Vella yang melihat tatapan aneh dari Samuel menjadi sedikit tak enak hati. Kemudian menyumpit dinsum lagi, dan mengulurkan pada Samuel. "Mau?" tanyanya.
Seketika senyum Samuel mengembang. Dia segera membuka mulut untuk menyambut suapan dari Vella. Tapi mulutnya bagai menangkap angin, ketika Samudera dengan cepat memegang tangan Vella dan mengarahkan dinsum tersebut ke mulutnya. "Kak, Sam. Itu milikku!" pekik Samuel kesal, karena dimsum tersebut sudah masuk ke mulut kakaknya. Samudera hanya bergeming, dia sama sekali tak menanggapi kekesalan adiknya. Sementara Vella semakin terbengong, tidak tahu apa yang harus dilakukan melihat tangannya dipegang Samudera. Sedangkan Samuel saat ini mulai menggerutu dalam hati. 'Benar 'kan? Aku bilang juga apa? Kakakku itu sangat pelit, bagaimana dia bisa berbagi makanan dengan seorang gadis? Ini sangat mencurigakan!' "Sejak kapan kalian berpacaran?" Tiba-tiba Samuel menyeletuk membuat Vella tersedak. "Uhuk! Aku ... kami tidak ...." "Memang belum, tapi besok siapa tahu." Samudera memotong ucapan Vella dengan datar, membuat gadis itu semakin tak tahu apa yang harus dilakukan. Ini benar-benar suasana yang sangat canggung bagi Vella. Tidak ingin terjebak dengan percakapan kakak beradik ini, Vella segera berdiri dan pamit. "Aku sudah kenyang, terima kasih sudah mentraktir aku dinsum. Lain kali aku akan membalas kebaikan kalian." Vella segera berbalik dan pergi tanpa menoleh lagi. Sementara Samudera dan Samuel terus menatap punggung ramping Vella yang terus menjauh. "Apa aku harus bilang pada mama, kalau aku sudah mempunyai calon kakak ipar?" goda Samuel tiba-tiba. Samudera hanya tersenyum pelit, kemudian berkata, "Ide bagus." Samuel langsung terkesiap mendengar jawaban dari kakaknya. "Kakak serius menyukainya? Katanya dia sudah punya tunangan lho." Seketika raut wajah Samudera menggelap dan suram, kemudian berkata datar. "Begitu ya?" Diam-diam Samudera terus memperhatikan Vella yang berangsur-angsur tak terlihat dari pandangan. Vella kembali berjalan menuju ke kelasnya, tidak ada ekspresi yang bisa dia pamerkan pada orang yang melihatnya, selalu kaku dan dingin tanpa emosi. Sampai suara seseorang terdengar menyapa dengan lembut. "Kakak ...." Vella mengangkat pandangan, dan seketika raut wajahnya semakin suram. Rino dan Andin sedang berjalan menuju ke arahnya, di samping mereka ada Feli yang menatapnya dengan jijik. "Kakak dari mana? Dari tadi kami menunggumu di kantin tapi kamu tidak muncul." Setelah apa yang dia lakukan di belakang Vella, Andin menyapa dengan lembut seakan dia adalah adik yang baik, Vella sungguh tak bisa menahan untuk memberi senyum ironi yang jelas mencemooh. "Kamu dari mana?" Andin mengulangi pertanyaannya, masih dengan sikap lembut dan terlihat murah hati. Vella bukan orang yang suka berbasa-basi, kepalsuan adiknya ini benar-benar membuatnya muak. "Sampai kapan kamu akan mempertahankan sikap palsumu ini? Apakah itu menyenangkan?" Pertanyaan sarkasme dari Vella mengubah binar wajah Andin menjadi sedih dan dan tidak berdaya, bahkan dia terlihat hampir menangis sekarang. "Kakak ...." Rino dan Feli pun langsung bersimpati padanya yang sangat rapuh. "Heh, Vella. Apa kamu tidak bisa berbicara dengan baik? Andin sudah baik hati menyapamu, tapi kamu malah memuakkan seperti ini!" Feli berseru dengan suara keras menghardik Vella. Vella malah tersenyum remeh dan berkata, "Itu bukan urusanmu." Feli semakin geram melihat sikap dingin Vella yang semakin