Beranda / Romansa / Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah! / Bab 135: Bagaimana Jika Tahu? (II)

Share

Bab 135: Bagaimana Jika Tahu? (II)

last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-21 17:00:35

Roland masih tak banyak bersuara ketika tiba di penthouse. Dia hanya berbicara sekadarnya ketika ditanya. Tak peduli bagaimana cerewetnya Leah selama di perjalanan, hal tersebut sama sekali tak memengaruhi Roland.

Sikapnya itu memantik rasa penasaran Leah yang setia menggenggam tangan Michelle. Bahkan Leah sampai menatap tajam Roland yang berjalan lebih dahulu di depannya.

“Karena kamar yang tersedia hanya dua, kau dan Leah akan tidur di kamar tamu di lantai atas—yang berada di sebelah kiri,” jelas Roland tanpa menoleh pada Michelle dan Leah yang mengikuti dari belakang.

“Kamar tamu di lantai bawah masih belum layak untuk ditempati dan masih tahap renovasi. Jadi, sementara waktu kau dan Leah akan tinggal dalam satu kamar.” Barulah Roland berbalik menatap setelah bersuara datar.

“Kami tidak masalah.” Michelle menanggapi tenang.

“Barang-barang kalian akan tiba sore nanti. Sementara waktu kalian bisa menggunakan barang yang telah aku siapkan.” Roland masih bersikap sama.

Michelle mengang
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (4)
goodnovel comment avatar
catdesy
ditunggu lanjutannya
goodnovel comment avatar
Siti Mariana
tiap hari donk thor update bab nya biar enak bacanya....
goodnovel comment avatar
Zhen Zhen
lanjut thor boar puas bacanya . coz nunggunya lama
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 136: Berjanjilah Padaku

    Sejak masuk ke dalam kamar tidurnya, Roland tak lagi menyembunyikan kegelisahan diri. Sejak tadi dia sudah mondar-mandir tak jelas, sementara itu napas pun berkali-kali diembuskan kasar.Selain gelisah dan cemas yang merasuki jiwa, rasa bersalah turun ikut campur mempermainkan perasaan Roland. Samar-samar dia memperhatikan sikap Leah yang perlahan-lahan murung.Jujur saja, Roland sudah berniat menguping pembicaraan Michelle bersama Leah di dalam kamar. Pria itu sudah menajamkan telinga ketika menutup rapat pintu kamar tamu.Tetapi, logikanya telah menasihati untuk sedikit lebih sabar. Roland dengan terpaksa memercayakan segalanya pada Michelle.“Sebaiknya aku menenangkan diri dengan beberapa gelas air mineral,” gumamnya lemah yang memutuskan beranjak dari kamar.Ketika keluar dari kamar mata keabu-abuannya langsung membidik kamar tamu yang berada di ujung lantai. Keberadaan kamar itu bagaikan sebuah magnet besar yang sulit mengalihkan perhatian Roland.Meski perhatian tertuju ke kamar

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 137: Ayah dan Gadis Kecilnya

    “Ah ... untuk makan malam nanti Leah mau menu apa?”Michelle memalingkan pandangan setelah sengaja mengalihkan pembicaraan. Wanita itu pun beranjak dari duduk di tepian ranjang yang tak lama kemudian mengeluarkan handphone dari saku depan celana.“Sepertinya akan menyenangkan jika kita makan malam di luar.” Sembari memainkan handphone, Michelle sibuk berbicara sendiri tanpa peduli bagaimana Roland beserta Leah menatapnya. “Di sekitar sini banyak restoran, ‘kan? Sepertinya menu daging dan salad sayur akan terasa nikmat,” lanjutnya masih asyik sendiri.“Mom,” Leah menginterupsi datar.“Ya?” Michelle menyahut, kemudian menatap Leah yang menyorotnya tajam penuh rasa curiga. “Leah mau menu makan malam apa?” tanya Michelle yang sengaja menyembunyikan perasaan.“Mommy masih bisa memikirkan makanan ketika aku bertanya?” seperti biasa Leah mengkritik tajam ketika keinginannya belum terpenuhi.“Dokter mengatakan pada Mommy untuk banyak makan dan beristirahat. Mommy tidak salah jika lebih memiki

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-25
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 1: Cinta yang Salah

    “Ini surat pengunduran diri saya.” Roland mendongak ke arah wanita cantik yang berdiri dan tak berkedip di depan matanya. Konglomerat generasi ketiga itu memicingkan mata pada wanita yang menarik perhatiannya dari ipad dan beberapa tumpuk dokumen kerja di atas meja. “Kau bilang ini apa?” bariton seksi milik Roland kini berganti membelai telinga wanita cantik itu. “Seperti yang Tuan Roland lihat, ini adalah surat pengunduran diri saya.” Wanita cantik bersuara lembut itu sedikit mendorong amplop putih di atas meja untuk mendekat kepada Roland. “Kau serius, Michelle?” Roland setengah menggeram merapalkan nama wanita cantik itu. “Ya! Saya serius.” Michelle Louise—si wanita cantik itu tak bergetar meyakinkan keputusannya kepada Roland. Roland menghela napas kasar yang terdengar jelas hingga ke telinga Michelle. Kacamata yang melindungi bola mata hazel dari sinar radiasi gadget itu dilepaskan dan diletakkan tepat di samping ipad yang beberapa menit lalu sempat dipegang. Pria ti

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-28
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 2: Berbahaya dan Kejam

    Mata cokelatnya yang indah telah diselimuti oleh genangan air mata. Michelle terpaku kaku menatap Roland yang tak berekspresi pada dirinya.Pelacur? Begitu rendahnya sosok Michelle bagi Roland, sehingga tidak ada kata lebih layak yang disematkan pada Michelle.Padahal selama ini Michelle menghormati dan tulus memandang sosok Roland.Semuanya memang salah Michelle. Dia sudah memahami karakter dan sikap Roland. Bahkan, Michelle sudah menakar sebab-akibat dari keputusannya itu.Michelle benar-benar naif. Bukan! Michelle benar-benar melakukan kesalahan fatal. Selama ini dia mencintai pria yang salah dan tak memiliki hati.Ketika memutuskan beranjak turun dari ranjang itu, batin Michelle telah mantap menentukan keputusan. Bahwa dia akan menyerah untuk menunggu balasan cinta dari Roland.Ada rasa nyeri tak tertahankan di inti sensitifnya akibat perbuatan kasar Roland. Sangat perih seperti ratusan bekas sayatan baru terukir di sana. Namun, Michelle bersikeras menyembunyikan karena tak ingin

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-28
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 3: Lepaskan Segalanya

    Hari itu merupakan hari paling melelahkan bagi Michelle. Emosi dan perasaannya dipermainkan secara brutal. Michelle juga harus mengosongkan meja kerjanya dan mengalihkan pekerjaan itu kepada pengganti yang ditunjuk. Beban pikiran semakin bertambah saat mengetahui Roland melakukan pengumuman pertunangan kepada pers dan media tanpa memberitahu pada Michelle.Roland telah mencampakkan Michelle dengan keji. Itu artinya tidak ada lagi alasan bagi Michelle bertahan di lingkungan yang menyakitkan itu.Dia menerima keadaan pahit itu dan tidak lagi ingin peduli mengenai apa pun yang bersangkutan dengan Roland. Semua memang kebodohan diri yang buta akibat terlalu mencintai Roland. Michelle mengaku terlalu percaya diri bahwa perhatian Roland bukan hanya sekadar untuk nafsu saja.Tindakannya itu serupa dengan tindakan acuhnya terhadap orang-orang di perusahaan yang mulai mencibir sosoknya.Michelle menjadi pembicaraan hangat atas kabar bahwa dirinya dipecat secara tak hormat. Mulut-mulut penggosi

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-28
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 4: Hati yang Tersakiti

    Michelle duduk bersandar di kursi penumpang dari taksi yang ditumpangi, sementara itu matanya menatap kosong ke luar jendela—di mana hujan deras sedang berlangsung.Setelah cukup mampu memperbaiki harga dirinya, Michelle tak lagi bisa mengekspresikan suasana hati yang tersayat-sayat.Di sisi lain ada perasaan lega mengendap di hati Michelle. Dia sangat puas bisa membantah seorang Roland. Setelah menyumpahi Roland, Michelle dengan berani melewati Roland sampai sengaja menabrak lengannya ke pria kejam itu.Wanita cantik itu mengabaikan teriakan Roland, tak takut pada dua bodyguard yang ingin menangkap. Michelle mengunci rapat-rapat kamar yang dimasuki. Cepat-cepat pula Michelle mengganti pakaiannya dengan kaos putih dipadukan celana jeans biru yang merupakan pakaian miliknya sendiri. Michelle keluar dari kamar setelah memasukkan barang-barang miliknya ke dalam satu koper.Michelle tidak merasa rugi melepaskan segala kemewahan yang didapatkan dari Roland. Sebaliknya, ada kepuasaan di bat

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-28
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 5: Pagi Mengejutkan

    Pelukan hangat Alins menyambut kedatangan Michelle di terminal kedatangan bandara. Dia membelai rambut panjang Michelle yang tergerai indah, kemudian sorot matanya penuh sayang menatap sosok keponakan yang sudah seperti putri kandungnya.Danny Elfman juga melakukan hal serupa. Dengan cara sama dia memberikan perhatian serta kasih sayang pada Michelle yang dianggap seperti putri kandung sendiri.Maklum saja, Alins Louise dan suaminya belum dikaruniakan anak dalam pernikahan mereka. Bagi pasangan dokter itu, putri mereka adalah Michelle yang merupakan putri kandung dari kakaknya Alins.“Jangan merasa tidak enak dengan kami selama kau di sini, Michelle.” Danny menyatakan perasaannya ketika mereka tiba di rumah.“Justru kami sangat senang kau mau pindah ke sini.” Alins menimpali.Michelle tersenyum, namun hatinya bertolak belakang dengan eskpresi di wajah. Sejak tadi dia telah bersusah payah menahan perasaan bersalah bercampur sedih kepada Alins dan Danny.Terutama pada Alins, Michelle sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-28
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 6: Kehamilan

    Michelle mematung tak percaya dengan apa yang ia dengar. "A-apa? Mengandung?" wajah cantik Michelle semakin pucat. Michelle membelalakkan matanya. Telinganya lebih ia tajamkan, barangkali salah mendengar. "Jangan bersedih kamu harus tetap tersenyum dan kuat demi bayimu. Apapun yang terjadi sekarang kita akan hadapi bersama." Usap lembut Alins di pundak michelle benar-benar menyatakan bahwa yang ia dengar adalah benar. Kini Michelle hanya mampu menerima pelukan Allins sambil memejamkan mata. 'Hamil?' Michelle di dalam hatinya masih tak percaya. Saat Michelle memejamkan mata, selintas wajah tampan dengan senyum yang sebenarnya ia rindukan terlintas. 'Roland, ini adalah anak Roland!' hati Michelle tak percaya dengan apa yang ia alami, hatinya mengeja nama Roland bagai menyebut sebuah mantra sambil mengusap air mata yang akhirnya jatuh juga di pipi. Michelle benci Roland karena tidak pernah sedikitpun mencintainya tetapi fakta bahwa ini adalah anak Roland membuatnya kembali menginga

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-06

Bab terbaru

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 137: Ayah dan Gadis Kecilnya

    “Ah ... untuk makan malam nanti Leah mau menu apa?”Michelle memalingkan pandangan setelah sengaja mengalihkan pembicaraan. Wanita itu pun beranjak dari duduk di tepian ranjang yang tak lama kemudian mengeluarkan handphone dari saku depan celana.“Sepertinya akan menyenangkan jika kita makan malam di luar.” Sembari memainkan handphone, Michelle sibuk berbicara sendiri tanpa peduli bagaimana Roland beserta Leah menatapnya. “Di sekitar sini banyak restoran, ‘kan? Sepertinya menu daging dan salad sayur akan terasa nikmat,” lanjutnya masih asyik sendiri.“Mom,” Leah menginterupsi datar.“Ya?” Michelle menyahut, kemudian menatap Leah yang menyorotnya tajam penuh rasa curiga. “Leah mau menu makan malam apa?” tanya Michelle yang sengaja menyembunyikan perasaan.“Mommy masih bisa memikirkan makanan ketika aku bertanya?” seperti biasa Leah mengkritik tajam ketika keinginannya belum terpenuhi.“Dokter mengatakan pada Mommy untuk banyak makan dan beristirahat. Mommy tidak salah jika lebih memiki

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 136: Berjanjilah Padaku

    Sejak masuk ke dalam kamar tidurnya, Roland tak lagi menyembunyikan kegelisahan diri. Sejak tadi dia sudah mondar-mandir tak jelas, sementara itu napas pun berkali-kali diembuskan kasar.Selain gelisah dan cemas yang merasuki jiwa, rasa bersalah turun ikut campur mempermainkan perasaan Roland. Samar-samar dia memperhatikan sikap Leah yang perlahan-lahan murung.Jujur saja, Roland sudah berniat menguping pembicaraan Michelle bersama Leah di dalam kamar. Pria itu sudah menajamkan telinga ketika menutup rapat pintu kamar tamu.Tetapi, logikanya telah menasihati untuk sedikit lebih sabar. Roland dengan terpaksa memercayakan segalanya pada Michelle.“Sebaiknya aku menenangkan diri dengan beberapa gelas air mineral,” gumamnya lemah yang memutuskan beranjak dari kamar.Ketika keluar dari kamar mata keabu-abuannya langsung membidik kamar tamu yang berada di ujung lantai. Keberadaan kamar itu bagaikan sebuah magnet besar yang sulit mengalihkan perhatian Roland.Meski perhatian tertuju ke kamar

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 135: Bagaimana Jika Tahu? (II)

    Roland masih tak banyak bersuara ketika tiba di penthouse. Dia hanya berbicara sekadarnya ketika ditanya. Tak peduli bagaimana cerewetnya Leah selama di perjalanan, hal tersebut sama sekali tak memengaruhi Roland.Sikapnya itu memantik rasa penasaran Leah yang setia menggenggam tangan Michelle. Bahkan Leah sampai menatap tajam Roland yang berjalan lebih dahulu di depannya.“Karena kamar yang tersedia hanya dua, kau dan Leah akan tidur di kamar tamu di lantai atas—yang berada di sebelah kiri,” jelas Roland tanpa menoleh pada Michelle dan Leah yang mengikuti dari belakang.“Kamar tamu di lantai bawah masih belum layak untuk ditempati dan masih tahap renovasi. Jadi, sementara waktu kau dan Leah akan tinggal dalam satu kamar.” Barulah Roland berbalik menatap setelah bersuara datar.“Kami tidak masalah.” Michelle menanggapi tenang.“Barang-barang kalian akan tiba sore nanti. Sementara waktu kalian bisa menggunakan barang yang telah aku siapkan.” Roland masih bersikap sama.Michelle mengang

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 134: Bagaimana Jika Tahu? (I)

    “Apa kita tidak ke rumah sebentar untuk mengambil beberapa barangku dan Leah?”Michelle berusaha memecahkan keheningan canggung yang membentang di dalam mobil. Dia melirik ke samping di mana Roland bergeming tenang sembari fokus mengemudi. Michelle sedang samar-samar menanti tanggapan Roland yang sejak tadi menutup mulut.“Karena tidak tahu berapa lama aku dan Leah tinggal di tempatmu, sepertinya tidak salah jika kita ke rumahku untuk mengambil beberapa barang keperluan kami.” Michelle kembali mencuri perhatian dengan ketenangan yang hati-hati.Sayangnya, usaha Michelle belum mampu menarik perhatian Roland. Pria itu masih bergeming seperti semula. Seolah-olah dia mengabaikan keberadaan Michelle.Sikap Michelle itu berkaitan dengan sikap Roland yang tiba-tiba menjadi pendiam. Padahal sebelumnya Roland sangat kritis atas apa pun ucapan Michelle. Sehingga Michelle menaruh kecurigaan pada Roland yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu.Keheningan Roland dinilai gugup dan gelisah. Penda

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 133: Firasat

    ~ Beberapa hari kemudian ~Michelle mengantongi izin pulang setelah dokter memastikan kondisinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Beberapa luka yang menggores di tubuhnya pun mulai menutup, termasuk luka memar di tangan juga sepenuhnya memudar.Meskipun sudah bisa bergerak bebas seperti biasa, Michelle tak diizinkan turun dari ranjangnya. Wanita itu hanya diperbolehkan duduk di sana.Dan tidak usah ditanyakan siapa pelaku yang membuat Michelle kesal. Dia adalah Roland—yang sibuk merapikan barang-barang milik Michelle ke dalam sebuah tas.“Kita akan lebih dulu menjemput Leah di rumah Valen, lalu setelah itu kita akan ke penthouse-ku.” Roland dengan tenangnya memberitahu sembari menyelesaikan kegiatannya merapikan barang-barang ke dalam tas.“Maksudmu dengan kita? Apa aku dan Leah juga akan ke penthouse-mu?” Michelle memprotes, sementara matanya telah menatap tajam pada Roland yang berakhir menatapnya.Sebelum bersuara, lebih dulu Roland mengancingkan tas berisi barang-barang Mich

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 132: Apa Kau Siap?

    Tidur yang Roland inginkan adalah berbaring di samping Michelle dengan tangannya menggenggam tangan Michelle. Kehangatan dari jemari yang menyatu mampu menghibur Roland yang menatap dingin langit-langit kamar inap itu.Keinginan sederhana itu membuat jiwa Michelle gelisah. Dia bertanya-tanya di dalam hati dan mulai menerka-nerka masalah apa yang Roland hadapi.Sebelum meninggalkannya bersama Valencia, Michelle mengingat Roland yang menerima telepon. Jika telepon itu berkaitan dengan pekerjaan, Roland tak akan ambil pusing sampai emosinya tak terkendali. Sehingga Michelle menyimpulkan jika telepon itu berkaitan dengan seseorang yang mampu menguras emosi seorang Roland Archer.“Tadi aku menghabiskan makananku.”Alih-alih menanyakan langsung, Michelle sengaja berbasa-basi demi bisa membangun suasana berbicara dengan Roland.Suara tawa ringan Roland merespon, sekaligus berhasil memancing perhatiannya yang lama membisu pasca ciuman erotis beberapa waktu lalu.“Kau memang harus makan dengan

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 131: Keinginan yang Mendesak

    Di taman yang berada di halaman belakang rumah sakit, Roland menata perasaannya. Beberapa puntung rokok dari sebungkus rokok yang dibeli telah dihisap.Meskipun terlihat menikmati bagaimana reaksi rokok tersebut, ekspresi dingin penuh kebencian tak bisa Roland sembunyikan. Dia masih sulit menenangkan pikirannya dari keributan beberapa waktu lalu.David terang-terangan menyesal dan mengaku tersakiti. Dia merasa paling tak beruntung karena tak mendapatkan balasan perasaan dari Michelle.Kesimpulan itu yang membuat Roland naik pitam sampai menimbulkan sebongkah kebencian yang kokoh. Namun di sisi lain, timbul seberkas kekecewaan atas akhir hubungan pertemanan yang terjalin.Bagaimanapun David pernah menghibur Roland yang hancur lebur di masa lalu.Setelah mengembuskan asap dari rokok yang dihisap, Roland berjalan meninggalkan tempat itu. Selain sudah cukup mengatur perasaannya, Roland merasa sudah lama meninggalkan Michelle. Sehingga dia bergegas menemui Michelle.Ada setitik perubahan a

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 130: Penyesalan Di akhir

    Langkah kaki Roland begitu tak sabar dan tergesa-gesa. Dia sampai tak peduli pada orang-orang yang tidak sengaja tertabrak apalagi meminta maaf.Emosinya memuncak sampai tak bisa diredupkan sedikit pun setelah menjawab telepon dari David. Entah sengaja memprovokasinya keluar dari kamar itu atau tidak, amarah dan kebencian Roland seketika menggelegak setelah mendengarkan ucapan David.David ingin bertemu dan meminta maaf secara langsung kepada Michelle.Bukan penolakan yang Roland sampaikan, melainkan keinginan bertemu secara empat mata. Dan David menentukan parkiran bawah tanah rumah sakit itu yang sepi tanpa adanya orang-orang.Keputusan Roland tak ingin mengotori tangan dan pandangannya telah lenyap sepenuhnya. Rasa muak yang memuncak dan keinginan amarah untuk dilampiaskan terdorong semakin kencang ketika melihat David keluar dari mobilnya. Logika Roland telah porak-poranda oleh emosi melihat eksepresi muram David.Bugh!Pukulan keras dari tangan Roland menyapa David dengan segenap

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 129: Sapaan Baru

    Tanpa peduli pada handphone-nya yang Roland kembalikan, Michelle masih betah menatap Roland yang pergi meninggalkannya bersama Valencia.Wanita itu penasaran pada si penelepon yang merubah suasana hati Roland. Tanpa curiga pada apa pun, Michelle berpendapat jika panggilan telepon itu berkaitan dengan pekerjaan.“Padahal pekerjaannya sangat banyak. Tapi dia lebih memilih merawatku dan mengambil cuti tahunan,” Michelle bergumam lemah dengan naifnya.Valencia tersenyum lemah mendengarkan gumaman itu. “Harusnya kau bahagia karena Kak Roland lebih memilihmu dibandingkan pekerjaannya.”Nampan berisi makanan yang Valencia bawa berakhir di letakkan di meja nakas bersebelahan dengan ranjang pasien. Kemudian Valencia mengantur ranjang itu lewat satu tombol di ujung kasur yang berakhir membuat posisi Michelle menjadi duduk tanpa harus bergerak.“Itu artinya kau adalah prioritas utama di hidupnya,” lanjut Valencia mengejek sambil tersenyum.“Tapi aku belum terbiasa.” Michelle mengulas senyuman ke

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status