Home / Romansa / Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah! / Bab 3: Lepaskan Segalanya

Share

Bab 3: Lepaskan Segalanya

last update Last Updated: 2024-04-28 09:49:11

Hari itu merupakan hari paling melelahkan bagi Michelle. Emosi dan perasaannya dipermainkan secara brutal. Michelle juga harus mengosongkan meja kerjanya dan mengalihkan pekerjaan itu kepada pengganti yang ditunjuk. Beban pikiran semakin bertambah saat mengetahui Roland melakukan pengumuman pertunangan kepada pers dan media tanpa memberitahu pada Michelle.

Roland telah mencampakkan Michelle dengan keji. Itu artinya tidak ada lagi alasan bagi Michelle bertahan di lingkungan yang menyakitkan itu.

Dia menerima keadaan pahit itu dan tidak lagi ingin peduli mengenai apa pun yang bersangkutan dengan Roland. Semua memang kebodohan diri yang buta akibat terlalu mencintai Roland. Michelle mengaku terlalu percaya diri bahwa perhatian Roland bukan hanya sekadar untuk nafsu saja.

Tindakannya itu serupa dengan tindakan acuhnya terhadap orang-orang di perusahaan yang mulai mencibir sosoknya.

Michelle menjadi pembicaraan hangat atas kabar bahwa dirinya dipecat secara tak hormat. Mulut-mulut penggosip begitu kencang menceritakan bahwa pemecatan Michelle berkaitan dengan kabar pertunangan Roland.

Kabar buruk lainnya juga menyerang Michelle, bahwa dia bisa menanjak naik ke departemen sekretariat CEO dengan cara menjual tubuhnya. Mereka menuduh Michelle menggoda para petinggi demi karir. Bahwa Michelle merupakan “wanita yang bisa dipakai”.

Michelle memilih mengabaikan karena tuduhan itu tidak seutuhnya salah. Dia hanya diam saja saat sorot-sorot mata penuh penghinaan mengantarkan kepergian Michelle yang melintasi lobby. Michelle sudah kenyang mendapatkan penghinaan serupa dari Roland dan Ella.

Langkah kakinya berhenti di lantai teras depan perusahaan bonafit. Dia sejenak mengenang bagaimana dirinya dulu pertama kali menginjakkan kaki di perusahaan itu.

Masih jelas di memori ingatan tentang diri yang mengharapkan akan mengukir cerita indah di perusahaan itu. Namun sayangnya harus berakhir tragis penuh cerita pahit yang merusak harga diri.

Sebuah taksi yang dipesan telah berhenti di hadapannya. Michelle memilih tidak membuang waktu dan menyegerakan naik ke dalam taksi.

Tujuannya tak jelas. Sopir taksi diminta untuk memutar-mutar tanpa tujuan.

Michelle tidak ingin pulang. Apartemen yang ditinggali merupakan pemberian dari Roland. Setiap jengkal sudut di sana telah terukir momen-momen erotis. Tentang Roland yang selalu menyerang setiap kali baru tiba di sana. Mengenai Roland yang memaksa Michelle merintih manis, menangis sembari menahan rasa sakit dan kelelahan.

Michelle tidak akan sanggup berdiam diri di sana. Dia berniat mengembalikan segala pemberian Roland yang didapatkan tanpa pernah Michelle minta, tanpa terkecuali.

Apartemen, mobil, perhiasan sampai uang pun akan Michelle kembalikan. Sehingga mobil yang sering digunakan sengaja Michelle tinggalkan di parkiran kantor. Michelle tidak ingin terikat apa pun lagi dengan pria kejam itu.

Namun, ke mana Michelle harus pulang?

Hanya satu rumah yang Michelle miliki saat itu. Michelle telah menjadi piatu pada usia menginjak sepuluh tahun. Sejak bayi Michelle tak diasuh ayahnya karena terlahir dari hubungan terlarang yang tidak direstui. Sehingga dia diasuh oleh adik ibunya sejak usia sepuluh tahun.

Sepuluh tahun kemudian bibinya menikah. Bibinya memberitahukan mengenai dirinya harus mengikuti suaminya yang bekerja di Los Angeles.

Michelle menanggapi bijak kabar itu. Dia memilih tinggal di New York karena tidak ingin merepotkan bibinya lebih larut.

