Home / Romansa / Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah! / Bab 8: Merasa Kehilangan

Share

Bab 8: Merasa Kehilangan

last update Last Updated: 2024-07-07 22:32:44

"Hentikan mobilnya.” Dengan suara parau Roland memerintah Daniel.

Pria yang duduk di kursi penumpang belakang itu telah tersadar dari mabuknya. Matanya memerah itu menyorot tajam Daniel yang melirik singkat dari cermin dashboard.

“Apa Anda ingin saya antar ke apartemen?”

Roland terhenyak dengan wajah tak berekspresi dibuat oleh Daniel.

Sejujurnya, itu adalah opsi terbaik dari orang kepercayaannya. Roland yang benci pada Ella tidak akan menemukan apalagi mengendus jejak Ella di hunian mewah yang hanya dia dan orang-orang terdekat yang tahu.

Tetapi, apartemen itu penuh memori tentang Michelle. Bahwa Roland selalu menghabiskan dan menikmati waktu bersama Michelle.

“Aku ingin tidur di hotel saja. Telepon manager hotel untuk menyiapkan kamarku.”

Roland merebahkan kepala di sandaran kursi setelah memutuskan, sementara matanya terpejam pasrah seolah melepaskan kepenatan.

“Baik, Tuan Roland,” Daniel menyahut patuh.

“Aku tidak akan pulang ke rumah itu lagi, aku akan tinggal di apartemen.”

“Baik, Tuan.” Sambil menyetir, Daniel melirik cemas pada atasannya.

***

Esok adalah week end. Lift begitu ramai dan seorang wanita memperhatikan dengan seksama wajah Roland ketika Daniel membawa Roland ke kamar 704. Wanita itu tersenyum bahagia dengan mata berbinar.

"Waaw itu Roland, dia masih sangat tampan." Wanita itu mengigit kukunya sambil terpaku. Sementara Daniel tidak tahu dirinya dan bosnya sedang diamati oleh wanita cantik yang berdiri anggun di dekat lift. Bahkan wanita itu mengigit bibirnya sambil menatap Roland dari kejauhan.

"Roland aku akan menggantikan posisi Ella agar kau tidak perlu mabuk lagi sayang, aku sangat mampu membuatmu melupakan Ella!" Tiffany adalah salah satu wanita yang pernah dekat dengan Roland. Seorang foto model dan ia merasa yakin hanya dirinya yang pantas bersanding dengan Roland.

Daniel telah setengah jam berlalu dari kamar Roland. Tiffany melangkah pasti mengetuk pintu itu. Sekali, dua kali ketuk dan ketukan ketiga kalinya.

Roland terhuyung membuka kamar itu. Matanya yang redup terbuka melihat wanita cantik di depannya. Wajahnya bingung berusaha mengingat wanita ini.

"Roland lupakan Ella, aku datang agar kau melupakan dia." Tiffany langsung memeluk pundak Rolland dengan penuh kehangatqn dan melangkah masuk ke kamar menyeret Roland yang masih terpaku bingung.

"Tiffany? Apa yang kau lakukan. Tolong tinggalkan aku. Aku ingin sendiri." Roland mundur perlahan dari wanita itu.

"Roland, apa aku tidak secantik Ella. Dulu kita sering melakukannya. Beri kesempatan aku membawamu menikmati Nirwan dan membuatmu tersenyum." Tiffany menutup pintu kamar sambil melepas scarf yang menutup lehernya. Menurunkan salah satu kancingnya dan menuntun Roland duduk di ranjangnya.

Roland berpaling namun Tiffany nekat melepas sepatunya dan menanggalkan satu demi satu pakaiannya.

Saliva Roland tertelan. Tubuh molek putih bagai marmer terpampang nyata di depannya. Roland mengusap wajahnya kasar dan dalam beberapa detik kelebat tubuh ramping milik wajah cantik yang ia rindukan membuatnya mundur.

