Share

Bab 2: Berbahaya dan Kejam

Mata cokelatnya yang indah telah diselimuti oleh genangan air mata. Michelle terpaku kaku menatap Roland yang tak berekspresi pada dirinya.

Pelacur? Begitu rendahnya sosok Michelle bagi Roland, sehingga tidak ada kata lebih layak yang disematkan pada Michelle.

Padahal selama ini Michelle menghormati dan tulus memandang sosok Roland.

Semuanya memang salah Michelle. Dia sudah memahami karakter dan sikap Roland. Bahkan, Michelle sudah menakar sebab-akibat dari keputusannya itu.

Michelle benar-benar naif. Bukan! Michelle benar-benar melakukan kesalahan fatal. Selama ini dia mencintai pria yang salah dan tak memiliki hati.

Ketika memutuskan beranjak turun dari ranjang itu, batin Michelle telah mantap menentukan keputusan. Bahwa dia akan menyerah untuk menunggu balasan cinta dari Roland.

Ada rasa nyeri tak tertahankan di inti sensitifnya akibat perbuatan kasar Roland. Sangat perih seperti ratusan bekas sayatan baru terukir di sana. Namun, Michelle bersikeras menyembunyikan karena tak ingin terlihat lemah.

Michelle mengabaikan Roland yang menatapnya marah. Dia melewati tanpa rasa takut pada intimidasi mengerikan itu.

“Kau mau keluar dengan pakaian kusut seperti itu?”

Langkah Michelle didikte untuk berhenti oleh gemeretak kasar Roland. Matanya yang sudah basah oleh air mata telah berpadu dengan mata Roland, mata hazel—keabu-abuan yang ganas, berbahaya dan kejam.

“Kau mau menjatuhkan harga dirimu kepada orang-orang dengan penampilan kusutmu itu?” Roland kembali mencela.

Michelle tersenyum hampa. “Harga diriku telah jatuh, bahkan sudah diinjak-injak olehmu, Roland Archer.”

“Kau!” Roland kembali menggeram. Dia sudah meremas lengan kurus Michelle karena dorongan emosi. “Berani sekali kau bersikap kurang ajar denganku?!”

“Justru karena aku wanita rendahan aku bisa bersikap kurang ajar padamu, Roland Archer yang terhormat!” keberanian Michelle tak bergetar melawan Roland.

“Michelle!” Roland membentak kencang.

Suara yang dipenuhi emosi itu menguasai ruangan, sehingga tidak memiliki celah sedikit pun bagi udara untuk menyelinap masuk. Suara itu begitu kejam membungkam keberanian Michelle.

Suasana mencekam itu diinterupsi oleh suara pintu yang terbuka. Celahnya yang terbuka kecil semakin melebar dan menampilkan seseorang diambang pintu.

Tidak hanya Roland, Michelle sudah terkejut dengan sosok itu. Dia tidak mengetahui jika Roland akan kehadiran tamu wanita cantik yang menatapnya penuh kebencian. Atau mungkin dia yang sengaja tidak diberitahu mengenai kehadiran sosok wanita cantik itu.

Michelle sangat sadar diri. Sebab, wanita itu sangat pantas datang menemui Roland kapan pun karena dia adalah calon tunangan Roland. Dia adalah Ella Hansen, seorang putri bungsu dari pemilik mall ternama di New York. Ella juga model ternama.

Sungguh pendamping yang sempurna. Putri yang terlahir dari keluarga konglomerat dan sosok publik yang bersinar sangat pantas menjadi pendamping hidup Roland Archer. Bukan seperti Michelle yang hanya seorang piatu dan karyawan rendahan.

“Hello, Baby.” Ella sangat manis menyapa Roland. “Aku datang karena kau sudah janji menemaniku memilih cincin tunangan kita. Aku langsung masuk ke ruanganmu karena di depan tidak ada siapa pun. Aku sudah menghubungimu, tapi handphone-mu tertinggal di meja. Aku mendengar suara sedikit berisik dari sini. Karena cemas, aku mencoba memeriksa apa yang terjadi di sini.”

Cara Ella menjelaskan sangat lembut, begitu jelas menunjukkan karakter lembut yang sinkron dengan penampilan elegannya. Dia juga menunjukkan identitas seorang calon tunangan dan istri yang sempurna tanpa celah.

Hal itu hanya ditujukan pada Roland seorang. Ketika menatap Michelle, semua hal-hal baik itu lenyap.

Tatapan lembut Ella berubah sinis menatap Michelle. Seolah Michelle adalah sosok pengganggu yang harus segera disingkirkan.

“Dia sekretarismu?” tanya Ella sangat menuntut.

“Tunggulah di luar. Aku akan menyusulmu setelah menyelesaikan sesuatu.” Roland mengabaikan karena malas menjelaskan, sementara tangannya masih meremas lengan kurus Michelle.

“Aku harus tahu siapa dia dan apa yang terjadi diantara kalian.” Ella bertindak egois tanpa peduli pada penilaian Roland. “Aku harus mengetahui apa pun tentangmu karena aku adalah calon pendamping hidupmu,” lanjutnya tak terbantahkan.

