Home / Romansa / Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah! / Bab 1: Cinta yang Salah

Share

Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!
Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!
Author: Creamy Nyun_Nyun

Bab 1: Cinta yang Salah

last update Last Updated: 2024-04-28 09:46:57

“Ini surat pengunduran diri saya.”

Roland mendongak ke arah wanita cantik yang berdiri dan tak berkedip di depan matanya. Konglomerat generasi ketiga itu memicingkan mata pada wanita yang menarik perhatiannya dari ipad dan beberapa tumpuk dokumen kerja di atas meja.

“Kau bilang ini apa?” bariton seksi milik Roland kini berganti membelai telinga wanita cantik itu.

“Seperti yang Tuan Roland lihat, ini adalah surat pengunduran diri saya.” Wanita cantik bersuara lembut itu sedikit mendorong amplop putih di atas meja untuk mendekat kepada Roland.

“Kau serius, Michelle?” Roland setengah menggeram merapalkan nama wanita cantik itu.

“Ya! Saya serius.” Michelle Louise—si wanita cantik itu tak bergetar meyakinkan keputusannya kepada Roland.

Roland menghela napas kasar yang terdengar jelas hingga ke telinga Michelle. Kacamata yang melindungi bola mata hazel dari sinar radiasi gadget itu dilepaskan dan diletakkan tepat di samping ipad yang beberapa menit lalu sempat dipegang.

Pria tiga puluh dua tahun itu beranjak dari duduknya. Sepasang kaki berpantofel hitam mengkilap dengan size empat puluh empat centimeter itu berjalan menghampiri dan berhenti sejajar di depan Michelle.

Telunjuk hingga jari manis kanannya menyentuh daerah tulang rahang ke bawah sisi pipi Michelle. Sementara si ibu jari membelai lembut permukaan pipi kiri Michelle yang terbiasa disentuh tanpa perlu meminta izin.

“Kau marah padaku? Bukankah kemarin malam aku sudah transfer 5000 dollar? Apa kemarin malam aku bermain terlalu kasar? Atau sekarang kau lelah karena kemarin malam?” manisnya mulut Roland membujuk Michelle untuk mengubah keputusannya.

Michelle menepis tangan Roland dengan gerakan sedikit kasar. “Saya tidak bisa terus seperti ini.”

“Kau bisa tidur di kamarku jika memang masih lelah. Menurutku dua jam cukup untuk kau bisa tidur lelap. Lagi pula aku ada kepentingan pribadi sampai siang nanti.”

Roland malah menawarkan Michelle beristirahat di kamar yang terbiasa mereka masuki. Kamar itu berada di sudut ruangan di dalam CEO office.

“Saya lelah bukan karena kemarin malam, Tuan Roland.” Suara Michelle bergetar menyadarkan Roland untuk paham arah tujuan keputusannya. “Saya merasa sudah tidak bisa melayani Anda lagi, hubungan antara saya dengan Anda juga tidak benar. Itu bukan sesuatu yang sepantasnya terjadi antara atasan dan bawahannya."

Bibir Roland menyunggingkan senyuman menawan. Sayangnya, senyuman itu terang-terangan menghina penjelasan Michelle. “Setelah lama kau baru menilai semua yang kita lakukan ini tidak benar? Ke mana pikiranmu saat aku meminta di awal? Hm?!”

Lidah Michelle dipaksa kelu. Otaknya pun ikut buntu dihantam pertanyaan dari si licik Roland yang lihai berdebat. Wanita cantik berusia dua puluh empat tahun itu merundukkan pandangan dari mata kejam Roland yang menghardik galak. Si cantik bertubuh proposional itu panik ketika tubuh gagah Roland mendesaknya hingga tak berdaya menghimpit ke tepian meja.

Keintiman yang tidak diinginkan itu memaksa Michelle untuk cepat memberontak. Akan tetapi, Roland lebih sigap dan cekatan.

Kedua tangannya mencapit erat tepian meja demi memenjarakan Michelle dalam kungkungan desakan tubuhnya. Dada bidang yang terlapisi setelan jas tak luput menempel erat ke tubuh Michelle hingga tak berjarak. Sampai-sampai gemuruh jantung Michelle terasa jelas di dada Roland.

