Beranda / Romansa / Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah! / Bab 4: Hati yang Tersakiti

Share

Bab 4: Hati yang Tersakiti

last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-28 09:50:05

Michelle duduk bersandar di kursi penumpang dari taksi yang ditumpangi, sementara itu matanya menatap kosong ke luar jendela—di mana hujan deras sedang berlangsung.

Setelah cukup mampu memperbaiki harga dirinya, Michelle tak lagi bisa mengekspresikan suasana hati yang tersayat-sayat.

Di sisi lain ada perasaan lega mengendap di hati Michelle. Dia sangat puas bisa membantah seorang Roland. Setelah menyumpahi Roland, Michelle dengan berani melewati Roland sampai sengaja menabrak lengannya ke pria kejam itu.

Wanita cantik itu mengabaikan teriakan Roland, tak takut pada dua bodyguard yang ingin menangkap. Michelle mengunci rapat-rapat kamar yang dimasuki. Cepat-cepat pula Michelle mengganti pakaiannya dengan kaos putih dipadukan celana jeans biru yang merupakan pakaian miliknya sendiri. Michelle keluar dari kamar setelah memasukkan barang-barang miliknya ke dalam satu koper.

Michelle tidak merasa rugi melepaskan segala kemewahan yang didapatkan dari Roland. Sebaliknya, ada kepuasaan di batin Michelle yang berhasil menampar emosi Roland. Michelle juga merasa beruntung bahwa perasaan tulusnya tidak akan terbuang sia-sia terlalu larut.

Taksi yang berhenti telah menyadarkan Michelle dari lamunan kosong. Dia telah tiba di tujuannya, di mana tempat itu selalu Michelle kunjungi.

Tanpa berlama-lama, Michelle keluar dari taksi. Dia masuk ke dalam gedung tinggi itu dengan menggeret satu koper yang dibawa. Ketika tiba pada salah satu hunian di lantai sebelas, ada keraguan yang mempengaruhi Michelle.

“Apa aku tidak merepotkan?” Michelle bergumam sendirian.

“Michelle!”

Michelle tersentak, seketika menoleh ke sisi kanan di mana teriakan itu memanggil namanya.

“Kau sudah lama sampai?”

Michelle tersenyum tipis menyapa sang pemilik hunian apartemen tujuannya. “Kau dari mana? Aku pikir kau ada di dalam.”

Dia adalah Celine—sahabat Michelle yang sudah merangkul lengan Michelle. “Aku sangat cemas setelah mendengarkan ceritamu di telepon tadi. Kau pasti belum makan seharian, jadi aku memutuskan membeli makanan. Ayo kita masuk! Kau pasti lapar dan kelelahan.”

Celine mengambil alih koper Michelle kemudian menggeretnya masuk ke dalam hunian apartemen. Menu makan malam yang dibeli tak berlama-lama Celine hidang di meja makan. Gadis itu juga tak lupa menyajikan secangkir teh hangat kepada Michelle.

“Aku minta maaf telah merepotkanmu.”

Celine mendengus kesal. “Aku benturkan kepalamu ke dinding agar kau ingat aku ini siapa!”

Michelle tertawa kecil. “Kenapa kau juga kejam kepadaku?”

“Aku ini tidak kejam! Jangan kau sama kan aku dengan Tuan Roland sialan itu! Sampai mati pun aku tidak akan pernah menyakitimu!”

Benar! Selain bibinya, Celine merupakan sosok terbaik yang tidak akan menyakiti Michelle.

Celine adalah sahabat yang Michelle kenal sejak dia diasuh oleh bibinya. Wanita yang berusia satu tahun lebih tua dari Michelle itu tinggal di sebelah rumah bibi Michelle. Mereka tumbuh bersama dari masa anak-anak, remaja sampai detik itu.