Roland mengacuhkan tubuh menggeliat yang menggodanya. Tiffany berhasil menuntun Roland ke ranjang king size tersebut. Mata Roland terpejam merasakan deru nafasnya, menekan perih kerinduan pada wajah cantik yang lama sekali ia idamkan, 'Michelle!'

Roland tersentak dan mendorong tubuh 'naked' yang berusaha menaklukannya. Tubuh Tiffany terlempar dan terjatuh dari ranjang itu. Pekik Tiffany berteriak kesakitan begitu ngilu terdengar.

"Aaw, Roland apa yang kau lakukan?" tubuh Tiffany merasa sangat kesakitan oleh dorongan kasar Roland.

"KELUAR KAU DARI KAMARKU ATAU AKU PANGGIL KEAMANAN SETENGA JAM DARI SEKARANG!" bentak Roland berpaling pandangan dari tubuh naked Tiffany.

Tiffany hany meringis dan mengenakan pakaiannya yang terserak sementara Roland pergi meninggalkan Tiffany dengan tatap jijik dan benci. Sikap dingin Roland ditambah tatapan setajam elang yang ingin membunuh musuh membuat Tiffany gemetar ketakutan.

Roland menikmati wine di tangannya. Ia menatap kosong ke depan sambil menghembuskan nafas panjang. Denting piano lembut di sudut cafe menambah sendu suasana hatinya.

Roland telah menikahi Ella, melarikan diri dengan alkohol, bekerja bahkan dengan jam kerja melebihi jam kerja pada umumnya. Mengalihkan dunianya demi menghapus paras cantik sekretarisnya itu. "Aku tak bisa ... tak bisa sedetikpun berpaling darinya ..." Roland meracau sambil berbisik pelan.

Roland seperti patung yang hidup. Ia tidak tertarik oleh wanita mana pun saat ini. Tubuh dan jiwanya telah terkunci mati oleh sentuhan lembut yang terakhir ia terima dari Michelle. Kosong dan kosong itulah arti hidup Roland saat ini. Entah sampai kapan semua ini berakhir.

***

"Tuan Roland merger perusahaan kita dengan Tuan Abraham, Ayah dari Nyonya Ella yakin anda batalkan?" Manager dan rapat pemegang saham kini bertanya sekali lagi meyakinkan diri Roland pad keputusannya.

Roland mengangguk acuh. Wajahnya tak perduli Sam sekali.

"Maaf Tuan, sejak akuisisi ini terjadi keuntungan kita berlipat naik. Pasar saham akan kecewa bila kita menggagalkan Merger ini karena tingkat kepercayaan publik menurun. Lagipula Tuan Abraham akan merugi dan saham kita secara keseluruhan ikut anjlok." Salah satu pemegang saham lainnya ikut bicara, menjelaskan secara gamblang mengkhawatirkan keputusan Roland.

"Aku tak perduli dengan itu. Atur kebijakan penggagalan merger. Batalkan secara resmi secepatnya. Aku yakin Abraham tidak akan berani menghadapi kita. Kita bisa menggunakan inovasi yang sudah selesai dirampungkan tim riset. Itu akan membuat angka penjualan terus naik berkali lipat. Saham kita akan tetap konstan di tempat setelah itu."

Daniel segera mencatat instruksi dari Roland dan rapat pemegang saham akhirnya menyetujui keputusan bulat sang CEO atas kerjasama bisnis yang sudah terjalin itu berakhir.

***

Michelle mengernyit setelah berhasil memuntahkan semua isi perutnya ke di kamar mandi. Michelle bngkit terhuyung dengan wajah pucat.

Alins di pintu menatapnya khawatir menuntun Michelle ke kamarnya. "Beristirahatlah, ini gejala morning sicknes. Kau harus tetap makan walau sedikit."

"Aku mual, aku tak bisa Alins." Michelle menggelengkan wajahnya lemah.

Danny tiba-tiba berada dipintu membawa baki berisi sarapan ringan roti panggang teh lemon hangat.

"Michelle minumlah teh ini setelah roti 'backed' nya kau cicipi." Baki itu disiapkan dengan meja lipat di depan Michelle.