Haruskah Michelle pergi menemui bibinya?

Sungguh, Michelle tidak ingin menjadi beban. Namun, itu pilihan terbaik bagi Michelle yang tidak akan mampu bertahan menetap di New York.

Keputusan Michelle sudah bulat. Setibanya nanti di apartemen Michelle akan mengemasi barang-barang miliknya.

Hal mengejutkan menyambut Michelle yang tiba di lantai unit apartemen yang ditinggali. Wanita cantik berambut cokelat indah itu dikejutkan oleh kehadiran pria-pria berbadan besar di pintu hunian apartemennya.

Tatapan mereka sangat berbahaya, begitu hebat menakut-nakuti Michelle. Michelle tidak merasa asing karena mereka adalah bodyguard-nya Roland. Dada Michelle semakin terasa nyeri saat melihat pengacara pribadi Roland keluar dari hunian itu.

“Tuan Roland memerintahkan saya untuk memberitahu Anda bahwa Anda harus angkat kaki dari apartemen ini.”

Michelle bergeming tenang tanpa ekspresi atas ucapan pengacara pria itu. Sebab, tak ada yang bisa dilakukan setelah dicampakkan, dihina dan dicurangi dengan keji.

“Anda juga harus menyerahkan mobil beserta—”

“Aku memang sudah berniat mengembalikan semuanya tanpa dia minta.” Michelle menginterupsi tanpa peduli.

Pengacara pria itu berdehem ringan. “Kalau begitu Anda paham, ‘kan? Bahwa Anda hanya boleh membawa barang-barang milik Anda sendiri.”

Ya, Tuhan! Padahal Michelle yang paling tersakiti, tapi Michelle yang dijadikan penjahat dan sosok serakah tak tahu diri.

Michelle mengangguk lemah. “Aku sangat tahu diri untuk tidak memiliki apa pun yang bukan milikku.”

Michelle melewati pengacara pria yang memberi ruang pada Michelle. Dari ruangan depan sudah terciuma aroma alkohol yang bercampur aroma tembakau yang terbakar.

Baru beberapa langkah menyelami hunian apartemen itu Michelle bisa melihat sosok Roland yang duduk di sofa ruang tamu—mengembuskan asap rokok.

Pria yang baru saja mengumumkan pertunangannya itu sudah berada di sana. Pakaiannya formalnya tak lagi rapi. Dasi yang terbiasa melingkar di leher sudah tertanggal entah ke mana. Dan Michelle sudah hapal, Roland sedang dalam keadaan emosi tak berkompromi jika sudah seperti itu.

“Kau baru pulang setelah mengosongkan mejamu?” seringai sinis ikut memprovokasi ejekan Roland pada Michelle yang baru pulang sore hari.

“Aku harus bertanggung jawab setelah memutuskan resign—”

Tawa mengejek Roland mencela nyata penjelasan Michelle. “Kau masih percaya diri setelah aku mencampakkanmu?”

Michelle mengepal kencang kedua tangannya. “Bukankah kau membenciku sehingga tidak ingin melihatku lagi?”

Roland tersenyum tenang, kemudian menikmati alkohol yang mendingin pada gelas—di genggaman tangan. “Kau sudah berani membuatku marah, jadi aku harus menyadarkan wanita tidak tahu diri sepertimu. Pengacaraku sudah menyampaikannya padamu?”

“Sebelum kau minta pun—”

“Lepaskan sekarang juga!” Roland menyela tajam. Dia juga beranjak dari duduknya yang nyaman, berjalan tenang menghampiri Michelle dengan sorot mata penuh penghinaan. “Pakaian yang melekat di tubuhmu, anting di telingamu dan apapun yang kau pakai sekarang ... lepaskan sekarang juga. Semua itu adalah barang-barang pemberianku!”

Wajah pucat Michelle semakin memucat. Dia tidak lagi mampu menerima segala penghinaan yang membabi buta menyerang.

Di sana tidak hanya ada mereka berdua. Pengacara pria beserta dua bodyguard turut hadir di ruangan itu. Michelle tidak mungkin menuruti permintaan konyol Roland.

Tapi dia adalah Roland Archer, pria kejam tanpa kompromi jika sudah marah.