“Kenapa kau diam, Michelle? Kau lupa bagaimana dulu kau bersedia kita melakukan hal sampai sejauh ini?” Roland mendesak ke wajah Michelle, menggesek-gesekkan puncak hidungnya ke puncak hidung Michelle. “Aku meminta izin waktu itu. Michelle, daripada aku tidur dengan sembarangan wanita, bagaimana kalau kau saja yang aku tiduri? Kau lupa dengan pertanyaanku itu?!”

“Aku tidak lupa. Bahkan aku ingat wajahmu yang merona merah dan malu-malu menyetujuiku. Lalu kenapa sekarang kau katakan ini tidak benar?” bibir Roland bergerak-gerak sensual di permukaan bibir Michelle yang sengaja mengungkit perjanjian dua tahun lalu.

Sampai kapan pun Michelle tidak akan melupakan pertanyaan yang bersemayam abadi di memori ingatannya.

Bak gayung bersambut, Michelle yang sejatinya menyukai Roland tanpa berpikir panjang setuju pada tawaran menggoda itu. Gadis polos itu terjebak bisikan manis setan dari dari pria yang memiliki ketampanan menawan.

Harusnya Michelle protes saja saat baru satu tahun menduduki public relation officer, dia dipindahkan secara mendadak ke departemen sekretariat CEO. Harusnya dia jeli mencari sebab-akibat pada sekretaris sebelumnya yang mengibarkan bendera putih dikarenakan tak bisa menyanggupi si perfeksionis tak berhati—Roland Archer.

Sayangnya, penawaran gaji yang menggiurkan mematahkan iman Michelle. Lewat kerja keras dan kemampuannya bertahan di kursi itu, Michelle menjadi

pegawai tak tersentuh oleh pihak mana pun di perusahaan properti raksasa milik Roland. Gadis penggila kerja itu menjadi sekretaris yang paling disegani dan dicemburui di kalangan rekan-rekannya.

Roland mengaku puas pada kerja gesit Michelle. Enam bulan pertama Michele bekerja bagaikan kuda. Tanpa harus diberitahu, Michelle sigap memenuhi segala keinginan Roland. Hingga di bulan-bulan berikutnya kepuasan Roland berubah menjadi keserakahan.

Pewaris tunggal dan CEO Trilogi Group itu menatap Michelle melebihi seorang sekretaris. Penampilan ideal dan aroma tubuh yang menggoda bagaikan bisikan setan yang merangsang nafsu.

“Karena saya harus berhenti. Saya tidak bisa lagi melayani Anda dalam segala hal.” Lagi-lagi Michelle tegas mematahkan tekanan dari Roland.

Namun, tidak untuk gerak tangannya yang kalah tenaga mendorong Roland untuk menjauh dari tubuhnya.

“Jangan buat aku marah, Michelle!” bentakan kasar Roland dan tubuhnya yang menghimpit kencang menjadi pertanda kesabarannya telah habis. “Kenapa kau baru protes sekarang? Apa uang yang selalu aku beri padamu kurang? Katakan! Katakan padaku kau butuh berapa banyak!” kemarahan Roland meledak pada Michelle yang meminta mundur dalam permainan panas mereka.

Plak!

Tamparan keras dari tangan kanan Michele menyambar perih sisi pipi Roland. Michelle pun tidak takut mendapati Roland yang melotot marah dengan tulang rahangnya mengeras tegas.

“Kau berani menamparku?” Roland menggeram sinis.

“Sekalian saja Anda pecat saya dengan kesalahan fatal ini,” sahut Michelle menantang.

Roland tersenyum licik. Bukannya marah, dia malah kesetanan mengintimidasi Michelle. Roland menggendong Michelle secara mendadak. Dia tak gentar membawa Michelle masuk ke dalam kamar tidur di ruangan itu. Michelle yang memberontak sepanjang perjalanan berakhir setengah dibanting ke ranjang empuk yang terbiasa mereka gunakan.

