Share

Bab 9: Kasih Sayang

last update Last Updated: 2024-07-09 00:26:19

Ruangan senam hamil itu seperti tempat aerobic pada umumnya. Kaca besar melingkari ruang latihan.

Michelle menengok ke pintu mencari sosok Alins yang berjanji menemaninya. Hatinya sedikit merasa rendah diri ketika melihat pesertanya senam lainnya didampingi suami mereka.

[Michelle aku akan terlambat karena konsultasi pasienku sedikit mundur jamnya. Aku akan tetap datang menemani. Masuklah lebih dulu mengikuti kelas]

Chat yang masuk dari Alins tadi harusnya membuat Michelle tidak terus menunggu tetapi ada rasa sedih ketika wanita cantik itu memulai senam tanpa siapa pun di sisinya.

"Baik Untuk para ibu hamil silahkan berdoa berhadapan dengan suaminya. Mulai meregangkan jari dengan saling menggenggam tangan suaminya."

Instruktur senam hamil telah memberi instruksi. Setiap dari peserta senam hamil pun telah berdoa berhadapan dengan suaminya untuk memulai senam hamil dengan peregangan jari.

Michelle diam beberapa menit mencoba tegar ketika yang lain tersenyum pada pasangan saling mengaitkan jari dan mengikuti instruksi pemanasan. Matanya terpejam mengumpulkan kekuatan hati yang bergetar ingin menangis karena wajah Roland kembali hadir.

Michelle membuka matanya dan berusaha tegar menatap ke depan tanpa pasangan. Berhadapan dengan kekosongan, hanya wanita cantik itu peserta senam hamil yang tidak mempunyai pasangan di ruangan itu.

Instruktur senam hamil melangkah cepat menuju ke tempat Michelle duduk siap membantu Michelle. "Gerakan berikutnya berhadapan dengan pasangan dan menarik nafas panjang bersama. Kita melatih kekuatan pernafasan kita."

Sang instrukstur tersenyum ketika telah duduk di hadapan Michelle. Dia dengan peduli mengarahkan cara menarik nafas dari perut yang benar dan menghembuskan perlahan.

"Gerakan selanjutnya, memijat pundak. Pastikan para Nyonya rileks. Perlahan pijat dengan lembut dan bangun bonding antara kalian!" seru sang instruktur menyemangati.

Michelle terdiam menunduk, tetapi tidak ada yang memijatnya. Ada rasa sendu yang ia rasakan. Hampir saja Michelle lepas kendali tak dapat menyembunyikan perasaan sedihnya.

Mungkin itu adalah hormon kehamilan yang sering dijelaskan oleh Alins. Sehingga perlahan-lahan Michelle berusaha menata perasaannya.

Anehnya, wajah pria kejam itu selalu setia berputar di memori ingatan Michelle. Sampai-sampai batinnya merutuk kesal pada keadaannya yang rapuh.

"Michelle menunduklah. Aku mau memijatmu!" sebuah suara membuat Michelle mendongak.

Michelle setengah terkejut mendapati Alins telah tersenyum lembut dengan perhatian yang nyata di hadapannya. Dengan jas snelli dan tas yang masih di pundaknya, Alins tampak terengah menyapa Michelle. Titik-titik keringat di dahinya menyatakan Alins yang berusaha keras untuk sampai di sisi Michelle.

Michelle tersenyum dan Alins dalam hitungan detik telah merapikan tasnya bahkan membuka alas kakinya. Duduk bersila memijat pundak Michelle.

Instruktur senam hamil yang tadi mendekat menjadi pasangan Michelle turut tersenyum bahagia. Yang kemudian dibalas dengan senyuman oleh Michelle.

Senam hamil berikutnya dan berikutnya tidak menjadi masalah lagi bagi Michelle karena Alins maupun instruktur senam menemaninya hingga sesi senam hamil selesai. Bahkan lewat kesempatan itu Michelle menjalin hubungan pertemanan dengan instruktur senamnya.