"Terima kasih Alins, Danny. Aku beruntung memiliki Kalian." Michelle masih bersandar lemah pada sisi ranjang.

"Sst, honey. Kami bahagia melakukan ini." Danny berkata lembut.

"Danny, aku akan menjaga Michelle. Berangkatlah." Alins mengecup kening Danny. Danny mengangguk setuju dan berlalu.

Sementara Michelle kembali lari ke kamar mandi. Lagi dan lagi memuntahkan semua isi perutnya. Wajah Michelle yang kuyu menatap cermin hampa. Aneh Michael merindukan wajah dari Papa bayi ini.

Setiap pergantian pagi adalah dera siksa bagi Michelle selain mual dan muntah tubuh Michelle juga begitu lemah hingga ia tidak mampu mempersiapkan makan pagi seperti biasanya. Untung saja Alins mengerti sekali dengan keadaan ini.

Beberapa Minggu kemudian. Michelle memegangi tasnya di klinik bersalin. Disamping kiri dan kanannya pasangan suami istri juga sedang antri. Disebelahnya seorang suami mengelus pinggang istrinya yang tampak kelelahan. Mereka menunggu panggilan dari suster yang memegang administrasi.

Hati Michelle terenyuh menekan rasa sedih ketika menyadari ia datang sendirian. Ia menolak diantar Alins karena sangat mengerti Alins harus ke rumah sakit menemui pasiennya.

"Nyonya Michelle silahkan masuk." Seorang suster membuyarkan lamunan Michele.

Butuh usaha keras bagi Michelle melewati waktu demi waktu dengan janin di perutnya tanpa kehadiran seorang pria sebagai papa bayinya. Terkadang hormon kehamilan yang membuat emosinya naik turun dengan cepat membuatnya terisak. Ia redup dalam hitungan menit dan kembali mencoba tersenyum walau terpaksa.

Alins mengelus perut Michelle yang kini tampak besar. "Apa kau akan siap jika bulan depan kau harus mengikuti pelatihan senam ibu hamil di rumah sakit?"

Michelle menggeleng lemah. "Aku siap tetapi pertanyaan demi pertanyaan peserta senam lainnya yang membuat aku begitu lemah, Alins." Michelle mengadu dengan sedih.

"Michelle Sayang, aku akan menemanimu. Bahkan hari pertama senam kehamilan aku akan mengosongkan jadwalku untuk kerumah sakit. Apa kau setuju?"

Michelle mengangguk, senyumannya kembali terukir seperti biasa.

Alins menarik nafas panjang. Masa kehamilan ini memang sangat membuat Michelle tersiksa. Alins sedih melihat tubuh Michelle yang terlihat kurus dan kuyu.

"Minumlah susu hamilmu. Ini rasa mangga."

Michelle menggeleng perlahan memilih terpejam sambil menghapus air matanya yang sebenarnya ia tahan. "Sungguh, ada rindu menyeruak begitu saja menatap wajahmu."

~ Bersambung ~

Related chapters

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 9: Kasih Sayang

    Ruangan senam hamil itu seperti tempat aerobic pada umumnya. Kaca besar melingkari ruang latihan.Michelle menengok ke pintu mencari sosok Alins yang berjanji menemaninya. Hatinya sedikit merasa rendah diri ketika melihat pesertanya senam lainnya didampingi suami mereka.[Michelle aku akan terlambat karena konsultasi pasienku sedikit mundur jamnya. Aku akan tetap datang menemani. Masuklah lebih dulu mengikuti kelas]Chat yang masuk dari Alins tadi harusnya membuat Michelle tidak terus menunggu tetapi ada rasa sedih ketika wanita cantik itu memulai senam tanpa siapa pun di sisinya."Baik Untuk para ibu hamil silahkan berdoa berhadapan dengan suaminya. Mulai meregangkan jari dengan saling menggenggam tangan suaminya."Instruktur senam hamil telah memberi instruksi. Setiap dari peserta senam hamil pun telah berdoa berhadapan dengan suaminya untuk memulai senam hamil dengan peregangan jari.Michelle diam beberapa menit mencoba tegar

