Share

Tuan CEO Arogan, Mari Bercerai.
Tuan CEO Arogan, Mari Bercerai.
Penulis: newleviosa

BAB 1 : "Perjanjian Perceraian."

“Sesuai perjanjian, kalau Oma meninggal, saya dan kamu akan bercerai. Dan Oma, sedang koma sekarang.”

Kepala seorang wanita berambut hitam legam sepunggung yang sejak tadi menunduk untuk menyembunyikan air mata, kontan saja menengadah ketika mendengar sebuah pernyataan dari suara berat yang sudah begitu ia hafal tanpa harus melihat.

Disaat semua orang tengah bersedih akan keadaan buruk seseorang yang sedang berada di dalam ruang operasi. Lidahnya seketika terasa kelu, tidak menyangka kalimat itu datang dari sang suami di keadaan sekarang, “Mas…Apa perlu mengatakan hal itu sekarang?”

Nadhira, wanita yang baru berumur dua puluh lima dua bulan yang lalu itu bertanya dengan suara serak sebab sudah terlalu lama menangis. Matanya berkaca-kaca sedang pipinya basah akan limpahan air mata tatkala menatap Mahesa, sang suami setahun lebih belakangan.

Lebih tepatnya, suami ‘rahasia’ sebab yang tau jalinan pernikahan mereka hanyalah keluarga besar pria itu saja juga dua teman dekat Nadhira yang ia percayakan untuk bisa berbagi rahasia.

Raut wajah Mahesa masih mengeras walaupun ekspresi Nadhira nampak begitu terluka. Secuil pun tidak nampak kepedulian disana. Selalu begitu, Mahesa selalu membangun batasan berupa dinding tak kasat mata nan tebal dan kokoh kepadanya sejak dulu.

Sejak Raditha, wanita tua yang baru saja didiagnosa koma sebab terjatuh dari kamar mandi dan kepalanya membentur keras lantai dingin meminta mereka berdua untuk menyatu dalam hubungan sakral bernama pernikahan.

Mahesa begitu membencinya sejak hari itu sebab, suaminya yang merupakan CEO dari perusahaan pangan terbesar negeri bagaimana bisa-bisanya disuruh menikah dengan cucu dari seorang pembantu?

Kasta mereka bak langit dan inti bumi. Jomplang, sangat-sangat jomplang. Mahesa tidak tersentuh di atas sana sedang Nadhira berada jauh di dalam ceruk bumi.

Kalangan atas jelas akan selalu bersama sesamanya saja, bukan? Mereka jelas tidak akan sudi memahami yang lebih 'rendah' kalaupun ia, mungkin hanya untuk kepentingan pribadi agar terlihat layaknya 'manusia baik hati'.

Jelas, ketika mengetahu dijodohokan dengan anak pembantu, Mahesa yang berprofesi sebagai CEO juga penerus ketiga bisnis keluarga, marah bukan? Harga dirinya merasa tercoreng, terlebih ia tau kebaikan Nadhira bermaksud terselubung. Sungguh, Mahesa benci wanita yang sudah berlinang air mata di hadapannya ini.

Sekali lagi Mahesa tekankan, dia sungguhan tidak sudi memiliki istri yang menurutnya tidak layak untuknya namun Raditha, sang nenek sudah mengeluarkan titah tegas beserta ancaman yang tidak main-main.

Kalau Mahesa tidak mengikuti kemauannya, seluruh harta warisan dari PT. Indofood Brijaya Tbk akan ia berikan kepada salah satu orang kepercayaan yang setetes pun tidak memiliki darah seorang Brijaya.

Mahesa juga keluarganya jelas saja tidak berkutik dan begitulah bagaimana status Nadhira yang dulunya hanya seorang anak yang diasuh oleh seorang wanita paruh baya tanpa orang tua berubah menjadi istri rahasia pewaris takhta keluarga Brijaya.

Keberadaannya harus disembunyikan rapat-rapat sebab Nadhira tidak lebih dari seorang aib keluarga kalangan atas itu.

