"Vella, kenapa kamu terdiam? Cepat telepon Edgar," sentak nenek Lola mengejutkan Vella.
Kilat mata Vella menatap nenek Lola sekilas. Dengan tenang dia menurunkan gagang telepon dan meletakan pada tempatnya perlahan. Lantas menjawab, "Iya, Nek." Kemudian Vella mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Edgar sesuai titah nenek Lola. Kembali Vella berjalan dengan tenang untuk menaiki tangga, dan wajahnya mendongak ketika mendengar suara lembut Indina. "Vella, kamu sudah pulang, Nak?" Seketika mata Vella memicing tajam, sungguh memuakkan dua wajah yang berbeda ini. 'Menyedihkan sekali ternyata selama ini aku tertipu,' batin Vella kesal bercampur kemarahan, namun raut wajahnya masih terlihat tenang. Indina terlihat mendekat dan menyentuh pipi Vella dengan lembut. Senyumnya merekah indah dan terlihat sangat manis, sikap ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang apa Vella dengar di balik telepon sebelumnya. Kerutan di alis Vella memudar, wajahnya menjadi datar dan dingin, kala dia berucap, "Jangan bersikap baik kepadaku, jika sebenarnya kamu tidak menyukaiku." Vella menurunkan tangan Indina dari pipinya, dan pergi begitu saja. Menghadirkan kilat suram di wajah Indina. Senyum miring penuh kebencian tersungging sadis dari sudut bibir Indina setelah Vella berlalu. Mulutnya mulai bergumam sinis. "Kamu pikir aku aku senang melakukan ini? Kamu hanya Kabut Suram penghalang jalanku, Vella." Tapi mendadak Indina berpikir dalam, dengan perubahan sikap Vella kali ini. Biasanya anak itu bersikap ramah dan lembut kepadanya. 'Ada apa dengannya malam ini?' tentu saja itu yang menggema di benak Indina sekarang. Namun, setelah ingat sikap mendiang Vita yang juga dingin dan sangat luar biasa, Indina tak lagi mengacuhkan sikap Vella kali ini. Temperamen seorang ibu pasti menurun ke anaknya bukan? Sementara Andin yang sejak tadi sudah sangat penasaran ketika Vella menenteng pepper bag di tangannya. Diam-diam mengikuti Vella dan masuk ke dalam kamar. Terlihat Vella menjatuhkan diri di atas kasur dengan sangat lelah. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan kilat mata lemah dan sedih. 'Diumpankan pada laki-laki dewasa, apakah hidupku tak seberharga itu?' batin Vella pedih. Seandainya dia punya jakun di tenggorokannya mungkin saat ini akan terlihat bergerak-gerak lantaran Vella terus menelan saliva mengingat kejadian mengerikan saat itu. Dia sangat jijik ketika melihat wajah pelaku yang begitu rendahan ingin menerkamnya. Rasanya saat ini Vella ingin membakar dunia kala kenangan menjijikan itu kembali hadir. Terlebih ketika dia tahu, dalang di balik kejadian itu adalah seorang ibu yang yang selama ini sangat dia hormati. Tapi raut wajah Vella perlahan kembali dingin dan tenang, manakala menyadari ada seseorang yang memperhatikan. Garis bibirnya melengkung tipis dan terlihat mencela. "Apa yang ingin kamu ketahui?" tanya Vella santai dan dingin. "Apa kamu selalu mencurigaiku? Aku hanya ingin menagih, oleh-oleh apa yang akan kamu berikan padaku setelah pergi dengan kak Rino dengan begitu lama?" Vella tersenyum ironi mendengar pertanyaan adiknya. Terlebih ketika dia melihat kilat mata Andin terus tertuju pada pepper bag yang barusan dia letakkan. Hatinya terus mencela. Tentu saja, selama ini Andin selalu menginginkan yang dia punya. Kali ini pun Vella yakin adiknya juga menginginkan hal yang sama. Vella kembali terlihat santai, dia meraih ponsel dan