Di dalam mobil Rino. Suasana terlihat kaku lantaran tak ada percakapan. Vella sama sekali tak menunjukan senyuman, dia juga tampak enggan menatap Rino.
Rino sendiri sangat canggung, meski sejak kecil mereka tumbuh bersama, sampai orang tua mereka menjodohkan. Namun, tak ada hal lebih yang mereka lakukan selain bergandengan tangan. Vella juga terlihat sangat disiplin, hingga Rino tak berani bertindak sembarangan. "Maaf." Akhirnya Rino membuka percakapan. Tak ada tanggapan dari Vella, dia masih bersikap tenang tanpa menunjukkan emosi. "Maaf, aku memang salah, Vel. Tapi sungguh, dalam lubuk hatiku yang paling dalam hanya ada kamu di hatiku. Semua itu bukan keinginanku, itu murni inisiatif adikmu sendiri." Rino mencoba menjelaskan. "Kamu tidak menolak, apa kamu sangat menikmatinya?" Pertanyaan Vella seperti serpihan es tajam yang menusuk jantung hati Rino. Rino menatap Vella lekat, gadis tersebut masih enggan melihatnya, bahkan ekspresinya masih sama, tanpa emosi. Rino mengembuskan napas perlahan dan berkata, "Jika itu adalah kesalahan, maka katakan, apa yang harus aku lakukan untuk menebusnya?" Vella tak ingin menjawab, sesungguhnya dia sudah tak peduli dengan hubungannya dengan Rino. Bagaimanapun dia tidak ingin seperti mendiang mamanya yang mau diduakan. "Vella ...." Rino kembali membuka suara untuk memancing respon Vella. "Lepaskan aku." Nyatanya saat Vella bersuara pelan malah mengejutkan Rino. "Itu tidak mungkin, Vella. Hubungan kita yang mengatur orang tua, aku tidak mungkin melawan mereka. Selain itu aku sangat mencintaimu, aku sama sekali tak ingin berpisah denganmu." Vella terdiam dengan wajah suram layaknya lembah berkabut. Namun, tetap memancarkan pesona cantik luar biasa yang sangat mematikan, hingga menimbulkan getaran hebat di hati Rino. Hanya laki-laki bodoh yang melepaskan gadis sempurna seperti dia. Perlahan Rino meraih jemari Vella tapi langsung mendapat tepisan kasar. Rino kembali mengembuskan napas pelan. "Vella, aku salah, aku benar-benar minta maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku hanya mencintaimu, Vel. Aku tidak ingin berpisah denganmu. Yang terjadi antara aku dan Andin itu hanya kecelakaan dan tidak akan pernah terjadi lagi, aku janji." Perlahan Vella memiringkan wajah menatap tunangannya lekat, hanya diam. Tidak banyak ekspresi yang dia tunjukan. Hanya tatapan tenang yang mengeluarkan aura dingin yang membekukan hati. "Sudah ya, jangan marah lagi. Aku janji setelah ini aku tidak akan mengecewakanmu," imbuh Rino mencoba kembali merengkuh hati tunangannya. Masih tidak ada jawaban dari Vella. Tapi ketika dia tidak menolak kala Rino menyelipkan anak rambutnya di daun telinga. Itu sudah cukup membuat Rino lega. Rino tersenyum, dan itu membuat wajahnya semakin tampan. Kali ini dia benar-benar ingin menyenangkan Vella, meski gadis tersebut masih terlihat kaku layaknya kanebo kering. "Kamu suka gaun yang indah 'kan? Aku akan membelikan untumu, saat pesta ulang tahun papa kamu harus mengenakannya," ucap Rino sembari tersenyum. Vella meluruskan wajahnya, tiba-tiba senyum licik samar bersemi di bibir tipis merah muda, tanpa Rino sadari. Menonton film, makan es krim di kedai favorit Vella, juga berbelanja membeli gaun mahal, sudah Rino lakukan demi menyenangkan Vella. Selama Vella melunak dan tidak lagi mempermasalahkan perselingkuhannya dengan