Baru berancang-ancang ingin bangkit dalam skenario aksi kaburnya, Michelle tak berkutik oleh cengkraman tangan posesif bertenaga Roland. Di kedua sisi kepala Michelle, Roland memaku pergelangan tangan Michele yang mulai memerah lebam oleh cengkraman tangannya.

“Lepaskan saya! Ini pemerkosaan namanya, Tuan Roland!” bentak Michelle memberontak di bawah tindihan Roland yang sudah kesetanan nafsu.

“Apanya yang pemerkosaan, Michelle? Kau marah karena aku memulainya dengan kasar seperti ini?” Roland terkekeh mengejek. “Wah! Pagi-pagi kau sudah membuatku bergairah!”

Ciuman panjang penuh hasrat Roland curahkan ke bibir Michelle yang gemetaran. Bibirnya berpadu nikmat ke bibir Michelle, mengeluarkan teknik gerakan sensual yang melumpuhkan kesadaran Michelle. Padahal kemarin malam Roland baru saja menuntaskan keinginannya di bibir itu.

Belum sampai di situ, disepanjang sudut bibir hingga ke tulang rahang Michelle bibir Roland mulai menggulirkan kecupan menggoda. Sisi telinga kanan Michelle menjadi pelabuhan sejenak bagi bibir Roland istirahat.

Namun sebelum berhenti, Roland mengembuskan napas panas dan menggigit cuping telinga Michelle dengan sengaja. Hingga sebentuk erangan ketidakberdayaan Michelle membelai gendang telinga Roland.

Roland tersenyum licik. “Mulut dan tubuhmu sangat tidak sinkron, Michelle. Atau tingkahmu tadi hanya akal-akalanmu saja untuk menggodaku agar kita bercinta lagi pagi-pagi seperti ini? Hm?!”

“S-saya ... saya mohon l-lepaskan saya.” Michelle merintih di tengah-tengah tangisannya.

Rintihan tangisan Michelle tak menembus sanubari Roland. Dia malah membuka gesper dan menurukan resleting celana dengan satu tangannya. Lalu tangannya itu meremas paha Michelle sembari menyingkap skirt serta penghalang lainnya yang menghalangi tujuan utamanya.

Tanpa penundaan Roland menuntaskan hasratnya kepada Michelle. Erangan nikmat berkali-kali lolos dari mulut Roland. Racauan pujian pun tak luput lolos di tengah-tengah miliknya terjepit nikmat di surga dunia Michelle yang selalu membuat ketagihan.

Namun tak sama seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Roland enggan menggunakan pengaman dikarenakan dorongan emosi yang memuncak. Emosinya kepalang meledak, syahwat pun tak bisa berkompromi menunda kenikmatan di depan mata.

“Jangan pakai lagi baju kusutmu itu. Di lemari masih ada stok bajumu, ‘kan?” titah Roland beranjak turun dari ranjang tidur setelah menuntaskan hasratnya.

“Tuan Roland.” Suara gemetaran Michelle melirih dengan posisinya masih meringkuk di atas ranjang. “Saya mencintai Anda.”

Roland terperanjat mendengar kejujuran Michelle. “Apa yang kau katakan?”

“Saya mencintai Anda. Saya mau ditiduri oleh Anda itu karena saya menyukai dan mencintai Anda, Tuan Roland. Saya menunggu dengan bodohnya agar Anda bisa paham dengan perasaan saya. Hati saya hancur ketika mendengar Anda akan bertunangan dan menikah,” ujar Michelle gemetaran mengakui alasan di balik keputusannya kepada Roland. “Tuan Roland, mari kita hentikan saja hubungan gila ini.”