memainkannya, tak ingin menanggapi Andin yang kian terlihat geram. "Memalukan, sok jual mahal, tapi masih saja menguras kantong kak Rino." Vella masih tidak menanggapi, dia asik memainkan gadget tak mengacuhkan ujaran Andin. Namun, begitu melihat Andin bergerak menuju pepper bag di sampingnya, dengan santai Vella meluruskan kaki yang sedari tadi menggantung di tempat tidur dengan gerakan mendadak. Sehingga, Andin yang sudah terlihat bersemangat jadi tersandung kala menabrak kaki Vella yang jenjang. "Ah!" Andin memekik kesakitan kala tubuhnya terjungkal ke lantai dengan keras. "Kak, kamu sengaja, ya? Lihat saja bagaimana aku akan mengadukanmu pada papa," ancam Andin setelah berhasil duduk bersimpuh di lantai sembari mengusap-usap sikunya yang nyeri. Senyum mencela kembali muncul di sudut bibir Vella, kemudian dia berucap santai, masih dengan posisi berbaring dan tanpa menatap Andin. "Lakukan saja, memang hanya itu 'kan, yang selama ini kamu lakukan untuk merebut apapun yang aku miliki?" "Itu adalah milikku, apa pun yang diberikan kak Rino aku juga berhak memilikinya." Tawa ironi Vella terdengar sangat mencemooh setelah Andin menutup mulut. Tampaknya adik tirinya yang imut dan lemah lembut itu memang sangat serakah. Perlahan Vella mengangkat tubuhnya untuk duduk. Kemudian menatap Andin yang masih terlihat menyedihkan bersimpuh di lantai. "Kamu mengatakan tentang hak? Apa kamu tidak mengaca baru-baru ini?" tanya Vella santai. "Kamu pikir kak Rino milikmu seutuhnya? Aku rasa kamu juga sudah tahu apa yang kami lakukan saat mama Vita kecelakaan." Andin pun bangkit dengan senyum mencibir, bahkan dia semakin puas setelah melihat raut wajah Vella menggelap. "Menjijikkan," ucap Vella sinis, sekarang dia tahu bahwa Andin sengaja melakukannya karena dia tahu Vella akan datang. "Akui saja, Kak. Sebenarnya kamu sama sekali tak pantas bersanding dengan kak Rino. Memang apa yang bisa kamu lakukan untuknya?" Andin memandang Vella dengan senyum imut yang tak terlihat manis di mata Vella. Vella hanya mendengkus samar, dan berucap, "Apa kamu pikir kamu pantas?" "Tentu saja, kak Rino mengkhianatimu saat status kalian masih bertunangan. Sudah jelas kamu memang mempunyai kekurangan untuk menyenangkannya," ucap Andin dengan suara lembut yang dia miliki. Namun, malah membuat Vella semakin jijik, dan membatin, 'Tunggu saja sampai saatnya tiba aku akan menyatukan pasangan busuk seperti kalian.' Andin semakin senang menatap kekalahan di raut wajah kakaknya. "Kenapa menatapku seperti itu? Akui saja, kamu benar-benar tidak layak untuk kak Rino. Jadi lebih baik putuskan saja dia." Tapi, senyum Vella tiba-tiba mengembang indah dan berucap, "Ide yang bagus. Tapi sungguh sial, ternyata tunanganku yang menjijikan itu sama sekali tak ingin berpisah denganku, meski ada gadis rendahan yang mencoba merayunya. Ternyata benar kata pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya." Seketika mata Andin melebar lantaran tersinggung. "Apa maksudmu? Tidak perlu melibatkan mama Indina dalam urusan kita." "Sebelumnya aku memang tidak ingin, tapi setelah malam ini sepertinya itu sangat sulit," timpal Vella santai. "Apa kamu adalah orang yang tidak tahu berterima kasih? Selama ini mama selalu merawatmu dengan baik meski kamu bukan anak kandungnya, bisa-bisanya kamu berpikiran jahat terhadap mama Indina!" Andin semakin geram. "Cih ... kamu ini pura-pura tidak tahu, atau memang bodoh? Atau memang seperti inilah