Andin, apapun akan Rino lakukan. Uang bukan masalah untuk seorang ahli waris perusahaan manajemen artis seperti Rino. Langit sudah menggelap kala Rino mengantar Vella kembali ke rumahnya. Di lantai dua, tirai jendela kamar tengah terbuka, saat ini wajah imut yang terlihat suram sedang memperhatikan pemandangan yang ada di bawah dengan penuh kebencian. "Aku pulang dulu ya. Kamu cepat istirahat." Rino berpamitan sembari memegang lembut pipi Vella. Vella mengangguk samar, di mana wajahnya hanya terlihat biasa saja tak banyak ekspresi yang dia tunjukkan, bahkan tersenyum pun tidak. Kemudian Rino masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangan. Ketika mobil Rino kembali melaju, barulah Vella berbalik hendak memasuki rumah. Namun, tanpa sengaja matanya menangkap sosok yang berdiri angkuh di balik jendela kamar lantai dua. Vella menyeringai sengit diikuti embusan napas kasar dari hidung mungilnya, kemudian dia masuk ke dalam rumah dengan langkah ringan. "Vella, kamu sudah pulang?" Nenek Lola menyapa cucu bungsunya. "Iya, Nek." "Di mana Rino?" "Sudah pulang, Nek. Ini sudah malam pasti dia lelah untuk mampir." "Ah, kamu memang benar. Kamu sudah makan?" "Sudah, Nek." "Ya sudah, cepatlah istirahat." Vella mengangguk dan berjalan menuju ke arah tangga. Namun, baru saja dia sampai di dekat kabinet di mana telepon rumah teronggok bisu di sana. Nenek Lola kembali memanggil. "Vella ...." Vella berhenti dan menoleh, kemudian bertanya, "Ya, Nek?" "Tolong telepon papamu, suruh sekalian membelikan salep nyeri otot untuk nenek saat dia pulang," titah nenek Lola sembari meletakkan pantat dengan pelan di atas sofa. "Memang papa belum pulang?" tanya Vella santai sembari melangkah semakin mendekat ke arah telepon rumah. "Sudah, tapi dia pergi lagi. Katanya ingin bertemu pengacara," terang nenek Lola santai tanpa menoleh ke arah Vella. Vella menghela napas kasar. Dia tahu papanya masih mengusut juri yang mencoba melecehkannya. Tapi ini sudah seminggu, sungguh aneh dia tidak mendengar polisi sudah menangkap pria kotor tersebut? Tak ingin bernostalgia dengan kenangan pahit yang membuatnya terpuruk. Vella perlahan mengulurkan tangan untuk meraih gagang telepon. Dan seketika mata Vella melebar kala mendengar suara di balik gagang telepon yang menempel di telinga. Ternyata ada yang sedang menggunakan telepon rumah secara bersamaan. "Leon, aku sudah ngatakan. Jangan kembali ke tanah air sampai keadaan memungkinkan. Suamiku sedang mengusut tindakan asusilamu terhadap Vella." "Indina, aku tidak akan melakukan itu jika kamu tidak menyuruhku. Kamu tahu sebenarnya aku hanya menginginkanmu." "Iya, aku tahu, tapi demi masa depan kita kamu harus bersabar ya." "Sampai kapan? Aku tidak bisa selamanya di luar negeri. Uang yang kamu berikan juga sudah menipis. Aku harus pulang ke tanah air." "Jangan dulu. Tunggu sampai aku memberi kabar bahwa keadaan sudah membaik. Kamu jangan khawatir, aku akan mentransfer sejumlah uang kepadamu. Bersenang-senanglah di luar negeri dan jangan kembali ke tanah air sebelum aku menyuruhmu kembali." Suara di ujung telepon tak terdengar lagi. Namun, segera membuat raut wajah Vella sedingin es yang memancarkan aura permusuhan. Rahangnya mengerat tajam, menyadari kejadian mengerikan yang menimpanya seminggu yang lalu, ternyata berasal dari ibu tiri yang selama ini sangat dia hormati. Tangan Vella meremas gagang telepon dengan kuat, seakan ingin menghancurkan benda berwarna hitam memanjang tersebut dalam genggaman. 