***

Di tengah-tengah kehamilannya, Michelle masih berusaha produktif. Wanita cantik itu masih tetap menerima pekerjaan yang didapatkan lewat website.

Seperti sebelumnya, malam itu Michelle masih berkutat aktif di depan laptop yang menyala. Kesepuluh jemarinya masih bergerak lincah di atas keyboard, sementara mata sangat fokus ke layar.

"Ini sudah larut malam.” Segelas susu di depan mata memecahkan fokus Michelle seteleh sebelumnya suara lembut Alins melantun. “Segera habiskan susu ini dan segeralah tidur!” lanjut Alins menekan.

Michelle tersenyum lemah. “Terima kasih. Aku akan segera tidur setelah menyelesaikan ini,” ucapnya yang kemudian menengguk segelas susu.

"Kenapa kau bekerja begitu keras? Kau tidak boleh lelah dan stres." Danny menyelip masuk ke dalam pembicaraan. Tindakannya itu membuat Michelle beserta Alins tertuju padanya.

"Michelle sangat keras kepala. Dia akan mendengarkan kita ketika nanti dia akan melahirkan.” Alins sengaja menyindir dengan wajah masam yang merajuk.

Danny terlihat tersenyum melihat istrinya. “Aku ingin memberikan sesuatu padamu, Michelle.”

Belum sempat memikirkan maksud ucapan Danny, Michelle telah dikejutkan oleh dua buah kartu yang Danny letakkan di sebelah laptop.

“Apa ini?” Michelle kebingungan.

"Danny membuatkan asuransi kesehatan untukmu, Michelle. Kami telah membayar lunas tagihannya tahun ini. Sementara kartu satunya adalah kartu ATM dari tabunganku untuk memenuhi kebutuhan bayimu dan yang lainnya,” jelas Alins mewakili suaminya.

Michelle terperangah, sementara matanya telah berkaca-kaca menatap Alins dan Danny yang tersenyum lembut. “Aku malu sekali pada kalian. Aku telah menyusahkan kalian. Aku tidak pantas menerima ini semua.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 10: Pagi yang Panik

    Michelle mendorong dua kartu ini sampai mendekat ke tangan Alins yang berada di tepian meja. Dengan tindakan serupa pula Alins mendorong balik ke tangan Michelle, sampai memaksa Michelle menggenggamnya.“Kami tidak merasa disusahkan olehmu. Sebaliknya, kami merasa senang kau ada bersama kami. Bukankah kau sudah menganggap kami seperti orang tuamu, Michelle?”Dani menepuk pundak michelle. "Kami akan sedih jika kau menolak ini.”"Terimalah! Simpan uangmu untuk kebutuhan lainnya. Kau dan anakmu berhak untuk hidup layak. Kami tidak punya siapa-siapa selain dirimu untuk berbagi kebahagiaan." Alins meyakinkan sambil menutup jemari Michelle agar menggenggam 2 kartu yang mereka berikan.Tak ada yang bisa Michelle lakukan selain memeluk Alins. Wanita cantik itu menitihkan air mata di pelukan Alins yang berbalas.Michelle benar-benar merasa beruntung di tengah-tengah ujian hidup yang menyayat perasaannya. Sampai-sampai di dalam hati Michelle memohon keb

    Last Updated : 2024-07-09
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 11: Sosok yang Dirindukan