kalian. Pura-pura bersikap halus dan polos, tapi menikam dari belakang?" cela Vella tanpa menutup-nutupi lagi. "Kamu ini bicara apa? Jangan pernah meragukan kebaikan mamaku, di saat mendiang mama Vita sibuk dengan urusan bisnis, siapa yang mengurus dan merawatmu?" Seketika emosi memenuhi wajah Vella, dia pun segera berdiri dan menghardik, "Jangan pernah sebut nama mamaku. Orang ketiga seperti kalian, sama sekali tak pantas!" Bruk! Tiba-tiba Andin jatuh ke lantai tanpa sebab, membuat Vella memicingkan mata sejenak, diikuti hardikan garang di ujung pintu. "Vella, apa yang kamu lakukan pada adikmu?!"Tangis Andin menggema dengan sangat memilukan, diikuti Vella yang memiringkan wajah ke arah pintu. Vella tersenyum simpul. Kini dia tahu penyebab terjatuhnya Andin secara mendadak.Ternyata adiknya yang penuh muslihat sudah menangkap kedatangan papa mereka hingga gadis busuk itu bertindak rendahan untuk menjatuhkannya.Edgar mendekat ke arah Andin dan membantunya berdiri. "Apa yang terjadi? Seharusnya kamu tidak melakukan ini pada adikmu?"Dengan santainya Vella kembali duduk di tempat tidur, dan bertanya, "Memang apa yang aku lakukan?""Vella ...." Edgar sungguh tak mengerti dengan sikap dingin putri sulungnya ini."Lain kali papa harus memasang CCTV di setiap ruangan, agar papa tahu apa yang dilakukan adik kesayanganku ini," ucap Vella tenang, dia sangat yakin meskipun dia mengatakan yang sebenarnya, Edgar tidak akan percaya melihat Andin yang sangat teraniaya seperti itu.Adiknya ini benar-benar sangat hebat, menuntun orang untuk melindunginya meski sebenarnya dia bukan korban.Si
Pagi kembali menyingsing. Dua gadis cantik berseragam SMA tengah menuruni tangga menuju ke ruang makan di mana kedua orang tua dan nenek mereka sudah duduk dengan tenang di sana."Pagi semuanya ...," sapa Andin dengan ceria seperti biasanya.Sementara Vella hanya menarik kursi dengan tenang dan duduk di sebelah nenek Lola."Bagaimana malammu?" tanya nenek Lola sembari menyentuh tangan Vella.Vella tersenyum tipis dan menjawab, "Indah."Nenek Lola tergelak ringan mendengar jawaban singkat dari cucu sulungnya yang selalu irit kata."Nenek, kamu tidak ingin menyapaku juga?" Andin terlihat merajuk dengan suara manjanya.Nenek Lola kembali tergelak. "Tentu saja nenek akan menyapa. Tapi melihat wajahmu yang ceria ini tentu saja nenek tahu tadi malam kamu mimpi indah.""Nenek benar," jawab Andin cepat dan tersenyum lebar sembari membalik piringnya.Indina juga tergelak ringan mendapati keceriaan pagi ini. Setelah menyajikan menu makanan di piring Andin, Indina berkata lembut sembari menyendo
Kedatangan Vella dan Rino di sekolah kembali menuai sorotan. Setelah apa yang terjadi mereka malah jalan bergandengan di koridor sekolah. Memupus keinginan siswi yang ingin menarik perhatian Rino yang memang mempunyai wajah rupawan.Tidak lama kemudian Andin juga tiba di sekolah, dia berjalan di belakang menatap dua punggung dengan binar ketidaksenangan.Mendadak langkahnya terhenti, manakala melihat pasangan di depan juga berhenti. Sedikit matanya melirik papan pengumuman. Ada dua poster besar yang menarik perhatian Vella di sana.'Oh, kamu ingin mengikuti kompetisi panahan?' batin Andin mencibir.Lengkungan senyum merekah indah di bibir Rino kala tahu kemana arah pandang Vella, kemudian ia berkata, "Kamu harus mengikuti kompetisi itu. Kali ini aku yakin kamu pasti kembali menang."Vella juga menarik kedua sudut bibirnya ke samping, hingga membentuk senyum setipis tisu.Dia memang berencana mengikuti kompetisi tersebut, dua tahun terakhir Vella memenangkan kompetisi panahan secara be