“Aku tidak akan melakukannya.” Michelle lantang membantah.

“Aku akan memberimu dua pilihan. Lakukan sendiri atau kau mau mereka membantumu?”

Michelle tersenyum pahit, sementara bibirnya bergetar menahan gejolak rasa sakit hati. “Terima kasih, Roland. Terima kasih telah memberitahuku yang bodoh telah mencintai sosok kejam sepertimu. Tapi aku bersumpah, kau tidak akan menemukan kebahagiaan meskipun kau membelinya dengan uangmu yang banyak itu. Kau tidak akan menemukan kebahagiaan sebelum kau bersujud meminta maaf di kakiku.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 4: Hati yang Tersakiti

    Michelle duduk bersandar di kursi penumpang dari taksi yang ditumpangi, sementara itu matanya menatap kosong ke luar jendela—di mana hujan deras sedang berlangsung.Setelah cukup mampu memperbaiki harga dirinya, Michelle tak lagi bisa mengekspresikan suasana hati yang tersayat-sayat.Di sisi lain ada perasaan lega mengendap di hati Michelle. Dia sangat puas bisa membantah seorang Roland. Setelah menyumpahi Roland, Michelle dengan berani melewati Roland sampai sengaja menabrak lengannya ke pria kejam itu.Wanita cantik itu mengabaikan teriakan Roland, tak takut pada dua bodyguard yang ingin menangkap. Michelle mengunci rapat-rapat kamar yang dimasuki. Cepat-cepat pula Michelle mengganti pakaiannya dengan kaos putih dipadukan celana jeans biru yang merupakan pakaian miliknya sendiri. Michelle keluar dari kamar setelah memasukkan barang-barang miliknya ke dalam satu koper.Michelle tidak merasa rugi melepaskan segala kemewahan yang didapatkan dari Roland. Sebaliknya, ada kepuasaan di bat

    Last Updated : 2024-04-28
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 5: Pagi Mengejutkan

    Pelukan hangat Alins menyambut kedatangan Michelle di terminal kedatangan bandara. Dia membelai rambut panjang Michelle yang tergerai indah, kemudian sorot matanya penuh sayang menatap sosok keponakan yang sudah seperti putri kandungnya.Danny Elfman juga melakukan hal serupa. Dengan cara sama dia memberikan perhatian serta kasih sayang pada Michelle yang dianggap seperti putri kandung sendiri.Maklum saja, Alins Louise dan suaminya belum dikaruniakan anak dalam pernikahan mereka. Bagi pasangan dokter itu, putri mereka adalah Michelle yang merupakan putri kandung dari kakaknya Alins.“Jangan merasa tidak enak dengan kami selama kau di sini, Michelle.” Danny menyatakan perasaannya ketika mereka tiba di rumah.“Justru kami sangat senang kau mau pindah ke sini.” Alins menimpali.Michelle tersenyum, namun hatinya bertolak belakang dengan eskpresi di wajah. Sejak tadi dia telah bersusah payah menahan perasaan bersalah bercampur sedih kepada Alins dan Danny.Terutama pada Alins, Michelle sa

    Last Updated : 2024-04-28
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 6: Kehamilan

    Michelle mematung tak percaya dengan apa yang ia dengar. "A-apa? Mengandung?" wajah cantik Michelle semakin pucat. Michelle membelalakkan matanya. Telinganya lebih ia tajamkan, barangkali salah mendengar. "Jangan bersedih kamu harus tetap tersenyum dan kuat demi bayimu. Apapun yang terjadi sekarang kita akan hadapi bersama." Usap lembut Alins di pundak michelle benar-benar menyatakan bahwa yang ia dengar adalah benar. Kini Michelle hanya mampu menerima pelukan Allins sambil memejamkan mata. 'Hamil?' Michelle di dalam hatinya masih tak percaya. Saat Michelle memejamkan mata, selintas wajah tampan dengan senyum yang sebenarnya ia rindukan terlintas. 'Roland, ini adalah anak Roland!' hati Michelle tak percaya dengan apa yang ia alami, hatinya mengeja nama Roland bagai menyebut sebuah mantra sambil mengusap air mata yang akhirnya jatuh juga di pipi. Michelle benci Roland karena tidak pernah sedikitpun mencintainya tetapi fakta bahwa ini adalah anak Roland membuatnya kembali menginga