'Ternyata kamu ....'"Vella, kenapa kamu terdiam? Cepat telepon Edgar," sentak nenek Lola mengejutkan Vella. Kilat mata Vella menatap nenek Lola sekilas. Dengan tenang dia menurunkan gagang telepon dan meletakan pada tempatnya perlahan. Lantas menjawab, "Iya, Nek." Kemudian Vella mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Edgar sesuai titah nenek Lola. Kembali Vella berjalan dengan tenang untuk menaiki tangga, dan wajahnya mendongak ketika mendengar suara lembut Indina. "Vella, kamu sudah pulang, Nak?" Seketika mata Vella memicing tajam, sungguh memuakkan dua wajah yang berbeda ini. 'Menyedihkan sekali ternyata selama ini aku tertipu,' batin Vella kesal bercampur kemarahan, namun raut wajahnya masih terlihat tenang. Indina terlihat mendekat dan menyentuh pipi Vella dengan lembut. Senyumnya merekah indah dan terlihat sangat manis, sikap ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang apa Vella dengar di balik telepon sebelumnya. Kerutan di alis Vella memudar, wajahnya menjadi datar dan dingin, kala dia b
Tangis Andin menggema dengan sangat memilukan, diikuti Vella yang memiringkan wajah ke arah pintu. Vella tersenyum simpul. Kini dia tahu penyebab terjatuhnya Andin secara mendadak.Ternyata adiknya yang penuh muslihat sudah menangkap kedatangan papa mereka hingga gadis busuk itu bertindak rendahan untuk menjatuhkannya.Edgar mendekat ke arah Andin dan membantunya berdiri. "Apa yang terjadi? Seharusnya kamu tidak melakukan ini pada adikmu?"Dengan santainya Vella kembali duduk di tempat tidur, dan bertanya, "Memang apa yang aku lakukan?""Vella ...." Edgar sungguh tak mengerti dengan sikap dingin putri sulungnya ini."Lain kali papa harus memasang CCTV di setiap ruangan, agar papa tahu apa yang dilakukan adik kesayanganku ini," ucap Vella tenang, dia sangat yakin meskipun dia mengatakan yang sebenarnya, Edgar tidak akan percaya melihat Andin yang sangat teraniaya seperti itu.Adiknya ini benar-benar sangat hebat, menuntun orang untuk melindunginya meski sebenarnya dia bukan korban.Si
Pagi kembali menyingsing. Dua gadis cantik berseragam SMA tengah menuruni tangga menuju ke ruang makan di mana kedua orang tua dan nenek mereka sudah duduk dengan tenang di sana."Pagi semuanya ...," sapa Andin dengan ceria seperti biasanya.Sementara Vella hanya menarik kursi dengan tenang dan duduk di sebelah nenek Lola."Bagaimana malammu?" tanya nenek Lola sembari menyentuh tangan Vella.Vella tersenyum tipis dan menjawab, "Indah."Nenek Lola tergelak ringan mendengar jawaban singkat dari cucu sulungnya yang selalu irit kata."Nenek, kamu tidak ingin menyapaku juga?" Andin terlihat merajuk dengan suara manjanya.Nenek Lola kembali tergelak. "Tentu saja nenek akan menyapa. Tapi melihat wajahmu yang ceria ini tentu saja nenek tahu tadi malam kamu mimpi indah.""Nenek benar," jawab Andin cepat dan tersenyum lebar sembari membalik piringnya.Indina juga tergelak ringan mendapati keceriaan pagi ini. Setelah menyajikan menu makanan di piring Andin, Indina berkata lembut sembari menyendo
