Elden Clay, seorang seperstar tampan yang cuek dan kekanak-kanakan, mendadak harus menjadi seorang ayah dari gadis berusia lima belas tahun. Semua itu karena surat perjanjian aneh yang pernah dibuatnya di masa lalu dengan Bunda Bayu. Lantas, bagaimana nasib kariernya? Bagaimana ketika satu per satu rahasia masa lalunya terkuak?
View MoreEl merentangkan tangan, merasakan rerumputan hijau yang lembap itu menyentuh kulit tangannya. Menghirup aromanya, merasakan hangatnya matahari yang muncul malu-malu dari balik awan, dan matanya menyipit. Dongeng yang pernah ia bayangkan itu masih tersimpan rapi di kepala. Tapi, sekarang El tidak mau itu menjadi dongeng. Negeri di atas pelangi atau apa pun itu, El akan mewujudkannya. Di sini. Bersama wanita yang mengenakan dress putih selutut yang sekarang sedang berjalan mendekat ke arahnya. Wajah itu muncul begitu saja dengan rambut hitam yang nyaris terjatuh mengenai muka El. Gadis itu tersenyum lebar. Mata mereka bertemu dan dada El berdesir. “Terlalu luas,” katanya sambil mengangkat kepala ke sekeliling mereka kemudian duduk di samping El dengan kaki yang diluruskan.&nb
Aby merapatkan capuchon jaketnya saat ia melintasi kerumunan itu. Sudah seminggu sejak terakhir kali ia melihat El secara langsung. Dan tadi, untuk pertama kalinya, ia melihat El lagi. Wajah lelah itu, lingkaran di sekeliling matanya yang menghitam membuat mata Aby membasah. Semua orang membicarakan mereka. Semua orang memberitakan El dengan anak kandung dari masa lalunya. Kilatan blitz masih membuat mata El menyipit. Wartawan-wartawan belum berhenti memberikan berbagai pertanyaan pada El. Beberapa orang di antara mereka bahkan melontarkan tudingan dan menuduh El sedang mencari sensasi. Kali ini, air mata Aby sungguh-sungguh membasahi wajahnya. Ia sudah membuat laki-laki itu melalui banyak hal karena dirinya. Aby ingin memeluk El dan menepuk-nepuknya seperti yang dilakukan pria itu padanya. Aby masih ingin membuatkan te
Aroma rerumputan basah itu langsung menerpa hidung El lembut saat ia tiba di tempat itu. Suara kicauan burung dan desauan angin menyapa senyum El yang melebar. El merentangkan tangan dan menikmati setiap hembusan napas yang ia hela. Dan kepalanya perlahan mulai membayangkan banyak hal. Bukit kecil berpadang rumput dengan sebuah rumah kecil di depannya. Jendela-jendela kayu yang terbuka membawa aroma pepohonan. Bersama wanita itu di sini, berbaring di atas rerumputan. Mendengarkan musik yang sama dengan jemari yang saling bertaut. Saling pandang, tersenyum satu sama lain seperti dalam dongeng. Lalu, di sana, di antara bunga-bunga yang mereka tanam dan mereka siram bersama setiap hari, kaki-kaki mungil itu berlari-lari. Tertawa riang sambil sesekali memanggil mereka berdua. 
“El. Mungkin dia sama El sekarang. Kamu tenang dulu, Ann.” Joanna tampak tidak peduli dan masih sibuk mengenakan kardigan hitamnya. Ia bahkan terlalu lemah untuk berjalan, tapi ia malah nekat meminta Philip mengantarnya mencari Aby. “Enggak mungkin, Phil. Aku kenal dia dengan baik. Dalam keadaan kayak gini dia nggak akan mungkin ada di sini atau bersama El. Dia pasti pergi ke tempat yang mungkin sulit ditemukan. Dalam keadaan kayak gitu gimana aku bisa ngebiarin dia sendirian. Aku harus cari dia, Phil.” “Ann.” Joanna mencoba berdiri sambil menopang tubuhnya di ujung ranjang. Ia baru saja menurunkan kedua kakinya saat mendadak tubuhnya hampir merosot dan terjatuh. Ia memang sakit, tapi ia tidak berpikir ia selemah ini. Joann
Tubuh Joanna merosot ke lantai ketika mendengar apa yang dikatakan dokter di depannya itu. Hasil tes dua hari yang lalu tidak berubah sama sekali. Ia menangis sejadi-jadinya di dalam ruang periksa itu. Selama seminggu lamanya Joanna menyendiri. Memikirkan banyak hal. Memikirkan dirinya, juga sesuatu yang hidup dalam dirinya. Dia merasa begitu ketakutan, tapi ini adalah kesalahan yang sudah ia buat dan tidak ada yang bisa memperbaikinya lagi. “Rahim kamu lemah. Dan kehamilan ini mungkin akan sangat beresiko, Ann. Saya tidak menyarankan untuk meneruskannya. Kamu bisa mundur kalau kamu nggak sanggup.” Joanna tidak menggeleng. Juga tidak mengatakan akan melanjutkan semua ini. Tapi, membayangkan wajah laki-laki itu di depan matanya, ia merasa akan sangat kej
El tersenyum menatap catatan yang ia buat di ponselnya itu. Carissa juga tak bisa menahan senyumnya. Sejak tadi El bercerita dengan begitu antusias. Tentang hari minggu yang mereka habiskan bersama. Tentang telur enak yang dibuatkan Aby untuknya. Tentang nilai-nilai sempurna Aby di sekolah. Juga tentang game yang mereka mainkan tadi malam. Melihat El yang seperti ini, rasanya Carissa benar-benar melihatnya sebagai seorang manusia seutuhnya. Bukan sebagai Elden Clay si aktor itu. Bukan sebagai senior yang ia hormati. Laki-laki yang sekarang duduk di sebelahnya itu tidak lebih dari seorang manusia biasa, seorang ayah yang sedang menceritakan tentang putri kesayangannya pada teman. Tentang seorang ayah yang sedang mencari tahu hal menarik apa yang kira-kira akan membuat putrinya senang. “Kamar warna pink dengan sprei bergambar Princess Disney ini memang harus ya?” tanya El. 