Sudah setahun lebih Nadhira menyandang status yang tidak main-main itu. Tidak banyak yang berubah dari hidupnya sebab, keberadaannya sama sekali tidak diakui. Nadhira memang hidup satu atap dengan Mahesa namun, mereka seolah berada di dua dunia yang berbeda. Sedikit pun tidak bersinggungan.

Jadi, ketika Mahesa mengucapkan persyaratan yang dulu ada di detik sebelum mereka merajut hubungan suci, dada Nadhira jelas saja seakan dipukul palu godam.

Nadhira sudah begitu syok dan bersedih akan keadaan Raditha, nenek Mahesa yang begitu ia sayangi sebab beliau adalah satu-satunya orang yang memperlakukan Nadhira dengan begitu baik di keluarga Brijaya dan ketika lima menit baru saja terlewat dari pemberitahuan dokter pria itu langsung mengatakan kalimat yang semenusuk itu, Nadhira merasa hatinya makin runtuh.

Nadhira tau Mahesa adalah orang yang begitu dingin dan tak tersentuh namun ia tidak menyangka nyatanya pria itu juga tidak punya hati.

“Memangnya kenapa? Saya tidak salah bukan?” Mahesa bertanya tanpa dosa. Masih menatap Nadhira tanpa ekspresi.

“Dengan Mas yang mengucapkan itu, apa Mas Mahes mendoakan Oma meninggal? Lebih baik Mas berdoa agar Oma bisa segera sadar.” Suara Nadhira begitu lemah tanpa energi. Keadaan Raditha yang koma membuat dunianya terasa begitu runtuh. Nadhira tidak berlebihan, sungguh. Raditha begitu berarti untuknya di dunia ini.

Bola mata Mahesa sedikit melebar, tidak menyangka Nadhira akan berani menyahuti ucapannya seperti itu disaat selama ini saja mereka begitu jarang mengobrol. Lebih tepatnya, Mahesa yang selalu mengabaikan semua ucapan istri yang tidak pernah ia akui sebagai pasangan itu.

“Berhenti memanggil nenek saya dengan sebutan Oma. Kamu tidak berhak untuk itu.” Raut wajah Mahesa mengeras.

Kekesalannya seketika muncul setelah mendengar Nadhira yang berani-beraninya memberikannya nasehat. “Jangan karena Oma selalu memperlakukan kamu dengan baik, juga jangan karena pernikahan sialan ini, kamu menjadi merasa bagian dari keluarga. Sadarkan diri kamu, ingat dimana posisi kamu berada sebelum saya terikat dengan kamu.”

Hati Nadhira seolah dipilin lalu diperas kuat mendengar sahutan dari Mahesa yang tusukannya jauh lebih tajam dari belati yang baru diasah sekali pun. Detak jantung Nadhira juga fungsi tubuhnya bahkan seakan melambat setelah mendengarnya.

Ia hanya bisa terpaku pada Mahesa yang berdiri di hadapannya. Nampak sedikit berantakan dengan kemeja yang dua kancingnya terbuka juga kedua lengan yang dilipat hingga siku. Ia pasti sedang bekerja dan langsung ke rumah sakit setelah mendapat pemberitahuan kalau Raditha tidak sadarkan diri.

Mahesa bahkan mengatakan ‘pernikahan sialan’ seakan status sakral mereka adalah tidak lebih dari sampah yang mengganggu. Mahesa memintanya sadar diri tentang siapa dirinya untuk pria itu dan kelurganya. Hanya seorang cucu dari pembantu yang ibunya sudah meninggal sejak lima tahun lalu dan ayahnya. Tidak pernah ia tau siapa. Ya Tuhan…Sakit sekali hati Nadhira.

“Mas, maksud aku bukan begitu. Aku hanya—“

“Cukup ingat perjanjian.” Mahesa memotong tegas penjelasan Nadhira. “Saya akan langsung membawa kamu ke pengadilan kalau keadaan Oma tidak bisa diselamatkan.”