Kedatangan Vella dan Rino di sekolah kembali menuai sorotan. Setelah apa yang terjadi mereka malah jalan bergandengan di koridor sekolah. Memupus keinginan siswi yang ingin menarik perhatian Rino yang memang mempunyai wajah rupawan.Tidak lama kemudian Andin juga tiba di sekolah, dia berjalan di belakang menatap dua punggung dengan binar ketidaksenangan.Mendadak langkahnya terhenti, manakala melihat pasangan di depan juga berhenti. Sedikit matanya melirik papan pengumuman. Ada dua poster besar yang menarik perhatian Vella di sana.'Oh, kamu ingin mengikuti kompetisi panahan?' batin Andin mencibir.Lengkungan senyum merekah indah di bibir Rino kala tahu kemana arah pandang Vella, kemudian ia berkata, "Kamu harus mengikuti kompetisi itu. Kali ini aku yakin kamu pasti kembali menang."Vella juga menarik kedua sudut bibirnya ke samping, hingga membentuk senyum setipis tisu.Dia memang berencana mengikuti kompetisi tersebut, dua tahun terakhir Vella memenangkan kompetisi panahan secara be
"Aaargh!!!" Suara Andin melengking kesakitan, setelah Vella beranjak pergi sembari menginjak tangannya dengan acuh tak acuh.Makan siang Vella juga sudah mengguyur ke tubuh Andin sebelum dia melempar piring stainless itu ke sembarang arah.Seketika tak seorang pun berani menarik napas melihat ketegangan ini.Kebanyak mereka membekap mulut guna menutupi indera pengecap yang menganga akibat terkejut.Vella memang pendiam dan dingin, tapi tak pernah sekalipun terlihat menyakiti seseorang.Tapi kali ini, Vella bagaikan dewi kekejaman yang menghakimi adik tirinya tanpa belas kasih.Terlihat keren, tapi itu juga sangat mengerikan dan tak pantas untuk ditiru ataupun dipuji.Dengan tenang Vella terus berjalan menjauhi pusat perhatian.Namun, pendengarannya masih berfungsi dengan baik saat teriakan Feli menggema menghujatnya."Dasar iblis! Kamu iblis betina yang sangat kejam! Kamu tidak pantas untuk mendapat cinta kami! Sudah benar mamamu meninggal dengan begitu cepat, jika dia masih hidup, di
Vella melonjak terkejut, refleks dia berdiri mendengar ujaran mendadak itu.Terlihat Samudera sedang berjalan mendekat ke arahnya dengan langkah ringan.Wajah tampan, keren, dan tenang itu membuat Vella malu dan segera menghapus air mata dengan punggung tangan. Dia tidak suka kesedihannya dilihat oleh orang lain.Tidak banyak ekspresi yang diperlihatkan Samudera setibanya di depan Vella."Jika kamu memainkannya seperti itu. Saat kamu berlari cinta tidak akan menemukanmu. Kamu memainkan nada berlari untuk ditinggalkan, bukan cinta untuk menemukanmu," ucap Samudera dengan suara rendahnya yang entah mengapa itu terasa hangat di hati vella.Vella diam sejenak dan menelan saliva secara perlahan. Kemudian berkata, "Aku tidak pernah berharap ada cinta tulus mendatangiku setelah hari ini."Samudera tersenyum hambar dan berkata, "Bodoh."Vella tak lagi menimpali, dia memang merasa bodoh sudah dipermainkan oleh ibu dan adik tirinya yang selama ini dia cintai segenap hati, dan Rino, Vella sunggu
Kelas sudah kembali dimulai, Vella menatap guru yang sedang menerangkan pelajaran sosiologi dengan tatapan kosong.Pikirannya masih tertuju pada ucapan Samudera yang memotivasi untuk tidak menyerah.'Mau menjadi pemenang ataupun pecundang adalah pilihanmu. Mau mendapatkan cinta atau hinaan juga pilihanmu. Suaramu tidak buruk, jika kamu hanya menyia-nyiakan bakat emasmu untuk menangis, hanya ada kekecewaan yang datang padamu.'Kata itu terus terngiang di benak Vella, dia pikir itu benar. Diri kita sendirilah yang akan menentukan bagaimana orang lain akan memandang kita.Vella sudah gagal membuktikan diri di ajang kompetisi model, dan malah mendapatkan hinaan lantaran fitnah yang dia terima. Sekarang pintu lain terbuka, haruskah dia menyia-nyiakan kesempatan itu?'Sangat boboh!' gumam Vella dalam hati kala ingat dia hampir mengabaikan kesempatan yang ada di depan mata.'Kompetisi ajang menyanyi itu, aku tak akan melewatkannya.''Aku bukan kabut suram yang tidak mempunyai masa depan sepe