    "Bibi Alins, sepertinya aku akan melahirkan.” Michelle berusaha bersuara tenang demi tidak menambah kepanikan.Padahal wanita itu sudah merintih kesakitan dengan keringat yang berpeluh. Michelle bahkan sudah memucat ketika memastikan air yg keluar dari tengah-tengah pahanya itu adalah air ketuban."Aku sudah menghubungi ambulans. Aku juga akan segera ke rumah. Bertahnlah, Michelle.”Tanpa Michelle ketahui, Alins sudah setengah berlari di lorong ruangan. Karena dorongan panik itu Alins sempat beberapa kali tak sengaja menabrak orang yang berjalan.Semua itu karena suara nyaring dari pecahan kaca. Alins takut Michelle akan terluka karena tak sengaja menjatuhkan suata benda.Sampai-sampai Alins sepintas lupa memberitahu suaminya mengenai ketegangan saat itu. Sehingga ketika ingat di perjalanan, Alins tergesa-gesa menghubungi Danny kemudian menekan agar suaminya standby menunggu di rumah sakit.Beruntung lalu lintas pagi

    Last Updated : 2024-07-10
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 12: Itu Semua Keputusanmu

    Embusan napas kasar terdengar samar-sama di tangga darurat lantai enam belas. Dia—Celine sudah bersandar lemas di dinding, sementara tangannya masih setia mengenggam handphone yang menempel di sisi telinga kiri.Lewat Alins yang menghubunginya, gadis itu mengetahui tentang keadaan Michelle. Sehingga sejak tadi Celine diserang gelisah dan sibuk menunggu kabar dari Alins.“Michelle masih belum sadarkan diri, Bibi Alins?” Celine kembali memastikan.Deheman lemah Alins terdengar lewat sambungan telepon itu. “Aku baru saja keluar dari ICU. Michelle belum ada perkembangan.”Celine merosot sampai terjongkok lemas, sementara wajahnya semakin lesu diserang cemas. “Bagaimana keadaan anaknya, Bibi Alins?”“Syukurnya anak itu dalam keadaan baik-baik saja, Celine. Putrinya terlahir sehat. Hanya saja dia belum bisa menyusu dari ibunya dikarenakan keadaan Michelle. Jadi, sementara dia diberikan susu formula atas saran dari dokternya.”Celina langsung menutup sebagian wajahnya dengan satu tangannya ya

    Last Updated : 2024-07-11
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 13: Mimpi yang Nyata

    Gemerisik dedaunan yang bergesekan akibat sentuhan angin telah membangunkan Michelle. Kelopak matanya terbuka perlahan, memamerkan sepasang bola mata yang cantik dan teduh.Bibirnya menipis, mengukir senyuman manis ketika mata disajikan pemandangan menyegarkan di depan mata. Yaitu hamparan padang hijau dengan sebuah sungai mengalir tenang.Michelle sendiri sedang berbaring nyaman di atas rerumputan cantik yang seperti sebuah karpet, sementara sebuah pohon rindang dengan daun hijaunya memayungi Michelle.Sungguh, itu adalah sebuah kenyamanan indah yang membuai Michelle. Suasana damai seperti adalah suasana impian Michelle sejak lama.Tidak ada ketegangan yang menyapa jiwa sampai rentan membuat Michelle takut. Michelle tak perlu waspada pada setiap gerakan dari keputusannya. Bahkan, Michelle tak merasakan obsesi kehidupan apalagi takut merasa sendirian.Wanita cantik itu merasa akan baik-baik saja di kedamaian itu. Seolah semua sudah tertata sedemikian rupa tanpa perlu Michelle pikirkan

    Last Updated : 2024-07-12
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 14: Fakta Menyakitkan

    Setelah siuman dari koma, butuh beberapa hari bagi Michelle memulihkan kesadaran sepenuhnya di ruangan ICU. Wanita cantik itu akhirnya dipindahkan ke kamar inap dan leluasa bertemu dengan Alins beserta Danny.Bukan hanya kedua orang terdekat itu, Michelle juga bertemu dengan Celine yang datang menjenguk—satu hari sebelum Michelle siuman.Michelle akhirnya mengetahui bahwa dirinya mengalami koma selama tiga hari. Lewat Alins, dia diberi tahu bahwa Alins dan Danny menangisi dirinya yang mengeluarkan air mata ketika tak sadarkan diri.Puncak kebahagiaan Michelle adalah bertemu untuk pertama kali dengan putri cantiknya.Segenap desakan kebahagiaan menguasai jiwa Michelle yang berkaca-kaca menatap putrinya. Tangannya sampai gemetar ketika menerima putrinya ke dalam pelukannya.Bayi itu adalah bayi perempuan bertubuh sehat dengan pipi gembul yang menggemaskan. Bibirnya yang memerah sampai terhimpit oleh pipi gembulnya, sampai menekan bibirnya hingga setengah mengerucut mungil.Sayangnya, ha

