Share

Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!
Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!
Penulis: Creamy Nyun_Nyun

Bab 1: Cinta yang Salah

“Ini surat pengunduran diri saya.”

Roland mendongak ke arah wanita cantik yang berdiri dan tak berkedip di depan matanya. Konglomerat generasi ketiga itu memicingkan mata pada wanita yang menarik perhatiannya dari ipad dan beberapa tumpuk dokumen kerja di atas meja.

“Kau bilang ini apa?” bariton seksi milik Roland kini berganti membelai telinga wanita cantik itu.

“Seperti yang Tuan Roland lihat, ini adalah surat pengunduran diri saya.” Wanita cantik bersuara lembut itu sedikit mendorong amplop putih di atas meja untuk mendekat kepada Roland.

“Kau serius, Michelle?” Roland setengah menggeram merapalkan nama wanita cantik itu.

“Ya! Saya serius.” Michelle Louise—si wanita cantik itu tak bergetar meyakinkan keputusannya kepada Roland.

Roland menghela napas kasar yang terdengar jelas hingga ke telinga Michelle. Kacamata yang melindungi bola mata hazel dari sinar radiasi gadget itu dilepaskan dan diletakkan tepat di samping ipad yang beberapa menit lalu sempat dipegang.

Pria tiga puluh dua tahun itu beranjak dari duduknya. Sepasang kaki berpantofel hitam mengkilap dengan size empat puluh empat centimeter itu berjalan menghampiri dan berhenti sejajar di depan Michelle.

Telunjuk hingga jari manis kanannya menyentuh daerah tulang rahang ke bawah sisi pipi Michelle. Sementara si ibu jari membelai lembut permukaan pipi kiri Michelle yang terbiasa disentuh tanpa perlu meminta izin.

“Kau marah padaku? Bukankah kemarin malam aku sudah transfer 5000 dollar? Apa kemarin malam aku bermain terlalu kasar? Atau sekarang kau lelah karena kemarin malam?” manisnya mulut Roland membujuk Michelle untuk mengubah keputusannya.

Michelle menepis tangan Roland dengan gerakan sedikit kasar. “Saya tidak bisa terus seperti ini.”

“Kau bisa tidur di kamarku jika memang masih lelah. Menurutku dua jam cukup untuk kau bisa tidur lelap. Lagi pula aku ada kepentingan pribadi sampai siang nanti.”

Roland malah menawarkan Michelle beristirahat di kamar yang terbiasa mereka masuki. Kamar itu berada di sudut ruangan di dalam CEO office.

“Saya lelah bukan karena kemarin malam, Tuan Roland.” Suara Michelle bergetar menyadarkan Roland untuk paham arah tujuan keputusannya. “Saya merasa sudah tidak bisa melayani Anda lagi, hubungan antara saya dengan Anda juga tidak benar. Itu bukan sesuatu yang sepantasnya terjadi antara atasan dan bawahannya."

Bibir Roland menyunggingkan senyuman menawan. Sayangnya, senyuman itu terang-terangan menghina penjelasan Michelle. “Setelah lama kau baru menilai semua yang kita lakukan ini tidak benar? Ke mana pikiranmu saat aku meminta di awal? Hm?!”

Lidah Michelle dipaksa kelu. Otaknya pun ikut buntu dihantam pertanyaan dari si licik Roland yang lihai berdebat. Wanita cantik berusia dua puluh empat tahun itu merundukkan pandangan dari mata kejam Roland yang menghardik galak. Si cantik bertubuh proposional itu panik ketika tubuh gagah Roland mendesaknya hingga tak berdaya menghimpit ke tepian meja.

Keintiman yang tidak diinginkan itu memaksa Michelle untuk cepat memberontak. Akan tetapi, Roland lebih sigap dan cekatan.