menjadi. "Heh, kamu ini sangat keterlaluan! Seharusnya kamu sudah didepak dari sekolahan ini sejak seminggu yang lalu. Aku semakin kasihan pada paman Edgar, karena bersusah payah mempertahankanmu di sekolah ini. Tapi nyatanya kamu memang sangat memalukan!" "Feli, jangan berkata begitu. Dia adalah kakakku." Suara Andin masih terdengar lembut, namun bukan untuk bersimpati pada Vella, tapi untuk menunjukan bahwa dia lebih baik dari Vella. "Kamu terlalu baik, Andin. Seharusnya kamu tidak mempunyai kakak seperti dia," cerca Feli sembari menatap Vella dengan penuh kebencian. "Sudah, sudah, jangan ribut. Vella, seharusnya kamu tidak seperti itu pada adikmu." Rino juga ikut bersuara, membuat Vella tersenyum mencibir. Tidak ingin menutup-nutupi lagi Vella segera berkata. "Jika kamu sangat kasihan padanya. Kenapa kamu tidak memeluk dan menciumnya seperti yang kamu lakukan di belakangku? Sekalian kamu umumkan perselingkuhan kalian pada semua orang." Deg. Rino langsung terkesiap mendengar tuduhan Vella. 'Jadi dia sudah tahu?' Melihat Rino yang terdiam, Vella kembali menyeringai sengit. Lantas berlenggang pergi tanpa menoleh lagi. Sementara Andin semakin menunjukan sikap tidak berdaya. Membuat Feli semakin kasihan dan berteriak, "Hei, Vella! Jangan salahkan kak Rino, jika dia berpaling darimu. Kamu sendiri juga tidak setia. Bisa-bisanya kamu main kotor dengan juri kompetisi model. Tentu saja kak Rino berhak mendapatkan yang lebih baik darimu!" "Feli, sudah. Jangan teriak-teriak seperti itu. Malu diliatin anak lain." Andin berkata dengan lembut mencegah Feli berbicara lagi. "Dia jahat padamu, kenapa kamu masih membelanya sih?" Feli terlihat sangat geram. "Dia adalah kakakku ...." Suara Andin terus terdengar tak berdaya, membuat Feli trenyuh, dan menghela napas kasar. "Kamu terlalu baik, Andin," ucap Feli menurunkan intonasinya. Andin sangat puas dengan respon Feli terhadap sikap Vella. Wajahnya terlihat memelas, tapi dalam hati dia bersorak gembira. 'Bagus, sebentar lagi kamu pasti akan tenggelam dengan sikap dinginmu sendiri, Vella.' Kemudian dia beralih menatap Rino yang tampak terdiam setelah Vella melontarkan kebenaran yang terjadi di antara mereka. Dengan raut wajah sedih dia pun berkata, "Kak, maafkan aku ...." Rino menatap Andin sekilas dan menghela napas kasar. Dia tidak menjawab, tapi anggukan samar terlihat. Lantas dia pergi mengikuti Vella tanpa berucap. Sembari berjalan Rino sedikit melamun. Semburat rasa bersalah tercetak jelas di wajahnya. Tapi dia juga tak bisa melepaskan Vella. Selain cantik, tinggi, dan berprestasi. Vella selalu mempunyai aura yang kuat dan mendominasi. Gestur tubuhnya menunjukkan gadis mulia yang tidak tertandingi, terlebih Vella juga akan mewarisi kekayaan mendiang mamanya. Kemakmuran sudah pasti menyelimuti kehidupan Rino saat bersatu dengan Vella. Teng! Teng! Teng! Jam sekolah berakhir. Tak ingin menunggu lagi, Rino segera menyahut tangan Vella saat gadis itu berlenggang pergi keluar dari dalam kelas. "Lepaskan aku!" tolak Vella dengan wajah gusar. "Aku masih tunanganmu, Vel. Hari ini aku yang mengantarmu pulang." Vella mendengkus samar, namun tak bisa menolak lantaran genggaman tangan Rino terlalu kuat. Sepanjang perjalanan menuju ke pelataran sekolah, Rino tak sekalipun melepaskan tangan Vella. Mengundang para siswa siswi untuk saling memandang dan berbisik. "Bukankah tadi pagi mereka sudah putus?" "Dari siapa yang memegang tangan, sepertinya Rino yang tak