"Kau terlambat." Liam memutar matanya jengah, malas membalas Jovan. Setelahnya dia melihat Jovan dari bawah ke atas lalu dari atas ke bawah. "Kenapa kau baik-baik saja?" Tanyanya. "Kau berharap kondisiku bagaimana?" Jovan menatap sinis. "Hahaha, tentu saja aku selalu mengharapkan kesehatanmu. Kalau begitu... Kenapa kau berada disini? Dan kenapa kau memanggilku kemari?" "Itu—" "Aaah, aku tau!" Liam tertawa mengejek. Wajahnya seolah menyiratkan kata 'muak' pada kasus Jovan ini "Kau datang kemari bersama dengan seorang wanita kan?" "Dari mana kau tau?" Liam menarik ke atas sudut bibir kirinya. "Cih, dari mana aku tau? Kau itu binatang yang selalu birahi." "Hei!" "Kutebak lagi, kau dan wanita itu datang kemari karna dia mengaku hamil anakmu, dan setelah dokter bilang dia benar-benar hamil kau memanggilku kemari untuk menanggung kesalahanmu. Jovan, kau itu mudah sekali ditebak. Kau mungkin bisa saja menyuruhnya ab0rsi sekarang tetapi dia mengancammu akan menyebarkan i
“Lia, berbaringlah diatas tempat tidur.” “Y,Ya?!” “Lia, apa kau tidak mau? Aku hanya tidak ingin kau melihat wajahku. Mana mungkin aku membiarkanmu terus berdiri seperti ini.” Lagi, nada memelas itu dipakai Liam untuk menaklukan Roselia. “Aku akan naik!” Roselia dengan sigap menuju tempat tidur, naik, lalu berbaring membelakangi Tuannya. Hahah, Liam merasa bangga sendiri. Dia tau itu, cara menaklukan hati wanita ada banyak. Dan teknik yang paling ampuh ialah dengan memohon seperti ini. Setelah Roselia berbaring. Liam mengambil selimut lain di dalam lemari kemudian menyelimuti Roselia dengan lembut. Dari ujung kaki sampai ujung rambut. “Tu-Tuan, saya sesak.” Liam tersadar bahwa bukan hanya sekedar menyelimuti, ia juga melilitkan selimut itu di leher Roselia. Ah, ini pasti disebabkan oleh kekhawatiran takut akan ketahuan. “Maaf,” Ujarnya. “Aku hanya takut kau akan meninggalkanku.” Ia melonggarkannya. Hmmm, melihat Roselia terbungkus sepenuhnya seperti jenazah, Liam
“Sudah kuputuskan! Jovan, kau akan menikahi wanita ini!” Pernyataan Adam membuat para pelayan kaget. Bahkan Roselia sendiri, ia tiba-tiba berhenti menangis. “Jangan bercanda, apa kau tau apa yang saat ini sedang kau katakan?!” Jovan meninggikan suaranya dengan berani. Tidak, bukan sekedar berani, tetapi marah. Emosinya melesat naik keatas secara drastis. “Setelah kau menyuruhku untuk menikahi wanita yang terlibat denganku difoto itu, sekarang kau ingin aku menikah dengan wanita ini?! Aku tidak ada hubungannya dengan wanita ini, aku baru pulang dan kalian sudah menungguku disini dengan persepsi kalian!” “Diam! Kau tidak diberikan hak untuk membantah!” “Kenapa tidak, ini tentang hidupku!” “Justru karna ini menyangkut hidupmu, kau tidak boleh membantah! Aku sudah membiarkanmu selama ini untuk memilih jalan hidupmu. Kubiarkan kau memutuskan apa yang ingin kau makan, apa yang ingin kau pakai, apa yang kau pelajari, dimana kau ingin bersekolah, dan kepada siapa kau ingin bergau
Sudah satu jam berlalu, sudah bosan pula Adam menunggu. Ketika beliau sudah menghembuskan nafas berat yang panjang, Jovan langsung tau bahwa waktunya sudah habis. “Aku akan menjemputnya.” Kata Jovan begitu ayahnya baru saja berdiri. Menatap kedalam mata anaknya. Adam berbalik sambil menggelengkan kepala. “Jangan biarkan Jovan keluar selangkahpun dari kediaman ini.” Jatuhnya perintah Adam merupakan sesuatu yang mutlak. Para penjaga langsung bergerak melakukan tugasnya, memperketat keamanan di sekeliling rumah termasuk didepan pintu kamar Tuan muda mereka. Jovan sudah tau kurang lebih apa yang akan terjadi padanya, karena itu ia dengan patuh berjalan masuk sendiri ke kamarnya tanpa diminta. “Jovan,” Panggil Felicia. Jovan berhenti. “Cukup sampai disini, turuti perkataan ayahmu.” Ucapnya berpesan. Sebagai seorang ibu yang tahu tabiat anaknya, Felicia kembali memperingati Jovan. Suara tawa terdengar dari Jovan. Tawa yang mengandung kekecewaan terhadap orang tuanya. Yah, betul