    Last Updated : 2024-07-09
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 10: Pagi yang Panik

    Michelle mendorong dua kartu ini sampai mendekat ke tangan Alins yang berada di tepian meja. Dengan tindakan serupa pula Alins mendorong balik ke tangan Michelle, sampai memaksa Michelle menggenggamnya.“Kami tidak merasa disusahkan olehmu. Sebaliknya, kami merasa senang kau ada bersama kami. Bukankah kau sudah menganggap kami seperti orang tuamu, Michelle?”Dani menepuk pundak michelle. "Kami akan sedih jika kau menolak ini.”"Terimalah! Simpan uangmu untuk kebutuhan lainnya. Kau dan anakmu berhak untuk hidup layak. Kami tidak punya siapa-siapa selain dirimu untuk berbagi kebahagiaan." Alins meyakinkan sambil menutup jemari Michelle agar menggenggam 2 kartu yang mereka berikan.Tak ada yang bisa Michelle lakukan selain memeluk Alins. Wanita cantik itu menitihkan air mata di pelukan Alins yang berbalas.Michelle benar-benar merasa beruntung di tengah-tengah ujian hidup yang menyayat perasaannya. Sampai-sampai di dalam hati Michelle memohon keb

    Last Updated : 2024-07-09
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 11: Sosok yang Dirindukan

    "Bibi Alins, sepertinya aku akan melahirkan.” Michelle berusaha bersuara tenang demi tidak menambah kepanikan.Padahal wanita itu sudah merintih kesakitan dengan keringat yang berpeluh. Michelle bahkan sudah memucat ketika memastikan air yg keluar dari tengah-tengah pahanya itu adalah air ketuban."Aku sudah menghubungi ambulans. Aku juga akan segera ke rumah. Bertahnlah, Michelle.”Tanpa Michelle ketahui, Alins sudah setengah berlari di lorong ruangan. Karena dorongan panik itu Alins sempat beberapa kali tak sengaja menabrak orang yang berjalan.Semua itu karena suara nyaring dari pecahan kaca. Alins takut Michelle akan terluka karena tak sengaja menjatuhkan suata benda.Sampai-sampai Alins sepintas lupa memberitahu suaminya mengenai ketegangan saat itu. Sehingga ketika ingat di perjalanan, Alins tergesa-gesa menghubungi Danny kemudian menekan agar suaminya standby menunggu di rumah sakit.Beruntung lalu lintas pagi

    Last Updated : 2024-07-10
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 12: Itu Semua Keputusanmu

    Embusan napas kasar terdengar samar-sama di tangga darurat lantai enam belas. Dia—Celine sudah bersandar lemas di dinding, sementara tangannya masih setia mengenggam handphone yang menempel di sisi telinga kiri.Lewat Alins yang menghubunginya, gadis itu mengetahui tentang keadaan Michelle. Sehingga sejak tadi Celine diserang gelisah dan sibuk menunggu kabar dari Alins.“Michelle masih belum sadarkan diri, Bibi Alins?” Celine kembali memastikan.Deheman lemah Alins terdengar lewat sambungan telepon itu. “Aku baru saja keluar dari ICU. Michelle belum ada perkembangan.”Celine merosot sampai terjongkok lemas, sementara wajahnya semakin lesu diserang cemas. “Bagaimana keadaan anaknya, Bibi Alins?”“Syukurnya anak itu dalam keadaan baik-baik saja, Celine. Putrinya terlahir sehat. Hanya saja dia belum bisa menyusu dari ibunya dikarenakan keadaan Michelle. Jadi, sementara dia diberikan susu formula atas saran dari dokternya.”Celina langsung menutup sebagian wajahnya dengan satu tangannya ya

    Last Updated : 2024-07-11
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 13: Mimpi yang Nyata