Related chapters

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 2: Berbahaya dan Kejam

    Mata cokelatnya yang indah telah diselimuti oleh genangan air mata. Michelle terpaku kaku menatap Roland yang tak berekspresi pada dirinya.Pelacur? Begitu rendahnya sosok Michelle bagi Roland, sehingga tidak ada kata lebih layak yang disematkan pada Michelle.Padahal selama ini Michelle menghormati dan tulus memandang sosok Roland.Semuanya memang salah Michelle. Dia sudah memahami karakter dan sikap Roland. Bahkan, Michelle sudah menakar sebab-akibat dari keputusannya itu.Michelle benar-benar naif. Bukan! Michelle benar-benar melakukan kesalahan fatal. Selama ini dia mencintai pria yang salah dan tak memiliki hati.Ketika memutuskan beranjak turun dari ranjang itu, batin Michelle telah mantap menentukan keputusan. Bahwa dia akan menyerah untuk menunggu balasan cinta dari Roland.Ada rasa nyeri tak tertahankan di inti sensitifnya akibat perbuatan kasar Roland. Sangat perih seperti ratusan bekas sayatan baru terukir di sana. Namun, Michelle bersikeras menyembunyikan karena tak ingin

    Last Updated : 2024-04-28
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 3: Lepaskan Segalanya

    Hari itu merupakan hari paling melelahkan bagi Michelle. Emosi dan perasaannya dipermainkan secara brutal. Michelle juga harus mengosongkan meja kerjanya dan mengalihkan pekerjaan itu kepada pengganti yang ditunjuk. Beban pikiran semakin bertambah saat mengetahui Roland melakukan pengumuman pertunangan kepada pers dan media tanpa memberitahu pada Michelle.Roland telah mencampakkan Michelle dengan keji. Itu artinya tidak ada lagi alasan bagi Michelle bertahan di lingkungan yang menyakitkan itu.Dia menerima keadaan pahit itu dan tidak lagi ingin peduli mengenai apa pun yang bersangkutan dengan Roland. Semua memang kebodohan diri yang buta akibat terlalu mencintai Roland. Michelle mengaku terlalu percaya diri bahwa perhatian Roland bukan hanya sekadar untuk nafsu saja.Tindakannya itu serupa dengan tindakan acuhnya terhadap orang-orang di perusahaan yang mulai mencibir sosoknya.Michelle menjadi pembicaraan hangat atas kabar bahwa dirinya dipecat secara tak hormat. Mulut-mulut penggosi

    Last Updated : 2024-04-28
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 4: Hati yang Tersakiti

    Michelle duduk bersandar di kursi penumpang dari taksi yang ditumpangi, sementara itu matanya menatap kosong ke luar jendela—di mana hujan deras sedang berlangsung.Setelah cukup mampu memperbaiki harga dirinya, Michelle tak lagi bisa mengekspresikan suasana hati yang tersayat-sayat.Di sisi lain ada perasaan lega mengendap di hati Michelle. Dia sangat puas bisa membantah seorang Roland. Setelah menyumpahi Roland, Michelle dengan berani melewati Roland sampai sengaja menabrak lengannya ke pria kejam itu.Wanita cantik itu mengabaikan teriakan Roland, tak takut pada dua bodyguard yang ingin menangkap. Michelle mengunci rapat-rapat kamar yang dimasuki. Cepat-cepat pula Michelle mengganti pakaiannya dengan kaos putih dipadukan celana jeans biru yang merupakan pakaian miliknya sendiri. Michelle keluar dari kamar setelah memasukkan barang-barang miliknya ke dalam satu koper.Michelle tidak merasa rugi melepaskan segala kemewahan yang didapatkan dari Roland. Sebaliknya, ada kepuasaan di bat

    Last Updated : 2024-04-28
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 5: Pagi Mengejutkan

    Pelukan hangat Alins menyambut kedatangan Michelle di terminal kedatangan bandara. Dia membelai rambut panjang Michelle yang tergerai indah, kemudian sorot matanya penuh sayang menatap sosok keponakan yang sudah seperti putri kandungnya.Danny Elfman juga melakukan hal serupa. Dengan cara sama dia memberikan perhatian serta kasih sayang pada Michelle yang dianggap seperti putri kandung sendiri.Maklum saja, Alins Louise dan suaminya belum dikaruniakan anak dalam pernikahan mereka. Bagi pasangan dokter itu, putri mereka adalah Michelle yang merupakan putri kandung dari kakaknya Alins.“Jangan merasa tidak enak dengan kami selama kau di sini, Michelle.” Danny menyatakan perasaannya ketika mereka tiba di rumah.“Justru kami sangat senang kau mau pindah ke sini.” Alins menimpali.Michelle tersenyum, namun hatinya bertolak belakang dengan eskpresi di wajah. Sejak tadi dia telah bersusah payah menahan perasaan bersalah bercampur sedih kepada Alins dan Danny.Terutama pada Alins, Michelle sa