ingin putus dengan Vella." "Aduh, ganteng-ganteng kok bego sih? Udah dikhianati, masih saja tak mau diputusin." Bebagai cuitan siswa siswi lain terdengar gemelisik menyapa indera pendengaran. Namun, Rino sama sekali tak terlihat peduli, lagipula masa depannya bukan mereka yang menentukan. Ternyata Andin juga sudah menunggu di samping mobil mewah yang menjemputnya. Tapi saat melihat dua orang yang bergandengan tangan, 10 jarinya pun mengepal kuat. Namun, wajahnya tetap menunjukkan keramahan, kemudian berkata, "Ayo, Kak." "Hari ini Vella pulang bersamaku, kamu pulang sendiri saja." Rino segera menarik tangan Vella menuju ke mobilnya sendiri yang juga sudah menunggu. Seorang sopir segera membukakan pintu. Vella dan Rino segera lenyap di balik pintu mobil tersebut, kemudian mobil segera melaju. Menimbulkan gurat kebencian di wajah imut yang sekarang memancarkan aura mengerikan.Di dalam mobil Rino. Suasana terlihat kaku lantaran tak ada percakapan. Vella sama sekali tak menunjukan senyuman, dia juga tampak enggan menatap Rino.Rino sendiri sangat canggung, meski sejak kecil mereka tumbuh bersama, sampai orang tua mereka menjodohkan.Namun, tak ada hal lebih yang mereka lakukan selain bergandengan tangan.Vella juga terlihat sangat disiplin, hingga Rino tak berani bertindak sembarangan."Maaf." Akhirnya Rino membuka percakapan.Tak ada tanggapan dari Vella, dia masih bersikap tenang tanpa menunjukkan emosi."Maaf, aku memang salah, Vel. Tapi sungguh, dalam lubuk hatiku yang paling dalam hanya ada kamu di hatiku. Semua itu bukan keinginanku, itu murni inisiatif adikmu sendiri." Rino mencoba menjelaskan."Kamu tidak menolak, apa kamu sangat menikmatinya?" Pertanyaan Vella seperti serpihan es tajam yang menusuk jantung hati Rino.Rino menatap Vella lekat, gadis tersebut masih enggan melihatnya, bahkan ekspresinya masih sama, tanpa emosi.Rino mengembuskan napas
"Vella, kenapa kamu terdiam? Cepat telepon Edgar," sentak nenek Lola mengejutkan Vella. Kilat mata Vella menatap nenek Lola sekilas. Dengan tenang dia menurunkan gagang telepon dan meletakan pada tempatnya perlahan. Lantas menjawab, "Iya, Nek." Kemudian Vella mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Edgar sesuai titah nenek Lola. Kembali Vella berjalan dengan tenang untuk menaiki tangga, dan wajahnya mendongak ketika mendengar suara lembut Indina. "Vella, kamu sudah pulang, Nak?" Seketika mata Vella memicing tajam, sungguh memuakkan dua wajah yang berbeda ini. 'Menyedihkan sekali ternyata selama ini aku tertipu,' batin Vella kesal bercampur kemarahan, namun raut wajahnya masih terlihat tenang. Indina terlihat mendekat dan menyentuh pipi Vella dengan lembut. Senyumnya merekah indah dan terlihat sangat manis, sikap ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang apa Vella dengar di balik telepon sebelumnya. Kerutan di alis Vella memudar, wajahnya menjadi datar dan dingin, kala dia b
Tangis Andin menggema dengan sangat memilukan, diikuti Vella yang memiringkan wajah ke arah pintu. Vella tersenyum simpul. Kini dia tahu penyebab terjatuhnya Andin secara mendadak.Ternyata adiknya yang penuh muslihat sudah menangkap kedatangan papa mereka hingga gadis busuk itu bertindak rendahan untuk menjatuhkannya.Edgar mendekat ke arah Andin dan membantunya berdiri. "Apa yang terjadi? Seharusnya kamu tidak melakukan ini pada adikmu?"Dengan santainya Vella kembali duduk di tempat tidur, dan bertanya, "Memang apa yang aku lakukan?""Vella ...." Edgar sungguh tak mengerti dengan sikap dingin putri sulungnya ini."Lain kali papa harus memasang CCTV di setiap ruangan, agar papa tahu apa yang dilakukan adik kesayanganku ini," ucap Vella tenang, dia sangat yakin meskipun dia mengatakan yang sebenarnya, Edgar tidak akan percaya melihat Andin yang sangat teraniaya seperti itu.Adiknya ini benar-benar sangat hebat, menuntun orang untuk melindunginya meski sebenarnya dia bukan korban.Si