    Gemerisik dedaunan yang bergesekan akibat sentuhan angin telah membangunkan Michelle. Kelopak matanya terbuka perlahan, memamerkan sepasang bola mata yang cantik dan teduh.Bibirnya menipis, mengukir senyuman manis ketika mata disajikan pemandangan menyegarkan di depan mata. Yaitu hamparan padang hijau dengan sebuah sungai mengalir tenang.Michelle sendiri sedang berbaring nyaman di atas rerumputan cantik yang seperti sebuah karpet, sementara sebuah pohon rindang dengan daun hijaunya memayungi Michelle.Sungguh, itu adalah sebuah kenyamanan indah yang membuai Michelle. Suasana damai seperti adalah suasana impian Michelle sejak lama.Tidak ada ketegangan yang menyapa jiwa sampai rentan membuat Michelle takut. Michelle tak perlu waspada pada setiap gerakan dari keputusannya. Bahkan, Michelle tak merasakan obsesi kehidupan apalagi takut merasa sendirian.Wanita cantik itu merasa akan baik-baik saja di kedamaian itu. Seolah semua sudah tertata sedemikian rupa tanpa perlu Michelle pikirkan

    Last Updated : 2024-07-12
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 14: Fakta Menyakitkan

    Setelah siuman dari koma, butuh beberapa hari bagi Michelle memulihkan kesadaran sepenuhnya di ruangan ICU. Wanita cantik itu akhirnya dipindahkan ke kamar inap dan leluasa bertemu dengan Alins beserta Danny.Bukan hanya kedua orang terdekat itu, Michelle juga bertemu dengan Celine yang datang menjenguk—satu hari sebelum Michelle siuman.Michelle akhirnya mengetahui bahwa dirinya mengalami koma selama tiga hari. Lewat Alins, dia diberi tahu bahwa Alins dan Danny menangisi dirinya yang mengeluarkan air mata ketika tak sadarkan diri.Puncak kebahagiaan Michelle adalah bertemu untuk pertama kali dengan putri cantiknya.Segenap desakan kebahagiaan menguasai jiwa Michelle yang berkaca-kaca menatap putrinya. Tangannya sampai gemetar ketika menerima putrinya ke dalam pelukannya.Bayi itu adalah bayi perempuan bertubuh sehat dengan pipi gembul yang menggemaskan. Bibirnya yang memerah sampai terhimpit oleh pipi gembulnya, sampai menekan bibirnya hingga setengah mengerucut mungil.Sayangnya, ha

    Last Updated : 2024-07-13
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 15: Pengakuan

    “Memangnya orang sepertiku bisa bertemu dengan orang penting seperti mereka?”Ah, benar. Celine sudah pasti sulit bertemu dengan orang-orang seperti Roland maupun Ella. Celine hanyalah pegawai biasa di sebuah perusahaan, sementara Roland dan Ella tokoh berpengaruh di bidangnya masing-masing. Latar belakang sosial mereka sangat bertolak belakang, ditambah lagi perusahaan tempat Celine bekerja tidak berkaitan dengan perusahaan Roland.Michelle terlalu memaksakan diri dari pemikirannya yang dinilai. Tidak akan mungkin Celine bertemu dengan Roland, walaupun hanya sepintas.“Kenapa kau masih memikirkan pria itu?”Michelle tersentak dari lamunannya. Matanya semula kosong karena berpikir telah menatap Celine yang menatapnya penuh penekanan mendalam.“Dia saja tidak ada penyesalan setelah mencampakanmu, jadi tidak ada gunanya kau masih memikirkan dia,” lanjut Celine menasihati.“Aku hanya penasaran saja sebaik apa kehidupannya sekarang.” Michelle berdalih sembari memalingkan pandangan kepada

    Last Updated : 2024-07-14
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 16: Tidak Bisa Berhati-hati

