Share

4. Dipecat

"Silahkan duduk Liera."

Liera tertegun sejenak. Duduk? Dimana? Hanya ada satu kursi terdekat disini, dan itu tidak lain tidak bukan kursi yang sedang diduduki Gian sekarang. Sementara sofa berada jauh disana, dan lagi Gian tampak tidak berniat untuk pindah bersama kesana.

Gian memundurkan kursinya kebelakang lalu kakinya dibuka lebar. "Liera?" Satu alisnya terangkat.

Ah, Liera mengerti sekarang. Tempat dimana ia duduk ialah dipangkuan Gian. Dia diminta untuk itu.

Bersikap pura-pura tidak tau, Liera mengembangkan senyumnya. "Saya berdiri saja, Pak." Tolaknya.

Gian tidak menunjukan ekspresi apa-apa mendengarnya. Mereka saling menatap satu sama lain selama beberapa detik hingga kemudian Gian menarik sudut bibirnya.

Gian berdiri, memutari meja kerjanya, melangkah hingga ke samping Liera. Was-was, Liera tidak bisa menebak apa yang akan dilakukan Gian. Meski ia tau bahwa Gian akan melakukan hal yang jelas tidak membuatnya senang, Liera tidak tau kapan tepatnya hal itu terjadi. Tidak mungkin ia menampar Gian sekarang sementara Gian saja baru akan menghampirinya.

"Liera, apa kau lebih suka posisi yang seperti ini?" Gian mengungkungnya dari belakang. Merapatkan dadanya pada punggung Liera yang sedikit gemetar.

"Malam itu, harusnya kau tetap bersamaku. Beginilah jadinya jika kau ikut pada teman wanitamu."

"Saya tidak mengerti apa yang sedang anda katakan, pak Kepala. Lebih dari itu, tolong biarkan saya pergi."

"Kenapa buru-buru sekali?" Gian sudah memegang pinggang Liera, menahannya.

"Pak, tangan anda!"

"Hei hei hei, tenanglah... Desahanmu terdengar sampai diluar. Atau kau memang lebih suka memamerkan dirimu? Seperti di foto itu?"

"Itu salah paham! Saya dijebak!"

"Tidak akan ada yang percaya Liera. Meski yang kamu katakan benar, tapi pria yang berada di foto denganmu adalah tuan muda Exvander. Dia bukanlah orang sembarangan yang akan tidur dengan karyawan wanita sepertimu. Kecuali jika kau mati-matian berusaha untuk naik ke atas ranjangnya. Baru semuanya masuk akal."

Liera terdiam. Yang dikatakan Gian ada benarnya. Orang-orang juga mengatakan hal yang hampir sama padanya. Orang kantor, tetangga, dan hampir semua komentar negatif itu. Hanya karena dia seorang karyawan kecil dan orang yang ada difoto merupakan seorang Tuan muda. Dia disalahkan akan itu semua.

Padahal malam itu, jangankan menggoda, dia bahkan tidak tau kapan masuknya orang lain ke dalam kamar setelah kepergian Jina. Bahkan ketika dia sudah mendapatkan kesadarannya kembali, dia sudah tidak dikamar hotel melainkan di sebuah villa yang jauh dari jalan raya.

Tapi kenapa mereka berbicara seolah tau seluruh kehidupanku dan caraku berpikir? Ini menjijikan. Sangat menjijikan.

"Liera jika kau berhasil memuaskanku hari ini, aku berjanji akan langsung merekomendasikanmu menjadi pengganti Manajer Brais. Bagaimana?"

"... Mau,"

"Hm? Apa? Kau mau?"

"Saya bilang saya tidak mau!!" Liera berbalik dan menampar Gian. Tamparan yang sangat keras sampai membuat darah keluar di sudut bibir pria itu.

"Kau! Kau pikir kau akan lolos setelah ini hah?!"

"Saya tidak peduli, anda berniat melecehkan saya jadi anda pantas menerimanya!"

"Melecehkan?? Hanya karna aku sedikit bersikap baik padamu, kau menganggap itu sebagai pelecehan?!"

Liera tersentak. Bukannya memang begitu?

"Beni! Beni kemari!" Gian memanggil, tak lama seorang pria masuk dan melihat kekacauan ini.

"Pak Kepala Bagian, ada apa dengan bibir anda?" Beni dengan wajah khawatir menghampiri.

Sudah seperti anjing penjilat pikir Liera. Padahal pria yang namanya Beni ini bukanlah asistennya.

Gian menunjuk Liera. "Ini semua gara-gara wanita jalang itu, hanya karna aku sedikit bersikap baik padanya dia menuduhku telah melecehkannya dan mengancam untuk melaporkanku."