Vella meninggalkan ruang musik dengan langkah santai untuk bergegas pulang. Dia berpikir harus mencari guru vokal lain, di mana tidak ada orang yang mengenalnya agar dia bisa belajar dengan nyaman.Sampai di pelataran sekolah, mata Vella memicing tajam begitu melihat wanita paruh baya sedang berdiri di samping mobil mewah keluarganya.'Untuk apa dia di sini? Apa dia ingin membuat perhitungan denganku setelah papa mengetahui kejahatannya?' batin Vella sembari menatap ibu tiri yang hadir di hadapannya."Vella, mama yang menjemputmu hari ini," ucap Indina dengan suara lembut yang khas.Vella tersenyum sengit, dan bertanya, "Kamu pikir aku mau?""Edgar ingin berbicara denganmu."Perlahan kelopak mata Vella terangkat, ada kejanggalan pada ucapan Indina barusan.'Kenapa wanita jahat ini masih berhubungan dengan papa? Seharusnya papa mengusirnya setelah mengetahui perselingkuhannya dengan laki-laki jahat yang ingin melecehkanku.'Vella mengangkat sedikit dagu dengan arogan kemudian berkata s
Di bangsal rumah sakit.Saat ini Vella masih terbaring lemah, wajahnya pucat dan tidak berdaya.Lemparan kotak kayu itu ternyata mencederai otak kecil Vella hingga melumpuhkan fungsi motoriknya.Vella lumpuh tak bisa berdiri ataupun berjalan, saat duduk dia sangat mual dan pusing kemudian terjatuh tanpa mempunyai keseimbangan.Bersyukur tusukan di perut Vella tak sampai melukai janin yang dia kandung.Vella hanya bisa berbaring ditemani Samudera yang tak pernah lelah menggenggam tangannya memberi dukungan moral."Maaf, aku salah, aku lengah. Jika aku lebih waspada kamu tidak perlu mengalami hal semacam ini."Vella tersenyum lemah mendengar permintaan maaf Samudera yang entah kali keberapa."Kamu tidak lelah meminta maaf terus setiap waktu?"Samudera tersenyum samar. "Aku hanya tidak tahu bagaimana caraku menebus kelalaian?""Bantu aku duduk."Samudera menuruti keinginan Vella, dan memeluknya dari belakang agar Vella tidak jatuh.Sementara Vella memejamkan matanya, sembari menyandarkan
Sandra hampir putus asa ketika lima orang ingin memasukinya.Tapi entah kenapa lima orang tersebut tiba-tiba menghentikan aksi dan meninggalkannya begitu saja.Setelah termenung sesaat, tiba-tiba Sandra kembali tertawa ironi.Ternyata Samudera tak sungguh-sungguh membiarkannya ternoda.Hatinya semakin bangga."Bodoh, ternyata kamu tak sesadis yang aku pikirkan. Setelah apa yang aku lakukan pada gadismu ternyata kamu masih selemah ini."Sandra berhasil menghubungi seseorang setelah tangannya yang tertembak bersusah payah merogoh ponsel dari saku.Namun, tiba-tiba mobil yang membawanya ke rumah sakit mengalami kecelakaan.Sandra pingsan.Saat dia terbangun. Sandra mendapati dirinya di sebuah ruangan asing dengan pencahayaan minim.Di tengah ruangan sunyi.Suara pintu yang dibuka terdengar sangat nyaring.Siluet seseorang yang masuk terlihat kabur di mata Sandra yang baru saja terbuka.Namun, saat cahaya lampu menerpa tubuh itu. Sandra langsung mengenali siapa dia."Kakek …."Kakek Baswa