    Last Updated : 2024-07-13
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 15: Pengakuan

    “Memangnya orang sepertiku bisa bertemu dengan orang penting seperti mereka?”Ah, benar. Celine sudah pasti sulit bertemu dengan orang-orang seperti Roland maupun Ella. Celine hanyalah pegawai biasa di sebuah perusahaan, sementara Roland dan Ella tokoh berpengaruh di bidangnya masing-masing. Latar belakang sosial mereka sangat bertolak belakang, ditambah lagi perusahaan tempat Celine bekerja tidak berkaitan dengan perusahaan Roland.Michelle terlalu memaksakan diri dari pemikirannya yang dinilai. Tidak akan mungkin Celine bertemu dengan Roland, walaupun hanya sepintas.“Kenapa kau masih memikirkan pria itu?”Michelle tersentak dari lamunannya. Matanya semula kosong karena berpikir telah menatap Celine yang menatapnya penuh penekanan mendalam.“Dia saja tidak ada penyesalan setelah mencampakanmu, jadi tidak ada gunanya kau masih memikirkan dia,” lanjut Celine menasihati.“Aku hanya penasaran saja sebaik apa kehidupannya sekarang.” Michelle berdalih sembari memalingkan pandangan kepada

    Last Updated : 2024-07-14
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 16: Tidak Bisa Berhati-hati

    ~ Lima tahun kemudian ~Kesepuluh jemari yang menari lincah di keyboard—laptop akhirnya berhenti setelah menekan keypad titik. Mata yang terlihat lelah itu juga merengkuh rasa lega, karena tidak lagi fokus ke layar laptop.Wanita cantik yang mengenakan setelan formal berwarna putih-cokelat itu telah mengendurkan ketegangan di tubuhnya. Dia melakukan peregangan pada lehernya, mematahkan lembut ke kanan dan ke kiri. Pinggang yang terasa pegal pun tak luput dari gerakan peregangannya.Dia adalah Michelle yang kembali produktif. Satu tahun setelah melahirkan, Michelle berhasil mendapatkan pekerjaan tetap di sebuah firma hukum cukup ternama.Michelle tak memilih-milih pekerjaan walaupun harus kembali menjadi personal asistant untuk pemilik firma hukum itu. Apalagi gaji yang ditawarkan sangat menarik. Yang terpenting bagi Michelle saat itu adalah menghasilkan uang dan tak menjadi beban bagi Alins beserta Danny.Pekerjaannya tidak berbanding jauh dengan pekerjaan sebelumnya. Michelle masih t

    Last Updated : 2024-07-15
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 17: Kecelakaan yang Mendebarkan

    Setelah menjemput putrinya di rumah Alins, Michelle langsung bertolak pulang ke rumahnya. Wanita cantik itu segera membersihkan tubuhnya yang lelah, berusaha melepaskan seluruh kepenatan yang menguras pikiran dan tenaga di kerjaan.Namun, Michelle belum mampu melupakan perkataan David.Michelle duduk di meja rias setelah mengenakan piyama. Awalnya Michelle berniat menyisir rambutnya, namun dia berakhir duduk melamun di sana.Itu bukan pertama kali David mengatakan kalimat ambigu yang bisa membuat Michelle salah paham. David memang selalu terang-terang bersikap dan berkata-kata sama. Apalagi tadi sebelum beranjak pergi, Michelle terkejut oleh David yang tiba-tiba mengelus pipinya dengan lembut.“Apa yang sedang Anda pikirkan, Nyonya Michelle?”Michelle tersentak, kemudian menoleh ke arah pintu kamar yang sudah terbuka. Wajah Michelle seketika berseri melihat Leah yang memasang wajah mengejek.“Kau sudah menyiapkan tas sekolahmu untuk besok, Nona Leah?” sahut Michelle dengan candaan yan