"Aaargh!!!" Suara Andin melengking kesakitan, setelah Vella beranjak pergi sembari menginjak tangannya dengan acuh tak acuh.Makan siang Vella juga sudah mengguyur ke tubuh Andin sebelum dia melempar piring stainless itu ke sembarang arah.Seketika tak seorang pun berani menarik napas melihat ketegangan ini.Kebanyak mereka membekap mulut guna menutupi indera pengecap yang menganga akibat terkejut.Vella memang pendiam dan dingin, tapi tak pernah sekalipun terlihat menyakiti seseorang.Tapi kali ini, Vella bagaikan dewi kekejaman yang menghakimi adik tirinya tanpa belas kasih.Terlihat keren, tapi itu juga sangat mengerikan dan tak pantas untuk ditiru ataupun dipuji.Dengan tenang Vella terus berjalan menjauhi pusat perhatian.Namun, pendengarannya masih berfungsi dengan baik saat teriakan Feli menggema menghujatnya."Dasar iblis! Kamu iblis betina yang sangat kejam! Kamu tidak pantas untuk mendapat cinta kami! Sudah benar mamamu meninggal dengan begitu cepat, jika dia masih hidup, di
Vella melonjak terkejut, refleks dia berdiri mendengar ujaran mendadak itu.Terlihat Samudera sedang berjalan mendekat ke arahnya dengan langkah ringan.Wajah tampan, keren, dan tenang itu membuat Vella malu dan segera menghapus air mata dengan punggung tangan. Dia tidak suka kesedihannya dilihat oleh orang lain.Tidak banyak ekspresi yang diperlihatkan Samudera setibanya di depan Vella."Jika kamu memainkannya seperti itu. Saat kamu berlari cinta tidak akan menemukanmu. Kamu memainkan nada berlari untuk ditinggalkan, bukan cinta untuk menemukanmu," ucap Samudera dengan suara rendahnya yang entah mengapa itu terasa hangat di hati vella.Vella diam sejenak dan menelan saliva secara perlahan. Kemudian berkata, "Aku tidak pernah berharap ada cinta tulus mendatangiku setelah hari ini."Samudera tersenyum hambar dan berkata, "Bodoh."Vella tak lagi menimpali, dia memang merasa bodoh sudah dipermainkan oleh ibu dan adik tirinya yang selama ini dia cintai segenap hati, dan Rino, Vella sunggu
Kelas sudah kembali dimulai, Vella menatap guru yang sedang menerangkan pelajaran sosiologi dengan tatapan kosong.Pikirannya masih tertuju pada ucapan Samudera yang memotivasi untuk tidak menyerah.'Mau menjadi pemenang ataupun pecundang adalah pilihanmu. Mau mendapatkan cinta atau hinaan juga pilihanmu. Suaramu tidak buruk, jika kamu hanya menyia-nyiakan bakat emasmu untuk menangis, hanya ada kekecewaan yang datang padamu.'Kata itu terus terngiang di benak Vella, dia pikir itu benar. Diri kita sendirilah yang akan menentukan bagaimana orang lain akan memandang kita.Vella sudah gagal membuktikan diri di ajang kompetisi model, dan malah mendapatkan hinaan lantaran fitnah yang dia terima. Sekarang pintu lain terbuka, haruskah dia menyia-nyiakan kesempatan itu?'Sangat boboh!' gumam Vella dalam hati kala ingat dia hampir mengabaikan kesempatan yang ada di depan mata.'Kompetisi ajang menyanyi itu, aku tak akan melewatkannya.''Aku bukan kabut suram yang tidak mempunyai masa depan sepe
