Share

Bab 6: Kehamilan

last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-06 00:02:48

Michelle mematung tak percaya dengan apa yang ia dengar. "A-apa? Mengandung?" wajah cantik Michelle semakin pucat. Michelle membelalakkan matanya. Telinganya lebih ia tajamkan, barangkali salah mendengar.

"Jangan bersedih kamu harus tetap tersenyum dan kuat demi bayimu. Apapun yang terjadi sekarang kita akan hadapi bersama." Usap lembut Alins di pundak michelle benar-benar menyatakan bahwa yang ia dengar adalah benar. Kini Michelle hanya mampu menerima pelukan Allins sambil memejamkan mata.

'Hamil?' Michelle di dalam hatinya masih tak percaya.

Saat Michelle memejamkan mata, selintas wajah tampan dengan senyum yang sebenarnya ia rindukan terlintas. 'Roland, ini adalah anak Roland!' hati Michelle tak percaya dengan apa yang ia alami, hatinya mengeja nama Roland bagai menyebut sebuah mantra sambil mengusap air mata yang akhirnya jatuh juga di pipi. Michelle benci Roland karena tidak pernah sedikitpun mencintainya tetapi fakta bahwa ini adalah anak Roland membuatnya kembali mengingat untaian kisahnya dengan Roland hingga kisah itu harus berakhir. Ada luka yang masih lebar menganga.

"Sayang, Kami siap membantumu membesarkan bayi ini. Tenangkan hatimu." Danny ikut menguatkan Michele. Michelle benar-benar hanya mampu mengangguk dan menerima pelukan bibi dan pamannya yang berlimpah kasih sayang untuknya itu.

Kini michelle berada di ruang USG bersama Alins. Dengan posisi tidur terlentang perut. Michelle diberikan gel yang terasa dingin di perutnya. Hati Michelle berdebar kencang ketika dokter tersebut menunjuk layar dan memberitahukan bahwa titik kecil yang berada di layar adalah janin milik Michelle. Bahagia, sedih, haru, heran serta takjub mewarnai hati Michelle, Alins yang berada disisi Michelle juga tak mampu menyembunyikan rasa haru, lalu tersenyum bahagia pada Michelle.

Resep untuk Michelle telah selesai di tukar dengan beberapa vitamin dan penambah darah oleh Danny. Sementara setelah menjalani beberapa test lainnya Michelle diperbolehkan pulang. Kini mereka di mobil. Alins mampir membeli buah dan jus segar untuk Michelle. Danny membeli camilan. Meat loaf, aplle pie, cheese cake juga di beli Danny untuk Michelle. Michelle hanya mematung seakan masih tak percaya dengan apa yang ia alami.

'Apa yang harus aku lakukan sekarang? Anak ini ..." Michelle mengusap perutnya rata. Michelle membenci dirinya ketika bibirnya mengucap nama Roland. Bukankah Ella sudah hamil. Hamil anak Roland seperti yang ia baca di berita online tempo hari?' Michelle menghapus nama dan wajah Roland di hatinya.

'Ini adalah anakku. Roland tidak berhubungan sama sekali dengan kehamilan ini.' bisik hati Michelle.

"Beristirahatlah dengan baik, mulai sekarang jangan terlalu keras bekerja. Kami ada untuk membantumu." Alins memegang tangan Michelle yang masih membisu.

"Alins maafkan aku. Aku pasti mengecewakanmu. Apa yang aku harus lakukan dengan bayi ini? Apa kau dan Danny marah padaku?" Michelle tak mampu lagi melanjutkan kata-katanya. Hanya isak yang terdengar.

"Sssth, apa yang kau tangisi Dear. Kau sudah melewati saat yang berat ketika mengakhiri hubungan dengan pria itu. Kini dan selanjutnya kami disisimu meringankan bebanmu. Jujur, kami sedikit terkejut tetapi seorang anak adalah anugrah yang sangat indah. Tersenyumlah. Makhluk kecil yang kau miliki kelak membuat kebahagiaan kita sempurna. Percayalah padaku." Alins menatapnya penuh keyakinan.