Orang tua Celine juga yang mengajak Michelle untuk tinggal bersama ketika bibinya Michelle pindah mengikuti suaminya. Setelah mendapatkan pekerjaan, mereka memutuskan menyewa sebuah apartemen untuk ditinggali bersama. Yang tak lama kemudian Michelle keluar dari apartemen itu karena pindah ke apartemen pemberian Roland atas paksaan pria itu.

Meski tidak tinggal bersama, Michelle selalu menghabiskan waktu bersama Celine jika tidak bersama Roland. Celine juga merupakan salah satu orang yang mengetahui hubungan rahasia Michelle dengan Roland.

Michelle tersenyum memandangi Celine yang sedang dalam keadaan kesal. Dia benar-benar tidak salah memutuskan datang pada Celine, seolah mendapatkan cahaya baru setelah kegelapan menyiksa tanpa ampun. Celine benar-benar mampu menghibur hati Michelle.

“Yang harus aku benturkan kepala ke dinding itu adalah kepalanya Tuan Roland.” Celine mengembuskan napas kasar tanda kesal.

Michelle tenang menikmati teh hangat, setelahnya dia menanggapi perkataan Celine. “Kau bisa terkena masalah jika nekat melakukan itu.”

“Bisa-bisanya dia melakukan hal jahat semua itu padamu! Aku pikir tingkah playboy-nya sudah hilang sejak memutuskan lama berhubungan denganmu. Apa selama itu dia tidak pernah sedikit pun menaruh perasaanmu pada gadis cantik sepertimu? Otak dan hatinya benar-benar sudah rusak!”

“Aku hanya wanita simpanan dan pemuas nafsunya,” ungkap Michelle yang benar kenyataan.

“Apa tidak ada sedikit pun perasaan baik yang menyangkut di otaknya itu? Sebelum kau dibutakan cintanya, kau sudah bekerja keras pada pekerjaanmu. Kau lembur hampir setiap hari. Dan sekarang, kau dipecat secara tak hormat? Dia benar-benar mematikan langkah karirmu, Michelle!”

Mulut Celine sudah ingin menimpali perkataannya. Namun, logikanya bertindak cepat mendikte agar tidak melakukan kesalahan. Pada akhirnya Celine memilih mengabaikan emosi yang begitu ingin mengumpat sosok Roland habis-habisan.

Celine mengembuskan napas kasar. “Tinggallah di sini denganku. Aku akan membantumu untuk mencari pekerjaan yang jauh lebih baik dari perusahaan pria kejam itu. Kebetulan ada posisi kosong di tempatku bekerja. Aku bisa merekomendasikanmu pada HRD di kantorku.”

“Terima kasih, Celine. Aku telah memutuskan tidak akan menetap di sini lagi.” Michelle menanggapi tulus yang begitu menghargai kebaikan sahabatnya.

Celine mengangguk-angguk lemah. “Kau benar, kau tidak akan dalam keadaan baik-baik saja jika berada di sini. Pria itu sudah sangat kejam padamu. Dia mengambil semua pemberiannya tanpa terkecuali, padahal pemberianmu jauh lebih berharga. Dasar orang kaya pelit!”

“Sebelum tiba di sini, aku menghubungi Bibi Alins.”

“Apa yang kau katakan pada beliau?” Celine cukup cemas, karena Alins tidak mengetahui hubungan rahasia yang Michelle lakukan.

“Aku mengatakan mengenai aku yang dipecat karena kesalahan fatalku. Bibi Alins dan Paman Danny memintaku untuk segera pindah ke sana. Mereka sudah memesankan tiket pesawat agar besok aku bisa ke sana.”

Michelle terdiam sejenak saat memikirkan keputusan yang cukup sulit dia tentukan.

“Aku juga berniat akan menceritakan permasalahan ini kepada mereka. Aku tidak ingin menutupinya, apalagi sampai membuat mereka mendengarkan dari mulut orang lain,” ucapnya.