    Last Updated : 2024-07-16

Latest chapter

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 124: Hasil yang Dinanti

    ~ Satu jam sebelumnya ~Tepat di sebelah ranjang, Roland masih setia menemani Michelle. Pria itu tak bosan duduk di kursi sembari menatap Michelle yang tertidur lelap. Sesekali dia membelai pipi ataupun mengusap kepala Michelle ketika wanita itu bergerak gelisah dalam tidurnya.Dia berusaha tak menimbulkan suara apa pun yang mengusik kedamaian Michelle. Walau rasanya suara apa pun tak akan membuat Michelle sampai terbangun, karena Michelle bukanlah tipe orang yang sensitif saat tertidur.Ketukan pintu yang terdengar membuat Roland reflek mengalihkan pandangan. Dia melayangkan tatapan tajam kepada Daniel yang masuk dengan hati-hati. Roland juga memberikan kode kepada Daniel lewat telunjuknya yang menempel di bibir.“Jangan berisik! Michelle sedang tidur,” seru Roland mendikte tegas lewat tatapan sinis.Daniel yang mengangguk patuh tak mau membela diri atas sikapnya yang sudah hati-hati. Dia memilih untuk meletakkan barang-barang yang di bawa ke sudut santai ruangan kamar inap itu.“Apa

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 123: Memulai Cerita

    “Keluarlah!” David mengusir dengan acuhnya. “Sebaiknya kau desak tim legal untuk segera menyelesaikan masalah ini. Tekan juga tim IT dan humas untuk menghapus segala pemberitaan,” lanjutnya memberi perintah.David tak menggubris sahutan wanita itu karena muak dan tak puas pada kinerja wanita itu.Diselimuti keheningan yang mendominasi, David kembali terfokus pada pemikirannya mengenai Michelle.Jika memang benar sesuai, sangat tepat jika dia menilai kemarahan Roland bersinggungan dengan Michelle.David tak bisa melupakan bagaimana pasrahnya Michelle dalam pelukan dan gelutan bibir Roland. Dia juga tak bisa menghapus bagaimana emosi memuncak ketika Roland mengadukan hubungan yang terjalin dengan Michelle.Satu-satunya tindakan yang tepat dilakukan adalah menemui Michelle dan mengonfirmasi secara langsung.Sayangnya, wanita itu masih belum menunjukkan batang hidungnya di firma hukum. David semakin bertanya-tanya mengenai keadaan Michelle. Rasa penasarannya terdesak oleh pemberitaan meng

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 122: Bertanya-tanya

    “Apa yang kau katakan?”Ella seketika beranjak dari tepian ranjang. Wanita yang baru saja menenangkan diri dari masalah memusingkan kepala itu telah mendekati asistennya, sementara matanya telah mendelik penuh rasa kesal.“Kau mengatakan Jemmy sudah tidak ada lagi di hotel itu?” desak Ella menggeram sampai gerahamnya beradu kasar.Wanita yang di depannya itu tertunduk takut. “S-saya ... saya sudah memastikan kepada pihak hotel jika Tuan Jemmy sudah meninggalkan hotel sejak kemarin malam—”“Bagaimana bisa kau kehilangan jejak pria sialan itu?!”Bentakan yang memekik sakit ke telinga itu menambah rasa takut pada asisten wanita itu. Bahkan, tubuhnya yang kurus dan kecil itu sudah gemetaran di hadapa Ella.“Aku sudah berulang kali katakan, jangan sampai pria sialan itu menghilang tanpa jejak! Aku juga sudah perintahkan untuk memata-matai segala gerak pria sialan itu!”Wajah Ella memerah, pun gemetaran setelah memekik marah. Wanita itu tak sedikit pun menyembunyikan emosinya kepada orang y