    Last Updated : 2024-07-06
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 7: Rahasia dan Penyesalan

    Roland mencengkeram pundak Ella kasar, "Katakan bayi siapa itu? Atau aku bisa saja berbuat kasar padamu!" Roland memekik dengan suara keras."Apa kau pernah berlaku lembut padaku? Apa kau pernah peduli dengan kehadiranku selama ini?" Ella melepaskan cengkraman kasar Roland dengan keras. Suara wanita itu terdengar meninggi, sehingga lantunan tegasnya sama kerasnya dengan suara Roland.Roland menyeringai bengis. Sementara sorot matanya melayang tajam penuh intimidasi yang menciutkan keberanian Ella. "Aku belum sekali pun menyentuhmu, Ella. Bagaimana bisa kau hamil?""Kau selalu pulang mabuk dini hari. Waktu itu, Kau melakukannya dengan kasar dengan menyebut wanita sialan itu! Kau jahat, Roland.” Ella memekik marah sampai wajahnya memerah gemetaran.“Ketika bayi ini hadir kau mengelak? Pria bodoh dan pemabuk sepertimu mungkin tidak punya perasaan! Sampai lupa kapan menikmati keperawanan istrimu!" lanjut Ella mengangkat wajahnya dengan pongah.

    Last Updated : 2024-07-06
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 8: Merasa Kehilangan

    "Hentikan mobilnya.” Dengan suara parau Roland memerintah Daniel.Pria yang duduk di kursi penumpang belakang itu telah tersadar dari mabuknya. Matanya memerah itu menyorot tajam Daniel yang melirik singkat dari cermin dashboard.“Apa Anda ingin saya antar ke apartemen?”Roland terhenyak dengan wajah tak berekspresi dibuat oleh Daniel. Sejujurnya, itu adalah opsi terbaik dari orang kepercayaannya. Roland yang benci pada Ella tidak akan menemukan apalagi mengendus jejak Ella di hunian mewah yang hanya dia dan orang-orang terdekat yang tahu.Tetapi, apartemen itu penuh memori tentang Michelle. Bahwa Roland selalu menghabiskan dan menikmati waktu bersama Michelle.“Aku ingin tidur di hotel saja. Telepon manager hotel untuk menyiapkan kamarku.”Roland merebahkan kepala di sandaran kursi setelah memutuskan, sementara matanya terpejam pasrah seolah melepaskan kepenatan.“Baik, Tuan Roland,” Daniel menyahut patuh.

    Last Updated : 2024-07-07
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 9: Kasih Sayang

    Ruangan senam hamil itu seperti tempat aerobic pada umumnya. Kaca besar melingkari ruang latihan.Michelle menengok ke pintu mencari sosok Alins yang berjanji menemaninya. Hatinya sedikit merasa rendah diri ketika melihat pesertanya senam lainnya didampingi suami mereka.[Michelle aku akan terlambat karena konsultasi pasienku sedikit mundur jamnya. Aku akan tetap datang menemani. Masuklah lebih dulu mengikuti kelas]Chat yang masuk dari Alins tadi harusnya membuat Michelle tidak terus menunggu tetapi ada rasa sedih ketika wanita cantik itu memulai senam tanpa siapa pun di sisinya."Baik Untuk para ibu hamil silahkan berdoa berhadapan dengan suaminya. Mulai meregangkan jari dengan saling menggenggam tangan suaminya."Instruktur senam hamil telah memberi instruksi. Setiap dari peserta senam hamil pun telah berdoa berhadapan dengan suaminya untuk memulai senam hamil dengan peregangan jari.Michelle diam beberapa menit mencoba tegar

    Last Updated : 2024-07-09
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 10: Pagi yang Panik