Pagi kembali menyingsing. Dua gadis cantik berseragam SMA tengah menuruni tangga menuju ke ruang makan di mana kedua orang tua dan nenek mereka sudah duduk dengan tenang di sana."Pagi semuanya ...," sapa Andin dengan ceria seperti biasanya.Sementara Vella hanya menarik kursi dengan tenang dan duduk di sebelah nenek Lola."Bagaimana malammu?" tanya nenek Lola sembari menyentuh tangan Vella.Vella tersenyum tipis dan menjawab, "Indah."Nenek Lola tergelak ringan mendengar jawaban singkat dari cucu sulungnya yang selalu irit kata."Nenek, kamu tidak ingin menyapaku juga?" Andin terlihat merajuk dengan suara manjanya.Nenek Lola kembali tergelak. "Tentu saja nenek akan menyapa. Tapi melihat wajahmu yang ceria ini tentu saja nenek tahu tadi malam kamu mimpi indah.""Nenek benar," jawab Andin cepat dan tersenyum lebar sembari membalik piringnya.Indina juga tergelak ringan mendapati keceriaan pagi ini. Setelah menyajikan menu makanan di piring Andin, Indina berkata lembut sembari menyendo
Kedatangan Vella dan Rino di sekolah kembali menuai sorotan. Setelah apa yang terjadi mereka malah jalan bergandengan di koridor sekolah. Memupus keinginan siswi yang ingin menarik perhatian Rino yang memang mempunyai wajah rupawan.Tidak lama kemudian Andin juga tiba di sekolah, dia berjalan di belakang menatap dua punggung dengan binar ketidaksenangan.Mendadak langkahnya terhenti, manakala melihat pasangan di depan juga berhenti. Sedikit matanya melirik papan pengumuman. Ada dua poster besar yang menarik perhatian Vella di sana.'Oh, kamu ingin mengikuti kompetisi panahan?' batin Andin mencibir.Lengkungan senyum merekah indah di bibir Rino kala tahu kemana arah pandang Vella, kemudian ia berkata, "Kamu harus mengikuti kompetisi itu. Kali ini aku yakin kamu pasti kembali menang."Vella juga menarik kedua sudut bibirnya ke samping, hingga membentuk senyum setipis tisu.Dia memang berencana mengikuti kompetisi tersebut, dua tahun terakhir Vella memenangkan kompetisi panahan secara be
"Aaargh!!!" Suara Andin melengking kesakitan, setelah Vella beranjak pergi sembari menginjak tangannya dengan acuh tak acuh.Makan siang Vella juga sudah mengguyur ke tubuh Andin sebelum dia melempar piring stainless itu ke sembarang arah.Seketika tak seorang pun berani menarik napas melihat ketegangan ini.Kebanyak mereka membekap mulut guna menutupi indera pengecap yang menganga akibat terkejut.Vella memang pendiam dan dingin, tapi tak pernah sekalipun terlihat menyakiti seseorang.Tapi kali ini, Vella bagaikan dewi kekejaman yang menghakimi adik tirinya tanpa belas kasih.Terlihat keren, tapi itu juga sangat mengerikan dan tak pantas untuk ditiru ataupun dipuji.Dengan tenang Vella terus berjalan menjauhi pusat perhatian.Namun, pendengarannya masih berfungsi dengan baik saat teriakan Feli menggema menghujatnya."Dasar iblis! Kamu iblis betina yang sangat kejam! Kamu tidak pantas untuk mendapat cinta kami! Sudah benar mamamu meninggal dengan begitu cepat, jika dia masih hidup, di