    ~ Lima tahun kemudian ~Kesepuluh jemari yang menari lincah di keyboard—laptop akhirnya berhenti setelah menekan keypad titik. Mata yang terlihat lelah itu juga merengkuh rasa lega, karena tidak lagi fokus ke layar laptop.Wanita cantik yang mengenakan setelan formal berwarna putih-cokelat itu telah mengendurkan ketegangan di tubuhnya. Dia melakukan peregangan pada lehernya, mematahkan lembut ke kanan dan ke kiri. Pinggang yang terasa pegal pun tak luput dari gerakan peregangannya.Dia adalah Michelle yang kembali produktif. Satu tahun setelah melahirkan, Michelle berhasil mendapatkan pekerjaan tetap di sebuah firma hukum cukup ternama.Michelle tak memilih-milih pekerjaan walaupun harus kembali menjadi personal asistant untuk pemilik firma hukum itu. Apalagi gaji yang ditawarkan sangat menarik. Yang terpenting bagi Michelle saat itu adalah menghasilkan uang dan tak menjadi beban bagi Alins beserta Danny.Pekerjaannya tidak berbanding jauh dengan pekerjaan sebelumnya. Michelle masih t

    Last Updated : 2024-07-15

Latest chapter

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 119: Seperti Mimpi

    Roland baru saja terbangun dari dunia mimpi yang singkat dirasakan. Tetapi dia kembali disuguhkan oleh hal-hal yang mustahil didapatkan.Walaupun sejak kemarin Michelle menunjukkan sisi lembut yang penurut, akalnya merasa seperti masih bermimpi mendengarkan pengakuan Michelle. Bahkan Roland memeriksa keadaan itu dengan mencermati jelas kehangatan tangan Michelle dalam genggamannya.“Katakan saja nanti setelah kau dalam kesadaran penuh. Aku tidak mau nantinya kau berpura-pura tidak mengingat ini,” ujar Roland yang samar-samar menyindir.“Aku akan ingat dan tidak akan berpura-pura.” Michelle meyakinkan dengan sorot mata lemah namun penuh keseriusan. “Seperti yang kau katakan terakhir kali di depan firma—sebelum balik ke New York, ayo kita lupakan masa lalu,” lanjut Michelle menegaskan.“Aku tidak ingin menahan semuanya dan berbohong pada diriku sendiri, bahwa kau masih tetap ada di hatiku. Mau sekeras apa pun aku melupakanku, rasanya semua sia-sia karena aku masih berdebar-debar setiap

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 118: Menyerah pada Perasaan

    Rutinitas pagi di kediaman Jullian berlangsung seperti biasanya. Para pelayan mulai sibuk melakukan kewajiban mereka di kediaman mewah itu, di mana tuan rumah baru saja kembali setelah beberapa waktu mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.Sayangnya, kesibukan mereka diselimuti oleh ketegangan yang diciptakan oleh sang pemilik kediaman. Yaitu Jullian yang menunjukkan emosi tak terbendung di ruangan santai teras belakang.Sejak sore kemarin, Jullian memang telah menunjukkan ekspresi kesal saat pulang ke rumah. Namun, kekesalan itu semakin bertambah ketika asisten pribadinya mengadukan perihal Roland yang batal menjemputnya di rumah sakit.“Jadi anak berandal itu batal menjemputku karena ke Los Angeles?” tanya Jullian penuh tekanan kepada asisten pribadinya yang merunduk.“Informasi yang saya terima bahwa Tuan Roland mendadak pergi ke Los Angeles.”Jullian berdecih kesal. “Dia pasti menemui wanita itu lagi! Demi wanita itu, anak berandal itu membohongiku!”Berbanding terbalik den