Vella meninggalkan ruang musik dengan langkah santai untuk bergegas pulang. Dia berpikir harus mencari guru vokal lain, di mana tidak ada orang yang mengenalnya agar dia bisa belajar dengan nyaman.Sampai di pelataran sekolah, mata Vella memicing tajam begitu melihat wanita paruh baya sedang berdiri di samping mobil mewah keluarganya.'Untuk apa dia di sini? Apa dia ingin membuat perhitungan denganku setelah papa mengetahui kejahatannya?' batin Vella sembari menatap ibu tiri yang hadir di hadapannya."Vella, mama yang menjemputmu hari ini," ucap Indina dengan suara lembut yang khas.Vella tersenyum sengit, dan bertanya, "Kamu pikir aku mau?""Edgar ingin berbicara denganmu."Perlahan kelopak mata Vella terangkat, ada kejanggalan pada ucapan Indina barusan.'Kenapa wanita jahat ini masih berhubungan dengan papa? Seharusnya papa mengusirnya setelah mengetahui perselingkuhannya dengan laki-laki jahat yang ingin melecehkanku.'Vella mengangkat sedikit dagu dengan arogan kemudian berkata s
"Kamu mengenalku?" tanya Vella dingin."Sayangnya tidak. Tapi sejak pertama kali wanita itu membawamu ke sini aku menyukaimu." Mata pemuda itu tiba-tiba mengunci mata Vella dengan kilat tajam.Namun, Vella sama sekali tak terlihat gentar, membuat tatapan pemuda itu sedikit meredup, dan berkata, "Sepertinya kamu cukup berani.""Kalian tidak akan mendapatkan kesenangan apa pun dariku. Aku akan bunuh diri sebelum kalian mencoba mengambil keuntungan dariku."Binar wajah pemuda itu seketika menggelap, memancarkan emosi yang tidak biasa di wajah tampannya."Kamu pikir aku akan membiarkanmu melakukan itu? Saat ayahku mengatakan kamu akan dikirim pada milyader yang berlibur di kapal pesiar, rasanya aku hampir gila, dan langsung menghampirimu kemari, bagaimana bisa aku membiarkanmu menghabisi dirimu sendiri?"Alis Vella semakin berkerut memikirkan setiap perkataan pemuda itu. 'Apa yang barusan aku dengar?' batinnya.Tapi detik berikutnya kerutan di alis Vella memudar, juga ada sedikit napas ke
Di bangsal rumah sakit.Saat ini Vella masih terbaring lemah, wajahnya pucat dan tidak berdaya.Lemparan kotak kayu itu ternyata mencederai otak kecil Vella hingga melumpuhkan fungsi motoriknya.Vella lumpuh tak bisa berdiri ataupun berjalan, saat duduk dia sangat mual dan pusing kemudian terjatuh tanpa mempunyai keseimbangan.Bersyukur tusukan di perut Vella tak sampai melukai janin yang dia kandung.Vella hanya bisa berbaring ditemani Samudera yang tak pernah lelah menggenggam tangannya memberi dukungan moral."Maaf, aku salah, aku lengah. Jika aku lebih waspada kamu tidak perlu mengalami hal semacam ini."Vella tersenyum lemah mendengar permintaan maaf Samudera yang entah kali keberapa."Kamu tidak lelah meminta maaf terus setiap waktu?"Samudera tersenyum samar. "Aku hanya tidak tahu bagaimana caraku menebus kelalaian?""Bantu aku duduk."Samudera menuruti keinginan Vella, dan memeluknya dari belakang agar Vella tidak jatuh.Sementara Vella memejamkan matanya, sembari menyandarkan
Sandra hampir putus asa ketika lima orang ingin memasukinya.Tapi entah kenapa lima orang tersebut tiba-tiba menghentikan aksi dan meninggalkannya begitu saja.Setelah termenung sesaat, tiba-tiba Sandra kembali tertawa ironi.Ternyata Samudera tak sungguh-sungguh membiarkannya ternoda.Hatinya semakin bangga."Bodoh, ternyata kamu tak sesadis yang aku pikirkan. Setelah apa yang aku lakukan pada gadismu ternyata kamu masih selemah ini."Sandra berhasil menghubungi seseorang setelah tangannya yang tertembak bersusah payah merogoh ponsel dari saku.Namun, tiba-tiba mobil yang membawanya ke rumah sakit mengalami kecelakaan.Sandra pingsan.Saat dia terbangun. Sandra mendapati dirinya di sebuah ruangan asing dengan pencahayaan minim.Di tengah ruangan sunyi.Suara pintu yang dibuka terdengar sangat nyaring.Siluet seseorang yang masuk terlihat kabur di mata Sandra yang baru saja terbuka.Namun, saat cahaya lampu menerpa tubuh itu. Sandra langsung mengenali siapa dia."Kakek …."Kakek Baswa