Vella melonjak terkejut, refleks dia berdiri mendengar ujaran mendadak itu.Terlihat Samudera sedang berjalan mendekat ke arahnya dengan langkah ringan.Wajah tampan, keren, dan tenang itu membuat Vella malu dan segera menghapus air mata dengan punggung tangan. Dia tidak suka kesedihannya dilihat oleh orang lain.Tidak banyak ekspresi yang diperlihatkan Samudera setibanya di depan Vella."Jika kamu memainkannya seperti itu. Saat kamu berlari cinta tidak akan menemukanmu. Kamu memainkan nada berlari untuk ditinggalkan, bukan cinta untuk menemukanmu," ucap Samudera dengan suara rendahnya yang entah mengapa itu terasa hangat di hati vella.Vella diam sejenak dan menelan saliva secara perlahan. Kemudian berkata, "Aku tidak pernah berharap ada cinta tulus mendatangiku setelah hari ini."Samudera tersenyum hambar dan berkata, "Bodoh."Vella tak lagi menimpali, dia memang merasa bodoh sudah dipermainkan oleh ibu dan adik tirinya yang selama ini dia cintai segenap hati, dan Rino, Vella sunggu
Kelas sudah kembali dimulai, Vella menatap guru yang sedang menerangkan pelajaran sosiologi dengan tatapan kosong.Pikirannya masih tertuju pada ucapan Samudera yang memotivasi untuk tidak menyerah.'Mau menjadi pemenang ataupun pecundang adalah pilihanmu. Mau mendapatkan cinta atau hinaan juga pilihanmu. Suaramu tidak buruk, jika kamu hanya menyia-nyiakan bakat emasmu untuk menangis, hanya ada kekecewaan yang datang padamu.'Kata itu terus terngiang di benak Vella, dia pikir itu benar. Diri kita sendirilah yang akan menentukan bagaimana orang lain akan memandang kita.Vella sudah gagal membuktikan diri di ajang kompetisi model, dan malah mendapatkan hinaan lantaran fitnah yang dia terima. Sekarang pintu lain terbuka, haruskah dia menyia-nyiakan kesempatan itu?'Sangat boboh!' gumam Vella dalam hati kala ingat dia hampir mengabaikan kesempatan yang ada di depan mata.'Kompetisi ajang menyanyi itu, aku tak akan melewatkannya.''Aku bukan kabut suram yang tidak mempunyai masa depan sepe
"Tetaplah tenang dan jangan menoleh ke belakang."Seketika Samudera menaikan alisnya setelah mendengar ucapan Vella.Tidak jauh dari mereka berdiri, Andin dan Feli tengah menatap Vella dengan penuh selidik.Saat ini mereka sedang membeli jajanan street food di seberang jalan."Iblis Kabut Suram sedang bersama siapa?" Feli bertanya.Posisi Samudera yang membelakangi mereka tentu saja sangat sulit untuk dikenali oleh dua gadis tersebut."Entahlah, mungkin pacar kak Vella yang baru." Andin juga memperhatikan postur tubuh tinggi yang kelihatan keren dari belakang."Aneh, katanya dia simpanan om-om berperut gendut, masih ada saja yang mau sama dia." Feli mencela sekaligus iri dengan Vella."Mungkin cowok itu tidak tahu tabiat kak Vella sebenarnya.""Kalau begitu, ayo kita beri tahu." Feli langsung menarik tangan Andin begitu saja.Sebenarnya ini sangat canggung, tapi Andin juga penasaran siapa cowok
Kompetisi menyanyi kian menuju ke arah final. Sudah banyak peserta yang tereliminasi.Namun, Vella masih bertahan begitu juga dengan Andin.Andin cukup geram dengan pertempuran ini. Dari waktu ke waktu Vella terus mengalami peningkatan, pendukungnya juga semakin banyak, dan kepopulerannya makin tersebar ke tanah air.Meskipun penilaian kompetisi sepenuhnya berada di tangan juri, tapi Andin cukup was-was, takut dikalahkan Vella dalam kompetisi menyanyi ini.Terlebih keinginan tak terpuji yang selalu menguasai benak Andin. Vella menjadi terkenal, itu sudah seperti tusukan duri bagi ketenangannya.Bagaimanapun caranya Andin berusaha mematahkan semangat Vella.Andin cukup tahu meski pendukungnya banyak, tapi sebenarnya dia sendirian. Tak ada orang terdekat yang menyertainya acap kali dia melakukan kompetisi.Sementara Andin, selalu ditemani Edgar, Indina, Rino, dan Feli yang selalu bersorak dan mengangkat papan namannya ting