"Aku sebenarnya meragukan kemampuanku dengan kehadiran bayi ini. tetapi setelah mendengarkan pendapatmu. Aku memutuskan akan membesarkan bayi ini." Tekat Michelle mengangkat wajahnya.

"Itu keputusan yang tepat. Kami ada disisimu. Selalu." Allins mengukir senyumnya pada Michelle.

Michelle membalas senyum itu dengan hati lebih tenang. Pintu kamar Michelle ditutup dan Michelle merebahkan dirinya di kasur. Matanya menatap meja kamarnya yang berisi kudapan dan jus yang tadi dibeli Danny dan Alins untuknya. Lalu mata Michelle beralih pada foto 4 dimensi janinnya. Sekilas wajah Roland terbayang kembali dan perasaan haru, bahagia, sedih, kecewa bahkan kebencian pada Roland menguasai hatinya.

Isaknya pecah kembali, menyesali takdirnya. Kisah Ibunya terulang lagi padanya. Michelle benci anaknya akan lahir tanpa kasih sayang seorang Papa sama seperti dirinya. Kembali Michelle terisak mengelus perutnya hingga akhir ia tertidur kelelahan.

Alins masih berada di ruang keluarga dengan Danny. "Bagaimana keadaannya?" Danny menatap mata Allins.

"Dia memutuskan membesarkan bayinya." Alins menghirup teh Hijau miliknya lalu menyesapnya perlahan.

"Itu yang seharusnya. Seberapapun bencinya dia pada pria itu. Kita harus menjaganya agar dia mengambil keputusan yang tepat." Danny mengigit Apple pie dan menyuapkan potongan kecil lainnya pada Alins.

"Sebenarnya aku meyesalkan kenapa nasib Michelle sama seperti ibunya. Jatuh cinta pada pria yang tidak tepat. Aku merasakan lukanya." Alins menunduk.

"Lupakan masalah itu. Dia akan sedih bila mendengar kalimat itu, Al. Tugas kita membantunya melewati saat ini dan memastikan bayi Michelle tidak akan kekurangan kasih sayang." Danny meneguk kopinya.

Alins mengangguk. "Bayi itu adalah cucu kita." Alins tersenyum berbisik pada suaminya. Danny membalas senyum istrinya itu.

***

Suara pintu yang terbuka kasar mengejutkan Ella. Dia yang duduk nyaman di sofa ruang kamarnya seketika terkesiap atas kehadiran Roland.

Ella tentu akan merasa senang jika Roland datang dengan wajah tampan yang penuh kehangatan. Hanya saja saat itu Roland sama sekali tak menunjukkan sedikit pun ketampanan yang dirindukan.

Pria itu datang dengan ekspresi dingin yang tak bersahabat. Wajah tampannya diselimuti emosi yang meledak sampai membuat Ella cemas ketakutan.

“Roland? Apa yang terjadi padamu?” Ella menyapa lembut seolah menaruh rasa perhatian yang mendalam.

“Apa yang kau lakukan, Ella?” Roland mencengkeram kasar pundak Ella. "Kau hamil? Bagaimana kau bisa hamil? Selama menikah aku tidak pernah menyentuhmu!”

~ Bersambung ~

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
puji amriani
up lagi kak semangat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 7: Rahasia dan Penyesalan

    Roland mencengkeram pundak Ella kasar, "Katakan bayi siapa itu? Atau aku bisa saja berbuat kasar padamu!" Roland memekik dengan suara keras."Apa kau pernah berlaku lembut padaku? Apa kau pernah peduli dengan kehadiranku selama ini?" Ella melepaskan cengkraman kasar Roland dengan keras. Suara wanita itu terdengar meninggi, sehingga lantunan tegasnya sama kerasnya dengan suara Roland.Roland menyeringai bengis. Sementara sorot matanya melayang tajam penuh intimidasi yang menciutkan keberanian Ella. "Aku belum sekali pun menyentuhmu, Ella. Bagaimana bisa kau hamil?""Kau selalu pulang mabuk dini hari. Waktu itu, Kau melakukannya dengan kasar dengan menyebut wanita sialan itu! Kau jahat, Roland.” Ella memekik marah sampai wajahnya memerah gemetaran.“Ketika bayi ini hadir kau mengelak? Pria bodoh dan pemabuk sepertimu mungkin tidak punya perasaan! Sampai lupa kapan menikmati keperawanan istrimu!" lanjut Ella mengangkat wajahnya dengan pongah.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-06
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 8: Merasa Kehilangan