"Apa?!" Sepasang mata Beni dengan nyalang mengarah pada Liera. "Sialan, berani-beraninya kau pada pak Kepala Bagian. Sebelum kau melapor, aku yang akan melaporkanmu lebih dulu. Tenang saja pak Kepala Bagian, saya yang akan menjadi saksi anda!"

"Huh, wanita ini setelah dibuang oleh Tuan muda datang untuk berusaha merayuku. Untung saja aku tidak mudah jatuh dalam tipuannya." Gian berkata bijak sembari menyibakan rambutnya ke belakang. Dia kembali duduk di kursinya dan melipat tangan didepan dada. "Liera, atas kelancanganmu ini saya akan mengeluarkanmu dari perusahaan. Selain karna perilakumu tadi, kau juga telah mencoreng nama baik perusahaan karna berusaha naik ke atas ranjang Tuan muda Exvander."

Namun Liera tidak menunjukan respon apapun. Jauh dari pikiran Gian akan menjebaknya seperti ini, Liera sudah memperkirakan bahwasanya dia akan dikeluarkan dengan alasan mencoreng nama baik perusahaan. Apa lagi mengingat dia hanyalah karyawan kecil, kemungkinan ini akan terjadi sangatlah besar.

"Hmph! Lihat dirimu, kau sama sekali tidak merasa menyesal. Jika aku jadi kau, aku akan berlutut pada Pak Kepala Bagian." Beni berbicara.

Liera sedikit tertawa, "Berlutut? Ah ya, wajarsih kata-kata itu keluar dari mulutmu, itukan kebiasaanmu ya. Kau juga bahkan sanggup menjilat bokong orang lain."

"Apa katamu?!"

Liera berbalik pergi. "Pecat ya pecat, tidak perlu menunjukan kebinalanmu pada orang lain." Katanya pada Gian. "Seperti binatang saja."

"Kembali kau jalang!"

Brak! Sengaja Liera membanting pintu dengan kuat.

"Yang satu binatang, yang satu penjilat. Apa mereka anjing?" Dia mendengus kasar, ingin meludah didepan pintu namun urung dia lakukan.

Kembalinya dia di mejanya, orang-orang serentak melihat ke arahnya. Ada yang merasa senang ada juga yang menatapnya dingin.

Ah, sepertinya kabar bahwa dia dipecat sudah tersebar.

"Setelah dibuang Tuan muda, kau mencoba menggoda pak Kepala Bagian ya?" Malis menyilangkan tangan didepan dada. "Gatal sekali."

"Tutup mulutmu Malis, tanganku juga sedang gatal sekarang untuk merobek mulut seseorang."

Malis tergidik, tak percaya bila Liera bisa mengeluarkan aura mengintimidasi seperti itu. Kenapa juga Liera langsung menjawab? Bukannya dia biasanya akan diam sementara waktu lalu berbicara saat dia sudah benar-benar tersudut?

Liera melewati Malis, dengan sengaja menyenggol bahunya. Sampai ketempatnya, Liera cukup terkesan akan kehadiran Jina. Mungkin dia juga sudah mendengar kabar itu, sehingga dia yang biasanya ada di ruang Manajer Brais sekarang duduk di tempatnya berpura-pura bekerja bak karyawan teladan yang manis.

"Kak Liera, kenapa kau mengemas barang-barangmu?" Jina bertanya dengan polos.

Liera hanya menatapnya sesaat dan kembali mengemas barangnya.

Jangan berbicara dengan mereka, jangan buang waktumu pada orang seperti mereka.

Dia mengulang kalimat itu dalam hati. Pikirannya sekarang ialah ia keluar, pulang, beristirahat sejenak dan pergi melamar pekerjaan ke perusahaan lain.

Namun Jina seperti dengan sikap bebalnya kembali mengusik. "Kak Liera, aku tau kakak terlalu menyukai Pak Kepala Bagian karenanya bersikap demikian. Tenang saja kak, meski kakak pergi aku akan berusaha membantu hubungan kakak terhadap bapak Kepala Bagian agar tidak segera membaik."

Plak!

"Diam. Sepertinya aku sudah menyuruh kalian untuk menutup mulut tadi." Bekas tangan Liera tertera jelas di pipi Jina.

Jina syok. Dia merasa mendengar suara dengungan di otaknya ketika Liera menamparnya. Terlalu cepat, membuat pipinya kebas tapi juga mulai perih.

"Ya Tuhan! Bibirmu berdarah Jina!" Malis menghampiri sahabatnya. "Jalang ini, jalang ini sudah gila!"

Liera mengangkat tangannya lagi, Malis melihat itu langsung meringkuk menyembunyikan wajahnya. Namun setelah beberapa saat tak ada rasa sakit diterimanya. Dia mendongak, tetapi Liera sudah tidak ada. Begitu dia berbalik, dia hanya melihat punggung Liera yang kemudian menghilang di balik pintu. Liera pergi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status