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 117: Rencana Balasan

    “Apa yang akan Kakak lakukan?” Valencia bertanya setelah polisi itu pergi.Mata Roland yang masih menyimpan seberkas emosi telah menatap Valencia. Pria itu memindai Valencia yang memucat dan wajah penuh lelah.“Aku kesal sekali pada kesimpulan polisi itu mengenai kasus Michelle,” lanjutnya membuat Roland menatap tajam.“Kesimpulan apa itu?” desak Roland ingin tahu.“Lewat suamiku dia mengatakan jika kesaksianku beserta sopir taksi itu tak memiliki kekuatan untuk menangkap David Revorman.”Valencia tak ragu-ragu mengadukan kesimpulan yang menjengkelkan—yang sebelumnya mendorong dirinya cepat-cepat mengadu pada Roland.“Polisi itu malah mengatakan jika Michelle bisa saja melakukan “pekerjaan” lain karena mungkin kebetulan saja berada di dekat lokasi rumah David. Dia juga mengatakan bahwa Michelle bukan lagi personal asisstant dari David Revorman. Melainkan hanya seorang administrator di firma itu. Bukankah Kakak berteman dengan David itu?”Setumpuk emosi memuncak ke ubun-ubun Roland, se

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 116: Yang Biasa Dilakukan

    Ketika mulut Michelle terbuka guna lebih lanjut mengadu, suara ketukan pintu yang terdengar beruntun telah menghalangi keinginan Michelle. Sorot matanya teralihkan dari Roland yang menunjukkan eksprsi gelap. Michelle mencoba menoleh ke arah pintu yang terbuka, namun sayang terhalangi oleh tubuh gagah Roland yang masih menegang.“Selamat malam. Saya—polisi yang menangani kasus Nyonya Michelle.”Kecemasan yang tak menenangkan kembali menghantui Michelle setelah mendengar seseorang itu adalah pihak kepolisian. Sama seperti sebelumnya, Michelle masih belum mau berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal.“Beberapa saat lalu saya menghubungi dokter yang menangani Nyonya Michelle dan mengetahui bahwa beliau sudah sadar. Saya ingin sedikit bertanya-tanya pada Nyonya Michelle mengenai kasus yang menimpanya. Apa bisa saya berbicara dengan Nyonya Michelle?”Batin Michelle langsung menolak sebelum Roland maupun Valencia menoleh ke arahnya. Tangannya yang gemetaran telah terangkat, bersusa

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 115: Kedatangan Roland

    Beberapa jam kemudian Michelle telah dipindahkan ke kamar inap setelah kondisinya dinyatakan stabil. Selang oksigen yang terpasang sudah dilepaskan, kecuali jarum beserta selang infus yang masih terpasang.Meski kondisinya dinyatakan lebih baik dari sebelumnya, Michelle masih bersikap sama yaitu tak mengendurkan sedikit rasa takut dan cemas.Jemarinya bertindak egois terhadap Valencia, tak ingin melepaskan sedikit tangan Valencia dari genggamannya. Bahkan ketika dokter memeriksakan keadaannya, Michelle tak ingin ditinggalkan sedetik pun oleh Valencia.Semua karena bayangan mengerikan itu mengisi seluruh pikiran Michelle.Ketika matanya terbuka, Michelle berpikir dirinya telah tidak lagi berada di bumi karena pandangan mata yang kabur pada warna putih mendominasi. Hal hampir serupa pernah Michelle rasakan ketika tak sadarkan diri sewaktu pasca melahirkan Leah.Namun setelah beberapa kali mengerjapkan mata dan penglihatan mata kembali jernih, Michelle menyadari dirinya yang masih bernya

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 114: Tangan yang Gemetaran

    Valencia membasuh air mata yang membasahi wajah cantiknya dengan sapu tangan pemberian suaminya. Napasnya masih saja sesak setelah memaksa diri agar berhenti dari tangisannya. Duduk di ruang tunggu itu, Valencia berakhir menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.“Apa yang aku lakukan sudah benar, ‘kan?” tanya Valencia dengan nada masih sedikit terisak.“Mendengar bentakannya tadi, aku bisa menebak rasa terkejut dan kemarahan Kak Roland.” Albert berkomentar tenang.“Dia langsung mematikan telepon tanpa memberitahu apa yang akan dilakukan. Tetapi aku bisa menebak, dia pasti akan langsung ke sini tanpa peduli betapa penting pekerjaannya di sana.”Valencia berkomentar serupa ketika menormalkan kembali napasnya.“Aku hanya berharap Michelle cepat sadar agar bisa memberitahukan semua yang dia lalui sendirian,” lanjutnya berbicara.“Sebaiknya kau pulang saja, Valen. Aku akan menunggu perkembangan tentang Michelle di sini.”Pernyataan Albert membuat Valencia mengangkat kepalanya yang tenang be