    Michelle mendorong dua kartu ini sampai mendekat ke tangan Alins yang berada di tepian meja. Dengan tindakan serupa pula Alins mendorong balik ke tangan Michelle, sampai memaksa Michelle menggenggamnya.“Kami tidak merasa disusahkan olehmu. Sebaliknya, kami merasa senang kau ada bersama kami. Bukankah kau sudah menganggap kami seperti orang tuamu, Michelle?”Dani menepuk pundak michelle. "Kami akan sedih jika kau menolak ini.”"Terimalah! Simpan uangmu untuk kebutuhan lainnya. Kau dan anakmu berhak untuk hidup layak. Kami tidak punya siapa-siapa selain dirimu untuk berbagi kebahagiaan." Alins meyakinkan sambil menutup jemari Michelle agar menggenggam 2 kartu yang mereka berikan.Tak ada yang bisa Michelle lakukan selain memeluk Alins. Wanita cantik itu menitihkan air mata di pelukan Alins yang berbalas.Michelle benar-benar merasa beruntung di tengah-tengah ujian hidup yang menyayat perasaannya. Sampai-sampai di dalam hati Michelle memohon keb

    Last Updated : 2024-07-09
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 11: Sosok yang Dirindukan

    "Bibi Alins, sepertinya aku akan melahirkan.” Michelle berusaha bersuara tenang demi tidak menambah kepanikan.Padahal wanita itu sudah merintih kesakitan dengan keringat yang berpeluh. Michelle bahkan sudah memucat ketika memastikan air yg keluar dari tengah-tengah pahanya itu adalah air ketuban."Aku sudah menghubungi ambulans. Aku juga akan segera ke rumah. Bertahnlah, Michelle.”Tanpa Michelle ketahui, Alins sudah setengah berlari di lorong ruangan. Karena dorongan panik itu Alins sempat beberapa kali tak sengaja menabrak orang yang berjalan.Semua itu karena suara nyaring dari pecahan kaca. Alins takut Michelle akan terluka karena tak sengaja menjatuhkan suata benda.Sampai-sampai Alins sepintas lupa memberitahu suaminya mengenai ketegangan saat itu. Sehingga ketika ingat di perjalanan, Alins tergesa-gesa menghubungi Danny kemudian menekan agar suaminya standby menunggu di rumah sakit.Beruntung lalu lintas pagi

    Last Updated : 2024-07-10

Latest chapter

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 133: Firasat

    ~ Beberapa hari kemudian ~Michelle mengantongi izin pulang setelah dokter memastikan kondisinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Beberapa luka yang menggores di tubuhnya pun mulai menutup, termasuk luka memar di tangan juga sepenuhnya memudar.Meskipun sudah bisa bergerak bebas seperti biasa, Michelle tak diizinkan turun dari ranjangnya. Wanita itu hanya diperbolehkan duduk di sana.Dan tidak usah ditanyakan siapa pelaku yang membuat Michelle kesal. Dia adalah Roland—yang sibuk merapikan barang-barang milik Michelle ke dalam sebuah tas.“Kita akan lebih dulu menjemput Leah di rumah Valen, lalu setelah itu kita akan ke penthouse-ku.” Roland dengan tenangnya memberitahu sembari menyelesaikan kegiatannya merapikan barang-barang ke dalam tas.“Maksudmu dengan kita? Apa aku dan Leah juga akan ke penthouse-mu?” Michelle memprotes, sementara matanya telah menatap tajam pada Roland yang berakhir menatapnya.Sebelum bersuara, lebih dulu Roland mengancingkan tas berisi barang-barang Mich

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 132: Apa Kau Siap?

    Tidur yang Roland inginkan adalah berbaring di samping Michelle dengan tangannya menggenggam tangan Michelle. Kehangatan dari jemari yang menyatu mampu menghibur Roland yang menatap dingin langit-langit kamar inap itu.Keinginan sederhana itu membuat jiwa Michelle gelisah. Dia bertanya-tanya di dalam hati dan mulai menerka-nerka masalah apa yang Roland hadapi.Sebelum meninggalkannya bersama Valencia, Michelle mengingat Roland yang menerima telepon. Jika telepon itu berkaitan dengan pekerjaan, Roland tak akan ambil pusing sampai emosinya tak terkendali. Sehingga Michelle menyimpulkan jika telepon itu berkaitan dengan seseorang yang mampu menguras emosi seorang Roland Archer.“Tadi aku menghabiskan makananku.”Alih-alih menanyakan langsung, Michelle sengaja berbasa-basi demi bisa membangun suasana berbicara dengan Roland.Suara tawa ringan Roland merespon, sekaligus berhasil memancing perhatiannya yang lama membisu pasca ciuman erotis beberapa waktu lalu.“Kau memang harus makan dengan