Jovan terjaga karena suara ketukan dari luar balkon. Ketukan yang tak begitu kuat namun juga tak bisa dikata pelan seiring Jovan mengabaikannya. “Oy, pssst! Pssst! Jovan, apa kau babi? Buka pintunya!” Biasanya pintu balkon selalu dibiarkan Jovan tak terkunci, namun sekarang ceritanya berbeda. “Hei, bodoh! Aku tau kau belum tidur. Dengar, aku akan membantumu jadi buka ini sialan. Jangan seperti remaja puber!” “Apa kau benar-benar ingin menikah dengan pelayan dirumahmu?” Jovan masih tidak menjawab. Didalam sana, ia malah mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Membukanya untuk melihat sesuatu yang mungkin seru. Namun tak sengaja dia menekan notifikasi pesan Liam yang bertengger di atas layarnya. Terhitung sudah sejaman Liam diluar balkon. Dia datang kesini dengan buru-buru, menerobos penjagaan yang semakin ketat di sekitar kediaman Exvander, tanpa jaket dan tanpa makan malam. Seharusnya dia tidak melewatkan penjual jagung bakar yang tadi memang sempat membuatnya terhenti. H
Masalah datang secara beruntun akhir-akhir ini, jadi bukannya tidak kepikiran bagi Adam bila Jovan akan kabur dari kamarnya. Padahal kejadian kemarin cukup dramatis dan penuh haru menurut Adam, namun tetap saja, putranya dengan kekeraskepalaan miliknya. Sangat mirip dengan Adam. “Haish... tapi tetap saja di umur segitu aku membuat perkembangan diri.” Lirih Adam. Vobi yang berdiri di sebelah Adam memilih untuk pura-pura tak mendengar apapun. Kendati demikian ia sepertinya tau kurang lebih apa yang sedang diresahkan Adam. Merasa ponselnya bergetar, Vobi dengan cepat memeriksanya. Sebuah pesan dari penjaga gerbang depan yang memberitahukan bahwa Tuan muda mereka kembali. “Tuan muda sudah pulang Tuan. Haruskah saya memanggilkannya untuk anda?” Adam berpikir sejenak. Melihat ke arah berkas diatas meja dengan intens, padahal sebenarnya tidak benar-benar melihatnya. “Biarkan dia.” Vobi mengangguk, “Baik Tuan.” Namun belum berselang lama, pintu dibuka begitu saja tanpa satu ketukan at
"Apalagi ini pak tua?!" Jovan tak sadar melontarkan panggilan yang cukup kasar pada ayahnya. Yang benar saja ayahnya ini, setelah memaksanya menikah sekarang melarang. Sejak kapan ayahnya se plin-plan ini. "Jangan salah paham, maksudku aku tidak akan menganggap pernikahan ini jika hanya berdasar pada kepentingan pribadi. Bukankah aku sudah bilang? Meskipun tidak pada wanita ini, kau harus menikahi pelayan barusan. Kau pikir untuk apa aku mengatakan itu? Menjadikan mereka bahan percobaan semata-mata agar kau bisa berubah lebih baik? Tidak Jovan. Sejak kau berpikir bahwa pernikahan ini hanya untuk kepentingan politik, kau sudah berada dijalan yang salah dan kau membawa orang lain untuk berjalan bersamamu di jalur itu." "Jadi aku harus membangun rumah tangga yang sesungguhnya pada wanita ini?" "Ya, jika kau masih menganggapku sebagai orang tuamu." Jovan berdecak, mengambil ponselnya di atas meja kerja adam. Pria itu keluar dari ruangan
"Kak Liera, apa yang terjadi denganmu? Kenapa keningmu diperban seperti itu?" Jina bertanya dengan wajah yang terlalu dilebih-lebihkan untuk seseorang yang sedang khawatir. "Oh, apa mungkin kakak merasa tertekan karena terlibat skandal dengan Tuan Muda Exvander?" Suaranya pun sengaja dibesar-besarkan. Orang lewat yang mendengar nama Tuan Muda Exvander disebut, berhenti untuk mendengar lebih jauh. Mereka semakin bertambah ramai ketika menyadari bahwa wajah Liera mirip dengan yang difoto skandal itu. "Tunggu, apa maksudmu dia wanita yang terlibat dengan Tuan Muda Exvander?" Tanya salah seorang. Jina dengan wajah sok polosnya berkata, "Ah ya... Itu benar. Kak Liera memang sudah lama menyukai Tuan Muda." Yang mana artinya, Liera memang sengaja membuat dirinya terlibat skandal dengan Jovan. "Hah, dasar, aku sudah menebaknya sejak pertama kali melihatnya, dia memang wanita penggoda!" Kata yang lainnya. Ia adalah seorang perawat wanita di