    Last Updated : 2024-04-28
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 6: Kehamilan

    Michelle mematung tak percaya dengan apa yang ia dengar. "A-apa? Mengandung?" wajah cantik Michelle semakin pucat. Michelle membelalakkan matanya. Telinganya lebih ia tajamkan, barangkali salah mendengar. "Jangan bersedih kamu harus tetap tersenyum dan kuat demi bayimu. Apapun yang terjadi sekarang kita akan hadapi bersama." Usap lembut Alins di pundak michelle benar-benar menyatakan bahwa yang ia dengar adalah benar. Kini Michelle hanya mampu menerima pelukan Allins sambil memejamkan mata. 'Hamil?' Michelle di dalam hatinya masih tak percaya. Saat Michelle memejamkan mata, selintas wajah tampan dengan senyum yang sebenarnya ia rindukan terlintas. 'Roland, ini adalah anak Roland!' hati Michelle tak percaya dengan apa yang ia alami, hatinya mengeja nama Roland bagai menyebut sebuah mantra sambil mengusap air mata yang akhirnya jatuh juga di pipi. Michelle benci Roland karena tidak pernah sedikitpun mencintainya tetapi fakta bahwa ini adalah anak Roland membuatnya kembali menginga

    Last Updated : 2024-07-06
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 7: Rahasia dan Penyesalan

    Roland mencengkeram pundak Ella kasar, "Katakan bayi siapa itu? Atau aku bisa saja berbuat kasar padamu!" Roland memekik dengan suara keras."Apa kau pernah berlaku lembut padaku? Apa kau pernah peduli dengan kehadiranku selama ini?" Ella melepaskan cengkraman kasar Roland dengan keras. Suara wanita itu terdengar meninggi, sehingga lantunan tegasnya sama kerasnya dengan suara Roland.Roland menyeringai bengis. Sementara sorot matanya melayang tajam penuh intimidasi yang menciutkan keberanian Ella. "Aku belum sekali pun menyentuhmu, Ella. Bagaimana bisa kau hamil?""Kau selalu pulang mabuk dini hari. Waktu itu, Kau melakukannya dengan kasar dengan menyebut wanita sialan itu! Kau jahat, Roland.” Ella memekik marah sampai wajahnya memerah gemetaran.“Ketika bayi ini hadir kau mengelak? Pria bodoh dan pemabuk sepertimu mungkin tidak punya perasaan! Sampai lupa kapan menikmati keperawanan istrimu!" lanjut Ella mengangkat wajahnya dengan pongah.

    Last Updated : 2024-07-06
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 8: Merasa Kehilangan

    "Hentikan mobilnya.” Dengan suara parau Roland memerintah Daniel.Pria yang duduk di kursi penumpang belakang itu telah tersadar dari mabuknya. Matanya memerah itu menyorot tajam Daniel yang melirik singkat dari cermin dashboard.“Apa Anda ingin saya antar ke apartemen?”Roland terhenyak dengan wajah tak berekspresi dibuat oleh Daniel. Sejujurnya, itu adalah opsi terbaik dari orang kepercayaannya. Roland yang benci pada Ella tidak akan menemukan apalagi mengendus jejak Ella di hunian mewah yang hanya dia dan orang-orang terdekat yang tahu.Tetapi, apartemen itu penuh memori tentang Michelle. Bahwa Roland selalu menghabiskan dan menikmati waktu bersama Michelle.“Aku ingin tidur di hotel saja. Telepon manager hotel untuk menyiapkan kamarku.”Roland merebahkan kepala di sandaran kursi setelah memutuskan, sementara matanya terpejam pasrah seolah melepaskan kepenatan.“Baik, Tuan Roland,” Daniel menyahut patuh.