Celine langsung memeluk Michelle. “Harusnya aku mati-matian menghasutmu sejak dulu agar kau membenci pria kejam itu. Dia tidak pantas menyakiti gadis baik sepertimu, Michelle. Pria tampan memang paling berbahaya di dunia!”

“Aku tidak ingin tersisa apa pun lagi yang menyangkut tentang dia. Aku ingin tenang menjalani masa depanku. Aku tidak akan sanggup tinggal di sini, Celine.”

Saat itu Michelle tidak lagi menyembunyikan perasaannya. Dia menangis di pelukan Celine, membasahi bahu Celine dengan air mata yang mengalir deras tanpa mau berhenti.

“Keputusanmu sudah tepat. Kau melepaskan beban yang seharusnya sejak dulu kau lepaskan,” bisik Celine sembari menepuk-nepuk ringan punggung Michelle.

“Aku takut ... aku takut akan berakhir seperti Mommy-ku.”

Celine melepaskan pelukannya, dia meraup wajah Michelle yang memerah basah. “Jangan berkata seperti itu, Michelle. Keputusanmu sudah tepat pergi dari pria kejam itu.”

***

Roland kesulitan meredam emosi pasca berdebat sengit dengan Michelle. Dia marah pada Michelle yang berani membantah. Dia tidak menyangka gadis penurut yang paling disukai olehnya itu berhasil mengacaukan emosinya.

Di kamar tidurnya, suhu ruangan sengaja diatur dingin. Tetapi belum mampu meredakan aura panas di hati Roland. Beberapa botol minuman juga telah dinikmati. Hasilnya masih juga sama, belum mampu menghibur perasaan yang kacau balau.

Roland memandang kesal ranjang tidurnya yang malam itu terasa hampa. Batinnya merutuk kesal, dia tidak akan berakhir sendirian jika Michelle tidak melakukan kesalahan yang dinilainya bodoh. Sudah pasti dia akan merasa nikmat sepanjang malam bersama Michelle.

Sejujurnya, Michelle memiliki penilaian tersendiri bagi Roland. Dari semua wanita yang pernah singgah di hidupnya, hanya Michelle yang mampu membuat jantung Roland berdebar-debar. Michelle mampu membuat darah Roland berdesir dengan memikirkannya saja. Michelle pula yang bisa memantik rasa rindu Roland jika tidak melihat wajah cantiknya.

Sayangnya, ada sebuah luka yang bertengger kokoh di hati Roland. Sehingga dia tidak percaya pada cinta, ketulusan dan kesetiaan.

“Michelle munafik!” geraham Roland mengeras, sementara giginya menggemeretak kasar. “Wanita rendahan seperti dia tidak pantas menyumpahiku! Kau yang tidak akan bahagia jika tidak bersamaku!” lanjutnya dengan kesal melemparkan gelas di genggaman tangan ke arah dinding.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Hafizh
semoga dikabulkan sumpah Michelle ya tuhan, biar so roland kapok pkoknya, seru bgt ceritanya Thor br baca lsg suka ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 5: Pagi Mengejutkan

    Pelukan hangat Alins menyambut kedatangan Michelle di terminal kedatangan bandara. Dia membelai rambut panjang Michelle yang tergerai indah, kemudian sorot matanya penuh sayang menatap sosok keponakan yang sudah seperti putri kandungnya.Danny Elfman juga melakukan hal serupa. Dengan cara sama dia memberikan perhatian serta kasih sayang pada Michelle yang dianggap seperti putri kandung sendiri.Maklum saja, Alins Louise dan suaminya belum dikaruniakan anak dalam pernikahan mereka. Bagi pasangan dokter itu, putri mereka adalah Michelle yang merupakan putri kandung dari kakaknya Alins.“Jangan merasa tidak enak dengan kami selama kau di sini, Michelle.” Danny menyatakan perasaannya ketika mereka tiba di rumah.“Justru kami sangat senang kau mau pindah ke sini.” Alins menimpali.Michelle tersenyum, namun hatinya bertolak belakang dengan eskpresi di wajah. Sejak tadi dia telah bersusah payah menahan perasaan bersalah bercampur sedih kepada Alins dan Danny.Terutama pada Alins, Michelle sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-28
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 6: Kehamilan