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 121: Memberi Rasa Nyaman

    “Aku harap kau tidak salah paham dengan perkataanku.”Michelle berusaha menampik kegelisahan Roland yang jelas terlihat di balik keheningannya itu.“Aku tidak ingin menjalani hubungan ini terlalu terburu-buru. Aku ingin kita menikmati waktu bersama-sama sekaligus bisa memahami diri kita masing-masing.”Michelle lebih lanjut mengutarakan keinginannya dengan tidak cukup percaya diri. Itu karena dia memahami Roland yang pasti tidak akan menyutujui.“Aku ingin kita tidak seperti dulu yang selalu salah paham dan menyimpulkan sendiri. Meski aku tidak mau terburu-buru, itu bukan berarti aku tidak serius menjalani hubungan ini,” ujar Michelle menimpali.Roland ingin sekali menertawakan pernyataan Michelle dan membalasnya lewat kalimat-kalimat ketus yang pasti menjatuhkan mental.Rasanya tidak masuk akal menjalani hubungan yang serius, namun dilakukan dengan tenang seperti air yang mengalir.Apalagi dengan gaya seorang Roland yang tidak sabaran, dia menilai mustahil bisa mengabulkan permintaan

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 120: Permintaan Michelle

    Dengan terpaksa Ella menurunkan kaca pintu mobil di sebelahnya. Wanita itu memamerkan senyuman kaku demi menyembunyikan rasa cemas dan kesal yang campur aduk di dada.“Kenapa Anda bersikap kasar seperti tadi?” Ella mengkritik di balik senyuman palsu. “Sikap Anda itu sangat tidak sopan,” lanjutnya sedikit ketus.“Mohon maaf! Tetapi selaku pihak keamanan di lingkungan ini saya wajib menegur Anda,” jelas pria itu tanpa sadar meningkatkan rasa cemas Ella.“O-Oh, tapi saya tidak melakukan hal buruk.” Ella membela diri dengan nada gugup.“Mohon maaf jika Anda salah paham atas sikap saya.” Pria itu berulang menyatakan kata maaf dengan sikap tegasnya. “Kemarin malam di sini baru saja terjadi percobaan pembunuhan. Beruntungnya korban berhasil diselamatkan dengan cepat, sehingga keamanan di lingkungan ini diperketat. Sejak saat itu kami wajib memeriksa siapa pun orang asing yang datang,” jelas pria itu.Ella sendiri tertegun mendengarkan penjelasan yang tersampaikan baik ke telingannya. Sampai-

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 119: Seperti Mimpi

    Roland baru saja terbangun dari dunia mimpi yang singkat dirasakan. Tetapi dia kembali disuguhkan oleh hal-hal yang mustahil didapatkan.Walaupun sejak kemarin Michelle menunjukkan sisi lembut yang penurut, akalnya merasa seperti masih bermimpi mendengarkan pengakuan Michelle. Bahkan Roland memeriksa keadaan itu dengan mencermati jelas kehangatan tangan Michelle dalam genggamannya.“Katakan saja nanti setelah kau dalam kesadaran penuh. Aku tidak mau nantinya kau berpura-pura tidak mengingat ini,” ujar Roland yang samar-samar menyindir.“Aku akan ingat dan tidak akan berpura-pura.” Michelle meyakinkan dengan sorot mata lemah namun penuh keseriusan. “Seperti yang kau katakan terakhir kali di depan firma—sebelum balik ke New York, ayo kita lupakan masa lalu,” lanjut Michelle menegaskan.“Aku tidak ingin menahan semuanya dan berbohong pada diriku sendiri, bahwa kau masih tetap ada di hatiku. Mau sekeras apa pun aku melupakanku, rasanya semua sia-sia karena aku masih berdebar-debar setiap