Bulan bersinar sangat indah menerpa tubuh gadis yang saat ini tengah tertawa mengerikan, sedingin udara malam ini. Cahayanya penuh kemenangan, tapi sedetik kemudian kilat matanya berubah menjadi tajam dan mempunyai hawa membunuh. Tatapan itu menghujani tubuh Vella yang terkulai tak berdaya di lantai beton. "Aku sudah mengatakan, jika aku tidak bisa memiliki Samudera. Maka kamu pun tak akan bisa memilikinya." Sandra beralih pada belati yang masih menancap di pahanya. Kemudian terdengar pekik kesakitan saat dia mencabut belati tersebut. Sandra tidak bisa berdiri tegak. Namun, dia tetap memaksa berjalan terseok-seok menuju ke arah Vella. Kembali bibir itu tersenyum. Namun, sama sekali tak terlihat indah, ketika matanya terarah pada perut Vella yang masih datar. "Aku membencimu, Vella. Aku membencimu karena Samudera sangat mencintaimu! Aku benci karena Samudera sangat menginginkanmu. Tidak seharusnya kamu mengandung anaknya, karena itu adalah hakku!" Sandra tahu Samudera tidak
Vella tahu ini keadaan yang sangat buruk.Dia sedang hamil dan tidak boleh melakukan gerakan ekstrim.Tapi jika tidak melawan, ini akan berakhir mengenaskan untuknya.Zlak!Salah satu dari pria itu seperti tercekik ketika mendapat hantaman keras di lehernya.Pria yang lain tidak berdiam saja ketika melihat tuan putri ini memiliki sedikit kemampuan.Sejak Vella tahu ada orang yang mengincar nyawanya, dia memang tak ingin menjadi gadis manja yang hanya bisa bersembunyi di balik perlindungan Samudera.Bisa memanah dan menggunakan pistol itu tidak cukup.Dia mempelajari beberapa teknik dasar membela diri dari serangan jarak dekat.Tidak disangka, pengetahuan itu sangat berguna saat ini."Jangan biarkan dia lari!" Teriakan Sandra menggema.Vella memang ingin melarikan diri, tapi tangannya segera ditarik hingga dia mulai terpelanting ke belakang.Tapi nyatanya Vella tak kembali dengan tangan menganggur.Diacungkannya kepalan tangan yang langsung terarah pada wajah pria tersebut.Bam!Wajah
Byur!Vella tersedak dan langsung kembali pada akal sehat setelah merasakan guyuran air kasar menghantam wajah.Dia terbatuk, dan hawa dingin pun merambat menyelimuti tubuhnya yang basah.Bintang yang bertebaran di langit benar-benar telah mengembalikan kesadarannya setelah pingsan akibat obat bius.Sepertinya dia berada di atap gedung sekarang."Sudah sadar?"Pertanyaan itu membuat Vella menoleh.Seketika senyumnya melengkung dingin.'Sandra … tentu saja dia ….' batin Vella kecut."Apa yang kamu inginkan?" tanya Vella datar.Tawa mengerikan Sandra terdengar miris.Sikap nona muda yang bermartabat tak lagi terlihat.Berganti dengan wajah bengis yang mempunyai aura membunuh."Kamu masih bertanya apa yang aku inginkan? Yang aku inginkan adalah Samudera, Vella! Tapi kamu telah merebutnya, jadi kamu harus menanggung akibatnya!"Vella sama sekali tak terlihat takut. Dia malah tersenyum hambar. "Sudah aku katakan, salahkan takdirmu.""Takdir? Takdirku sangat baik sebelum kamu datang! Tapi k