    Michelle mematung tak percaya dengan apa yang ia dengar. "A-apa? Mengandung?" wajah cantik Michelle semakin pucat. Michelle membelalakkan matanya. Telinganya lebih ia tajamkan, barangkali salah mendengar. "Jangan bersedih kamu harus tetap tersenyum dan kuat demi bayimu. Apapun yang terjadi sekarang kita akan hadapi bersama." Usap lembut Alins di pundak michelle benar-benar menyatakan bahwa yang ia dengar adalah benar. Kini Michelle hanya mampu menerima pelukan Allins sambil memejamkan mata. 'Hamil?' Michelle di dalam hatinya masih tak percaya. Saat Michelle memejamkan mata, selintas wajah tampan dengan senyum yang sebenarnya ia rindukan terlintas. 'Roland, ini adalah anak Roland!' hati Michelle tak percaya dengan apa yang ia alami, hatinya mengeja nama Roland bagai menyebut sebuah mantra sambil mengusap air mata yang akhirnya jatuh juga di pipi. Michelle benci Roland karena tidak pernah sedikitpun mencintainya tetapi fakta bahwa ini adalah anak Roland membuatnya kembali menginga

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-06
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 7: Rahasia dan Penyesalan

    Roland mencengkeram pundak Ella kasar, "Katakan bayi siapa itu? Atau aku bisa saja berbuat kasar padamu!" Roland memekik dengan suara keras."Apa kau pernah berlaku lembut padaku? Apa kau pernah peduli dengan kehadiranku selama ini?" Ella melepaskan cengkraman kasar Roland dengan keras. Suara wanita itu terdengar meninggi, sehingga lantunan tegasnya sama kerasnya dengan suara Roland.Roland menyeringai bengis. Sementara sorot matanya melayang tajam penuh intimidasi yang menciutkan keberanian Ella. "Aku belum sekali pun menyentuhmu, Ella. Bagaimana bisa kau hamil?""Kau selalu pulang mabuk dini hari. Waktu itu, Kau melakukannya dengan kasar dengan menyebut wanita sialan itu! Kau jahat, Roland.” Ella memekik marah sampai wajahnya memerah gemetaran.“Ketika bayi ini hadir kau mengelak? Pria bodoh dan pemabuk sepertimu mungkin tidak punya perasaan! Sampai lupa kapan menikmati keperawanan istrimu!" lanjut Ella mengangkat wajahnya dengan pongah.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-06
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 8: Merasa Kehilangan

    "Hentikan mobilnya.” Dengan suara parau Roland memerintah Daniel.Pria yang duduk di kursi penumpang belakang itu telah tersadar dari mabuknya. Matanya memerah itu menyorot tajam Daniel yang melirik singkat dari cermin dashboard.“Apa Anda ingin saya antar ke apartemen?”Roland terhenyak dengan wajah tak berekspresi dibuat oleh Daniel. Sejujurnya, itu adalah opsi terbaik dari orang kepercayaannya. Roland yang benci pada Ella tidak akan menemukan apalagi mengendus jejak Ella di hunian mewah yang hanya dia dan orang-orang terdekat yang tahu.Tetapi, apartemen itu penuh memori tentang Michelle. Bahwa Roland selalu menghabiskan dan menikmati waktu bersama Michelle.“Aku ingin tidur di hotel saja. Telepon manager hotel untuk menyiapkan kamarku.”Roland merebahkan kepala di sandaran kursi setelah memutuskan, sementara matanya terpejam pasrah seolah melepaskan kepenatan.“Baik, Tuan Roland,” Daniel menyahut patuh.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 9: Kasih Sayang

    Ruangan senam hamil itu seperti tempat aerobic pada umumnya. Kaca besar melingkari ruang latihan.Michelle menengok ke pintu mencari sosok Alins yang berjanji menemaninya. Hatinya sedikit merasa rendah diri ketika melihat pesertanya senam lainnya didampingi suami mereka.[Michelle aku akan terlambat karena konsultasi pasienku sedikit mundur jamnya. Aku akan tetap datang menemani. Masuklah lebih dulu mengikuti kelas]Chat yang masuk dari Alins tadi harusnya membuat Michelle tidak terus menunggu tetapi ada rasa sedih ketika wanita cantik itu memulai senam tanpa siapa pun di sisinya."Baik Untuk para ibu hamil silahkan berdoa berhadapan dengan suaminya. Mulai meregangkan jari dengan saling menggenggam tangan suaminya."Instruktur senam hamil telah memberi instruksi. Setiap dari peserta senam hamil pun telah berdoa berhadapan dengan suaminya untuk memulai senam hamil dengan peregangan jari.Michelle diam beberapa menit mencoba tegar

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 10: Pagi yang Panik

    Michelle mendorong dua kartu ini sampai mendekat ke tangan Alins yang berada di tepian meja. Dengan tindakan serupa pula Alins mendorong balik ke tangan Michelle, sampai memaksa Michelle menggenggamnya.“Kami tidak merasa disusahkan olehmu. Sebaliknya, kami merasa senang kau ada bersama kami. Bukankah kau sudah menganggap kami seperti orang tuamu, Michelle?”Dani menepuk pundak michelle. "Kami akan sedih jika kau menolak ini.”"Terimalah! Simpan uangmu untuk kebutuhan lainnya. Kau dan anakmu berhak untuk hidup layak. Kami tidak punya siapa-siapa selain dirimu untuk berbagi kebahagiaan." Alins meyakinkan sambil menutup jemari Michelle agar menggenggam 2 kartu yang mereka berikan.Tak ada yang bisa Michelle lakukan selain memeluk Alins. Wanita cantik itu menitihkan air mata di pelukan Alins yang berbalas.Michelle benar-benar merasa beruntung di tengah-tengah ujian hidup yang menyayat perasaannya. Sampai-sampai di dalam hati Michelle memohon keb

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 11: Sosok yang Dirindukan

    "Bibi Alins, sepertinya aku akan melahirkan.” Michelle berusaha bersuara tenang demi tidak menambah kepanikan.Padahal wanita itu sudah merintih kesakitan dengan keringat yang berpeluh. Michelle bahkan sudah memucat ketika memastikan air yg keluar dari tengah-tengah pahanya itu adalah air ketuban."Aku sudah menghubungi ambulans. Aku juga akan segera ke rumah. Bertahnlah, Michelle.”Tanpa Michelle ketahui, Alins sudah setengah berlari di lorong ruangan. Karena dorongan panik itu Alins sempat beberapa kali tak sengaja menabrak orang yang berjalan.Semua itu karena suara nyaring dari pecahan kaca. Alins takut Michelle akan terluka karena tak sengaja menjatuhkan suata benda.Sampai-sampai Alins sepintas lupa memberitahu suaminya mengenai ketegangan saat itu. Sehingga ketika ingat di perjalanan, Alins tergesa-gesa menghubungi Danny kemudian menekan agar suaminya standby menunggu di rumah sakit.Beruntung lalu lintas pagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-10
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 12: Itu Semua Keputusanmu

    Embusan napas kasar terdengar samar-sama di tangga darurat lantai enam belas. Dia—Celine sudah bersandar lemas di dinding, sementara tangannya masih setia mengenggam handphone yang menempel di sisi telinga kiri.Lewat Alins yang menghubunginya, gadis itu mengetahui tentang keadaan Michelle. Sehingga sejak tadi Celine diserang gelisah dan sibuk menunggu kabar dari Alins.“Michelle masih belum sadarkan diri, Bibi Alins?” Celine kembali memastikan.Deheman lemah Alins terdengar lewat sambungan telepon itu. “Aku baru saja keluar dari ICU. Michelle belum ada perkembangan.”Celine merosot sampai terjongkok lemas, sementara wajahnya semakin lesu diserang cemas. “Bagaimana keadaan anaknya, Bibi Alins?”“Syukurnya anak itu dalam keadaan baik-baik saja, Celine. Putrinya terlahir sehat. Hanya saja dia belum bisa menyusu dari ibunya dikarenakan keadaan Michelle. Jadi, sementara dia diberikan susu formula atas saran dari dokternya.”Celina langsung menutup sebagian wajahnya dengan satu tangannya ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11

Bab terbaru

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 119: Seperti Mimpi

    Roland baru saja terbangun dari dunia mimpi yang singkat dirasakan. Tetapi dia kembali disuguhkan oleh hal-hal yang mustahil didapatkan.Walaupun sejak kemarin Michelle menunjukkan sisi lembut yang penurut, akalnya merasa seperti masih bermimpi mendengarkan pengakuan Michelle. Bahkan Roland memeriksa keadaan itu dengan mencermati jelas kehangatan tangan Michelle dalam genggamannya.“Katakan saja nanti setelah kau dalam kesadaran penuh. Aku tidak mau nantinya kau berpura-pura tidak mengingat ini,” ujar Roland yang samar-samar menyindir.“Aku akan ingat dan tidak akan berpura-pura.” Michelle meyakinkan dengan sorot mata lemah namun penuh keseriusan. “Seperti yang kau katakan terakhir kali di depan firma—sebelum balik ke New York, ayo kita lupakan masa lalu,” lanjut Michelle menegaskan.“Aku tidak ingin menahan semuanya dan berbohong pada diriku sendiri, bahwa kau masih tetap ada di hatiku. Mau sekeras apa pun aku melupakanku, rasanya semua sia-sia karena aku masih berdebar-debar setiap

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 118: Menyerah pada Perasaan

    Rutinitas pagi di kediaman Jullian berlangsung seperti biasanya. Para pelayan mulai sibuk melakukan kewajiban mereka di kediaman mewah itu, di mana tuan rumah baru saja kembali setelah beberapa waktu mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.Sayangnya, kesibukan mereka diselimuti oleh ketegangan yang diciptakan oleh sang pemilik kediaman. Yaitu Jullian yang menunjukkan emosi tak terbendung di ruangan santai teras belakang.Sejak sore kemarin, Jullian memang telah menunjukkan ekspresi kesal saat pulang ke rumah. Namun, kekesalan itu semakin bertambah ketika asisten pribadinya mengadukan perihal Roland yang batal menjemputnya di rumah sakit.“Jadi anak berandal itu batal menjemputku karena ke Los Angeles?” tanya Jullian penuh tekanan kepada asisten pribadinya yang merunduk.“Informasi yang saya terima bahwa Tuan Roland mendadak pergi ke Los Angeles.”Jullian berdecih kesal. “Dia pasti menemui wanita itu lagi! Demi wanita itu, anak berandal itu membohongiku!”Berbanding terbalik den

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 117: Rencana Balasan

    “Apa yang akan Kakak lakukan?” Valencia bertanya setelah polisi itu pergi.Mata Roland yang masih menyimpan seberkas emosi telah menatap Valencia. Pria itu memindai Valencia yang memucat dan wajah penuh lelah.“Aku kesal sekali pada kesimpulan polisi itu mengenai kasus Michelle,” lanjutnya membuat Roland menatap tajam.“Kesimpulan apa itu?” desak Roland ingin tahu.“Lewat suamiku dia mengatakan jika kesaksianku beserta sopir taksi itu tak memiliki kekuatan untuk menangkap David Revorman.”Valencia tak ragu-ragu mengadukan kesimpulan yang menjengkelkan—yang sebelumnya mendorong dirinya cepat-cepat mengadu pada Roland.“Polisi itu malah mengatakan jika Michelle bisa saja melakukan “pekerjaan” lain karena mungkin kebetulan saja berada di dekat lokasi rumah David. Dia juga mengatakan bahwa Michelle bukan lagi personal asisstant dari David Revorman. Melainkan hanya seorang administrator di firma itu. Bukankah Kakak berteman dengan David itu?”Setumpuk emosi memuncak ke ubun-ubun Roland, se

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 116: Yang Biasa Dilakukan

    Ketika mulut Michelle terbuka guna lebih lanjut mengadu, suara ketukan pintu yang terdengar beruntun telah menghalangi keinginan Michelle. Sorot matanya teralihkan dari Roland yang menunjukkan eksprsi gelap. Michelle mencoba menoleh ke arah pintu yang terbuka, namun sayang terhalangi oleh tubuh gagah Roland yang masih menegang.“Selamat malam. Saya—polisi yang menangani kasus Nyonya Michelle.”Kecemasan yang tak menenangkan kembali menghantui Michelle setelah mendengar seseorang itu adalah pihak kepolisian. Sama seperti sebelumnya, Michelle masih belum mau berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal.“Beberapa saat lalu saya menghubungi dokter yang menangani Nyonya Michelle dan mengetahui bahwa beliau sudah sadar. Saya ingin sedikit bertanya-tanya pada Nyonya Michelle mengenai kasus yang menimpanya. Apa bisa saya berbicara dengan Nyonya Michelle?”Batin Michelle langsung menolak sebelum Roland maupun Valencia menoleh ke arahnya. Tangannya yang gemetaran telah terangkat, bersusa

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 115: Kedatangan Roland

    Beberapa jam kemudian Michelle telah dipindahkan ke kamar inap setelah kondisinya dinyatakan stabil. Selang oksigen yang terpasang sudah dilepaskan, kecuali jarum beserta selang infus yang masih terpasang.Meski kondisinya dinyatakan lebih baik dari sebelumnya, Michelle masih bersikap sama yaitu tak mengendurkan sedikit rasa takut dan cemas.Jemarinya bertindak egois terhadap Valencia, tak ingin melepaskan sedikit tangan Valencia dari genggamannya. Bahkan ketika dokter memeriksakan keadaannya, Michelle tak ingin ditinggalkan sedetik pun oleh Valencia.Semua karena bayangan mengerikan itu mengisi seluruh pikiran Michelle.Ketika matanya terbuka, Michelle berpikir dirinya telah tidak lagi berada di bumi karena pandangan mata yang kabur pada warna putih mendominasi. Hal hampir serupa pernah Michelle rasakan ketika tak sadarkan diri sewaktu pasca melahirkan Leah.Namun setelah beberapa kali mengerjapkan mata dan penglihatan mata kembali jernih, Michelle menyadari dirinya yang masih bernya

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 114: Tangan yang Gemetaran

    Valencia membasuh air mata yang membasahi wajah cantiknya dengan sapu tangan pemberian suaminya. Napasnya masih saja sesak setelah memaksa diri agar berhenti dari tangisannya. Duduk di ruang tunggu itu, Valencia berakhir menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.“Apa yang aku lakukan sudah benar, ‘kan?” tanya Valencia dengan nada masih sedikit terisak.“Mendengar bentakannya tadi, aku bisa menebak rasa terkejut dan kemarahan Kak Roland.” Albert berkomentar tenang.“Dia langsung mematikan telepon tanpa memberitahu apa yang akan dilakukan. Tetapi aku bisa menebak, dia pasti akan langsung ke sini tanpa peduli betapa penting pekerjaannya di sana.”Valencia berkomentar serupa ketika menormalkan kembali napasnya.“Aku hanya berharap Michelle cepat sadar agar bisa memberitahukan semua yang dia lalui sendirian,” lanjutnya berbicara.“Sebaiknya kau pulang saja, Valen. Aku akan menunggu perkembangan tentang Michelle di sini.”Pernyataan Albert membuat Valencia mengangkat kepalanya yang tenang be