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 118: Menyerah pada Perasaan

    Rutinitas pagi di kediaman Jullian berlangsung seperti biasanya. Para pelayan mulai sibuk melakukan kewajiban mereka di kediaman mewah itu, di mana tuan rumah baru saja kembali setelah beberapa waktu mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.Sayangnya, kesibukan mereka diselimuti oleh ketegangan yang diciptakan oleh sang pemilik kediaman. Yaitu Jullian yang menunjukkan emosi tak terbendung di ruangan santai teras belakang.Sejak sore kemarin, Jullian memang telah menunjukkan ekspresi kesal saat pulang ke rumah. Namun, kekesalan itu semakin bertambah ketika asisten pribadinya mengadukan perihal Roland yang batal menjemputnya di rumah sakit.“Jadi anak berandal itu batal menjemputku karena ke Los Angeles?” tanya Jullian penuh tekanan kepada asisten pribadinya yang merunduk.“Informasi yang saya terima bahwa Tuan Roland mendadak pergi ke Los Angeles.”Jullian berdecih kesal. “Dia pasti menemui wanita itu lagi! Demi wanita itu, anak berandal itu membohongiku!”Berbanding terbalik den

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 117: Rencana Balasan

    “Apa yang akan Kakak lakukan?” Valencia bertanya setelah polisi itu pergi.Mata Roland yang masih menyimpan seberkas emosi telah menatap Valencia. Pria itu memindai Valencia yang memucat dan wajah penuh lelah.“Aku kesal sekali pada kesimpulan polisi itu mengenai kasus Michelle,” lanjutnya membuat Roland menatap tajam.“Kesimpulan apa itu?” desak Roland ingin tahu.“Lewat suamiku dia mengatakan jika kesaksianku beserta sopir taksi itu tak memiliki kekuatan untuk menangkap David Revorman.”Valencia tak ragu-ragu mengadukan kesimpulan yang menjengkelkan—yang sebelumnya mendorong dirinya cepat-cepat mengadu pada Roland.“Polisi itu malah mengatakan jika Michelle bisa saja melakukan “pekerjaan” lain karena mungkin kebetulan saja berada di dekat lokasi rumah David. Dia juga mengatakan bahwa Michelle bukan lagi personal asisstant dari David Revorman. Melainkan hanya seorang administrator di firma itu. Bukankah Kakak berteman dengan David itu?”Setumpuk emosi memuncak ke ubun-ubun Roland, se

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 116: Yang Biasa Dilakukan

    Ketika mulut Michelle terbuka guna lebih lanjut mengadu, suara ketukan pintu yang terdengar beruntun telah menghalangi keinginan Michelle. Sorot matanya teralihkan dari Roland yang menunjukkan eksprsi gelap. Michelle mencoba menoleh ke arah pintu yang terbuka, namun sayang terhalangi oleh tubuh gagah Roland yang masih menegang.“Selamat malam. Saya—polisi yang menangani kasus Nyonya Michelle.”Kecemasan yang tak menenangkan kembali menghantui Michelle setelah mendengar seseorang itu adalah pihak kepolisian. Sama seperti sebelumnya, Michelle masih belum mau berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal.“Beberapa saat lalu saya menghubungi dokter yang menangani Nyonya Michelle dan mengetahui bahwa beliau sudah sadar. Saya ingin sedikit bertanya-tanya pada Nyonya Michelle mengenai kasus yang menimpanya. Apa bisa saya berbicara dengan Nyonya Michelle?”Batin Michelle langsung menolak sebelum Roland maupun Valencia menoleh ke arahnya. Tangannya yang gemetaran telah terangkat, bersusa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status