    Last Updated : 2024-07-07
  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 9: Kasih Sayang

    Ruangan senam hamil itu seperti tempat aerobic pada umumnya. Kaca besar melingkari ruang latihan.Michelle menengok ke pintu mencari sosok Alins yang berjanji menemaninya. Hatinya sedikit merasa rendah diri ketika melihat pesertanya senam lainnya didampingi suami mereka.[Michelle aku akan terlambat karena konsultasi pasienku sedikit mundur jamnya. Aku akan tetap datang menemani. Masuklah lebih dulu mengikuti kelas]Chat yang masuk dari Alins tadi harusnya membuat Michelle tidak terus menunggu tetapi ada rasa sedih ketika wanita cantik itu memulai senam tanpa siapa pun di sisinya."Baik Untuk para ibu hamil silahkan berdoa berhadapan dengan suaminya. Mulai meregangkan jari dengan saling menggenggam tangan suaminya."Instruktur senam hamil telah memberi instruksi. Setiap dari peserta senam hamil pun telah berdoa berhadapan dengan suaminya untuk memulai senam hamil dengan peregangan jari.Michelle diam beberapa menit mencoba tegar

    Last Updated : 2024-07-09

Latest chapter

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 119: Seperti Mimpi

    Roland baru saja terbangun dari dunia mimpi yang singkat dirasakan. Tetapi dia kembali disuguhkan oleh hal-hal yang mustahil didapatkan.Walaupun sejak kemarin Michelle menunjukkan sisi lembut yang penurut, akalnya merasa seperti masih bermimpi mendengarkan pengakuan Michelle. Bahkan Roland memeriksa keadaan itu dengan mencermati jelas kehangatan tangan Michelle dalam genggamannya.“Katakan saja nanti setelah kau dalam kesadaran penuh. Aku tidak mau nantinya kau berpura-pura tidak mengingat ini,” ujar Roland yang samar-samar menyindir.“Aku akan ingat dan tidak akan berpura-pura.” Michelle meyakinkan dengan sorot mata lemah namun penuh keseriusan. “Seperti yang kau katakan terakhir kali di depan firma—sebelum balik ke New York, ayo kita lupakan masa lalu,” lanjut Michelle menegaskan.“Aku tidak ingin menahan semuanya dan berbohong pada diriku sendiri, bahwa kau masih tetap ada di hatiku. Mau sekeras apa pun aku melupakanku, rasanya semua sia-sia karena aku masih berdebar-debar setiap

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 118: Menyerah pada Perasaan

    Rutinitas pagi di kediaman Jullian berlangsung seperti biasanya. Para pelayan mulai sibuk melakukan kewajiban mereka di kediaman mewah itu, di mana tuan rumah baru saja kembali setelah beberapa waktu mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.Sayangnya, kesibukan mereka diselimuti oleh ketegangan yang diciptakan oleh sang pemilik kediaman. Yaitu Jullian yang menunjukkan emosi tak terbendung di ruangan santai teras belakang.Sejak sore kemarin, Jullian memang telah menunjukkan ekspresi kesal saat pulang ke rumah. Namun, kekesalan itu semakin bertambah ketika asisten pribadinya mengadukan perihal Roland yang batal menjemputnya di rumah sakit.“Jadi anak berandal itu batal menjemputku karena ke Los Angeles?” tanya Jullian penuh tekanan kepada asisten pribadinya yang merunduk.“Informasi yang saya terima bahwa Tuan Roland mendadak pergi ke Los Angeles.”Jullian berdecih kesal. “Dia pasti menemui wanita itu lagi! Demi wanita itu, anak berandal itu membohongiku!”Berbanding terbalik den