Kedua tangannya mencapit erat tepian meja demi memenjarakan Michelle dalam kungkungan desakan tubuhnya. Dada bidang yang terlapisi setelan jas tak luput menempel erat ke tubuh Michelle hingga tak berjarak. Sampai-sampai gemuruh jantung Michelle terasa jelas di dada Roland.

“Kenapa kau diam, Michelle? Kau lupa bagaimana dulu kau bersedia kita melakukan hal sampai sejauh ini?” Roland mendesak ke wajah Michelle, menggesek-gesekkan puncak hidungnya ke puncak hidung Michelle. “Aku meminta izin waktu itu. Michelle, daripada aku tidur dengan sembarangan wanita, bagaimana kalau kau saja yang aku tiduri? Kau lupa dengan pertanyaanku itu?!”

“Aku tidak lupa. Bahkan aku ingat wajahmu yang merona merah dan malu-malu menyetujuiku. Lalu kenapa sekarang kau katakan ini tidak benar?” bibir Roland bergerak-gerak sensual di permukaan bibir Michelle yang sengaja mengungkit perjanjian dua tahun lalu.

Sampai kapan pun Michelle tidak akan melupakan pertanyaan yang bersemayam abadi di memori ingatannya.

Bak gayung bersambut, Michelle yang sejatinya menyukai Roland tanpa berpikir panjang setuju pada tawaran menggoda itu. Gadis polos itu terjebak bisikan manis setan dari dari pria yang memiliki ketampanan menawan.

Harusnya Michelle protes saja saat baru satu tahun menduduki public relation officer, dia dipindahkan secara mendadak ke departemen sekretariat CEO. Harusnya dia jeli mencari sebab-akibat pada sekretaris sebelumnya yang mengibarkan bendera putih dikarenakan tak bisa menyanggupi si perfeksionis tak berhati—Roland Archer.

Sayangnya, penawaran gaji yang menggiurkan mematahkan iman Michelle. Lewat kerja keras dan kemampuannya bertahan di kursi itu, Michelle menjadi

pegawai tak tersentuh oleh pihak mana pun di perusahaan properti raksasa milik Roland. Gadis penggila kerja itu menjadi sekretaris yang paling disegani dan dicemburui di kalangan rekan-rekannya.

Roland mengaku puas pada kerja gesit Michelle. Enam bulan pertama Michele bekerja bagaikan kuda. Tanpa harus diberitahu, Michelle sigap memenuhi segala keinginan Roland. Hingga di bulan-bulan berikutnya kepuasan Roland berubah menjadi keserakahan.

Pewaris tunggal dan CEO Trilogi Group itu menatap Michelle melebihi seorang sekretaris. Penampilan ideal dan aroma tubuh yang menggoda bagaikan bisikan setan yang merangsang nafsu.

“Karena saya harus berhenti. Saya tidak bisa lagi melayani Anda dalam segala hal.” Lagi-lagi Michelle tegas mematahkan tekanan dari Roland.

Namun, tidak untuk gerak tangannya yang kalah tenaga mendorong Roland untuk menjauh dari tubuhnya.

“Jangan buat aku marah, Michelle!” bentakan kasar Roland dan tubuhnya yang menghimpit kencang menjadi pertanda kesabarannya telah habis. “Kenapa kau baru protes sekarang? Apa uang yang selalu aku beri padamu kurang? Katakan! Katakan padaku kau butuh berapa banyak!” kemarahan Roland meledak pada Michelle yang meminta mundur dalam permainan panas mereka.

Plak!

Tamparan keras dari tangan kanan Michele menyambar perih sisi pipi Roland. Michelle pun tidak takut mendapati Roland yang melotot marah dengan tulang rahangnya mengeras tegas.

“Kau berani menamparku?” Roland menggeram sinis.

“Sekalian saja Anda pecat saya dengan kesalahan fatal ini,” sahut Michelle menantang.