El baru saja keluar dengan kepala basah dan handuk di tangan saat matanya menemukan dua stik game console yang berserakan di atas karpet dan dua botol susu cokelat yang sudah kosong di atas meja. Alih-alih merasa risih, El malah tersenyum dan berjalan mendekat dengan kedua tangan yang masih sibuk mengeringkan rambut. Ia kemudian duduk dan bersandar di sofa. Malam tadi, sepulang bekerja, El mendapati Aby sedang tertunduk di ruang tengah dengan rubik yang sudah selesai di tangannya. “Bete?” Aby mengangkat kepala dan hampir saja menjatuhkan benda di tangannya. Ia lalu tersenyum pada El. Sebuah senyuman yang sungguh-sungguh tulus. “Mau keluar?” tawar El. Masih pukul delapan dan ia yakin masih banyak tempat yang
“Hei, Aladdin! Aku adalah jin yang akan mengabulkan segala permintaanmu.” “Hah? Beneran?” “Yoi! Beneran!” “Kalau gitu, aku pengen ganteng.” Haddad, anak laki-laki berbadan besar dan berkulit hitam yang berperan sebagai jin itu tampak mencibir. “Kalau aku bisa bikin orang jadi ganteng, pasti udah aku gantengin duluan mukaku!” “Huuuuuu!!!” Seisi kelas langsung berteriak bersamaan. Aby juga. Entah kenapa hari ini segala sesuatu yang ia lihat selalu bisa membuatnya tertawa. Bahkan Sarah yang duduk di sampingnya sama sekali tidak paham kenapa Aby bisa se
Pagi ini terasa asing bagi Aby. Bukan karena ia sedang berada di tempat lain, tapi sejak pertama kali Aby keluar dari kamarnya, ia sudah menemukan El di ruang tengah. Aby mengira El sedang sibuk dengan game console atau mungkin sedang menonton siaran televisi favoritnya. Alih-alih melihat El bersantai, Aby malah mendapati laki-laki itu sibuk merapikan tumpukan CD dan piringan hitam dari lemari besar di sebelah sofa. Benar-benar pemandangan yang langka. “Udah bangun?” tanya El saat menyadari ada sepasang mata memerhatikannya. Mood El benar-benar terlihat baik hari ini. Aby sangat yakin kalau ini adalah kali pertama El merapikan barang-barangnya sendiri karena setiap hari selalu ada tukang bersih-bersih yang datang. “Ya.” Aby merasa canggung sampai-sampai ia pikir ia harus segera melesat ke sekolah meskipun ini hari minggu. “Sibuk?” El tampak menggulung lengan kemeja putihnnya sebatas siku. “Enggak.” “Bisa bantu?” A
Dia Elden Clay. Laki-laki yang sekarang sedang duduk di bawah payung besar dengan kacamata hitam yang bertengger sempurna di batang hidungnya yang tinggi. Di saat semua staf tengah berjuang melawan teriknya matahari di lokasi shooting itu, El malah dengan nyaman berselonjor, meluruskan kakinya yang panjang di atas kursi santai. “Air,” perintahnya sambil menyilangkan kedua tangan di atas dada. Poni pirangnya bergerak-gerak ditiup angin. Tak sampai satu menit, sebotol air mineral muncul begitu saja di depan wajahnya. El menggerak-gerakkan telunjuk di depan wajah penata rias yang menyodorkan botol itu. Gadis muda itu nyengir, paham kalau air yang dimaksud oleh El bukan sekedar air bening biasa. “Mas Elden mau minum apa? Jus?” tanyanya pelan. El yang sejak tadi memasang wajah tanpa minat segera duduk, menegakkan punggung, kemudian melepas kacamata hitamnya. “Harlan nggak bilang sama lo kalau gue nggak minum air mineral dalam botol plastik?”
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments