Home / Romansa / Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah! / Bab 4: Hati yang Tersakiti

Share

Bab 4: Hati yang Tersakiti

last update Last Updated: 2024-04-28 09:50:05

Michelle duduk bersandar di kursi penumpang dari taksi yang ditumpangi, sementara itu matanya menatap kosong ke luar jendela—di mana hujan deras sedang berlangsung.

Setelah cukup mampu memperbaiki harga dirinya, Michelle tak lagi bisa mengekspresikan suasana hati yang tersayat-sayat.

Di sisi lain ada perasaan lega mengendap di hati Michelle. Dia sangat puas bisa membantah seorang Roland. Setelah menyumpahi Roland, Michelle dengan berani melewati Roland sampai sengaja menabrak lengannya ke pria kejam itu.

Wanita cantik itu mengabaikan teriakan Roland, tak takut pada dua bodyguard yang ingin menangkap. Michelle mengunci rapat-rapat kamar yang dimasuki. Cepat-cepat pula Michelle mengganti pakaiannya dengan kaos putih dipadukan celana jeans biru yang merupakan pakaian miliknya sendiri. Michelle keluar dari kamar setelah memasukkan barang-barang miliknya ke dalam satu koper.

Michelle tidak merasa rugi melepaskan segala kemewahan yang didapatkan dari Roland. Sebaliknya, ada kepuasaan di batin Michelle yang berhasil menampar emosi Roland. Michelle juga merasa beruntung bahwa perasaan tulusnya tidak akan terbuang sia-sia terlalu larut.

Taksi yang berhenti telah menyadarkan Michelle dari lamunan kosong. Dia telah tiba di tujuannya, di mana tempat itu selalu Michelle kunjungi.

Tanpa berlama-lama, Michelle keluar dari taksi. Dia masuk ke dalam gedung tinggi itu dengan menggeret satu koper yang dibawa. Ketika tiba pada salah satu hunian di lantai sebelas, ada keraguan yang mempengaruhi Michelle.

“Apa aku tidak merepotkan?” Michelle bergumam sendirian.

“Michelle!”

Michelle tersentak, seketika menoleh ke sisi kanan di mana teriakan itu memanggil namanya.

“Kau sudah lama sampai?”

Michelle tersenyum tipis menyapa sang pemilik hunian apartemen tujuannya. “Kau dari mana? Aku pikir kau ada di dalam.”

Dia adalah Celine—sahabat Michelle yang sudah merangkul lengan Michelle. “Aku sangat cemas setelah mendengarkan ceritamu di telepon tadi. Kau pasti belum makan seharian, jadi aku memutuskan membeli makanan. Ayo kita masuk! Kau pasti lapar dan kelelahan.”

Celine mengambil alih koper Michelle kemudian menggeretnya masuk ke dalam hunian apartemen. Menu makan malam yang dibeli tak berlama-lama Celine hidang di meja makan. Gadis itu juga tak lupa menyajikan secangkir teh hangat kepada Michelle.

“Aku minta maaf telah merepotkanmu.”

Celine mendengus kesal. “Aku benturkan kepalamu ke dinding agar kau ingat aku ini siapa!”

Michelle tertawa kecil. “Kenapa kau juga kejam kepadaku?”

“Aku ini tidak kejam! Jangan kau sama kan aku dengan Tuan Roland sialan itu! Sampai mati pun aku tidak akan pernah menyakitimu!”

Benar! Selain bibinya, Celine merupakan sosok terbaik yang tidak akan menyakiti Michelle.

Celine adalah sahabat yang Michelle kenal sejak dia diasuh oleh bibinya. Wanita yang berusia satu tahun lebih tua dari Michelle itu tinggal di sebelah rumah bibi Michelle. Mereka tumbuh bersama dari masa anak-anak, remaja sampai detik itu.

Orang tua Celine juga yang mengajak Michelle untuk tinggal bersama ketika bibinya Michelle pindah mengikuti suaminya. Setelah mendapatkan pekerjaan, mereka memutuskan menyewa sebuah apartemen untuk ditinggali bersama. Yang tak lama kemudian Michelle keluar dari apartemen itu karena pindah ke apartemen pemberian Roland atas paksaan pria itu.

Meski tidak tinggal bersama, Michelle selalu menghabiskan waktu bersama Celine jika tidak bersama Roland. Celine juga merupakan salah satu orang yang mengetahui hubungan rahasia Michelle dengan Roland.

Michelle tersenyum memandangi Celine yang sedang dalam keadaan kesal. Dia benar-benar tidak salah memutuskan datang pada Celine, seolah mendapatkan cahaya baru setelah kegelapan menyiksa tanpa ampun. Celine benar-benar mampu menghibur hati Michelle.

“Yang harus aku benturkan kepala ke dinding itu adalah kepalanya Tuan Roland.” Celine mengembuskan napas kasar tanda kesal.

Michelle tenang menikmati teh hangat, setelahnya dia menanggapi perkataan Celine. “Kau bisa terkena masalah jika nekat melakukan itu.”

“Bisa-bisanya dia melakukan hal jahat semua itu padamu! Aku pikir tingkah playboy-nya sudah hilang sejak memutuskan lama berhubungan denganmu. Apa selama itu dia tidak pernah sedikit pun menaruh perasaanmu pada gadis cantik sepertimu? Otak dan hatinya benar-benar sudah rusak!”

“Aku hanya wanita simpanan dan pemuas nafsunya,” ungkap Michelle yang benar kenyataan.

“Apa tidak ada sedikit pun perasaan baik yang menyangkut di otaknya itu? Sebelum kau dibutakan cintanya, kau sudah bekerja keras pada pekerjaanmu. Kau lembur hampir setiap hari. Dan sekarang, kau dipecat secara tak hormat? Dia benar-benar mematikan langkah karirmu, Michelle!”

Mulut Celine sudah ingin menimpali perkataannya. Namun, logikanya bertindak cepat mendikte agar tidak melakukan kesalahan. Pada akhirnya Celine memilih mengabaikan emosi yang begitu ingin mengumpat sosok Roland habis-habisan.

Celine mengembuskan napas kasar. “Tinggallah di sini denganku. Aku akan membantumu untuk mencari pekerjaan yang jauh lebih baik dari perusahaan pria kejam itu. Kebetulan ada posisi kosong di tempatku bekerja. Aku bisa merekomendasikanmu pada HRD di kantorku.”

“Terima kasih, Celine. Aku telah memutuskan tidak akan menetap di sini lagi.” Michelle menanggapi tulus yang begitu menghargai kebaikan sahabatnya.

Celine mengangguk-angguk lemah. “Kau benar, kau tidak akan dalam keadaan baik-baik saja jika berada di sini. Pria itu sudah sangat kejam padamu. Dia mengambil semua pemberiannya tanpa terkecuali, padahal pemberianmu jauh lebih berharga. Dasar orang kaya pelit!”

“Sebelum tiba di sini, aku menghubungi Bibi Alins.”

“Apa yang kau katakan pada beliau?” Celine cukup cemas, karena Alins tidak mengetahui hubungan rahasia yang Michelle lakukan.

“Aku mengatakan mengenai aku yang dipecat karena kesalahan fatalku. Bibi Alins dan Paman Danny memintaku untuk segera pindah ke sana. Mereka sudah memesankan tiket pesawat agar besok aku bisa ke sana.”

Michelle terdiam sejenak saat memikirkan keputusan yang cukup sulit dia tentukan.

“Aku juga berniat akan menceritakan permasalahan ini kepada mereka. Aku tidak ingin menutupinya, apalagi sampai membuat mereka mendengarkan dari mulut orang lain,” ucapnya.

Celine langsung memeluk Michelle. “Harusnya aku mati-matian menghasutmu sejak dulu agar kau membenci pria kejam itu. Dia tidak pantas menyakiti gadis baik sepertimu, Michelle. Pria tampan memang paling berbahaya di dunia!”

“Aku tidak ingin tersisa apa pun lagi yang menyangkut tentang dia. Aku ingin tenang menjalani masa depanku. Aku tidak akan sanggup tinggal di sini, Celine.”

Saat itu Michelle tidak lagi menyembunyikan perasaannya. Dia menangis di pelukan Celine, membasahi bahu Celine dengan air mata yang mengalir deras tanpa mau berhenti.

“Keputusanmu sudah tepat. Kau melepaskan beban yang seharusnya sejak dulu kau lepaskan,” bisik Celine sembari menepuk-nepuk ringan punggung Michelle.

“Aku takut ... aku takut akan berakhir seperti Mommy-ku.”

Celine melepaskan pelukannya, dia meraup wajah Michelle yang memerah basah. “Jangan berkata seperti itu, Michelle. Keputusanmu sudah tepat pergi dari pria kejam itu.”

***

Roland kesulitan meredam emosi pasca berdebat sengit dengan Michelle. Dia marah pada Michelle yang berani membantah. Dia tidak menyangka gadis penurut yang paling disukai olehnya itu berhasil mengacaukan emosinya.

Di kamar tidurnya, suhu ruangan sengaja diatur dingin. Tetapi belum mampu meredakan aura panas di hati Roland. Beberapa botol minuman juga telah dinikmati. Hasilnya masih juga sama, belum mampu menghibur perasaan yang kacau balau.

Roland memandang kesal ranjang tidurnya yang malam itu terasa hampa. Batinnya merutuk kesal, dia tidak akan berakhir sendirian jika Michelle tidak melakukan kesalahan yang dinilainya bodoh. Sudah pasti dia akan merasa nikmat sepanjang malam bersama Michelle.

Sejujurnya, Michelle memiliki penilaian tersendiri bagi Roland. Dari semua wanita yang pernah singgah di hidupnya, hanya Michelle yang mampu membuat jantung Roland berdebar-debar. Michelle mampu membuat darah Roland berdesir dengan memikirkannya saja. Michelle pula yang bisa memantik rasa rindu Roland jika tidak melihat wajah cantiknya.

Sayangnya, ada sebuah luka yang bertengger kokoh di hati Roland. Sehingga dia tidak percaya pada cinta, ketulusan dan kesetiaan.

“Michelle munafik!” geraham Roland mengeras, sementara giginya menggemeretak kasar. “Wanita rendahan seperti dia tidak pantas menyumpahiku! Kau yang tidak akan bahagia jika tidak bersamaku!” lanjutnya dengan kesal melemparkan gelas di genggaman tangan ke arah dinding.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Hafizh
semoga dikabulkan sumpah Michelle ya tuhan, biar so roland kapok pkoknya, seru bgt ceritanya Thor br baca lsg suka ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 5: Pagi Mengejutkan

    Pelukan hangat Alins menyambut kedatangan Michelle di terminal kedatangan bandara. Dia membelai rambut panjang Michelle yang tergerai indah, kemudian sorot matanya penuh sayang menatap sosok keponakan yang sudah seperti putri kandungnya.Danny Elfman juga melakukan hal serupa. Dengan cara sama dia memberikan perhatian serta kasih sayang pada Michelle yang dianggap seperti putri kandung sendiri.Maklum saja, Alins Louise dan suaminya belum dikaruniakan anak dalam pernikahan mereka. Bagi pasangan dokter itu, putri mereka adalah Michelle yang merupakan putri kandung dari kakaknya Alins.“Jangan merasa tidak enak dengan kami selama kau di sini, Michelle.” Danny menyatakan perasaannya ketika mereka tiba di rumah.“Justru kami sangat senang kau mau pindah ke sini.” Alins menimpali.Michelle tersenyum, namun hatinya bertolak belakang dengan eskpresi di wajah. Sejak tadi dia telah bersusah payah menahan perasaan bersalah bercampur sedih kepada Alins dan Danny.Terutama pada Alins, Michelle sa

    Last Updated : 2024-04-28
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 6: Kehamilan

    Michelle mematung tak percaya dengan apa yang ia dengar. "A-apa? Mengandung?" wajah cantik Michelle semakin pucat. Michelle membelalakkan matanya. Telinganya lebih ia tajamkan, barangkali salah mendengar. "Jangan bersedih kamu harus tetap tersenyum dan kuat demi bayimu. Apapun yang terjadi sekarang kita akan hadapi bersama." Usap lembut Alins di pundak michelle benar-benar menyatakan bahwa yang ia dengar adalah benar. Kini Michelle hanya mampu menerima pelukan Allins sambil memejamkan mata. 'Hamil?' Michelle di dalam hatinya masih tak percaya. Saat Michelle memejamkan mata, selintas wajah tampan dengan senyum yang sebenarnya ia rindukan terlintas. 'Roland, ini adalah anak Roland!' hati Michelle tak percaya dengan apa yang ia alami, hatinya mengeja nama Roland bagai menyebut sebuah mantra sambil mengusap air mata yang akhirnya jatuh juga di pipi. Michelle benci Roland karena tidak pernah sedikitpun mencintainya tetapi fakta bahwa ini adalah anak Roland membuatnya kembali menginga

    Last Updated : 2024-07-06
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 7: Rahasia dan Penyesalan

    Roland mencengkeram pundak Ella kasar, "Katakan bayi siapa itu? Atau aku bisa saja berbuat kasar padamu!" Roland memekik dengan suara keras."Apa kau pernah berlaku lembut padaku? Apa kau pernah peduli dengan kehadiranku selama ini?" Ella melepaskan cengkraman kasar Roland dengan keras. Suara wanita itu terdengar meninggi, sehingga lantunan tegasnya sama kerasnya dengan suara Roland.Roland menyeringai bengis. Sementara sorot matanya melayang tajam penuh intimidasi yang menciutkan keberanian Ella. "Aku belum sekali pun menyentuhmu, Ella. Bagaimana bisa kau hamil?""Kau selalu pulang mabuk dini hari. Waktu itu, Kau melakukannya dengan kasar dengan menyebut wanita sialan itu! Kau jahat, Roland.” Ella memekik marah sampai wajahnya memerah gemetaran.“Ketika bayi ini hadir kau mengelak? Pria bodoh dan pemabuk sepertimu mungkin tidak punya perasaan! Sampai lupa kapan menikmati keperawanan istrimu!" lanjut Ella mengangkat wajahnya dengan pongah.

    Last Updated : 2024-07-06
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 8: Merasa Kehilangan

    "Hentikan mobilnya.” Dengan suara parau Roland memerintah Daniel.Pria yang duduk di kursi penumpang belakang itu telah tersadar dari mabuknya. Matanya memerah itu menyorot tajam Daniel yang melirik singkat dari cermin dashboard.“Apa Anda ingin saya antar ke apartemen?”Roland terhenyak dengan wajah tak berekspresi dibuat oleh Daniel. Sejujurnya, itu adalah opsi terbaik dari orang kepercayaannya. Roland yang benci pada Ella tidak akan menemukan apalagi mengendus jejak Ella di hunian mewah yang hanya dia dan orang-orang terdekat yang tahu.Tetapi, apartemen itu penuh memori tentang Michelle. Bahwa Roland selalu menghabiskan dan menikmati waktu bersama Michelle.“Aku ingin tidur di hotel saja. Telepon manager hotel untuk menyiapkan kamarku.”Roland merebahkan kepala di sandaran kursi setelah memutuskan, sementara matanya terpejam pasrah seolah melepaskan kepenatan.“Baik, Tuan Roland,” Daniel menyahut patuh.

    Last Updated : 2024-07-07
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 9: Kasih Sayang

    Ruangan senam hamil itu seperti tempat aerobic pada umumnya. Kaca besar melingkari ruang latihan.Michelle menengok ke pintu mencari sosok Alins yang berjanji menemaninya. Hatinya sedikit merasa rendah diri ketika melihat pesertanya senam lainnya didampingi suami mereka.[Michelle aku akan terlambat karena konsultasi pasienku sedikit mundur jamnya. Aku akan tetap datang menemani. Masuklah lebih dulu mengikuti kelas]Chat yang masuk dari Alins tadi harusnya membuat Michelle tidak terus menunggu tetapi ada rasa sedih ketika wanita cantik itu memulai senam tanpa siapa pun di sisinya."Baik Untuk para ibu hamil silahkan berdoa berhadapan dengan suaminya. Mulai meregangkan jari dengan saling menggenggam tangan suaminya."Instruktur senam hamil telah memberi instruksi. Setiap dari peserta senam hamil pun telah berdoa berhadapan dengan suaminya untuk memulai senam hamil dengan peregangan jari.Michelle diam beberapa menit mencoba tegar

    Last Updated : 2024-07-09
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 10: Pagi yang Panik

    Michelle mendorong dua kartu ini sampai mendekat ke tangan Alins yang berada di tepian meja. Dengan tindakan serupa pula Alins mendorong balik ke tangan Michelle, sampai memaksa Michelle menggenggamnya.“Kami tidak merasa disusahkan olehmu. Sebaliknya, kami merasa senang kau ada bersama kami. Bukankah kau sudah menganggap kami seperti orang tuamu, Michelle?”Dani menepuk pundak michelle. "Kami akan sedih jika kau menolak ini.”"Terimalah! Simpan uangmu untuk kebutuhan lainnya. Kau dan anakmu berhak untuk hidup layak. Kami tidak punya siapa-siapa selain dirimu untuk berbagi kebahagiaan." Alins meyakinkan sambil menutup jemari Michelle agar menggenggam 2 kartu yang mereka berikan.Tak ada yang bisa Michelle lakukan selain memeluk Alins. Wanita cantik itu menitihkan air mata di pelukan Alins yang berbalas.Michelle benar-benar merasa beruntung di tengah-tengah ujian hidup yang menyayat perasaannya. Sampai-sampai di dalam hati Michelle memohon keb

    Last Updated : 2024-07-09
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 11: Sosok yang Dirindukan

    "Bibi Alins, sepertinya aku akan melahirkan.” Michelle berusaha bersuara tenang demi tidak menambah kepanikan.Padahal wanita itu sudah merintih kesakitan dengan keringat yang berpeluh. Michelle bahkan sudah memucat ketika memastikan air yg keluar dari tengah-tengah pahanya itu adalah air ketuban."Aku sudah menghubungi ambulans. Aku juga akan segera ke rumah. Bertahnlah, Michelle.”Tanpa Michelle ketahui, Alins sudah setengah berlari di lorong ruangan. Karena dorongan panik itu Alins sempat beberapa kali tak sengaja menabrak orang yang berjalan.Semua itu karena suara nyaring dari pecahan kaca. Alins takut Michelle akan terluka karena tak sengaja menjatuhkan suata benda.Sampai-sampai Alins sepintas lupa memberitahu suaminya mengenai ketegangan saat itu. Sehingga ketika ingat di perjalanan, Alins tergesa-gesa menghubungi Danny kemudian menekan agar suaminya standby menunggu di rumah sakit.Beruntung lalu lintas pagi

    Last Updated : 2024-07-10
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 12: Itu Semua Keputusanmu

    Embusan napas kasar terdengar samar-sama di tangga darurat lantai enam belas. Dia—Celine sudah bersandar lemas di dinding, sementara tangannya masih setia mengenggam handphone yang menempel di sisi telinga kiri.Lewat Alins yang menghubunginya, gadis itu mengetahui tentang keadaan Michelle. Sehingga sejak tadi Celine diserang gelisah dan sibuk menunggu kabar dari Alins.“Michelle masih belum sadarkan diri, Bibi Alins?” Celine kembali memastikan.Deheman lemah Alins terdengar lewat sambungan telepon itu. “Aku baru saja keluar dari ICU. Michelle belum ada perkembangan.”Celine merosot sampai terjongkok lemas, sementara wajahnya semakin lesu diserang cemas. “Bagaimana keadaan anaknya, Bibi Alins?”“Syukurnya anak itu dalam keadaan baik-baik saja, Celine. Putrinya terlahir sehat. Hanya saja dia belum bisa menyusu dari ibunya dikarenakan keadaan Michelle. Jadi, sementara dia diberikan susu formula atas saran dari dokternya.”Celina langsung menutup sebagian wajahnya dengan satu tangannya ya

    Last Updated : 2024-07-11

Latest chapter

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 124: Hasil yang Dinanti

    ~ Satu jam sebelumnya ~Tepat di sebelah ranjang, Roland masih setia menemani Michelle. Pria itu tak bosan duduk di kursi sembari menatap Michelle yang tertidur lelap. Sesekali dia membelai pipi ataupun mengusap kepala Michelle ketika wanita itu bergerak gelisah dalam tidurnya.Dia berusaha tak menimbulkan suara apa pun yang mengusik kedamaian Michelle. Walau rasanya suara apa pun tak akan membuat Michelle sampai terbangun, karena Michelle bukanlah tipe orang yang sensitif saat tertidur.Ketukan pintu yang terdengar membuat Roland reflek mengalihkan pandangan. Dia melayangkan tatapan tajam kepada Daniel yang masuk dengan hati-hati. Roland juga memberikan kode kepada Daniel lewat telunjuknya yang menempel di bibir.“Jangan berisik! Michelle sedang tidur,” seru Roland mendikte tegas lewat tatapan sinis.Daniel yang mengangguk patuh tak mau membela diri atas sikapnya yang sudah hati-hati. Dia memilih untuk meletakkan barang-barang yang di bawa ke sudut santai ruangan kamar inap itu.“Apa

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 123: Memulai Cerita

    “Keluarlah!” David mengusir dengan acuhnya. “Sebaiknya kau desak tim legal untuk segera menyelesaikan masalah ini. Tekan juga tim IT dan humas untuk menghapus segala pemberitaan,” lanjutnya memberi perintah.David tak menggubris sahutan wanita itu karena muak dan tak puas pada kinerja wanita itu.Diselimuti keheningan yang mendominasi, David kembali terfokus pada pemikirannya mengenai Michelle.Jika memang benar sesuai, sangat tepat jika dia menilai kemarahan Roland bersinggungan dengan Michelle.David tak bisa melupakan bagaimana pasrahnya Michelle dalam pelukan dan gelutan bibir Roland. Dia juga tak bisa menghapus bagaimana emosi memuncak ketika Roland mengadukan hubungan yang terjalin dengan Michelle.Satu-satunya tindakan yang tepat dilakukan adalah menemui Michelle dan mengonfirmasi secara langsung.Sayangnya, wanita itu masih belum menunjukkan batang hidungnya di firma hukum. David semakin bertanya-tanya mengenai keadaan Michelle. Rasa penasarannya terdesak oleh pemberitaan meng

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 122: Bertanya-tanya

    “Apa yang kau katakan?”Ella seketika beranjak dari tepian ranjang. Wanita yang baru saja menenangkan diri dari masalah memusingkan kepala itu telah mendekati asistennya, sementara matanya telah mendelik penuh rasa kesal.“Kau mengatakan Jemmy sudah tidak ada lagi di hotel itu?” desak Ella menggeram sampai gerahamnya beradu kasar.Wanita yang di depannya itu tertunduk takut. “S-saya ... saya sudah memastikan kepada pihak hotel jika Tuan Jemmy sudah meninggalkan hotel sejak kemarin malam—”“Bagaimana bisa kau kehilangan jejak pria sialan itu?!”Bentakan yang memekik sakit ke telinga itu menambah rasa takut pada asisten wanita itu. Bahkan, tubuhnya yang kurus dan kecil itu sudah gemetaran di hadapa Ella.“Aku sudah berulang kali katakan, jangan sampai pria sialan itu menghilang tanpa jejak! Aku juga sudah perintahkan untuk memata-matai segala gerak pria sialan itu!”Wajah Ella memerah, pun gemetaran setelah memekik marah. Wanita itu tak sedikit pun menyembunyikan emosinya kepada orang y

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 121: Memberi Rasa Nyaman

    “Aku harap kau tidak salah paham dengan perkataanku.”Michelle berusaha menampik kegelisahan Roland yang jelas terlihat di balik keheningannya itu.“Aku tidak ingin menjalani hubungan ini terlalu terburu-buru. Aku ingin kita menikmati waktu bersama-sama sekaligus bisa memahami diri kita masing-masing.”Michelle lebih lanjut mengutarakan keinginannya dengan tidak cukup percaya diri. Itu karena dia memahami Roland yang pasti tidak akan menyutujui.“Aku ingin kita tidak seperti dulu yang selalu salah paham dan menyimpulkan sendiri. Meski aku tidak mau terburu-buru, itu bukan berarti aku tidak serius menjalani hubungan ini,” ujar Michelle menimpali.Roland ingin sekali menertawakan pernyataan Michelle dan membalasnya lewat kalimat-kalimat ketus yang pasti menjatuhkan mental.Rasanya tidak masuk akal menjalani hubungan yang serius, namun dilakukan dengan tenang seperti air yang mengalir.Apalagi dengan gaya seorang Roland yang tidak sabaran, dia menilai mustahil bisa mengabulkan permintaan

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 120: Permintaan Michelle

    Dengan terpaksa Ella menurunkan kaca pintu mobil di sebelahnya. Wanita itu memamerkan senyuman kaku demi menyembunyikan rasa cemas dan kesal yang campur aduk di dada.“Kenapa Anda bersikap kasar seperti tadi?” Ella mengkritik di balik senyuman palsu. “Sikap Anda itu sangat tidak sopan,” lanjutnya sedikit ketus.“Mohon maaf! Tetapi selaku pihak keamanan di lingkungan ini saya wajib menegur Anda,” jelas pria itu tanpa sadar meningkatkan rasa cemas Ella.“O-Oh, tapi saya tidak melakukan hal buruk.” Ella membela diri dengan nada gugup.“Mohon maaf jika Anda salah paham atas sikap saya.” Pria itu berulang menyatakan kata maaf dengan sikap tegasnya. “Kemarin malam di sini baru saja terjadi percobaan pembunuhan. Beruntungnya korban berhasil diselamatkan dengan cepat, sehingga keamanan di lingkungan ini diperketat. Sejak saat itu kami wajib memeriksa siapa pun orang asing yang datang,” jelas pria itu.Ella sendiri tertegun mendengarkan penjelasan yang tersampaikan baik ke telingannya. Sampai-

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 119: Seperti Mimpi

    Roland baru saja terbangun dari dunia mimpi yang singkat dirasakan. Tetapi dia kembali disuguhkan oleh hal-hal yang mustahil didapatkan.Walaupun sejak kemarin Michelle menunjukkan sisi lembut yang penurut, akalnya merasa seperti masih bermimpi mendengarkan pengakuan Michelle. Bahkan Roland memeriksa keadaan itu dengan mencermati jelas kehangatan tangan Michelle dalam genggamannya.“Katakan saja nanti setelah kau dalam kesadaran penuh. Aku tidak mau nantinya kau berpura-pura tidak mengingat ini,” ujar Roland yang samar-samar menyindir.“Aku akan ingat dan tidak akan berpura-pura.” Michelle meyakinkan dengan sorot mata lemah namun penuh keseriusan. “Seperti yang kau katakan terakhir kali di depan firma—sebelum balik ke New York, ayo kita lupakan masa lalu,” lanjut Michelle menegaskan.“Aku tidak ingin menahan semuanya dan berbohong pada diriku sendiri, bahwa kau masih tetap ada di hatiku. Mau sekeras apa pun aku melupakanku, rasanya semua sia-sia karena aku masih berdebar-debar setiap

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 118: Menyerah pada Perasaan

    Rutinitas pagi di kediaman Jullian berlangsung seperti biasanya. Para pelayan mulai sibuk melakukan kewajiban mereka di kediaman mewah itu, di mana tuan rumah baru saja kembali setelah beberapa waktu mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.Sayangnya, kesibukan mereka diselimuti oleh ketegangan yang diciptakan oleh sang pemilik kediaman. Yaitu Jullian yang menunjukkan emosi tak terbendung di ruangan santai teras belakang.Sejak sore kemarin, Jullian memang telah menunjukkan ekspresi kesal saat pulang ke rumah. Namun, kekesalan itu semakin bertambah ketika asisten pribadinya mengadukan perihal Roland yang batal menjemputnya di rumah sakit.“Jadi anak berandal itu batal menjemputku karena ke Los Angeles?” tanya Jullian penuh tekanan kepada asisten pribadinya yang merunduk.“Informasi yang saya terima bahwa Tuan Roland mendadak pergi ke Los Angeles.”Jullian berdecih kesal. “Dia pasti menemui wanita itu lagi! Demi wanita itu, anak berandal itu membohongiku!”Berbanding terbalik den

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 117: Rencana Balasan

    “Apa yang akan Kakak lakukan?” Valencia bertanya setelah polisi itu pergi.Mata Roland yang masih menyimpan seberkas emosi telah menatap Valencia. Pria itu memindai Valencia yang memucat dan wajah penuh lelah.“Aku kesal sekali pada kesimpulan polisi itu mengenai kasus Michelle,” lanjutnya membuat Roland menatap tajam.“Kesimpulan apa itu?” desak Roland ingin tahu.“Lewat suamiku dia mengatakan jika kesaksianku beserta sopir taksi itu tak memiliki kekuatan untuk menangkap David Revorman.”Valencia tak ragu-ragu mengadukan kesimpulan yang menjengkelkan—yang sebelumnya mendorong dirinya cepat-cepat mengadu pada Roland.“Polisi itu malah mengatakan jika Michelle bisa saja melakukan “pekerjaan” lain karena mungkin kebetulan saja berada di dekat lokasi rumah David. Dia juga mengatakan bahwa Michelle bukan lagi personal asisstant dari David Revorman. Melainkan hanya seorang administrator di firma itu. Bukankah Kakak berteman dengan David itu?”Setumpuk emosi memuncak ke ubun-ubun Roland, se

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 116: Yang Biasa Dilakukan

    Ketika mulut Michelle terbuka guna lebih lanjut mengadu, suara ketukan pintu yang terdengar beruntun telah menghalangi keinginan Michelle. Sorot matanya teralihkan dari Roland yang menunjukkan eksprsi gelap. Michelle mencoba menoleh ke arah pintu yang terbuka, namun sayang terhalangi oleh tubuh gagah Roland yang masih menegang.“Selamat malam. Saya—polisi yang menangani kasus Nyonya Michelle.”Kecemasan yang tak menenangkan kembali menghantui Michelle setelah mendengar seseorang itu adalah pihak kepolisian. Sama seperti sebelumnya, Michelle masih belum mau berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal.“Beberapa saat lalu saya menghubungi dokter yang menangani Nyonya Michelle dan mengetahui bahwa beliau sudah sadar. Saya ingin sedikit bertanya-tanya pada Nyonya Michelle mengenai kasus yang menimpanya. Apa bisa saya berbicara dengan Nyonya Michelle?”Batin Michelle langsung menolak sebelum Roland maupun Valencia menoleh ke arahnya. Tangannya yang gemetaran telah terangkat, bersusa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status