    "Hentikan mobilnya.” Dengan suara parau Roland memerintah Daniel.Pria yang duduk di kursi penumpang belakang itu telah tersadar dari mabuknya. Matanya memerah itu menyorot tajam Daniel yang melirik singkat dari cermin dashboard.“Apa Anda ingin saya antar ke apartemen?”Roland terhenyak dengan wajah tak berekspresi dibuat oleh Daniel. Sejujurnya, itu adalah opsi terbaik dari orang kepercayaannya. Roland yang benci pada Ella tidak akan menemukan apalagi mengendus jejak Ella di hunian mewah yang hanya dia dan orang-orang terdekat yang tahu.Tetapi, apartemen itu penuh memori tentang Michelle. Bahwa Roland selalu menghabiskan dan menikmati waktu bersama Michelle.“Aku ingin tidur di hotel saja. Telepon manager hotel untuk menyiapkan kamarku.”Roland merebahkan kepala di sandaran kursi setelah memutuskan, sementara matanya terpejam pasrah seolah melepaskan kepenatan.“Baik, Tuan Roland,” Daniel menyahut patuh.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 9: Kasih Sayang

    Ruangan senam hamil itu seperti tempat aerobic pada umumnya. Kaca besar melingkari ruang latihan.Michelle menengok ke pintu mencari sosok Alins yang berjanji menemaninya. Hatinya sedikit merasa rendah diri ketika melihat pesertanya senam lainnya didampingi suami mereka.[Michelle aku akan terlambat karena konsultasi pasienku sedikit mundur jamnya. Aku akan tetap datang menemani. Masuklah lebih dulu mengikuti kelas]Chat yang masuk dari Alins tadi harusnya membuat Michelle tidak terus menunggu tetapi ada rasa sedih ketika wanita cantik itu memulai senam tanpa siapa pun di sisinya."Baik Untuk para ibu hamil silahkan berdoa berhadapan dengan suaminya. Mulai meregangkan jari dengan saling menggenggam tangan suaminya."Instruktur senam hamil telah memberi instruksi. Setiap dari peserta senam hamil pun telah berdoa berhadapan dengan suaminya untuk memulai senam hamil dengan peregangan jari.Michelle diam beberapa menit mencoba tegar

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 10: Pagi yang Panik

    Michelle mendorong dua kartu ini sampai mendekat ke tangan Alins yang berada di tepian meja. Dengan tindakan serupa pula Alins mendorong balik ke tangan Michelle, sampai memaksa Michelle menggenggamnya.“Kami tidak merasa disusahkan olehmu. Sebaliknya, kami merasa senang kau ada bersama kami. Bukankah kau sudah menganggap kami seperti orang tuamu, Michelle?”Dani menepuk pundak michelle. "Kami akan sedih jika kau menolak ini.”"Terimalah! Simpan uangmu untuk kebutuhan lainnya. Kau dan anakmu berhak untuk hidup layak. Kami tidak punya siapa-siapa selain dirimu untuk berbagi kebahagiaan." Alins meyakinkan sambil menutup jemari Michelle agar menggenggam 2 kartu yang mereka berikan.Tak ada yang bisa Michelle lakukan selain memeluk Alins. Wanita cantik itu menitihkan air mata di pelukan Alins yang berbalas.Michelle benar-benar merasa beruntung di tengah-tengah ujian hidup yang menyayat perasaannya. Sampai-sampai di dalam hati Michelle memohon keb

