yang seharusnya tidak dia miliki. Teman-temannya pun kembali riuh dan berbisik-bisik mencela, melihat sikap sombong dan arogan yang Vella tunjukan. "Cih ... Sepatu rusak saja belagu!" "Huu ... dasar Kabut Suram!" Wajah Rino semakin menggelap mendengar seruan teman-temannya. Dan yang paling penting dia tidak bisa menerima jika Vella memutuskannya. "Vella ...." Vella sungguh tak ingin menimpali ucapan Rino, dia ingin segera pergi. Namun, begitu melihat Andin menampakkan tubuh sembari tersenyum lembut, dia pun kembali menyeringai sengit. Vella yakin, hati Andin pasti sangat senang dan berbunga-bunga saat mendengarnya memutuskan Rino 'Ambil saja sampah yang aku buang!' batin Vella acuh tak acuh. Namun, ketika Vella hendak pergi anak-anak kembali gaduh menyerukan nama seseorang. "Samudera ...." "Samudera datang ... minggir." "Minggir ... Samudera datang." Seketika kerumunan anak-anak bagai lautan terbelah. Menyingkir ke sisi kanan dan sisi kiri. Kemudian sosok tinggi, dingin, dan terlihat tak berperasaan, muncul diikuti satu anak laki-laki kelas 10 dan sepasang anak kembar kelas 11. Mereka adalah tuan dan nona muda dari keluarga Baswara, pemilik yayasan SMA Puncak Langit. "Astaga ... Samudera keren banget!" Vella menghela napas kasar. Dia sama sekali tidak tertarik dengan kegaduhan ini, kemudian dia berbalik dan kembali melanjutkan niatnya untuk membersihkan diri ke toilet. Namun, saat itu dia melihat adik tirinya sedang tersenyum dan berbenah diri, sepertinya dia juga ingin mencari perhatian pada tuan muda yang hendak lewat tersebut. Vella pun kembali menyeringai sengit dan membatin, 'Cih, tidak tahu malu.'Teng! Teng! Teng! Lonceng berbunyi, setelah dua jam mata pelajaran berlalu. Semua anak sudah pasti bersiap menuju kantin. Begitu juga dengan Vella, setelah memasukan bukunya ke dalam tas dia juga segera beranjak dari tempat duduk. Namun, saat dia ingin melangkah Rino terlihat menghadang di depannya. "Kita harus bicara," ucap Rino datar. Dengan raut wajah datar dan dingin Vella pun menyambut. "Katakan." Rino menghela napas sejenak sebelum berucap, "Kamu tidak perlu seperti ini, Vel. Kamu tidak perlu rendah diri karena kejadian yang menimpamu seminggu yang lalu. Oke, aku minta maaf, karena saat itu aku kecewa padamu, aku syok melihatmu dalam dekapan laki-laki itu. Tapi sekarang aku tahu, kamu tidak akan pernah mengkhianatiku." Senyum penuh ironi hinggap di sudut bibir Vella. "Rendah diri? Cih!" Mendengar ucapan Vella yang terdengar sarkas, alis Rino pun mengernyit. "Vella, aku benar-benar minta maaf." Perlahan kelopak mata Vella terangkat ketika menatap Rino. Manik hita
Vella yang melihat tatapan aneh dari Samuel menjadi sedikit tak enak hati. Kemudian menyumpit dinsum lagi, dan mengulurkan pada Samuel. "Mau?" tanyanya. Seketika senyum Samuel mengembang. Dia segera membuka mulut untuk menyambut suapan dari Vella. Tapi mulutnya bagai menangkap angin, ketika Samudera dengan cepat memegang tangan Vella dan mengarahkan dinsum tersebut ke mulutnya. "Kak, Sam. Itu milikku!" pekik Samuel kesal, karena dimsum tersebut sudah masuk ke mulut kakaknya. Samudera hanya bergeming, dia sama sekali tak menanggapi kekesalan adiknya. Sementara Vella semakin terbengong, tidak tahu apa yang harus dilakukan melihat tangannya dipegang Samudera. Sedangkan Samuel saat ini mulai menggerutu dalam hati. 'Benar 'kan? Aku bilang juga apa? Kakakku itu sangat pelit, bagaimana dia bisa berbagi makanan dengan seorang gadis? Ini sangat mencurigakan!' "Sejak kapan kalian berpacaran?" Tiba-tiba Samuel menyeletuk membuat Vella tersedak. "Uhuk! Aku ... kami tidak ...." "Mem