Bulan bersinar sangat indah menerpa tubuh gadis yang saat ini tengah tertawa mengerikan, sedingin udara malam ini. Cahayanya penuh kemenangan, tapi sedetik kemudian kilat matanya berubah menjadi tajam dan mempunyai hawa membunuh. Tatapan itu menghujani tubuh Vella yang terkulai tak berdaya di lantai beton. "Aku sudah mengatakan, jika aku tidak bisa memiliki Samudera. Maka kamu pun tak akan bisa memilikinya." Sandra beralih pada belati yang masih menancap di pahanya. Kemudian terdengar pekik kesakitan saat dia mencabut belati tersebut. Sandra tidak bisa berdiri tegak. Namun, dia tetap memaksa berjalan terseok-seok menuju ke arah Vella. Kembali bibir itu tersenyum. Namun, sama sekali tak terlihat indah, ketika matanya terarah pada perut Vella yang masih datar. "Aku membencimu, Vella. Aku membencimu karena Samudera sangat mencintaimu! Aku benci karena Samudera sangat menginginkanmu. Tidak seharusnya kamu mengandung anaknya, karena itu adalah hakku!" Sandra tahu Samudera tidak
Vella tahu ini keadaan yang sangat buruk.Dia sedang hamil dan tidak boleh melakukan gerakan ekstrim.Tapi jika tidak melawan, ini akan berakhir mengenaskan untuknya.Zlak!Salah satu dari pria itu seperti tercekik ketika mendapat hantaman keras di lehernya.Pria yang lain tidak berdiam saja ketika melihat tuan putri ini memiliki sedikit kemampuan.Sejak Vella tahu ada orang yang mengincar nyawanya, dia memang tak ingin menjadi gadis manja yang hanya bisa bersembunyi di balik perlindungan Samudera.Bisa memanah dan menggunakan pistol itu tidak cukup.Dia mempelajari beberapa teknik dasar membela diri dari serangan jarak dekat.Tidak disangka, pengetahuan itu sangat berguna saat ini."Jangan biarkan dia lari!" Teriakan Sandra menggema.Vella memang ingin melarikan diri, tapi tangannya segera ditarik hingga dia mulai terpelanting ke belakang.Tapi nyatanya Vella tak kembali dengan tangan menganggur.Diacungkannya kepalan tangan yang langsung terarah pada wajah pria tersebut.Bam!Wajah
Byur!Vella tersedak dan langsung kembali pada akal sehat setelah merasakan guyuran air kasar menghantam wajah.Dia terbatuk, dan hawa dingin pun merambat menyelimuti tubuhnya yang basah.Bintang yang bertebaran di langit benar-benar telah mengembalikan kesadarannya setelah pingsan akibat obat bius.Sepertinya dia berada di atap gedung sekarang."Sudah sadar?"Pertanyaan itu membuat Vella menoleh.Seketika senyumnya melengkung dingin.'Sandra … tentu saja dia ….' batin Vella kecut."Apa yang kamu inginkan?" tanya Vella datar.Tawa mengerikan Sandra terdengar miris.Sikap nona muda yang bermartabat tak lagi terlihat.Berganti dengan wajah bengis yang mempunyai aura membunuh."Kamu masih bertanya apa yang aku inginkan? Yang aku inginkan adalah Samudera, Vella! Tapi kamu telah merebutnya, jadi kamu harus menanggung akibatnya!"Vella sama sekali tak terlihat takut. Dia malah tersenyum hambar. "Sudah aku katakan, salahkan takdirmu.""Takdir? Takdirku sangat baik sebelum kamu datang! Tapi k