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 117: Rencana Balasan

    “Apa yang akan Kakak lakukan?” Valencia bertanya setelah polisi itu pergi.Mata Roland yang masih menyimpan seberkas emosi telah menatap Valencia. Pria itu memindai Valencia yang memucat dan wajah penuh lelah.“Aku kesal sekali pada kesimpulan polisi itu mengenai kasus Michelle,” lanjutnya membuat Roland menatap tajam.“Kesimpulan apa itu?” desak Roland ingin tahu.“Lewat suamiku dia mengatakan jika kesaksianku beserta sopir taksi itu tak memiliki kekuatan untuk menangkap David Revorman.”Valencia tak ragu-ragu mengadukan kesimpulan yang menjengkelkan—yang sebelumnya mendorong dirinya cepat-cepat mengadu pada Roland.“Polisi itu malah mengatakan jika Michelle bisa saja melakukan “pekerjaan” lain karena mungkin kebetulan saja berada di dekat lokasi rumah David. Dia juga mengatakan bahwa Michelle bukan lagi personal asisstant dari David Revorman. Melainkan hanya seorang administrator di firma itu. Bukankah Kakak berteman dengan David itu?”Setumpuk emosi memuncak ke ubun-ubun Roland, se

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 116: Yang Biasa Dilakukan

    Ketika mulut Michelle terbuka guna lebih lanjut mengadu, suara ketukan pintu yang terdengar beruntun telah menghalangi keinginan Michelle. Sorot matanya teralihkan dari Roland yang menunjukkan eksprsi gelap. Michelle mencoba menoleh ke arah pintu yang terbuka, namun sayang terhalangi oleh tubuh gagah Roland yang masih menegang.“Selamat malam. Saya—polisi yang menangani kasus Nyonya Michelle.”Kecemasan yang tak menenangkan kembali menghantui Michelle setelah mendengar seseorang itu adalah pihak kepolisian. Sama seperti sebelumnya, Michelle masih belum mau berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal.“Beberapa saat lalu saya menghubungi dokter yang menangani Nyonya Michelle dan mengetahui bahwa beliau sudah sadar. Saya ingin sedikit bertanya-tanya pada Nyonya Michelle mengenai kasus yang menimpanya. Apa bisa saya berbicara dengan Nyonya Michelle?”Batin Michelle langsung menolak sebelum Roland maupun Valencia menoleh ke arahnya. Tangannya yang gemetaran telah terangkat, bersusa

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 115: Kedatangan Roland

    Beberapa jam kemudian Michelle telah dipindahkan ke kamar inap setelah kondisinya dinyatakan stabil. Selang oksigen yang terpasang sudah dilepaskan, kecuali jarum beserta selang infus yang masih terpasang.Meski kondisinya dinyatakan lebih baik dari sebelumnya, Michelle masih bersikap sama yaitu tak mengendurkan sedikit rasa takut dan cemas.Jemarinya bertindak egois terhadap Valencia, tak ingin melepaskan sedikit tangan Valencia dari genggamannya. Bahkan ketika dokter memeriksakan keadaannya, Michelle tak ingin ditinggalkan sedetik pun oleh Valencia.Semua karena bayangan mengerikan itu mengisi seluruh pikiran Michelle.Ketika matanya terbuka, Michelle berpikir dirinya telah tidak lagi berada di bumi karena pandangan mata yang kabur pada warna putih mendominasi. Hal hampir serupa pernah Michelle rasakan ketika tak sadarkan diri sewaktu pasca melahirkan Leah.Namun setelah beberapa kali mengerjapkan mata dan penglihatan mata kembali jernih, Michelle menyadari dirinya yang masih bernya

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 114: Tangan yang Gemetaran

    Valencia membasuh air mata yang membasahi wajah cantiknya dengan sapu tangan pemberian suaminya. Napasnya masih saja sesak setelah memaksa diri agar berhenti dari tangisannya. Duduk di ruang tunggu itu, Valencia berakhir menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.“Apa yang aku lakukan sudah benar, ‘kan?” tanya Valencia dengan nada masih sedikit terisak.“Mendengar bentakannya tadi, aku bisa menebak rasa terkejut dan kemarahan Kak Roland.” Albert berkomentar tenang.“Dia langsung mematikan telepon tanpa memberitahu apa yang akan dilakukan. Tetapi aku bisa menebak, dia pasti akan langsung ke sini tanpa peduli betapa penting pekerjaannya di sana.”Valencia berkomentar serupa ketika menormalkan kembali napasnya.“Aku hanya berharap Michelle cepat sadar agar bisa memberitahukan semua yang dia lalui sendirian,” lanjutnya berbicara.“Sebaiknya kau pulang saja, Valen. Aku akan menunggu perkembangan tentang Michelle di sini.”Pernyataan Albert membuat Valencia mengangkat kepalanya yang tenang be