Di dalam mobil Rino. Suasana terlihat kaku lantaran tak ada percakapan. Vella sama sekali tak menunjukan senyuman, dia juga tampak enggan menatap Rino.Rino sendiri sangat canggung, meski sejak kecil mereka tumbuh bersama, sampai orang tua mereka menjodohkan.Namun, tak ada hal lebih yang mereka lakukan selain bergandengan tangan.Vella juga terlihat sangat disiplin, hingga Rino tak berani bertindak sembarangan."Maaf." Akhirnya Rino membuka percakapan.Tak ada tanggapan dari Vella, dia masih bersikap tenang tanpa menunjukkan emosi."Maaf, aku memang salah, Vel. Tapi sungguh, dalam lubuk hatiku yang paling dalam hanya ada kamu di hatiku. Semua itu bukan keinginanku, itu murni inisiatif adikmu sendiri." Rino mencoba menjelaskan."Kamu tidak menolak, apa kamu sangat menikmatinya?" Pertanyaan Vella seperti serpihan es tajam yang menusuk jantung hati Rino.Rino menatap Vella lekat, gadis tersebut masih enggan melihatnya, bahkan ekspresinya masih sama, tanpa emosi.Rino mengembuskan napas
"Vella, kenapa kamu terdiam? Cepat telepon Edgar," sentak nenek Lola mengejutkan Vella. Kilat mata Vella menatap nenek Lola sekilas. Dengan tenang dia menurunkan gagang telepon dan meletakan pada tempatnya perlahan. Lantas menjawab, "Iya, Nek." Kemudian Vella mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Edgar sesuai titah nenek Lola. Kembali Vella berjalan dengan tenang untuk menaiki tangga, dan wajahnya mendongak ketika mendengar suara lembut Indina. "Vella, kamu sudah pulang, Nak?" Seketika mata Vella memicing tajam, sungguh memuakkan dua wajah yang berbeda ini. 'Menyedihkan sekali ternyata selama ini aku tertipu,' batin Vella kesal bercampur kemarahan, namun raut wajahnya masih terlihat tenang. Indina terlihat mendekat dan menyentuh pipi Vella dengan lembut. Senyumnya merekah indah dan terlihat sangat manis, sikap ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang apa Vella dengar di balik telepon sebelumnya. Kerutan di alis Vella memudar, wajahnya menjadi datar dan dingin, kala dia b
Tangis Andin menggema dengan sangat memilukan, diikuti Vella yang memiringkan wajah ke arah pintu. Vella tersenyum simpul. Kini dia tahu penyebab terjatuhnya Andin secara mendadak.Ternyata adiknya yang penuh muslihat sudah menangkap kedatangan papa mereka hingga gadis busuk itu bertindak rendahan untuk menjatuhkannya.Edgar mendekat ke arah Andin dan membantunya berdiri. "Apa yang terjadi? Seharusnya kamu tidak melakukan ini pada adikmu?"Dengan santainya Vella kembali duduk di tempat tidur, dan bertanya, "Memang apa yang aku lakukan?""Vella ...." Edgar sungguh tak mengerti dengan sikap dingin putri sulungnya ini."Lain kali papa harus memasang CCTV di setiap ruangan, agar papa tahu apa yang dilakukan adik kesayanganku ini," ucap Vella tenang, dia sangat yakin meskipun dia mengatakan yang sebenarnya, Edgar tidak akan percaya melihat Andin yang sangat teraniaya seperti itu.Adiknya ini benar-benar sangat hebat, menuntun orang untuk melindunginya meski sebenarnya dia bukan korban.Si
Pagi kembali menyingsing. Dua gadis cantik berseragam SMA tengah menuruni tangga menuju ke ruang makan di mana kedua orang tua dan nenek mereka sudah duduk dengan tenang di sana."Pagi semuanya ...," sapa Andin dengan ceria seperti biasanya.Sementara Vella hanya menarik kursi dengan tenang dan duduk di sebelah nenek Lola."Bagaimana malammu?" tanya nenek Lola sembari menyentuh tangan Vella.Vella tersenyum tipis dan menjawab, "Indah."Nenek Lola tergelak ringan mendengar jawaban singkat dari cucu sulungnya yang selalu irit kata."Nenek, kamu tidak ingin menyapaku juga?" Andin terlihat merajuk dengan suara manjanya.Nenek Lola kembali tergelak. "Tentu saja nenek akan menyapa. Tapi melihat wajahmu yang ceria ini tentu saja nenek tahu tadi malam kamu mimpi indah.""Nenek benar," jawab Andin cepat dan tersenyum lebar sembari membalik piringnya.Indina juga tergelak ringan mendapati keceriaan pagi ini. Setelah menyajikan menu makanan di piring Andin, Indina berkata lembut sembari menyendo
Kedatangan Vella dan Rino di sekolah kembali menuai sorotan. Setelah apa yang terjadi mereka malah jalan bergandengan di koridor sekolah. Memupus keinginan siswi yang ingin menarik perhatian Rino yang memang mempunyai wajah rupawan.Tidak lama kemudian Andin juga tiba di sekolah, dia berjalan di belakang menatap dua punggung dengan binar ketidaksenangan.Mendadak langkahnya terhenti, manakala melihat pasangan di depan juga berhenti. Sedikit matanya melirik papan pengumuman. Ada dua poster besar yang menarik perhatian Vella di sana.'Oh, kamu ingin mengikuti kompetisi panahan?' batin Andin mencibir.Lengkungan senyum merekah indah di bibir Rino kala tahu kemana arah pandang Vella, kemudian ia berkata, "Kamu harus mengikuti kompetisi itu. Kali ini aku yakin kamu pasti kembali menang."Vella juga menarik kedua sudut bibirnya ke samping, hingga membentuk senyum setipis tisu.Dia memang berencana mengikuti kompetisi tersebut, dua tahun terakhir Vella memenangkan kompetisi panahan secara be
"Aaargh!!!" Suara Andin melengking kesakitan, setelah Vella beranjak pergi sembari menginjak tangannya dengan acuh tak acuh.Makan siang Vella juga sudah mengguyur ke tubuh Andin sebelum dia melempar piring stainless itu ke sembarang arah.Seketika tak seorang pun berani menarik napas melihat ketegangan ini.Kebanyak mereka membekap mulut guna menutupi indera pengecap yang menganga akibat terkejut.Vella memang pendiam dan dingin, tapi tak pernah sekalipun terlihat menyakiti seseorang.Tapi kali ini, Vella bagaikan dewi kekejaman yang menghakimi adik tirinya tanpa belas kasih.Terlihat keren, tapi itu juga sangat mengerikan dan tak pantas untuk ditiru ataupun dipuji.Dengan tenang Vella terus berjalan menjauhi pusat perhatian.Namun, pendengarannya masih berfungsi dengan baik saat teriakan Feli menggema menghujatnya."Dasar iblis! Kamu iblis betina yang sangat kejam! Kamu tidak pantas untuk mendapat cinta kami! Sudah benar mamamu meninggal dengan begitu cepat, jika dia masih hidup, di
"Tetaplah tenang dan jangan menoleh ke belakang."Seketika Samudera menaikan alisnya setelah mendengar ucapan Vella.Tidak jauh dari mereka berdiri, Andin dan Feli tengah menatap Vella dengan penuh selidik.Saat ini mereka sedang membeli jajanan street food di seberang jalan."Iblis Kabut Suram sedang bersama siapa?" Feli bertanya.Posisi Samudera yang membelakangi mereka tentu saja sangat sulit untuk dikenali oleh dua gadis tersebut."Entahlah, mungkin pacar kak Vella yang baru." Andin juga memperhatikan postur tubuh tinggi yang kelihatan keren dari belakang."Aneh, katanya dia simpanan om-om berperut gendut, masih ada saja yang mau sama dia." Feli mencela sekaligus iri dengan Vella."Mungkin cowok itu tidak tahu tabiat kak Vella sebenarnya.""Kalau begitu, ayo kita beri tahu." Feli langsung menarik tangan Andin begitu saja.Sebenarnya ini sangat canggung, tapi Andin juga penasaran siapa cowok