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 131: Keinginan yang Mendesak

    Di taman yang berada di halaman belakang rumah sakit, Roland menata perasaannya. Beberapa puntung rokok dari sebungkus rokok yang dibeli telah dihisap.Meskipun terlihat menikmati bagaimana reaksi rokok tersebut, ekspresi dingin penuh kebencian tak bisa Roland sembunyikan. Dia masih sulit menenangkan pikirannya dari keributan beberapa waktu lalu.David terang-terangan menyesal dan mengaku tersakiti. Dia merasa paling tak beruntung karena tak mendapatkan balasan perasaan dari Michelle.Kesimpulan itu yang membuat Roland naik pitam sampai menimbulkan sebongkah kebencian yang kokoh. Namun di sisi lain, timbul seberkas kekecewaan atas akhir hubungan pertemanan yang terjalin.Bagaimanapun David pernah menghibur Roland yang hancur lebur di masa lalu.Setelah mengembuskan asap dari rokok yang dihisap, Roland berjalan meninggalkan tempat itu. Selain sudah cukup mengatur perasaannya, Roland merasa sudah lama meninggalkan Michelle. Sehingga dia bergegas menemui Michelle.Ada setitik perubahan a

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 130: Penyesalan Di akhir

    Langkah kaki Roland begitu tak sabar dan tergesa-gesa. Dia sampai tak peduli pada orang-orang yang tidak sengaja tertabrak apalagi meminta maaf.Emosinya memuncak sampai tak bisa diredupkan sedikit pun setelah menjawab telepon dari David. Entah sengaja memprovokasinya keluar dari kamar itu atau tidak, amarah dan kebencian Roland seketika menggelegak setelah mendengarkan ucapan David.David ingin bertemu dan meminta maaf secara langsung kepada Michelle.Bukan penolakan yang Roland sampaikan, melainkan keinginan bertemu secara empat mata. Dan David menentukan parkiran bawah tanah rumah sakit itu yang sepi tanpa adanya orang-orang.Keputusan Roland tak ingin mengotori tangan dan pandangannya telah lenyap sepenuhnya. Rasa muak yang memuncak dan keinginan amarah untuk dilampiaskan terdorong semakin kencang ketika melihat David keluar dari mobilnya. Logika Roland telah porak-poranda oleh emosi melihat eksepresi muram David.Bugh!Pukulan keras dari tangan Roland menyapa David dengan segenap

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 129: Sapaan Baru

    Tanpa peduli pada handphone-nya yang Roland kembalikan, Michelle masih betah menatap Roland yang pergi meninggalkannya bersama Valencia.Wanita itu penasaran pada si penelepon yang merubah suasana hati Roland. Tanpa curiga pada apa pun, Michelle berpendapat jika panggilan telepon itu berkaitan dengan pekerjaan.“Padahal pekerjaannya sangat banyak. Tapi dia lebih memilih merawatku dan mengambil cuti tahunan,” Michelle bergumam lemah dengan naifnya.Valencia tersenyum lemah mendengarkan gumaman itu. “Harusnya kau bahagia karena Kak Roland lebih memilihmu dibandingkan pekerjaannya.”Nampan berisi makanan yang Valencia bawa berakhir di letakkan di meja nakas bersebelahan dengan ranjang pasien. Kemudian Valencia mengantur ranjang itu lewat satu tombol di ujung kasur yang berakhir membuat posisi Michelle menjadi duduk tanpa harus bergerak.“Itu artinya kau adalah prioritas utama di hidupnya,” lanjut Valencia mengejek sambil tersenyum.“Tapi aku belum terbiasa.” Michelle mengulas senyuman ke

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 128: Perasaan yang Terlambat

    Sebelum berakhir di depan kamar inap itu, David telah lebih dulu mendatangi rumah Michelle. Pria itu tidak menaruh rasa curiga sedikit pun pada kesunyian yang mendominasi di bagian depan rumah Michelle.Hal itu sudah biasa David temukan setiap kali mendatangi kediaman itu. Namun, langkahnya yang ingin keluar berhenti ketika melihat Daniel sedang berkeliaran di sekitar halaman rumah.Rasa curiganya semakin menguat melihat Daniel yang didampingi seseorang memerhatikan sekitar dengan telitinya. David menduga seseorang itu adalah bodyguard Roland.Apa yang mereka lakukan? Apalagi tingkah mereka seperti mencari-cari sesuatu.Kalimat-kalimat itu membujuk David untuk segera beranjak dari sana. Dia dengan hati-hati mengemudikan mobilnya, berusaha keras tak memancing perhatian Daniel.Dan ketika berhasil berpindah di tempat yang aman, David berusaha mencari-cari seseorang yang ada di lingkungan perumah Michelle.Usahanya itu langsung membuahkan ketika berhasil mencegah langkah seseorang. Lewat