Nadhira menunduk, menatap kuku jempolnya yang menancap telapak tangan, pelampiasan dari semua kalimat Mahesa yang begitu membuat hatinya ngilu. Ia mendadak menjadi tidak berdaya mendengar kalimat tanpa bantahan itu.

“Benar yang Mahesa katakan.”

Nadhira membeku. Suara halus namun begitu dalam itu menyentak jiwanya sekali lagi. Tanpa menoleh pun ia juga tau kalau ucapan itu datang dari Rusmala, ibu Mahesa yang masih nampak begitu cantik di usianya yang sudah lebih dari setengah abad. Tanda betapa ia begitu memperhatikan kesehatan dan kecantikan.

“Hubungan kalian harus segera selesai. Walaupun saya tidak rela kalau mertua saya kenapa-napa, perjanjian tetaplah perjanjian. Sampai mati pun saya tidak akan pernah menerima kalau orang seperti kamu menjadi menantu anak saya sulung yang paling berharga.”

Kini, setetes air mata Nadhira kembali meluncur bebas tanpa kesulitan berarti. Terasa panas di pipi sebab harus melewati perasaan terluka yang begitu pedih di dalam hati.

Nadhira seketika tidak berkutik setelah mendengar pernyataan dari sang mertua. Langsung merasa begitu kecil dan tidak berharga. Selama ini, terkecuali Raditha keluarga Brijaya hanya selalu mengabaikannya.

Mendengarkan segala kalimat buruk di hari dimana satu-satunya orang yang menerimanya tidak sadarkan diri dengan waktu yang tidak ditentukan tentu saja makin membuat Nadhira merasa…Sendirian.

Bukankah dunia terlalu kejam untuk dirinya yang tidak pernah jahat kepada siapa-siapa? Memangnya sesalah itukah keberadaannya yang hanya seorang dengan latar belakang yang begitu sederhana?

Apakah orang kaya selalu searogan ini?

“Lebih baik kamu pergi sekarang. Biarkan keluarga yang mengurus keadaan mertua saya. Tidak ada gunanya kamu disini. Kamu tidak boleh terlihat berada di sekitar keluarga Brijaya. Akan menjadi masalah besar kalau ada yang melihat keberadaan kamu disini. Keluarga saya sedang kacau sekarang, jika sedikit saja memiliki kesadaran diri, kamu seharusnya tau untuk tidak menambah kekacauan itu.”

Ah, Nadhira diusir pula rupanya?

Kini, ia kembali mendongak. Menjadi gemetar melihat tatapan sang suami juga ibu mertua yang begitu tajam tanpa belas kasih. Ia pun bergeser ke samping, pada tatapan yang sama dilayangkan oleh dua saudara Mahesa. Jika ada ayah mertuanya disini, lengkap sudah orang yang paling membenci keberadaannya. Hanya saja Ando sedang berada dalam perjalanan pulang dari luar negeri sehingga akan datang sedikit terlambat.

Seketika, Nadhira merasa terpojokkan. Merasa terjerat kehabisan napas berada di satu tempat yang sama dengan keluarga Brijaya yang dengan begitu tanpa hatinya merendahkan juga menginjak-injaknya.

Nadhira berdiri sambil mengusap kasar air mata.Ia menatap Mahesa, berharap sedikit saja ada emosi yang ditunjukkan untuknya disana namun nihil, tatapan datar itu tetap sama.Ketidaksukaan Mahesa padanya nampak sedikit pun tidak goyah walaupun mungkin ini kali pertama Mahesa melihat Nadhira menangis.

Maka, sebab merasa keberadaannya tidak terima juga sebenarnya tidak tahan untuk diperolok lebih banyak, Nadhira segera menjauh dengan langkah yang terasa gentar.

Ini Nadhira, dengan hidupnya yang malang akibat keberadaannya sebagai seorang istri dari Mahesa adalah sebuah aib besar keluarga Brijaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status