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 113: Telepon Dari Valencia

    Roland terduduk lemas di kursi penumpang belakang pada mobil yang dinaiki. Pria itu mengendurkan dasi yang melingkar rapi di leher, sengaja memberi ruang bebas pada tenggorokan yang dipenuhi sesak tak mengenakkan. Sementara itu mata abu-abunya menatap kosong ke arah depan, tak peduli pada Daniel yang melirik cemas seperti ingin menarik perhatian.Pembicaraan intens beberapa menit lalu bersama Alins dan Danny benar-benar menguras perasaan Roland. Selain mengetahui cerita hidup Michelle yang tertutup sempurna, dia juga mengetahui perihal penyakit dari dua orang yang seperti orang tua pengganti bagi Michelle.Alins mengidap kanker lambung stadium empat, di mana hari itu dokter di rumah sakit itu menyampaikan kabar buruk perihal kanker itu sudah menyebar dan menggerogoti ke jaringan lain di tubuhnya. Sementara Danny disarankan untuk beristirahat dari pekerjaannya dan melakukan tindakan pengobatan pada penyakit jantung yang diderita.Tak ada yang bisa Roland lakukan kecuali terdiam dan men

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 112: Kejujuran Perasaan

    Roland terhenyak dalam pertanyaan Alins sampai mulutnya bungkam tidak bisa menjawab. Padahal pertanyaan yang diucapkan sudah Roland ketahui sendiri jawabannya, tetapi rasa penasaran mendesaknya ingin mencari tahu secara langsung.“Dibandingkan Michelle, kami sudah siap jika sewaktu-waktu kau mengetahui perihal Leah.” Danny memecahkan keheningan diri yang sebelumnya memilih menjadi pendengar. “Karena sebuah rahasia tidak ada yang abadi untuk disembunyikan,” lanjutnya menimpali.“Apa tujuanmu datang kali ini di kehidupan Michelle masih sama, Roland?” tanya Alins dengan kelembutan namun terselip sebuah ketegasan yang dirasakan kental.Roland masih bersikap sama. Entah mengapa mulutnya terasa sulit untuk terbuka dan bersuara.“Sejak kecil Michelle tak pernah mau menyulitkan siapa pun termasuk ibunya. Michelle kecil selalu terbiasa mandiri dengan sosok orang tua tunggal yang dia miliki. Mungkin karena ibunya yang merupakan kakak kandungku sudah memberitahu bahwa hanya Michelle hanya memili

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 111: Pertemuan Tak Terduga

    Di dalam lift yang dinaiki, Roland melepaskan napas kasar. Pria itu merengkuh sedikit kelegaan setelah berbicara dengan Jullian. Setelah sekian lama berlalu, Roland tak lagi ragu ingin mengungkapkan alasan menceraikan Ella.Dia memiliki alasan yang tepat untuk tidak mengubur aib itu sendirian. Jika dulu dia memilih acuh, kali itu dia terdorong harus demi menata masa depan indah bersama wanita yang dicintai.“Sore ini bisa kosongkan jadwalku? Aku ingin menjemput daddy yang pulang sore ini.” Roland tenang meminta pada Daniel yang berdiri di belakang.“Saya akan mengatur untuk Anda.” Daniel mengulas senyuman getir setelah terpaksa memenuhi permintaan Roland.“Oh ... iya, Tuan. Saat menunggu Anda tadi, Nyonya Valencia menghubungi saya. Beliau menanyakan perihal Anda yang tidak menjawab telepon. Saya mengatakan jika Anda sedang menjenguk Tuan Jullian.”Roland tersadar pada handphone-nya yang di-silent-kan di dalam saku dalam jas setelah Daniel mengadu. Tanpa menuda pria itu merogoh saku dal

DMCA.com Protection Status