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 127: Di dalam Pelukan

    Pria yang selalu kejam dan tak berperasaan itu masih menangis tersedu di kaki Michelle. Dia tak malu memohon ampun dengan ironinya.Padahal selama Michelle mengenalnya tak pernah sekalipun Roland menunjukkan kelemahan apalagi sampai merendahkan diri.Roland sudah benar-benar berubah. Dia menunjukkan ketulusannya tanpa ragu. Dia pula yang melindungi serta menjaga Michelle yang terlilit dalam masalah.Keyakinan itu mendorong Michelle untuk tidak ada lagi alasan tidak memaafkan Roland.Wanita itu cukup kesulitan membujuk Roland yang masih memohon ampunan di kakinya. Sampai akhirnya Michelle berhasil menarik Roland dan menatap wajah pria itu yang dibasahi oleh air mata.Mata keabu-abuan yang terbiasa dingin itu diselimuti rona marah bercampur basahnya air mata. Senyar malu dan tak percaya diri mendominasi tatapan serta wajah tampan Roland.Dibandingkan mengukir senyuman atas ras puas di hati, Michelle lebih memilih membujuk Roland untuk naik ke ranjang sempit itu. Dan di ranjang itu, Mich

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 126: Memohon Pengampunan

    Michelle sendiri masih terdiam menafsirkan arah pembicaraan diantara mereka. Keheningan yang membentang tidak membuatnya tenang dalam berpikir. Melainkan tenggelam dalam riak-riak canggung bercampur bingung oleh intimidasi tatapan Roland.Di dalam hati Michelle bertanya-tanya, apa Roland sudah mengetahui perihal Leah?Michelle memiliki firasat kuat jika pendapatnya itu tak salah. Tanpa peduli, dia mengalihkan pandangan ke arah meja di mana amplop cokelat itu berada. Kemudian dia kembali menatap Roland yang menanti jawaban.Pria itu adalah Roland—yang selalu mencari cara untuk memuaskan hati. Bisa dipastikan Roland sudah mencari tahu mengenai kehidupannya sampai berujung pada Leah.Ya! Michelle percaya diri pada kesimpulannya.“Michelle.”Roland memanggil lembut seperti membujuk seorang kekasih. Sentuhan bibirnya di punggung tangan Michelle turut serta merayu dengan cara sama, yaitu menciumi dengan hangat dan sayang.“Aku tidak akan menghakimimu. Tenang saja,” bisiknya penuh ironi.Per

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 125: Mendengar dengan Tenang

    Itu adalah hasil yang dinanti. Alih-alih merasakan kebahagian, segenap rasa bersalah dan penyesalan lebih mendominasi jiwa Roland.Roland menyadari sesuatu, apakah dia pantas menyandang status ayah dari Leah?Roland adalah tersangka utama yang mendorong Michelle ke dalam kesulitan hidup. Egonya menyakiti Michelle. Amarahnya menghardik Michelle sampai tak bisa berkutik. Keputusannya menjadi awal perubahan hidup Michelle yang mencekam.Dia mencampakkan Michelle dengan sadar, sampai terlahirlah Leah yang menjadi korban keduanya.“Aku memang bajingan,” gumamnya frustrasi menyalahkan diri.Lebih tepatnya, Roland adalah bajingan yang tak tahu malu karena masih mengharapkan perasaan Michelle.Tetapi menghindari apalagi menghilangkan permasalahan itu bukan jalan terbaik. Roland telah berniat membahas kabar itu dengan Michelle di waktu yang tepat dan tak menekan Michelle pada situasi yang merusak kenyamanannya.Dengan sesekali menahan sesak, Roland frustrasi dalam diam.Handphone yang bergeta

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status