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 11: Sosok yang Dirindukan

    "Bibi Alins, sepertinya aku akan melahirkan.” Michelle berusaha bersuara tenang demi tidak menambah kepanikan.Padahal wanita itu sudah merintih kesakitan dengan keringat yang berpeluh. Michelle bahkan sudah memucat ketika memastikan air yg keluar dari tengah-tengah pahanya itu adalah air ketuban."Aku sudah menghubungi ambulans. Aku juga akan segera ke rumah. Bertahnlah, Michelle.”Tanpa Michelle ketahui, Alins sudah setengah berlari di lorong ruangan. Karena dorongan panik itu Alins sempat beberapa kali tak sengaja menabrak orang yang berjalan.Semua itu karena suara nyaring dari pecahan kaca. Alins takut Michelle akan terluka karena tak sengaja menjatuhkan suata benda.Sampai-sampai Alins sepintas lupa memberitahu suaminya mengenai ketegangan saat itu. Sehingga ketika ingat di perjalanan, Alins tergesa-gesa menghubungi Danny kemudian menekan agar suaminya standby menunggu di rumah sakit.Beruntung lalu lintas pagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-10
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 12: Itu Semua Keputusanmu

    Embusan napas kasar terdengar samar-sama di tangga darurat lantai enam belas. Dia—Celine sudah bersandar lemas di dinding, sementara tangannya masih setia mengenggam handphone yang menempel di sisi telinga kiri.Lewat Alins yang menghubunginya, gadis itu mengetahui tentang keadaan Michelle. Sehingga sejak tadi Celine diserang gelisah dan sibuk menunggu kabar dari Alins.“Michelle masih belum sadarkan diri, Bibi Alins?” Celine kembali memastikan.Deheman lemah Alins terdengar lewat sambungan telepon itu. “Aku baru saja keluar dari ICU. Michelle belum ada perkembangan.”Celine merosot sampai terjongkok lemas, sementara wajahnya semakin lesu diserang cemas. “Bagaimana keadaan anaknya, Bibi Alins?”“Syukurnya anak itu dalam keadaan baik-baik saja, Celine. Putrinya terlahir sehat. Hanya saja dia belum bisa menyusu dari ibunya dikarenakan keadaan Michelle. Jadi, sementara dia diberikan susu formula atas saran dari dokternya.”Celina langsung menutup sebagian wajahnya dengan satu tangannya ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 13: Mimpi yang Nyata

    Gemerisik dedaunan yang bergesekan akibat sentuhan angin telah membangunkan Michelle. Kelopak matanya terbuka perlahan, memamerkan sepasang bola mata yang cantik dan teduh.Bibirnya menipis, mengukir senyuman manis ketika mata disajikan pemandangan menyegarkan di depan mata. Yaitu hamparan padang hijau dengan sebuah sungai mengalir tenang.Michelle sendiri sedang berbaring nyaman di atas rerumputan cantik yang seperti sebuah karpet, sementara sebuah pohon rindang dengan daun hijaunya memayungi Michelle.Sungguh, itu adalah sebuah kenyamanan indah yang membuai Michelle. Suasana damai seperti adalah suasana impian Michelle sejak lama.Tidak ada ketegangan yang menyapa jiwa sampai rentan membuat Michelle takut. Michelle tak perlu waspada pada setiap gerakan dari keputusannya. Bahkan, Michelle tak merasakan obsesi kehidupan apalagi takut merasa sendirian.Wanita cantik itu merasa akan baik-baik saja di kedamaian itu. Seolah semua sudah tertata sedemikian rupa tanpa perlu Michelle pikirkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 14: Fakta Menyakitkan