Roland tersenyum licik. Bukannya marah, dia malah kesetanan mengintimidasi Michelle. Roland menggendong Michelle secara mendadak. Dia tak gentar membawa Michelle masuk ke dalam kamar tidur di ruangan itu. Michelle yang memberontak sepanjang perjalanan berakhir setengah dibanting ke ranjang empuk yang terbiasa mereka gunakan.

Baru berancang-ancang ingin bangkit dalam skenario aksi kaburnya, Michelle tak berkutik oleh cengkraman tangan posesif bertenaga Roland. Di kedua sisi kepala Michelle, Roland memaku pergelangan tangan Michele yang mulai memerah lebam oleh cengkraman tangannya.

“Lepaskan saya! Ini pemerkosaan namanya, Tuan Roland!” bentak Michelle memberontak di bawah tindihan Roland yang sudah kesetanan nafsu.

“Apanya yang pemerkosaan, Michelle? Kau marah karena aku memulainya dengan kasar seperti ini?” Roland terkekeh mengejek. “Wah! Pagi-pagi kau sudah membuatku bergairah!”

Ciuman panjang penuh hasrat Roland curahkan ke bibir Michelle yang gemetaran. Bibirnya berpadu nikmat ke bibir Michelle, mengeluarkan teknik gerakan sensual yang melumpuhkan kesadaran Michelle. Padahal kemarin malam Roland baru saja menuntaskan keinginannya di bibir itu.

Belum sampai di situ, disepanjang sudut bibir hingga ke tulang rahang Michelle bibir Roland mulai menggulirkan kecupan menggoda. Sisi telinga kanan Michelle menjadi pelabuhan sejenak bagi bibir Roland istirahat.

Namun sebelum berhenti, Roland mengembuskan napas panas dan menggigit cuping telinga Michelle dengan sengaja. Hingga sebentuk erangan ketidakberdayaan Michelle membelai gendang telinga Roland.

Roland tersenyum licik. “Mulut dan tubuhmu sangat tidak sinkron, Michelle. Atau tingkahmu tadi hanya akal-akalanmu saja untuk menggodaku agar kita bercinta lagi pagi-pagi seperti ini? Hm?!”

“S-saya ... saya mohon l-lepaskan saya.” Michelle merintih di tengah-tengah tangisannya.

Rintihan tangisan Michelle tak menembus sanubari Roland. Dia malah membuka gesper dan menurukan resleting celana dengan satu tangannya. Lalu tangannya itu meremas paha Michelle sembari menyingkap skirt serta penghalang lainnya yang menghalangi tujuan utamanya.

Tanpa penundaan Roland menuntaskan hasratnya kepada Michelle. Erangan nikmat berkali-kali lolos dari mulut Roland. Racauan pujian pun tak luput lolos di tengah-tengah miliknya terjepit nikmat di surga dunia Michelle yang selalu membuat ketagihan.

Namun tak sama seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Roland enggan menggunakan pengaman dikarenakan dorongan emosi yang memuncak. Emosinya kepalang meledak, syahwat pun tak bisa berkompromi menunda kenikmatan di depan mata.

“Jangan pakai lagi baju kusutmu itu. Di lemari masih ada stok bajumu, ‘kan?” titah Roland beranjak turun dari ranjang tidur setelah menuntaskan hasratnya.

“Tuan Roland.” Suara gemetaran Michelle melirih dengan posisinya masih meringkuk di atas ranjang. “Saya mencintai Anda.”

Roland terperanjat mendengar kejujuran Michelle. “Apa yang kau katakan?”

“Saya mencintai Anda. Saya mau ditiduri oleh Anda itu karena saya menyukai dan mencintai Anda, Tuan Roland. Saya menunggu dengan bodohnya agar Anda bisa paham dengan perasaan saya. Hati saya hancur ketika mendengar Anda akan bertunangan dan menikah,” ujar Michelle gemetaran mengakui alasan di balik keputusannya kepada Roland. “Tuan Roland, mari kita hentikan saja hubungan gila ini.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status