Berjam-jam mansion 7 hanya membuat semua orang dongkol, tapi tak ada satupun berani menggertak.Sampai semuanya berakhir, Sandra baru mendekati Samuel."Mumu, apa hubungan mereka sungguhan?"Samuel menatap Sandra dengan acuh tak acuh dan berkata, "Menurutmu? Apa kamu pikir ada yang bisa mencegah keinginan kak Sam?"Sandra menelan saliva, dia sangat tahu bagaimana tabiat Samudera sejak kecil, tak ada yang berani melawannya.Saat umur 12 tahun dia merobek mulut anjing kesangannya hidup-hidup hanya demi mengambil liontin giok pemberian dari mamanya yang ditelan anjing tersebut.Pada umur 15 tahun Samudera juga menabrak 4 geng motor masuk ke dalam jurang gara-gara mengejek Samuel di depannya.Samudera tidak pandang bulu untuk memuaskan keinginanannya, apa yang dia inginkan selalu dia dapatkan, entah itu jalur kekerasan ataupun jalan damai.Samudera sangat mengerikan, tapi juga sangat memesona, kejahatannya tak membu
Langkah Vella gontai saat berjalan kembali ke mansion 7. Ingatan mengerikan yang dia alami saat laki-laki merobek pakaiannya dengan paksa, terbersit dan menggoyahkan langkah saat ini.Keringat halus muncul di keningnya melalui pori-pori, Vella bersandar pada dinding sejenak, guna mengembalikan tenaganya yang sempat mengikis.Sayang sekali, hari ini bajingan itu lolos dari pandangan, Indina juga tak sedikitpun memberi informasi yang membantu meski Vella sudah berusaha menekan.Malah Vella sendiri yang nyaris diseret keluar oleh keamanan yang tengah berjaga lantaran telah mengakibatkan kegaduhan.Jika tidak ada Virgon yang membelanya, mungkin dia tak akan bisa kembali ke mansion 7, meski sesungguhnya dia sudah tak ada minat untuk kembali bersenang-senang dengan anak-anak para konglomerat.Jika tidak ingat Samudera telah menitipkannya pada Samuel, mungkin Vella sudah kabur dari tempat tersebut, dia hanya tak ingin memberi masalah pada anak i
Sampai di mansion 7 seseorang membukakan pintu suara berisik dari hinggar binggar musik segera menyakiti pendengaran Vella.Tapi begitu salah satu dari mereka melihat kedatangan Samudera, segera musik pun dimatikan."Kak Sam, akhirnya dia datang membawa kakak ipar." Zio berseru dengan gembira, membuat Vella terkejut.'Apa aku sepopuler itu hingga mereka semua tahu hubunganku dengan Samudera?' gumam Vella dalam hati.Vella hanya tahu dia anak kelas sebelas, tapi sebelumnya dia belum pernah bertegur sapa dengannya."Selamat datang, Kakak ipar." Samuel menyapa dengan wajah imutnya, kali ini Vella tidak bisa menyembunyikan senyum manis. Wajah adik kandung Samudera itu memang terlihat menyenangkan.Sementara Zoya yang tadinya duduk dengan anak laki-laki yang sebelumnya tidak pernah Vella lihat segera berlari menghampiri dengan ceria."Kakak ipar, aku Zoya adik kelasmu, kamu tahu 'kan?"Pertanyaan Zoya hanya membuat V