Kompetisi menyanyi kian menuju ke arah final. Sudah banyak peserta yang tereliminasi.Namun, Vella masih bertahan begitu juga dengan Andin.Andin cukup geram dengan pertempuran ini. Dari waktu ke waktu Vella terus mengalami peningkatan, pendukungnya juga semakin banyak, dan kepopulerannya makin tersebar ke tanah air.Meskipun penilaian kompetisi sepenuhnya berada di tangan juri, tapi Andin cukup was-was, takut dikalahkan Vella dalam kompetisi menyanyi ini.Terlebih keinginan tak terpuji yang selalu menguasai benak Andin. Vella menjadi terkenal, itu sudah seperti tusukan duri bagi ketenangannya.Bagaimanapun caranya Andin berusaha mematahkan semangat Vella.Andin cukup tahu meski pendukungnya banyak, tapi sebenarnya dia sendirian. Tak ada orang terdekat yang menyertainya acap kali dia melakukan kompetisi.Sementara Andin, selalu ditemani Edgar, Indina, Rino, dan Feli yang selalu bersorak dan mengangkat papan namannya ting
Berjam-jam mansion 7 hanya membuat semua orang dongkol, tapi tak ada satupun berani menggertak.Sampai semuanya berakhir, Sandra baru mendekati Samuel."Mumu, apa hubungan mereka sungguhan?"Samuel menatap Sandra dengan acuh tak acuh dan berkata, "Menurutmu? Apa kamu pikir ada yang bisa mencegah keinginan kak Sam?"Sandra menelan saliva, dia sangat tahu bagaimana tabiat Samudera sejak kecil, tak ada yang berani melawannya.Saat umur 12 tahun dia merobek mulut anjing kesangannya hidup-hidup hanya demi mengambil liontin giok pemberian dari mamanya yang ditelan anjing tersebut.Pada umur 15 tahun Samudera juga menabrak 4 geng motor masuk ke dalam jurang gara-gara mengejek Samuel di depannya.Samudera tidak pandang bulu untuk memuaskan keinginanannya, apa yang dia inginkan selalu dia dapatkan, entah itu jalur kekerasan ataupun jalan damai.Samudera sangat mengerikan, tapi juga sangat memesona, kejahatannya tak membu
Langkah Vella gontai saat berjalan kembali ke mansion 7. Ingatan mengerikan yang dia alami saat laki-laki merobek pakaiannya dengan paksa, terbersit dan menggoyahkan langkah saat ini.Keringat halus muncul di keningnya melalui pori-pori, Vella bersandar pada dinding sejenak, guna mengembalikan tenaganya yang sempat mengikis.Sayang sekali, hari ini bajingan itu lolos dari pandangan, Indina juga tak sedikitpun memberi informasi yang membantu meski Vella sudah berusaha menekan.Malah Vella sendiri yang nyaris diseret keluar oleh keamanan yang tengah berjaga lantaran telah mengakibatkan kegaduhan.Jika tidak ada Virgon yang membelanya, mungkin dia tak akan bisa kembali ke mansion 7, meski sesungguhnya dia sudah tak ada minat untuk kembali bersenang-senang dengan anak-anak para konglomerat.Jika tidak ingat Samudera telah menitipkannya pada Samuel, mungkin Vella sudah kabur dari tempat tersebut, dia hanya tak ingin memberi masalah pada anak i
Sampai di mansion 7 seseorang membukakan pintu suara berisik dari hinggar binggar musik segera menyakiti pendengaran Vella.Tapi begitu salah satu dari mereka melihat kedatangan Samudera, segera musik pun dimatikan."Kak Sam, akhirnya dia datang membawa kakak ipar." Zio berseru dengan gembira, membuat Vella terkejut.'Apa aku sepopuler itu hingga mereka semua tahu hubunganku dengan Samudera?' gumam Vella dalam hati.Vella hanya tahu dia anak kelas sebelas, tapi sebelumnya dia belum pernah bertegur sapa dengannya."Selamat datang, Kakak ipar." Samuel menyapa dengan wajah imutnya, kali ini Vella tidak bisa menyembunyikan senyum manis. Wajah adik kandung Samudera itu memang terlihat menyenangkan.Sementara Zoya yang tadinya duduk dengan anak laki-laki yang sebelumnya tidak pernah Vella lihat segera berlari menghampiri dengan ceria."Kakak ipar, aku Zoya adik kelasmu, kamu tahu 'kan?"Pertanyaan Zoya hanya membuat V
