Share

Bab 6: Kehamilan

Michelle mematung tak percaya dengan apa yang ia dengar. "A-apa? Mengandung?" wajah cantik Michelle semakin pucat. Michelle membelalakkan matanya. Telinganya lebih ia tajamkan, barangkali salah mendengar.

"Jangan bersedih kamu harus tetap tersenyum dan kuat demi bayimu. Apapun yang terjadi sekarang kita akan hadapi bersama." Usap lembut Alins di pundak michelle benar-benar menyatakan bahwa yang ia dengar adalah benar. Kini Michelle hanya mampu menerima pelukan Allins sambil memejamkan mata.

'Hamil?' Michelle di dalam hatinya masih tak percaya.

Saat Michelle memejamkan mata, selintas wajah tampan dengan senyum yang sebenarnya ia rindukan terlintas. 'Roland, ini adalah anak Roland!' hati Michelle tak percaya dengan apa yang ia alami, hatinya mengeja nama Roland bagai menyebut sebuah mantra sambil mengusap air mata yang akhirnya jatuh juga di pipi. Michelle benci Roland karena tidak pernah sedikitpun mencintainya tetapi fakta bahwa ini adalah anak Roland membuatnya kembali mengingat untaian kisahnya dengan Roland hingga kisah itu harus berakhir. Ada luka yang masih lebar menganga.

"Sayang, Kami siap membantumu membesarkan bayi ini. Tenangkan hatimu." Danny ikut menguatkan Michele. Michelle benar-benar hanya mampu mengangguk dan menerima pelukan bibi dan pamannya yang berlimpah kasih sayang untuknya itu.

Kini michelle berada di ruang USG bersama Alins. Dengan posisi tidur terlentang perut. Michelle diberikan gel yang terasa dingin di perutnya. Hati Michelle berdebar kencang ketika dokter tersebut menunjuk layar dan memberitahukan bahwa titik kecil yang berada di layar adalah janin milik Michelle. Bahagia, sedih, haru, heran serta takjub mewarnai hati Michelle, Alins yang berada disisi Michelle juga tak mampu menyembunyikan rasa haru, lalu tersenyum bahagia pada Michelle.

Resep untuk Michelle telah selesai di tukar dengan beberapa vitamin dan penambah darah oleh Danny. Sementara setelah menjalani beberapa test lainnya Michelle diperbolehkan pulang. Kini mereka di mobil. Alins mampir membeli buah dan jus segar untuk Michelle. Danny membeli camilan. Meat loaf, aplle pie, cheese cake juga di beli Danny untuk Michelle. Michelle hanya mematung seakan masih tak percaya dengan apa yang ia alami.

'Apa yang harus aku lakukan sekarang? Anak ini ..." Michelle mengusap perutnya rata. Michelle membenci dirinya ketika bibirnya mengucap nama Roland. Bukankah Ella sudah hamil. Hamil anak Roland seperti yang ia baca di berita online tempo hari?' Michelle menghapus nama dan wajah Roland di hatinya.

'Ini adalah anakku. Roland tidak berhubungan sama sekali dengan kehamilan ini.' bisik hati Michelle.

"Beristirahatlah dengan baik, mulai sekarang jangan terlalu keras bekerja. Kami ada untuk membantumu." Alins memegang tangan Michelle yang masih membisu.

"Alins maafkan aku. Aku pasti mengecewakanmu. Apa yang aku harus lakukan dengan bayi ini? Apa kau dan Danny marah padaku?" Michelle tak mampu lagi melanjutkan kata-katanya. Hanya isak yang terdengar.

"Sssth, apa yang kau tangisi Dear. Kau sudah melewati saat yang berat ketika mengakhiri hubungan dengan pria itu. Kini dan selanjutnya kami disisimu meringankan bebanmu. Jujur, kami sedikit terkejut tetapi seorang anak adalah anugrah yang sangat indah. Tersenyumlah. Makhluk kecil yang kau miliki kelak membuat kebahagiaan kita sempurna. Percayalah padaku." Alins menatapnya penuh keyakinan.

"Aku sebenarnya meragukan kemampuanku dengan kehadiran bayi ini. tetapi setelah mendengarkan pendapatmu. Aku memutuskan akan membesarkan bayi ini." Tekat Michelle mengangkat wajahnya.

"Itu keputusan yang tepat. Kami ada disisimu. Selalu." Allins mengukir senyumnya pada Michelle.

Michelle membalas senyum itu dengan hati lebih tenang. Pintu kamar Michelle ditutup dan Michelle merebahkan dirinya di kasur. Matanya menatap meja kamarnya yang berisi kudapan dan jus yang tadi dibeli Danny dan Alins untuknya. Lalu mata Michelle beralih pada foto 4 dimensi janinnya. Sekilas wajah Roland terbayang kembali dan perasaan haru, bahagia, sedih, kecewa bahkan kebencian pada Roland menguasai hatinya.

Isaknya pecah kembali, menyesali takdirnya. Kisah Ibunya terulang lagi padanya. Michelle benci anaknya akan lahir tanpa kasih sayang seorang Papa sama seperti dirinya. Kembali Michelle terisak mengelus perutnya hingga akhir ia tertidur kelelahan.

Alins masih berada di ruang keluarga dengan Danny. "Bagaimana keadaannya?" Danny menatap mata Allins.

"Dia memutuskan membesarkan bayinya." Alins menghirup teh Hijau miliknya lalu menyesapnya perlahan.

"Itu yang seharusnya. Seberapapun bencinya dia pada pria itu. Kita harus menjaganya agar dia mengambil keputusan yang tepat." Danny mengigit Apple pie dan menyuapkan potongan kecil lainnya pada Alins.

"Sebenarnya aku meyesalkan kenapa nasib Michelle sama seperti ibunya. Jatuh cinta pada pria yang tidak tepat. Aku merasakan lukanya." Alins menunduk.

"Lupakan masalah itu. Dia akan sedih bila mendengar kalimat itu, Al. Tugas kita membantunya melewati saat ini dan memastikan bayi Michelle tidak akan kekurangan kasih sayang." Danny meneguk kopinya.

Alins mengangguk. "Bayi itu adalah cucu kita." Alins tersenyum berbisik pada suaminya. Danny membalas senyum istrinya itu.

***

Suara pintu yang terbuka kasar mengejutkan Ella. Dia yang duduk nyaman di sofa ruang kamarnya seketika terkesiap atas kehadiran Roland.

Ella tentu akan merasa senang jika Roland datang dengan wajah tampan yang penuh kehangatan. Hanya saja saat itu Roland sama sekali tak menunjukkan sedikit pun ketampanan yang dirindukan.

Pria itu datang dengan ekspresi dingin yang tak bersahabat. Wajah tampannya diselimuti emosi yang meledak sampai membuat Ella cemas ketakutan.

“Roland? Apa yang terjadi padamu?” Ella menyapa lembut seolah menaruh rasa perhatian yang mendalam.

“Apa yang kau lakukan, Ella?” Roland mencengkeram kasar pundak Ella. "Kau hamil? Bagaimana kau bisa hamil? Selama menikah aku tidak pernah menyentuhmu!”

~ Bersambung ~

Komen (1)
goodnovel comment avatar
puji amriani
up lagi kak semangat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status