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 113: Telepon Dari Valencia

    Roland terduduk lemas di kursi penumpang belakang pada mobil yang dinaiki. Pria itu mengendurkan dasi yang melingkar rapi di leher, sengaja memberi ruang bebas pada tenggorokan yang dipenuhi sesak tak mengenakkan. Sementara itu mata abu-abunya menatap kosong ke arah depan, tak peduli pada Daniel yang melirik cemas seperti ingin menarik perhatian.Pembicaraan intens beberapa menit lalu bersama Alins dan Danny benar-benar menguras perasaan Roland. Selain mengetahui cerita hidup Michelle yang tertutup sempurna, dia juga mengetahui perihal penyakit dari dua orang yang seperti orang tua pengganti bagi Michelle.Alins mengidap kanker lambung stadium empat, di mana hari itu dokter di rumah sakit itu menyampaikan kabar buruk perihal kanker itu sudah menyebar dan menggerogoti ke jaringan lain di tubuhnya. Sementara Danny disarankan untuk beristirahat dari pekerjaannya dan melakukan tindakan pengobatan pada penyakit jantung yang diderita.Tak ada yang bisa Roland lakukan kecuali terdiam dan men

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 112: Kejujuran Perasaan

    Roland terhenyak dalam pertanyaan Alins sampai mulutnya bungkam tidak bisa menjawab. Padahal pertanyaan yang diucapkan sudah Roland ketahui sendiri jawabannya, tetapi rasa penasaran mendesaknya ingin mencari tahu secara langsung.“Dibandingkan Michelle, kami sudah siap jika sewaktu-waktu kau mengetahui perihal Leah.” Danny memecahkan keheningan diri yang sebelumnya memilih menjadi pendengar. “Karena sebuah rahasia tidak ada yang abadi untuk disembunyikan,” lanjutnya menimpali.“Apa tujuanmu datang kali ini di kehidupan Michelle masih sama, Roland?” tanya Alins dengan kelembutan namun terselip sebuah ketegasan yang dirasakan kental.Roland masih bersikap sama. Entah mengapa mulutnya terasa sulit untuk terbuka dan bersuara.“Sejak kecil Michelle tak pernah mau menyulitkan siapa pun termasuk ibunya. Michelle kecil selalu terbiasa mandiri dengan sosok orang tua tunggal yang dia miliki. Mungkin karena ibunya yang merupakan kakak kandungku sudah memberitahu bahwa hanya Michelle hanya memili

  • Tuan CEO, Aku Ingin Berpisah!   Bab 111: Pertemuan Tak Terduga

    Di dalam lift yang dinaiki, Roland melepaskan napas kasar. Pria itu merengkuh sedikit kelegaan setelah berbicara dengan Jullian. Setelah sekian lama berlalu, Roland tak lagi ragu ingin mengungkapkan alasan menceraikan Ella.Dia memiliki alasan yang tepat untuk tidak mengubur aib itu sendirian. Jika dulu dia memilih acuh, kali itu dia terdorong harus demi menata masa depan indah bersama wanita yang dicintai.“Sore ini bisa kosongkan jadwalku? Aku ingin menjemput daddy yang pulang sore ini.” Roland tenang meminta pada Daniel yang berdiri di belakang.“Saya akan mengatur untuk Anda.” Daniel mengulas senyuman getir setelah terpaksa memenuhi permintaan Roland.“Oh ... iya, Tuan. Saat menunggu Anda tadi, Nyonya Valencia menghubungi saya. Beliau menanyakan perihal Anda yang tidak menjawab telepon. Saya mengatakan jika Anda sedang menjenguk Tuan Jullian.”Roland tersadar pada handphone-nya yang di-silent-kan di dalam saku dalam jas setelah Daniel mengadu. Tanpa menuda pria itu merogoh saku dal

DMCA.com Protection Status