Entah sejak kapan Samudera berada di situ dengan aura mengerikan seperti hendak melenyapkan seseorang.Bagaimana Vella tidak suci?Leon yang dia tangkap sudah mengakui jika tidak sempat melakukan apapun pada Vella.Selain itu Samudera sendiri juga sudah membuktikan saat malam pertamanya dengan Vella di Paris.Noda darah keperawanan di seprai putih itu masih Samudera ingat dengan jelas di benaknya.Kata-kata kotor Sandra benar-benar membuat Samudera kehilangan kesabaran."Orang yang mempunyai mulut busuk sepertimu seharusnya tidak hidup di dunia ini."Samudera nyaris menghantam Sandra, jika tidak ada tarikan yang menghentikannya."Jaga martabatmu, Tuan Muda Baswara," tegas Brian, sembari mencengkeram kuat tangan putranya.Lantas kerlipan mata membuat dua orang pengawal menyeret Sandra keluar dari dalam venue.Gadis itu meronta-ronta dan berteriak seperti orang gila."Samudera kamu akan
Bukan hanya tamu undangan yang terlihat terguncang, tapi tuan Kuswara juga berkali-kali lipat merasakannya.Ia terus menyangkal perkataan nyonya Baswara untuk membela anak dan istrinya.Dan itu hanya membuat nyonya Baswara mencibir sengit. "Aku turut prihatin, ternyata kamu juga korban penipuan."Nyonya Kuswara memilih untuk diam, semakin banyak bicara semakin akan menunjukkan celah untuk membongkar kebohongan.Tuan Kuswara sangat mempercayainya itu adalah kekuatan terbesar seorang istri.Tapi tidak dengan Sandra yang mulai panik kedoknya akan terbongkar, ia pun terus-menerus berdalih untuk menutupi rahasianya."Bibi, aku tidak tahu salah apa yang pernah aku lakukan padamu, hingga kamu sangat membenciku. Aku hanya ingin berbakti padamu sebagai seorang menantu, tapi kamu malah menuduhku dengan yang tidak-tidak. Sekarang apa yang harus aku lakukan?"Melihat raut wajah menyedihkan penuh derai air mata ini, orang akan mengir
Pertanyaan Vella membuat Sandra meraung dan kembali menggila ingin menyerang Vella.Tapi Virgon jelas tidak membiarkan itu terjadi, ia menarik Sandra menjauh untuk mengamankan Vella.Tak terkecuali tuan Kuswara yang juga memaki dengan sangat brutal di atas panggung.Alhasil dia pun diseret turun dan diperingatkan akan diseret keluar dari venue jika masih ingin membuat kegaduhan.Vella segera dipersilahkan menuju podium untuk memberi sedikit sambutan."Terima kasih atas kerjasama para investor yang sudah bergabung dengan proyek yang akan kami selenggarakan. Terutama pada Samudera dan Kakek Baswara yang sudah memberi dukungan yang sangat besar pada perusahaan kami, semoga kedepannya kita dapat meraih keuntungan bersama dan meraup pundi-pundi kemakmuran yang tidak terkira."Di bawah panggung suara tepuk tangan riuh tak terhingga mendengar penuturan Vella.Tapi tidak dengan kakek Baswara.Ia pun tercengang dan seper
Sandra langsung tertawa mencibir mendengar ujaran Vella yang semakin tak masuk akal.Perusahaan Kuswara adalah milik keluarga Kuswara, tapi mengatakan perusahaan akan tetap berdiri sementara keluarga Kuswara akan hancur.Bagaimana itu mungkin?Tapi Sandra memahami kenapa Vella berkata seperti itu.Tampaknya saingan cintanya ini masih terlalu percaya diri akan memiliki Samudera kedepannya."Aku tidak masalah jika Samudera ingin mengambil alih perusahaan ini, dia memang mempunyai saham terbesar di perusahaan kami. Tapi aku adalah tunangannya dan pada akhirnya kami akan menikah, milik Samudera juga akan menjadi milikku, seorang menantu keluarga Baswara."Ucapan Sandra diikuti tawa lembut yang sama sekali tak ramah.Sandra benar-benar sangat percaya diri ketika mengucapkan kata itu. Ia pun tersenyum mencela dan kembali mengejek."Vella, aku sudah mengatakan. Bermimpi terlalu tinggi itu adalah urusanmu, tapi jatuh it