    Setelah siuman dari koma, butuh beberapa hari bagi Michelle memulihkan kesadaran sepenuhnya di ruangan ICU. Wanita cantik itu akhirnya dipindahkan ke kamar inap dan leluasa bertemu dengan Alins beserta Danny.Bukan hanya kedua orang terdekat itu, Michelle juga bertemu dengan Celine yang datang menjenguk—satu hari sebelum Michelle siuman.Michelle akhirnya mengetahui bahwa dirinya mengalami koma selama tiga hari. Lewat Alins, dia diberi tahu bahwa Alins dan Danny menangisi dirinya yang mengeluarkan air mata ketika tak sadarkan diri.Puncak kebahagiaan Michelle adalah bertemu untuk pertama kali dengan putri cantiknya.Segenap desakan kebahagiaan menguasai jiwa Michelle yang berkaca-kaca menatap putrinya. Tangannya sampai gemetar ketika menerima putrinya ke dalam pelukannya.Bayi itu adalah bayi perempuan bertubuh sehat dengan pipi gembul yang menggemaskan. Bibirnya yang memerah sampai terhimpit oleh pipi gembulnya, sampai menekan bibirnya hingga setengah mengerucut mungil.Sayangnya, ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-13

Bab terbaru

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 124: Hasil yang Dinanti

    ~ Satu jam sebelumnya ~Tepat di sebelah ranjang, Roland masih setia menemani Michelle. Pria itu tak bosan duduk di kursi sembari menatap Michelle yang tertidur lelap. Sesekali dia membelai pipi ataupun mengusap kepala Michelle ketika wanita itu bergerak gelisah dalam tidurnya.Dia berusaha tak menimbulkan suara apa pun yang mengusik kedamaian Michelle. Walau rasanya suara apa pun tak akan membuat Michelle sampai terbangun, karena Michelle bukanlah tipe orang yang sensitif saat tertidur.Ketukan pintu yang terdengar membuat Roland reflek mengalihkan pandangan. Dia melayangkan tatapan tajam kepada Daniel yang masuk dengan hati-hati. Roland juga memberikan kode kepada Daniel lewat telunjuknya yang menempel di bibir.“Jangan berisik! Michelle sedang tidur,” seru Roland mendikte tegas lewat tatapan sinis.Daniel yang mengangguk patuh tak mau membela diri atas sikapnya yang sudah hati-hati. Dia memilih untuk meletakkan barang-barang yang di bawa ke sudut santai ruangan kamar inap itu.“Apa

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 123: Memulai Cerita

    “Keluarlah!” David mengusir dengan acuhnya. “Sebaiknya kau desak tim legal untuk segera menyelesaikan masalah ini. Tekan juga tim IT dan humas untuk menghapus segala pemberitaan,” lanjutnya memberi perintah.David tak menggubris sahutan wanita itu karena muak dan tak puas pada kinerja wanita itu.Diselimuti keheningan yang mendominasi, David kembali terfokus pada pemikirannya mengenai Michelle.Jika memang benar sesuai, sangat tepat jika dia menilai kemarahan Roland bersinggungan dengan Michelle.David tak bisa melupakan bagaimana pasrahnya Michelle dalam pelukan dan gelutan bibir Roland. Dia juga tak bisa menghapus bagaimana emosi memuncak ketika Roland mengadukan hubungan yang terjalin dengan Michelle.Satu-satunya tindakan yang tepat dilakukan adalah menemui Michelle dan mengonfirmasi secara langsung.Sayangnya, wanita itu masih belum menunjukkan batang hidungnya di firma hukum. David semakin bertanya-tanya mengenai keadaan Michelle. Rasa penasarannya terdesak oleh pemberitaan meng