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 113: Telepon Dari Valencia

    Roland terduduk lemas di kursi penumpang belakang pada mobil yang dinaiki. Pria itu mengendurkan dasi yang melingkar rapi di leher, sengaja memberi ruang bebas pada tenggorokan yang dipenuhi sesak tak mengenakkan. Sementara itu mata abu-abunya menatap kosong ke arah depan, tak peduli pada Daniel yang melirik cemas seperti ingin menarik perhatian.Pembicaraan intens beberapa menit lalu bersama Alins dan Danny benar-benar menguras perasaan Roland. Selain mengetahui cerita hidup Michelle yang tertutup sempurna, dia juga mengetahui perihal penyakit dari dua orang yang seperti orang tua pengganti bagi Michelle.Alins mengidap kanker lambung stadium empat, di mana hari itu dokter di rumah sakit itu menyampaikan kabar buruk perihal kanker itu sudah menyebar dan menggerogoti ke jaringan lain di tubuhnya. Sementara Danny disarankan untuk beristirahat dari pekerjaannya dan melakukan tindakan pengobatan pada penyakit jantung yang diderita.Tak ada yang bisa Roland lakukan kecuali terdiam dan men

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 112: Kejujuran Perasaan

    Roland terhenyak dalam pertanyaan Alins sampai mulutnya bungkam tidak bisa menjawab. Padahal pertanyaan yang diucapkan sudah Roland ketahui sendiri jawabannya, tetapi rasa penasaran mendesaknya ingin mencari tahu secara langsung.“Dibandingkan Michelle, kami sudah siap jika sewaktu-waktu kau mengetahui perihal Leah.” Danny memecahkan keheningan diri yang sebelumnya memilih menjadi pendengar. “Karena sebuah rahasia tidak ada yang abadi untuk disembunyikan,” lanjutnya menimpali.“Apa tujuanmu datang kali ini di kehidupan Michelle masih sama, Roland?” tanya Alins dengan kelembutan namun terselip sebuah ketegasan yang dirasakan kental.Roland masih bersikap sama. Entah mengapa mulutnya terasa sulit untuk terbuka dan bersuara.“Sejak kecil Michelle tak pernah mau menyulitkan siapa pun termasuk ibunya. Michelle kecil selalu terbiasa mandiri dengan sosok orang tua tunggal yang dia miliki. Mungkin karena ibunya yang merupakan kakak kandungku sudah memberitahu bahwa hanya Michelle hanya memili

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 111: Pertemuan Tak Terduga

    Di dalam lift yang dinaiki, Roland melepaskan napas kasar. Pria itu merengkuh sedikit kelegaan setelah berbicara dengan Jullian. Setelah sekian lama berlalu, Roland tak lagi ragu ingin mengungkapkan alasan menceraikan Ella.Dia memiliki alasan yang tepat untuk tidak mengubur aib itu sendirian. Jika dulu dia memilih acuh, kali itu dia terdorong harus demi menata masa depan indah bersama wanita yang dicintai.“Sore ini bisa kosongkan jadwalku? Aku ingin menjemput daddy yang pulang sore ini.” Roland tenang meminta pada Daniel yang berdiri di belakang.“Saya akan mengatur untuk Anda.” Daniel mengulas senyuman getir setelah terpaksa memenuhi permintaan Roland.“Oh ... iya, Tuan. Saat menunggu Anda tadi, Nyonya Valencia menghubungi saya. Beliau menanyakan perihal Anda yang tidak menjawab telepon. Saya mengatakan jika Anda sedang menjenguk Tuan Jullian.”Roland tersadar pada handphone-nya yang di-silent-kan di dalam saku dalam jas setelah Daniel mengadu. Tanpa menuda pria itu merogoh saku dal

DMCA.com Protection Status