“Rencana pernikahan kita karena dorongan politik bisnis.” Roland sengaja menyinggung karena Ella pasti tahu maksud ucapannya.

“Tapi, aku harus tahu siapa saja yang pernah “melayani” calon pendamping hidupku. Agar aku bisa menyingkirkannya “sampah” yang nantinya tidak mengganggu kehidupan pernikahanku.” Ella tersenyum manis membujuk, namun ucapannya begitu menusuk.

Michelle merundukkan pandangan mata. Gadis cantik itu tidak sanggup mengangkat wajah, tidak lagi peduli pada Roland dan Ella yang menghina lewat pandangan dan mulut keji mereka.

Hati Michelle semakin remuk dan tak terbentuk lagi. Keadaan itu semakin memburuk mengenai dia yang tidak diberitahu atas kedatangan Ella.

Abaikan status Michelle yang hanya wanita simpanan Roland. Sebagai seorang sekretaris, Michelle pantas mengetahui tentang apapun yang akan Roland lakukan seharian penuh, sehingga jadwal yang sudah diatur tidak terbentur dengan hal-hal tidak terduga.

Roland benar-benar menyembunyikan perihal pertunangan dan pernikahan itu dari Michelle. Dia menganggap Michelle tidak penting, tidak lebih dari sekadar wanita simpanan.

“Aku memiliki urusan pribadi. Jadi, batalkan semua shedule-ku sampai siang nanti.”

Michelle tersenyum getir terhadap perintah Roland yang tidak tahu malu. Dengan menahan rasa sakit dan hancur yang berkecamuk, Michelle mengangkat wajahnya kemudian dengan lembut melepaskan lengan kurusnya dari remasan Roland.

“Aku sudah bukan lagi siapa-siapa bagimu, termasuk bukan sekretarismu. Jadi, aku tidak akan mendengarkan apa pun yang kau ucapkan.”

Roland terdiam menanggapi. Namun tidak pada matanya yang dipenuhi emosi dan penuh hasrat kebencian nyata terhadap Michelle.

“Kau—Michelle Louise tidak lagi menjadi sekretarisku. Segera kemasi barang-barangmu dan kau dilarang menginjakkan kaki di perusahaanku. Kau tidak boleh menampakkan batang hidungmu ke hadapanku.”

Pria itu meninggalkan Michelle tanpa peduli bagaimana jahatnya dia telah mematah-matahkan hati Michelle. Tindakannya itu sekaligus memberitahu bahwa Ella harus mengikutinya.

Ella enggan menurut. Dia memutuskan mendekati Michelle dengan pandangan yang berbeda-beda, seolah-olah ada rasa simpati terhadap Michelle yang direndahkan.

“Aku tidak tahu apa yang terjadi antara kau dan Roland.” Ella bersuara tenang, pun dia mengeluarkan sapu tangan dari tasnya untuk kemudian membasuh air mata di pipi Michelle.

“Tapi, aku mau kau tidak memiliki hubungan apa pun dengan Roland!” lanjut Ella yang tiba-tiba melemparkan sapu tangan itu ke wajah Michelle.

Sorot mata penuh kebencian Ella kembali menyerang Michelle. “Sudah berapa lama kau menjadi penghangat ranjangnya Roland?”

Michelle memilih membisu. Rasanya dia tidak memiliki lagi tenaga untuk meladeni Ella.

“Siapa saja yang mengetahui hubungan kotor kalian?” Ella mencecar.

Lagi-lagi Michelle menutup rapat mulutnya. Tindakannya itu menimbulkan embusan napas kasar lolos dari mulut Ella.

“Tidak masalah jika kau tidak mau mengatakan. Aku tidak akan terpengaruh oleh sampah sepertimu.”

Ella tersenyum lembut penuh keramahan, kemudian dia melontarkan kalimat yang sudah terangkai di ujung lidah. “Kau harus sadar diri, wanita kotor dan miskin sepertimu tidak pantas untuk pria terhormat seperti Roland.”

Ella memalingkan pandangannya seolah sangat menjijikkan berlama-lama memandangi Michelle. Keinginannya segera angkat kaki dari hadapan Michelle sedikit terhalangi oleh sesuatu. Ketika kembali menatap Michelle, Ella melemparkan kartu nama miliknya.

“Kau bisa menghubungiku dan mintalah imbalan padaku jika kau tidak mau pergi dengan tangan kosong. Aku akan memberikanmu sebanyak kau mau, asalkan wajah menjijikkanmu itu tidak muncul di hadapanku dan Roland,” ucapnya angkuh.

Air mata mengalir deras tanpa diminta ketika pintu dibanting secara keras. Kedua kaki yang gemetaran pun tak lagi mampu menopang bobot tubuh, sehingga berujung membuat tubuh terduduk lemah di lantai yang dingin. Tubuhnya bergetar lagi diiringi dengan tangisan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status