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 122: Bertanya-tanya

    “Apa yang kau katakan?”Ella seketika beranjak dari tepian ranjang. Wanita yang baru saja menenangkan diri dari masalah memusingkan kepala itu telah mendekati asistennya, sementara matanya telah mendelik penuh rasa kesal.“Kau mengatakan Jemmy sudah tidak ada lagi di hotel itu?” desak Ella menggeram sampai gerahamnya beradu kasar.Wanita yang di depannya itu tertunduk takut. “S-saya ... saya sudah memastikan kepada pihak hotel jika Tuan Jemmy sudah meninggalkan hotel sejak kemarin malam—”“Bagaimana bisa kau kehilangan jejak pria sialan itu?!”Bentakan yang memekik sakit ke telinga itu menambah rasa takut pada asisten wanita itu. Bahkan, tubuhnya yang kurus dan kecil itu sudah gemetaran di hadapa Ella.“Aku sudah berulang kali katakan, jangan sampai pria sialan itu menghilang tanpa jejak! Aku juga sudah perintahkan untuk memata-matai segala gerak pria sialan itu!”Wajah Ella memerah, pun gemetaran setelah memekik marah. Wanita itu tak sedikit pun menyembunyikan emosinya kepada orang y

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 121: Memberi Rasa Nyaman

    “Aku harap kau tidak salah paham dengan perkataanku.”Michelle berusaha menampik kegelisahan Roland yang jelas terlihat di balik keheningannya itu.“Aku tidak ingin menjalani hubungan ini terlalu terburu-buru. Aku ingin kita menikmati waktu bersama-sama sekaligus bisa memahami diri kita masing-masing.”Michelle lebih lanjut mengutarakan keinginannya dengan tidak cukup percaya diri. Itu karena dia memahami Roland yang pasti tidak akan menyutujui.“Aku ingin kita tidak seperti dulu yang selalu salah paham dan menyimpulkan sendiri. Meski aku tidak mau terburu-buru, itu bukan berarti aku tidak serius menjalani hubungan ini,” ujar Michelle menimpali.Roland ingin sekali menertawakan pernyataan Michelle dan membalasnya lewat kalimat-kalimat ketus yang pasti menjatuhkan mental.Rasanya tidak masuk akal menjalani hubungan yang serius, namun dilakukan dengan tenang seperti air yang mengalir.Apalagi dengan gaya seorang Roland yang tidak sabaran, dia menilai mustahil bisa mengabulkan permintaan

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 120: Permintaan Michelle

    Dengan terpaksa Ella menurunkan kaca pintu mobil di sebelahnya. Wanita itu memamerkan senyuman kaku demi menyembunyikan rasa cemas dan kesal yang campur aduk di dada.“Kenapa Anda bersikap kasar seperti tadi?” Ella mengkritik di balik senyuman palsu. “Sikap Anda itu sangat tidak sopan,” lanjutnya sedikit ketus.“Mohon maaf! Tetapi selaku pihak keamanan di lingkungan ini saya wajib menegur Anda,” jelas pria itu tanpa sadar meningkatkan rasa cemas Ella.“O-Oh, tapi saya tidak melakukan hal buruk.” Ella membela diri dengan nada gugup.“Mohon maaf jika Anda salah paham atas sikap saya.” Pria itu berulang menyatakan kata maaf dengan sikap tegasnya. “Kemarin malam di sini baru saja terjadi percobaan pembunuhan. Beruntungnya korban berhasil diselamatkan dengan cepat, sehingga keamanan di lingkungan ini diperketat. Sejak saat itu kami wajib memeriksa siapa pun orang asing yang datang,” jelas pria itu.Ella sendiri tertegun mendengarkan penjelasan yang tersampaikan baik ke telingannya. Sampai-

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 119: Seperti Mimpi

    Roland baru saja terbangun dari dunia mimpi yang singkat dirasakan. Tetapi dia kembali disuguhkan oleh hal-hal yang mustahil didapatkan.Walaupun sejak kemarin Michelle menunjukkan sisi lembut yang penurut, akalnya merasa seperti masih bermimpi mendengarkan pengakuan Michelle. Bahkan Roland memeriksa keadaan itu dengan mencermati jelas kehangatan tangan Michelle dalam genggamannya.“Katakan saja nanti setelah kau dalam kesadaran penuh. Aku tidak mau nantinya kau berpura-pura tidak mengingat ini,” ujar Roland yang samar-samar menyindir.“Aku akan ingat dan tidak akan berpura-pura.” Michelle meyakinkan dengan sorot mata lemah namun penuh keseriusan. “Seperti yang kau katakan terakhir kali di depan firma—sebelum balik ke New York, ayo kita lupakan masa lalu,” lanjut Michelle menegaskan.“Aku tidak ingin menahan semuanya dan berbohong pada diriku sendiri, bahwa kau masih tetap ada di hatiku. Mau sekeras apa pun aku melupakanku, rasanya semua sia-sia karena aku masih berdebar-debar setiap