Entah sejak kapan Samudera berada di situ dengan aura mengerikan seperti hendak melenyapkan seseorang.Bagaimana Vella tidak suci?Leon yang dia tangkap sudah mengakui jika tidak sempat melakukan apapun pada Vella.Selain itu Samudera sendiri juga sudah membuktikan saat malam pertamanya dengan Vella di Paris.Noda darah keperawanan di seprai putih itu masih Samudera ingat dengan jelas di benaknya.Kata-kata kotor Sandra benar-benar membuat Samudera kehilangan kesabaran."Orang yang mempunyai mulut busuk sepertimu seharusnya tidak hidup di dunia ini."Samudera nyaris menghantam Sandra, jika tidak ada tarikan yang menghentikannya."Jaga martabatmu, Tuan Muda Baswara," tegas Brian, sembari mencengkeram kuat tangan putranya.Lantas kerlipan mata membuat dua orang pengawal menyeret Sandra keluar dari dalam venue.Gadis itu meronta-ronta dan berteriak seperti orang gila."Samudera kamu akan
Bukan hanya tamu undangan yang terlihat terguncang, tapi tuan Kuswara juga berkali-kali lipat merasakannya.Ia terus menyangkal perkataan nyonya Baswara untuk membela anak dan istrinya.Dan itu hanya membuat nyonya Baswara mencibir sengit. "Aku turut prihatin, ternyata kamu juga korban penipuan."Nyonya Kuswara memilih untuk diam, semakin banyak bicara semakin akan menunjukkan celah untuk membongkar kebohongan.Tuan Kuswara sangat mempercayainya itu adalah kekuatan terbesar seorang istri.Tapi tidak dengan Sandra yang mulai panik kedoknya akan terbongkar, ia pun terus-menerus berdalih untuk menutupi rahasianya."Bibi, aku tidak tahu salah apa yang pernah aku lakukan padamu, hingga kamu sangat membenciku. Aku hanya ingin berbakti padamu sebagai seorang menantu, tapi kamu malah menuduhku dengan yang tidak-tidak. Sekarang apa yang harus aku lakukan?"Melihat raut wajah menyedihkan penuh derai air mata ini, orang akan mengir
Pertanyaan Vella membuat Sandra meraung dan kembali menggila ingin menyerang Vella.Tapi Virgon jelas tidak membiarkan itu terjadi, ia menarik Sandra menjauh untuk mengamankan Vella.Tak terkecuali tuan Kuswara yang juga memaki dengan sangat brutal di atas panggung.Alhasil dia pun diseret turun dan diperingatkan akan diseret keluar dari venue jika masih ingin membuat kegaduhan.Vella segera dipersilahkan menuju podium untuk memberi sedikit sambutan."Terima kasih atas kerjasama para investor yang sudah bergabung dengan proyek yang akan kami selenggarakan. Terutama pada Samudera dan Kakek Baswara yang sudah memberi dukungan yang sangat besar pada perusahaan kami, semoga kedepannya kita dapat meraih keuntungan bersama dan meraup pundi-pundi kemakmuran yang tidak terkira."Di bawah panggung suara tepuk tangan riuh tak terhingga mendengar penuturan Vella.Tapi tidak dengan kakek Baswara.Ia pun tercengang dan seper
Sandra langsung tertawa mencibir mendengar ujaran Vella yang semakin tak masuk akal.Perusahaan Kuswara adalah milik keluarga Kuswara, tapi mengatakan perusahaan akan tetap berdiri sementara keluarga Kuswara akan hancur.Bagaimana itu mungkin?Tapi Sandra memahami kenapa Vella berkata seperti itu.Tampaknya saingan cintanya ini masih terlalu percaya diri akan memiliki Samudera kedepannya."Aku tidak masalah jika Samudera ingin mengambil alih perusahaan ini, dia memang mempunyai saham terbesar di perusahaan kami. Tapi aku adalah tunangannya dan pada akhirnya kami akan menikah, milik Samudera juga akan menjadi milikku, seorang menantu keluarga Baswara."Ucapan Sandra diikuti tawa lembut yang sama sekali tak ramah.Sandra benar-benar sangat percaya diri ketika mengucapkan kata itu. Ia pun tersenyum mencela dan kembali mengejek."Vella, aku sudah mengatakan. Bermimpi terlalu tinggi itu adalah urusanmu, tapi jatuh it