Di saat ibu dan adik tirinya sedang gundah gulana, Vella malah terlihat lebih santai sekarang.Meski di sekolah Andin sering membully melalui mulut Feli. Nyatanya itu tak begitu mengganggu hari-hari Vella. Sementara Andin terus berakting teraniaya setiap bertemu dengannya.Selalu ada saja akal busuk untuk menyudutkan Vella, agar dia dipandang kejam oleh semua orang."Vella, apa kamu kecanduan menjadi seorang penjahat? Bisa-bisanya kamu memaksa Andin meminum kopi panas, dimana otakmu?" pekik Feli sambil menenangkan Andin yang terisak pilu.Vella hanya mencibir sengit, jelas sebelumnya Andin ingin menumpahkan kopi itu di seragamnya, tapi dengan sigap dia bisa menebak pergerakan Andin. Dan tanpa ampun dia merebut kopi dari tangan adiknya, lantas menuangkan di mulut gadis penuh kepalsuan itu dengan paksa.Jiwa penindasnya memang berkembang dengan baik sejak dia keluar dari rumah.Anak-anak sampai bergidik ngeri kala melihatnya. Mereka hanya berb
Deru mobil bertenaga monster yang mengundang perhatian para siswa siswi sesampainya di sekolah.Decak kagum bersahut-sahutan mengumandangkan siapa pemiliknya.Saat mobil tersebut berhenti sempurna di tempat parkir sekolah yang luas, semua mata terpaku menunggu siapa yang keluar dari dalamnya.Alam seakan ikut andil menyemarakkan suasana pagi.Tepat saat pintu mobil terbuka, angin berembus menyibak lembut gadis cantik dengan temperamen dingin yang baru saja keluar dari dalam mobil.Rambut Vella yang tergerai panjang berayun mengikuti arah mata angin yang membelai.Cantik elegan tanpa dibuat-buat.Gadis berpostur tinggi berjalan santai mengabaikan mata yang menatap kagum dengan rona wajah acuh tak acuh.Andin yang baru saja tiba berdiri di samping Rino yang menatap Vella dengan binar ketertarikan lekat.Hatinya mulai memanas, tapi tak bisa berkata-kata, jika menyangkal pesona Vella jelas dia tampak buruk.Dia hanya
Samudera menaikan alisnya sekilas dan berucap, "Tidak boleh lebih dari 3 rule."Vella mengembuskan napas perlahan, ingin keluar dari dekapan Samudera, tapi cengkeraman di pinggangnya malah semakin erat."Begini aku lebih bisa mendengarkan dengan baik," ucap Samudera datar.Lagi Vella mengembuskan napas perlahan. "Oke. Peraturan pertama, tidak ada yang boleh mengetahui hubungan kita sampai aku membersihkan nama baikku."Wajah Samudera terlihat jelas keberatan, dia tahu Vella berusaha melindunginya, meski sebenarnya itu tidak perlu, karena dia pikir itu adalah tugasnya. Tapi kerena tidak ingin Vella terbebani, dia mengangguk saja."Kedua, kamu harus membeli semua perhiasanku."Kali ini Samudera menaikan alis setinggi mungkin. 'Dia merampok tokoku, sekarang aku juga yang harus membelinya, konsep jual beli macam apa ini?'"Setuju tidak?" tanya Vella setelah melihat ekspresi aneh Samudera.Samudera menurunkan alisnya dan dekapannya
Aroma harum menu makan malam sudah menyebar menggugah selera. Sabrina juga baru saja diantar oleh sopir kembali ke asrama. Beberapa kali Vella menilik jam melalui ponselnya. Saat ini sudah pukul sembilan malam. Samudera belum juga pulang. Tentu saja, bukankah tadi pagi dia sudah mengatakan bahwa akan pulang terlambat? Tapi usahanya untuk belajar memasak selama berjam-jam pasti akan sia-sia jika Samudera tidak segera pulang. Ingin mengirim pesan pada Samudera, tapi kenapa rasanya begitu berat. Vella tidak terbiasa menjadi penjilat. Bahkan saat ini dia juga belum bisa menerima seutuhnya jika Samudera adalah kekasihnya. Mengirim pesan dan menanyakan kapan dia akan pulang, kenapa malah seperti istri yang mendamba suami? Vella langsung sakit kepala ketika berpikir, 'Apa itu pantas?' 'Sial! Sepertinya aku akan mempermalukan diriku sendiri malam ini.' Vella mengembuskan napas kesal. Tapi dengan cepat dia mulai menelpon Samudera, dia tidak mau menyia-nyiakan jerih payahnya. Setelah b