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 118: Menyerah pada Perasaan

    Rutinitas pagi di kediaman Jullian berlangsung seperti biasanya. Para pelayan mulai sibuk melakukan kewajiban mereka di kediaman mewah itu, di mana tuan rumah baru saja kembali setelah beberapa waktu mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.Sayangnya, kesibukan mereka diselimuti oleh ketegangan yang diciptakan oleh sang pemilik kediaman. Yaitu Jullian yang menunjukkan emosi tak terbendung di ruangan santai teras belakang.Sejak sore kemarin, Jullian memang telah menunjukkan ekspresi kesal saat pulang ke rumah. Namun, kekesalan itu semakin bertambah ketika asisten pribadinya mengadukan perihal Roland yang batal menjemputnya di rumah sakit.“Jadi anak berandal itu batal menjemputku karena ke Los Angeles?” tanya Jullian penuh tekanan kepada asisten pribadinya yang merunduk.“Informasi yang saya terima bahwa Tuan Roland mendadak pergi ke Los Angeles.”Jullian berdecih kesal. “Dia pasti menemui wanita itu lagi! Demi wanita itu, anak berandal itu membohongiku!”Berbanding terbalik den

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 117: Rencana Balasan

    “Apa yang akan Kakak lakukan?” Valencia bertanya setelah polisi itu pergi.Mata Roland yang masih menyimpan seberkas emosi telah menatap Valencia. Pria itu memindai Valencia yang memucat dan wajah penuh lelah.“Aku kesal sekali pada kesimpulan polisi itu mengenai kasus Michelle,” lanjutnya membuat Roland menatap tajam.“Kesimpulan apa itu?” desak Roland ingin tahu.“Lewat suamiku dia mengatakan jika kesaksianku beserta sopir taksi itu tak memiliki kekuatan untuk menangkap David Revorman.”Valencia tak ragu-ragu mengadukan kesimpulan yang menjengkelkan—yang sebelumnya mendorong dirinya cepat-cepat mengadu pada Roland.“Polisi itu malah mengatakan jika Michelle bisa saja melakukan “pekerjaan” lain karena mungkin kebetulan saja berada di dekat lokasi rumah David. Dia juga mengatakan bahwa Michelle bukan lagi personal asisstant dari David Revorman. Melainkan hanya seorang administrator di firma itu. Bukankah Kakak berteman dengan David itu?”Setumpuk emosi memuncak ke ubun-ubun Roland, se

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 116: Yang Biasa Dilakukan

    Ketika mulut Michelle terbuka guna lebih lanjut mengadu, suara ketukan pintu yang terdengar beruntun telah menghalangi keinginan Michelle. Sorot matanya teralihkan dari Roland yang menunjukkan eksprsi gelap. Michelle mencoba menoleh ke arah pintu yang terbuka, namun sayang terhalangi oleh tubuh gagah Roland yang masih menegang.“Selamat malam. Saya—polisi yang menangani kasus Nyonya Michelle.”Kecemasan yang tak menenangkan kembali menghantui Michelle setelah mendengar seseorang itu adalah pihak kepolisian. Sama seperti sebelumnya, Michelle masih belum mau berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal.“Beberapa saat lalu saya menghubungi dokter yang menangani Nyonya Michelle dan mengetahui bahwa beliau sudah sadar. Saya ingin sedikit bertanya-tanya pada Nyonya Michelle mengenai kasus yang menimpanya. Apa bisa saya berbicara dengan Nyonya Michelle?”Batin Michelle langsung menolak sebelum Roland maupun Valencia menoleh ke arahnya. Tangannya yang gemetaran telah terangkat, bersusa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status