Di saat ibu dan adik tirinya sedang gundah gulana, Vella malah terlihat lebih santai sekarang.Meski di sekolah Andin sering membully melalui mulut Feli. Nyatanya itu tak begitu mengganggu hari-hari Vella. Sementara Andin terus berakting teraniaya setiap bertemu dengannya.Selalu ada saja akal busuk untuk menyudutkan Vella, agar dia dipandang kejam oleh semua orang."Vella, apa kamu kecanduan menjadi seorang penjahat? Bisa-bisanya kamu memaksa Andin meminum kopi panas, dimana otakmu?" pekik Feli sambil menenangkan Andin yang terisak pilu.Vella hanya mencibir sengit, jelas sebelumnya Andin ingin menumpahkan kopi itu di seragamnya, tapi dengan sigap dia bisa menebak pergerakan Andin. Dan tanpa ampun dia merebut kopi dari tangan adiknya, lantas menuangkan di mulut gadis penuh kepalsuan itu dengan paksa.Jiwa penindasnya memang berkembang dengan baik sejak dia keluar dari rumah.Anak-anak sampai bergidik ngeri kala melihatnya. Mereka hanya berb
Deru mobil bertenaga monster yang mengundang perhatian para siswa siswi sesampainya di sekolah.Decak kagum bersahut-sahutan mengumandangkan siapa pemiliknya.Saat mobil tersebut berhenti sempurna di tempat parkir sekolah yang luas, semua mata terpaku menunggu siapa yang keluar dari dalamnya.Alam seakan ikut andil menyemarakkan suasana pagi.Tepat saat pintu mobil terbuka, angin berembus menyibak lembut gadis cantik dengan temperamen dingin yang baru saja keluar dari dalam mobil.Rambut Vella yang tergerai panjang berayun mengikuti arah mata angin yang membelai.Cantik elegan tanpa dibuat-buat.Gadis berpostur tinggi berjalan santai mengabaikan mata yang menatap kagum dengan rona wajah acuh tak acuh.Andin yang baru saja tiba berdiri di samping Rino yang menatap Vella dengan binar ketertarikan lekat.Hatinya mulai memanas, tapi tak bisa berkata-kata, jika menyangkal pesona Vella jelas dia tampak buruk.Dia hanya
Samudera menaikan alisnya sekilas dan berucap, "Tidak boleh lebih dari 3 rule."Vella mengembuskan napas perlahan, ingin keluar dari dekapan Samudera, tapi cengkeraman di pinggangnya malah semakin erat."Begini aku lebih bisa mendengarkan dengan baik," ucap Samudera datar.Lagi Vella mengembuskan napas perlahan. "Oke. Peraturan pertama, tidak ada yang boleh mengetahui hubungan kita sampai aku membersihkan nama baikku."Wajah Samudera terlihat jelas keberatan, dia tahu Vella berusaha melindunginya, meski sebenarnya itu tidak perlu, karena dia pikir itu adalah tugasnya. Tapi kerena tidak ingin Vella terbebani, dia mengangguk saja."Kedua, kamu harus membeli semua perhiasanku."Kali ini Samudera menaikan alis setinggi mungkin. 'Dia merampok tokoku, sekarang aku juga yang harus membelinya, konsep jual beli macam apa ini?'"Setuju tidak?" tanya Vella setelah melihat ekspresi aneh Samudera.Samudera menurunkan alisnya dan dekapannya
Aroma harum menu makan malam sudah menyebar menggugah selera. Sabrina juga baru saja diantar oleh sopir kembali ke asrama. Beberapa kali Vella menilik jam melalui ponselnya. Saat ini sudah pukul sembilan malam. Samudera belum juga pulang. Tentu saja, bukankah tadi pagi dia sudah mengatakan bahwa akan pulang terlambat? Tapi usahanya untuk belajar memasak selama berjam-jam pasti akan sia-sia jika Samudera tidak segera pulang. Ingin mengirim pesan pada Samudera, tapi kenapa rasanya begitu berat. Vella tidak terbiasa menjadi penjilat. Bahkan saat ini dia juga belum bisa menerima seutuhnya jika Samudera adalah kekasihnya. Mengirim pesan dan menanyakan kapan dia akan pulang, kenapa malah seperti istri yang mendamba suami? Vella langsung sakit kepala ketika berpikir, 'Apa itu pantas?' 'Sial! Sepertinya aku akan mempermalukan diriku sendiri malam ini.' Vella mengembuskan napas kesal. Tapi dengan cepat dia mulai menelpon Samudera, dia tidak mau menyia-nyiakan jerih payahnya. Setelah b